BAB II

advertisement
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Obligasi Konvensional
1. Pengertian Obligasi Umum
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan
yang merupakan suatu pernyataan hutang dari penerbit obligasi kepada
pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok hutang
beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran
(irwanyusriadiblogspot.com;2007).
Alasan para investor membeli obligasi adalah dimana obligasi memiliki
pembayaran keuntungan yang tetap pada periode tertentu serta fluktuasi harga
obligasi yang mengikuti arus tingkat bunga. Tingkat bunga yang meningkat
akan berdampak pada harga obligasi di Pasar modal yang akan turun, begitu
pula sebaliknya.
Obligasi juga memiliki nilai masing-masing yang diberikan oleh
perusahaan atau lembaga khusus dengan menilai serta menganalisa tingkat
kegagalan obligasi tersebut. Nilai yang ada berkisar antara A,B,C dan D
dimana masing-masing nilai memiliki 3 (tiga) sub nilai kecuali D, yaitu AAA,
AA, A, BBB, BB, B, CCC, CC, C, D.
5
6
Nilai AAA adalah nilai tertinggi yang memberi keyakinan bahwa
perusahaan penjual obligasi mampu dengan baik mengembalikan hutang
beserta bunga seperti yang dijanjikan. Sedangkan yang bernilai D menyatakan
bahwa kemungkinan besar penerbit obligasi tidak akan mampu membayar
hutang beserta bunganya.
2. Macam-macam Obligasi Umum
a. Berdasarkan Penerbit
1). Obligasi Pemerintah
Obligasi ini diterbitkan oleh pemerinyah pusat dengan tujuan
untuk kepentingan pemerintah atau skala nasional.
2). Obligasi BUMN/Pemda
Obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
mengembangkan proyek fasilitas umum di wilayah daerah tersebut.
3). Obligasi Perusahaan Swasta
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan swasta/komersial
yang bertujuan untuk mendukung kepentingan bisnisnya.
b. Berdasarkan Suku Bunga
1). Fixed Rate Bond
Obligasi dengan tingkat suku bunga yang tetap yang berarti
bahwa investor akan mendapatkan keuntungan atas investasi
obligasinya dengan bunga yang pasti (fixed).
7
2). Floating rate Bond
Obligasi dengan bunga mengambang, yaitu berdasarkan tingkat
suku bunga variabel yang tingkat penyesuaian bunganya dilakukan
secara berkala.
3). Mixed Rate Bond
Kombinasi antara sukuk bunga tetap dan mengambang. Jenis
obligasi ini memberikan keuntungan bagi investor yang sifatnya
konservatif.
4). Zero coupon bond
Obligasi tanpa bunga ini memberikan keuntungan bagi investor
dari selisih potongan nilai principal dan nilai investasi.
c. Berdasarkan Kepemilikan
1). Obligasi terdaftar/atas nama
Pada jenis obligasi ini, nama pembeli tercantum dalam sertifikat
obligasi. Setiap melakukan transaksi (berpindah tangan), nama
pembeli terakhir harus di-endorse (ditulis dan dicap stempel) dibalik
sertifikat obligasi.
2). Obligasi Atas Unjuk
Jenis obligasi ini memberikan hak kepada siapa saja yang
memegang sertifikat obligasi ini untuk dapat menjadikan uang tunai
serta secara hukum tidak memerlukan endorsement.
8
d. Berdasarkan Jaminan
1). Obligasi Dijamin garansi
Obligasi ini adalah obligasi yang pembayaran bunga dan
pokoknya dijamin oleh institusi atau perusahaan yang bukan penerbit
obligasi tersebut.
2). Obligasi Dijamin Properti
Obligisi ini diterbitkan dengan jaminan property milik penerbit
obligasi.
3). Obligasi Dijamin Surat Berharga
Obligasi ini penjaminnya didasarkan atas surat berharga lainnya,
biasanya disimpan oleh pihak Bank atau wali amanat.
4). Obligasi Dijamin dengan Peralatan
Penjaminan obligasi ini didasarkan pada hak gadai atau hak jual
atas peralatan tertentu kepada pemegang obligasi tersebut.
5). Obligasi Tanpa Jaminan
Obligasi ini biasanya dijamin dengan itikad baik penerbit,
biasanya diterbitkan oleh Pemerintah.
e. Berdasarkan Pelunasan
1). Obligasi Berseri
Metode pelunasan obligasi ini bertahap sesuai tanggal jatuh
tempo yang dijadwalkan pada periode tertentu sampai pelunasan
keseluruhan obligasi.
9
2). Obligasi yang Dilunasi Sebelum Jatuh Tempo
Obligasi ini diterbitkan dengan hak emiten untuk membeli
kembali/menebus obligasi sebelum jatuh tempo.
3). Obligasi Put
Obligasi ini memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk
mendapatkan pelinasan sebelum jatuh tempo serta menerima unjuk
penuh.
4). Obligasi dengan Dana Pelunasan
Obligasi ini pelunasannya didukung dengan dana pelunasan yang
diakumulasikan secara tetap dari penyisihan laba bersih emiten.
5). Obligasi Tanpa Jatuh Tempo
Obligasi ini tidak memiliki waktu jatuh tempo, tidak dapat
ditebus serta mempunyai kewajiban membayar pendapatan bunga
tetap (annuity bond).
f. Berdasarkan Penukaran
1). Obligasi Konversi
Obligasi ini dapat ditukar dengan saham emiten pada
perhitungan harga yang telah ditetapkan sebelumnya.
2). Exchangeable Bond
Obligasi
dimana
principal
penjaminnya
dibayar
dengan
menggunakan saham perusahaan lain (tetapi masih satu grup bisnis).
10
g. Berdasarkan Lokasi Penerbitan
1). Obligasi Domestik
Jenis obligasi ini diterbitkan untuk jangkauan pasar domestik dan
biasanya menggunakan denominasi mata uang negara dimana obligasi
diterbitkan.
2). Obligasi Internasional
Obligasi ini merupakan obligasi emiten disuatu negara yang
diterbitkan untuk pasar luar negeri.
B. Obligasi Syariah
1. Pengertian Sukuk
Istilah sukuk merupakan istilah yang lebih spesifik dari istilah obligasi
syariah yang lazim digunakan sebelumnya. Istilah sukuk sudah dikenal sejak
abad pertengahan, dimana umat islam menggunakannya dalam konteks
perdagangan internasional.
Terdapat beberapa referensi yang menjelaskan mengenai pengertian
sukuk yaitu:
a. DSN-MUI
Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-MUI/IX/2002, DSN masih
menggunakan istilah obligasi syariah, belum menggunakan istilah
sukuk. Menurut fatwa tersebut:
11
obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.
b. BAPEPAM-LK
Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah,
Sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang
tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
1). kepemilikan aset berwujud tertentu;
2). nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas
investasi tertentu; atau
3). kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Jika diperbandingkan dengan instrumen konvesional seperti obligasi dan
saham, maka sukuk tidak termasuk dalam dua kategori tersebut. Sukuk tidak
termasuk saham karena sukuk memiliki umur yang terbatas atau jatuh tempo
(maturity). Disamping itu, sukuk bukan merupakan obligasi karena
pembagian keuntungan dalam sukuk dilakukan dengan cara bagi hasil atas
proporsi penghasilan atau arus kas yang dihasilkan dari aset yang merupakan
underlying dalam transaksi sukuk tersebut. Skema bagi hasil semacam ini
sangat berbeda dengan obligasi konvensional, terutama dalam kepastian bagi
hasil atau bunga yang diperoleh pemilik dana.
12
Jenis dari sukuk dapat dikategorikan berdasarkan akad yang mendasari
penerbitan sukuk tersebut. Di Indonesia terdapat 2 (dua) jenis akad yang lazim
digunakan untuk penerbitan sukuk, yaitu akad ijarah dan mudharabah.
(a). Akad Ijarah
Menurut Slamet Wiyono (2005;142) Ijarah adalah transaksi sewa
menyewa atas sebuah aset.
Akad
ijarah merupakan akad
yang
memfasilitasi transaksi
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti pemindahan
kepemilikan barang.
Adapun akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) memfasilitasi
transaksi ijarah, yang pada akhir masa sewa, penyewa diberi hak pilih
untuk memiliki barang tersebut yang disewa dengan cara yang disepakati
oleh kedua belah pihak.
Dalam transaksi ijarah yang ditekankan atau yang menjadi obyek
jaminan transaksi adalah penggunaan manfaat atas sebuah aset.
Penyewaan dalam sudut pandang islam meliputi dua hal, yaitu: pertama,
penyewaan terhadap potensi atau sumber daya manusia; kedua,
penyewaan terhadap suatu fasilitas.
Dalam Peraturan Bapepam dan LK No. IX.A.14 tentang Akad-akad
yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal
13
(selanjutnya disebut Peraturan No. IX.A.14) angka 1 a, ijarah
didefinisikan sebagai berikut:
Ijarah adalah perjanjian (akad) dimana Pihak yang memiliki barang atau
jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau
pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan
atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa
atau pemberi jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa dan
atau upah (ujrah), tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas pemilikan
barang yang menjadi obyek Ijarah.
Dalam akuntansi konvensional, istilah ijarah dikenal dengan lease,
Ijarah terbagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu ijarah (operating lease) dan
ijarah muntahia bittamleek (capital lease). Transaksi ijarah diatur dalam
AAOIFI Shari’a Standard No. 8 Ijarah and Ijarah Muntahiya Bittamleek.
Dari beberapa pengertian diatas, akad ijarah sejenis dengan akad jual
beli, namun yang dipindahkan bukan hak kepemilikannya melainkan hak
guna atau manfaat suatu aset atau jasa pekerjaan.
Aset yang disewakan (objek ijarah) dapat berupa harta berwujud
bergerak maupun tak bergerak. Dengan demikian. Barang yang dapat
habis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah.
Apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan penurunan nilai
kegunaan atas aset yang disewakan dan bukan disebabkan oleh kelalaian
penyewa,
pemberi
sewa
berkewajiban
menanggung
biaya
pemeliharaannya selama periode akad atau menggantinya dengan aset
sejenis.
14
Gambar 2.1. contoh skema akad ijarah
3). mewakilkan penyewaan
barang/jasa
Emiten sebagai
wakil
1). Dana sukuk
Sahibul maal
(pemilik modal)
Emiten sebagai
lessor
2). Sukuk ijarah
6). Fee ijarah
4).Menyewa
kan
barang/
jasa
5). kas
Pemakai
barang/jasa sewa
(b). Akad Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata Dharb yang artinya melalkukan
perjalanan untuk berdagang. Disebut juga Qiradh yang berarti memotong,
makna qiradh adalah pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk
diserahkan kepada pengelola dana dan ia juga akan memotong keuntungan
usahanya.
Mudharabah adalah persetujuan antara pemilik modal dengan
seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal untuk
perdagangan tertentu, yang keuntungannya dibagi sesuai dengan
15
kesepakatan bersama, sedangkan kerugian yang diderita menjadi
tanggungan pemilik modal (slamet wiyono. 2005:54)
Tetapi
apabila
kerugian
disebabkan
karena
kelalaian
atau
kecurangan dari pengelola dana, maka kerugian sepenuhnya menjadi
tanggungan dari pemilik dana.
Gambar 2.2. contoh skema akad mudharabah
Shahibul maal
(pemilik dana)
Mudharib
(pengelola dana)
Modal 100%
profesionalisme
usaha
Laba/rugi
Bagi hasil sesuai
kesepakatan
2. Kriteria Perusahaan Penerbit Sukuk
a. Halal Produk dan Jasa
Emiten dilarang mempunyai objek usaha yang haram seperti makananminuman yang tergolong haram menurut syariat islam, hal-hal yang
16
berkaitan dengan maksiat dan pornografi, narkoba, begitu juga yang
mengandung banyak mudharat dibanding dengan manfaatnya, misalnya
senjata dan rokok. Bahkan emiten yang bergerak pada dunia hiburan yang
memudahkan terjadinya maksiat juga umumnya dihindari oleh investor.
Setelah menerbitkan efek dan selama efek syariah tersebut masih efektif,
emiten dilarang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambil
alihan usaha yang mengakibatkan produk (dan jasa) emiten tidak lagi
memenuhi ketentuan halal.
b. Halal Cara Perolehan – Pendapatan Riba
Emiten harus mendapat penghasilan usaha dari usaha ekonomi
secara halal serta tidak bertindak dzolim. Riba adalah salah satu hal yang
dilarang oleh syariah. Karena bunga Bank adalah salah satu bentuk riba,
maka bank Umum Konvensional tidak bisa menjadi emiten. Namun,
mengingat kondisi riil dari kegiatan usaha di Indonesia, maka perusahaan
lembaga non keuangan yang memiliki pendapatan bunga dalam prosentase
yang marjinal terhadap pendapatan usaha masih bisa menjadi emiten.
c. Halal Cara Perolehan – Prinsip Keterbukaan
Emiten harus menjalankan kegiatan usaha ekonomi dengan cara
yang baik, memenuhi prinsip keterbukaan. Dalam penawaran perdana
emiten harus menyatakan dengan jelas pada kegiatan usaha spesifik dimana
hasil emisi akan digunakan. Kemudian emiten harus memberikan informasi
yang jelas dan tidak menyesatkan (baik dalam bentuk prospektus maupun
17
dalam bentuk lainnya) mengenai fakta material termasuk peluang hasil dan
kemungkinan risiko yang ada, sehingga investor dapat menganalisis dan
menentukan apakah peluang hasil akan sesuai dengan harapannya dan
kemungkinan risiko masih dalam batasan kemampuannya dalam mengatasi.
d. Halal Cara Pemakaian – manajemen Usaha
Emiten harus memiliki manajemen yang berpirilaku islami,
menghormati hak asasi manusia, menjaga lingkungan hidup, melakukan
good corperate governance, serta tidak spekulatif serta memegang teguh
prinsip
kehati-hatian.
Emiten
dilarang
melakukan
tindakan
yang
mengganggu mekanisme pasar dalam memasarkan produknya, baik dalam
penawaran maupun dalam permintaan. Emiten juga harus mencegah adanya
benturan antara kepentingan emiten dengan kepentingan pribadi, pengurus
dan pemegang Sukuk mayoritas. Emiten juga dilarang mengambil risiko
yang berlebihan, termasuk risiko dalam mengambil pembiayaan eksternal
terhadap modal maupun rasio piutang terhadap pendapatan, yang berlebihan
dibandingkan dengan kelayakan pada industri.
e. Halal Cara Pemakaian – hubungan dengan Investor
Emiten harus mempunyai hubungan yang jelas (dan sebaiknya
terpisah) mengenai kegiatan usaha yang dibiayai, sehingga dapat dinyatakan
dengan transparan dan adil manfaat serta hasil usaha yang diperoleh pada
kegiatan usaha yang dibiayai. Emiten juga tidak boleh terlibat dalam
kegiatan yang dapat mengganggu mekanisme pembentukan harga dari efek
18
yang diterbitkannya, baik dari segi penawaran maupun permintaan. Juga
dilarang membuat gangguan pada pengambilan keputusan para pemegang
efek dalam Rapat Umum Pemegang Efek.
C. Perbedaan Sukuk Ijarah dengan Instrumen Pembiayaan Lainnya
Terdapat beberapa instrumen pembiayaan yang sekilas tampak mirip dengan
sukuk ijarah tetapi mempunyai perbedaan yang cukup signifikan, yaitu instrument
Obligasi Konvensional, dan leasing.
1. Perbandingan Sukuk Ijarah dengan Obligasi Konvensional
Sukuk Ijarah dan Obligasi Konvensional sama-sama merupakan
surat berharga yang menjadi instrumen keuangan untuk kegiatan
pembiayaan. Prosedur yang harus dilalui dalam penerbitan Sukuk Ijarah dan
Obligasi Konvensional relatif sama, perbedaannya Sukuk merupakan surat
berharga yang berfungsi mewakili kepemilikan terhadap suatu aset
sementara Obligasi adalah sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan
perusahaan, yang menyatakan bahwa investor/pemegang obligasi telah
meminjamkan sejumlah uang kepada perusahaan (emiten).
Perusahaan yang menerbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk
membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. Bunga dibayar
secara reguler sampai jatuh tempo dan ditetapkan dalam persentase dari nilai
nominal. Contoh: Obligasi dengan kupon 10%, akan membayar Rp10 setiap
19
Rp 100 dari nilai nominal setiap tahun. Biasanya pembayaran bunga terjadi
setiap 3 atau 6 bulan sekali.
Perbedaan lainnya, pertama dari sisi emiten, emiten yang akan
menerbitkan sukuk harus berasal dari emiten yang aktivitas bisnisnya tidak
bertentangan dengan ketentuan syariah, seperti perjudian, memproduksi
alkohol,
dan
makanan
yang
dilarang,
tidak
memproduksi
dan
mendistribusikan produk yang sifatnya merusak moral, dan sebagainya.
Kedua, dari sisi peringkat investment grade, sukuk memiliki fundamental
usaha yang kuat, mempunyai fundamental keuangan yang kuat, dan
memiliki citra yang baik di mata masyarakat. Ketiga, dari struktur obligasi,
obligasi syariah menerbitkan obligasi Mudharabah (obligasi berpendapatan
tetap) dan obligasi Ijarah (Firdaus, 2005;14).
Perbedaan
yang
paling
mendasar
ialah
penerbitan
Sukuk
memerlukan sejumlah tertentu aset yang akan menjadi objek perjanjian
(underlying asset) atau transaksi pengganti. Sementara untuk menerbitkan
obligasi konvensional tidak ada syarat tersebut karena obligasi hanya berupa
surat pengakuan hutang. Underlying asset inilah yang dapat menghindarkan
terjadinya riba dalam sukuk, menjamin adanya keterkaitan antara sektor
moneter dan sektor riil serta memungkinkan terjadinya penambahan
keuntungan yang membedakannya dengan obligasi konvensional.
20
Tabel 2.1 Perbedaan Sukuk dengan Obligasi
SUKUK
OBLIGASI
Merepresentasikan atas aset tertentu
Surat pengakuan hutang
Underlying
Hubungannya adalah hutang piutang,
ijarah,
contract
Mudharabah
berdasarkan
dan
lainnya
sehingga
subjek
kontrak
adalah
seperti yang didefinisikan AAOIFI
memperoleh uang dari uang (riba)
Penjualan
Penjualan Obligasi menggambarkan
Sukuk
menggambarkan
penjualan kepemilikan aset
penjualan hutang
Pemanfaatan dana Sukuk harus sesuai
Pemanfaatan bisa untuk apa saja
dengan hukum islam
Mensyaratkan
adanya
underlying
Tidak mensyaratkan underlying asset
asset
Keuntungan diperoleh dari imbalan,
Keuntungan diperoleh dari bunga
bagi hasil atau margin
Sumber: Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal Indonesia, 2007. BapepamLK.
2. Perbandingan Sukuk Ijarah dengan Leasing
Sukuk Ijarah merupakan penerbitan sukuk menggunakan akad
ijarah. Beberapa kalangan meyamakan akad ijarah dengan leasing.
Ada perbedaan antara sukuk ijarah dengan leasing, sehingga
peraturan perpajakan tidak bisa mengacu kepada peraturan perpajakan
tentang leasing. Secara fiqih, ijarah didefinisikan oleh fatwa DSN MUI
sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atau suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Ijarah sebagaimana telah
21
didefinisikan oleh fatwa DSN MUI adalah prinsip syariah yang digunakan
dalam pembiayaan, bukan akad atau perjanjian pembiayaan itu sendiri. Bila
ijarah menurut fiqih merupakan suatu akad sewa menyewa, maka dalam
konteks UU No.10/1998 ijarah adalah suatu prinsip dalam penyediaan uang
atau tagihan.
Sukuk ijarah bertujuan memperoleh dana untuk pembiayaan
sementara leasing bertujuan menyewakan barang modal. Maka sangat jelas
bahwa leasing tidak sama dengan pembiayaan ijarah. Leasing tunduk pada
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan
Menteri Perdagangan nomor KEP.122/MK, nomor 32/M/SK, nomor 30/Kpb
semuanya tahun 1974 yang dirinci dalam KMK nomor 649. Aspek
perpajakan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 650 tahun
1974, UU No.42 tahun 2009.
Pada leasing, lessor berkedudukan sebagai penyandang dana, baik
tunggal atau bersama-sama dengan penyandang dana lainnya. Sementara
objek leasing disediakan oleh pihak ketiga atau oleh lessee sendiri.
Sementara pada sukuk ijarah yang menyediakan barang modal adalah lessor
sementara lessee sebagai penyandang dana. Pihak lessor dalam leasing
hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal oleh lessee dan
barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau
dari pihak lessee sendiri. Terakhir, leasing dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan sedangkan pada sukuk ijarah penyandang dana atau investor
22
sebagai lessee bukanlah perusahaan pembiayaan melainkan bisa siapa saja.
Dengan demikian perlakuan perpajakan untuk sukuk ijarah tidak bisa
mengacu pada transaksi leasing.
D. Underlying Asset Pada Sukuk Ijarah Korporat
Salah satu dari sistem keuangan islam menurut Muhammad Taqi (2005;18)
ialah asset backed financing. Berbeda dengan sistem keuangan konvensional
dimana institusi keuangan hanya berkaitan dengan uang dan kertas-kertas
berharga saja, islam tidak mengenal uang sebagai objek perdagangan. Uang tidak
memiliki nilai instrinsic, hanya sebagai media transaksi.
Fungsi underlying asset yaitu: (1) untuk menghindari riba, (2) sebagai
persyaratan untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan (3)
akan menentukan jenis struktur sukuk. Dalam sukuk ijarah sale and lease back,
head lease and sublease penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset tetapi
yang dialihkan adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan kepemilikan aset
(legal title) tetap pada obligor.
Beberapa ketentuan tetang underlying asset menurut Monzer Kahf (Islamic
development Bank, 2005; 285):
1. asset tidak terbatas pada asset yang sudah ada, bisa juga asset yang baru akan
dimiliki atau akan dibangun, sepanjang asset tersebut dapat dideskripsikan
secara jelas dalam kontrak sehingga tidak menimbulkan kontroversi. Penyewa
harus dapat memperoleh , membangun atau membeli manfaat asset tersebut.
2. pembayaran sewa underlying asset sangat fleksibel, bisa diawal atau diakhir
dan pembayaran bisa tidak berhubungan dengan masa manfaat sewa –
23
misalkan asset disewakan dalam 10 tahun, pembayaran sewa bisa tersebar
dalam 12 tahun.
Underlying asset pada penerbitan sukuk ijarah yang ada di Pasar Modal
Indonesia secara umum adalah aktiva perusahaan penerbit sukuk dan
dipergunakan dalam kegiatan usahanya, bentuknya bisa berupa barang atau harta
fisik yang bergerak, tak bergerak atau harta perdagangan. Ada 12 (dua belas)
perusahaan penerbit Sukuk Ijarah di Indonesia, tetapi 3 (tiga) diantaranya data
tidak tersedia di Bursa Efek Indonesia.
1. Sukuk Ijarah Indosat II tahun 2007 menggunakan sirkit sebagai underlying
asset.
2. Sukuk Ijarah Matahari Putra Prima II tahun 2009 menggunakan gedung
sebagai underlying asset.
3. Sukuk Ijarah PLN II tahun 2007 menggunakan Trafo sebagai underlying
asset.
4. Sukuk Ijarah Titan Petrokimia Nusantara I tahun 2010 menggunakan tanah
bangunan dan mesin sebagai underlying asset.
5. Sukuk Ijarah Salim Ivomas Pratama I tahun 2009 menggunakan tanah sebagai
underlying asset.
6. Sukuk Ijarah Pupuk Kaltim I tahun 2009 menggunakan gedung sebagai
underlying asset.
7. Sukuk Ijarah Mitra Adiperkasa I tahun 2009 menggunakan mesin dan
peralatan sebagai underlying asset.
24
8. Sukuk Ijarah I Bakrieland Development tahun 2009 menggunakan crane/alat
berat sebagai underlying asset.
9. Sukuk Ijarah Berlian Laju Tangker II tahun 2009 menggunakan kapal tangker
sebagai underlying asset.
Penjualan perdana sukuk tidak diperbolehkan berbeda dengan nilai nominal
(BAPEPAM, 2007). Pada perdagangan sukuk seharusnya tidak boleh diterapkan
harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan oleh obligasi
konvensional. Prinsip transaksi sukuk ijarah adalah transfer service atau
pengalihan piutang dengan tanggungan pembayaran sewa, sehingga jual-beli
obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal. Pada kenyataannya sebagian
kalangan yang berpendapat memperbolehkan harga penjualan yang berbeda
dengan nilai nominal, baik diatas maupun dibawah nilai nominal, walaupun
menurut pihak Bapepam pada Sukuk Ijarah yang ada di Indonesia harga
pengalihan asset dan pengembalian asset pada saat jatuh tempo tidak mengalami
perubahan harga.
E. Peraturan Penerbitan Sukuk di Pasar Modal
Terdapat dua peraturan BAPEPAM-LK yang khusus terkait dengan
penerbitan sukuk. Pertama adalah Peraturan Nomor IX.A.13 yang mengatur
mengenai penerbitan sukuk. Hal-hal yang diatur dalam peraturan ini meliputi:
penawaran umum, kewajiban penyampaian dokumen kepada Bapepam-LK,
penyampaian pernyataan dari Wali Amanat, pengungkapkan informasi dalam
25
prospektus, perjanjian perwaliamanatan, perubahan jenis/akad/kegiatan/aset yang
mendasari penerbitan sukuk, kewajiban Emiten dalam penggunaan dana hasil
penawaran umum, dan syarat-syarat perdagangan sukuk di pasar sekunder.
Selanjutnya, terkait dengan jenis transaksi yang menjadi underlying
transaction, BAPEPAM-LK memberikan pedoman melalui Peraturan Nomor
IX.A.14:
1. Akad Ijarah
Berkenaan dengan transaksi ijarah, beberapa hal penting yang diatur dalam
peraturan tersebut meliputi:
a. persyaratan pihak yang menjadi pemberi sewa atau jasa (selanjutnya
disebut lessor) dan penyewa atau pengguna jasa (selanjutnya disebut
lessee). Pihak yang dapat menjadi lessor dan lessee wajib memiliki
kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik
menurut syariah Islam maupun peraturan perundangundangan yang
berlaku;
b. Hak dan kewajiban lessor dan lessee.
Dalam transaksi ijarah terdapat dua pihak utama yang terlibat yaitu
lessor dan lessee. Peraturan No. IX.A.14 memberikan panduan
mengenai hak dan kewajiban yang dimiliki oleh lessor dan lessee dalam
suatu transaksi ijarah.
c. persyaratan obyek ijarah;
Obyek Ijarah dapat berupa barang dan atau jasa yang memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1). manfaat barang atau jasa dapat dinilai dengan uang,
2). manfaat atas barang dan jasa dapat diserahkan kepada penyewa
atau pengguna jasa,
3). manfaat barang atau jasa harus yang bersifat tidak dilarang oleh
syariah Islam (tidak diharamkan);
4). manfaat barang atau jasa harus ditentukan dengan jelas; dan
5). spesifikasi barang atau jasa harus dinyatakan dengan jelas, antara
lain melalui identifikasi fisik, kelaikan, dan jangka waktu
pemanfaatannya.
d. persyaratan penetapan harga sewa atau upah (ujrah);
Penetapan harga sewa atau upah (ujrah) wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
26
1). besarnya harga seewa atau upah (ujrah) dan cara pembayarannya
ditetapkan secara tertulis dalam Ijarah; dan
2). alat pembayaran harga sewa atau upah adalah uang atau bentuk
lain termasuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
barang atau jasa yang menjadi obyek dalam Ijarah.
e. ketentuan lainnya, meliputi antara lain:
1). para pihak dapat menentukan harga sewa atau upah untuk periode
waktu tertentu dan mininjau kembali harga sewa atau upah yang
berlaku untuk periode berikutnya; dan
2). penunjukkan Pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan antara
lessor dan lessee.
F. Sukuk Ijarah di Pasar Modal Indonesia
Kegiatan pasar modal berdasarkan UU No.8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal secara definitif adalah:
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan denga efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan efek menurut
undang-undang tersebut pasa 1 ayat 5 adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek,
dan setiap derivatif dari efek.
Riba adalah pengambilan tambahan dalam transaksi pinjam-meminjam,
bahkan tambahan dalam transaksi jual beli yang dilakukan secara bathil (slamet
wiyono,2005;20). Oleh karena itu, transaksi pengganti sangat penting dalam
ekonomi islam karena menjadi jalan yang membolehkan adanya penambahan atas
modal, bisa berupa transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya
penambahan secara adil seperti jual beli, sewa atau kerjasama dalam proyek.
Syarat transaksi pengganti mendasari keharusan
adanya underlying
transaction, bisa berupa kerjasama bisnis atau sewa dalam penerbitan sukuk. Pada
27
sukuk ijarah yang menjadi underlying transaction adalah ijarah atau sewa,
umumnya sewa atas aset yang dimiliki oleh penerbit sukuk. Underlying asset
inilah yang dapat menghindarkan terjadinya riba dalam sukuk, menjamin adanya
keterkaitan antara sektor moneter dengan sektor riil serta memungkinkan
terjadinya penambahan keuntungan yang membedakannya dengan obligasi
konvensional.
Berdasarkan standar AAOIFI terdapat tiga jenis skema transaksi sukuk
ijarah (Bapepam-LK,2007). Pembagian kategori tersebut dapat didasarkan pada
obyek yang ditransaksikan, yaitu transfer kepemilikan atas asset yang telah
tersedia, transfer manfaat (usufruct) atas asset yang telah tersedia dan transfer
kepemilikan atas asset tertentu yang akan dimiliki.
Mekanisme yang umum digunakan di Indonesia dalam penerbitan sukuk
ijarah adalah mekanisme transfer manfaat (usufruct) atas asset yang telah tersedia.
Mekanisme ini mengatur bahwa sebelum menerbitkan sukuk ijarah perusahaan
terlebih dahulu menetapkan asset yang akan di-ijarah-kan. Langkah-langkah yang
dilakukan selanjutnya adalah:
1. Perusahaan menjual manfaat asset kepada investor, perusahaan memperoleh
pembayaran lumpsum dan investor memperoleh sertifikat Sukuk Ijarah.
2. Investor dan perusahaan kemudian menandatangani akad wakalah, yang
memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat asset underlying ijarah
untuk mencari konsumen akhir yang bermaksud menyewa underlying asset
ijarah.
28
3. konsumen akhir kemudian berkewajiban membayar penggunaan underlying
asset ijarah yang menjadi sumber fee ijarah yang akan dibayarkan perusahaan
selaku lessee kepada investor selaku lessor.
Underlying asset umumnya aktiva perusahaan penerbit sukuk atau aktiva
pihak ketiga yang dipergunakan dalam kegiatan usahanya, bentuknya bisa berupa
barang yaitu harta fisik yang bergerak, tak bergerak, atau harta perdagangan.
Hingga Januari tahun 2011 di Pasar Modal Indonesia telah terbit 12 (dua
belas) Sukuk Ijarah korporat. Sukuk Ijarah korporat yang telah terbit di Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Daftar Sukuk Ijarah Korporat di Pasar Modal Indonesia
No
Issuer
sektor
1
PT Matahari Putra Prima Tbk.
Retail
2
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
Energi
3
PT Titan Petrokimia Nusantara
Industri polyethylene
4
PT Salim Ivomas Pratama
Industri pertanian
5
PT Pupuk Kalimantan Timur
Industri pupuk
6
PT Mitra Adiperkasa Tbk.
Retail
7
PT Berlian Laju Tanker Tbk.
Transportasi
8
PT Bakrieland Development Tbk.
Jasa dan Properti
9
PT Indosat Tbk.
Telekomunikasi
10
PT Aneka Gas Industri
Industri gas
11
PT Summarecon Agung Tbk.
Properti
12
PT Metrodata Elektronik
Jasa
Sumber: IDX Monthly Statistics,January 2011 Volume 20 No.01. Indonesia Stock
Exchange, Jakarta.
29
G. Peraturan Perpajakan di Indonesia
Peraturan perpajakan merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara,
sehingga ia merupakan bagian hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan
hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang
berkewajiban membayar pajak (Nurmantu,2005;114).
Undang-Undang perpajakan tidak boleh melanggar hak-hak dasar warga
masyarakat, maka pembentukannya harus memperhatikan asas-asas hukum
perpajakan. Pembentukan undang-undang perpajakan yang mengabaikan asasasas perpajakan akan melanggar hak-hak dasar warga masyarakat, walaupun
berdasarkan pada undang-undang, dan apabila hal demikan terjadi maka
pemungutan pajak dari masyarakat merupakan perampokan yang dilakukan
secara legal.
Asas hukum yang sangat penting diantaranya asas keadilan dan kepastian
hukum. Asas keadilan dalam pembuatan undang-undang dapat dijabarkan dengan
pendekatan asas persamaan (equality) atau disebut juga asas non diskriminasi dan
equity. Asas non diskriminasi berarti negara tidak boleh mengadakan diskriminasi
diantara wajib pajak, keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan
yang sama harus dikenakan pajak yang sama besar, sehingga beban pajak adalah
sama tidak terdapat perbedaan. Asas kepastian hukum menjadi tujuan setiap
30
undang-undang dimana undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengikat
umum harus diusahakan jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau
memberikan peluang untuk ditafsirkan lain (soemitro,2004). Kepastian hukum
antara lain mencakup siapa yang harus dikenakan pajak, apa saja yang menjadi
objek pajak, sejauh mana hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang
kepadanya, dan tidak boleh memuat aturan yang saling bertentangan.
H. Prinsip-Prinsip Syariah
1. Pembiayaan dan investasi hanya dapat dilakukan pada aset atau kegiatan
usaha yang halal, dimana kegiatan usaha tersebut adalah spesifik dan
bermanfaat sehingga atas manfaat yang timbul dapat dilakukan bagi hasil.
2. Karena uang adalah alat bantu penukaran nilai dan pemilik harta akan
menerima bagi hasil dari manfaat yang timbul dari kegiatan usaha, maka
pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sam dengan pembukuan
kegiatan usaha.
3. Akad yang terjadi antara investor dengan emiten, dan tindakan maupun
informasi yang diberikan emiten, serta mekanisme pasar (Bursa dan Self
Regulating Organization lainnya) tidak boleh menimbulkan kondisi keraguan
yang dapat menyebabkan kerugian.
4. Investor dan emiten tidak boleh mengambil resiko yang melebihi kemampuan
yang dapat menimbulkan kerugian yang sebenarnya dapat dihindari.
31
5. Investor, emiten, bursa maupun self regulating organization lainnya tidak
boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan gangguan yang disengaja atas
mekanisme pasar, baik dari segi penawaran maupun dari segi permintaan.
I. Penelitian Terdahulu
Diana Indriani (2009)
Diana membuat penelitian dengan judul ”Tinjauan Hukum Pajak Pertambahan
Nilai Sukuk Ijarah Korporat Di Pasar Modal Indonesia” penelitian tersebut
merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
perbandingan hukum perpajakan dengan negara-negara yang berminat menjadikan
negaranya sebagai hubungan bagi keuangan islam di dinia yaitu Inggris, Singapura,
dan Malaysia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengenaan PPN pada Sukuk
Ijarah Korporat akan menimbulkan beban pajak tambahan yang lebih tinggi dari
pajak Obligasi Konvensional sehingga tidak sesuai dengan asas keadilan serta asas
kepastian hukum,. Negara Malaysia, Inggris, Singapura dan negara Timur Tengah
memberikan perlakuan perpajakan yang sama antara Sukuk Ijarah korporat dengan
Obligasi Konvensional. Oleh karena itu disarankan untuk mengamandemen undangundang PPN tersebut dengan menyesuaikan pasal-pasal yang relevan yaitu pasal 1,
pasal 1A ayat (2) dan pasal 16D.
Download