inovasi kemampuan guru dalam kegiatan belajar mengajar di

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
INOVASI KEMAMPUAN GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR
MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR
Nurnaini Nasution
Sekolah Dasar Negeri 060842 Medan Petisah
Corresponding author: [email protected]
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pikiran bagi guru-guru Sekolah Dasar. Pembahasan dalam tulisan ini
difokuskan pada pembaharuan kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar, khususnya yang berkaitan dengan metode
penyampaian bahan pelajaran kepada siswa Sekolah Dasar. Adapun isi secara garis besar tulisan ini meliputi :
Pendahuluan, Pengertian Inovasi, Tenaga Kependidikan, Kegiatan Belajar Mengajar, Mengajar dengan Sistem Tradisional,
Inovasi Metode Belajar Mengajar yang mempunyai cakupan cara belajar siswa aktif dan keterampilan proses, serta strategi
belajar mengajar secara garis besar. Hasil pembahasan menunjukkan arti pentingnya inovasi dalam kegiatan belajar
mengajar sebagai upaya mengejar ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan aibat adanya kemajuan teknologi dan
kecakapan hidup.
Kata kunci : inovasi, pembelajaran, profesi guru, proses belajar, hasil belajar
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem, selalu mendapat perhatian, baik di lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat pada ummnya. Meskipun demikian, tamatan pendidikan guru belum sepenuhnya bisa meningkatkan
mutu seperti yang dicita-citakan . Hal ini dapat dipahami karena masalah mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain kualitas guru, siswa, metode, alat, sarana dan prasarana belajar, kurikulum, biaya, media, serta fasilitas
lingkungan pendidikan.
Salah satu faktor yang penting bagi tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal adalah guru. Hal ini senada
dengan pernyataan yang berbunyi “Di tangan gurulah terletak berhasil atau tidaknya peningkatan mutu pendidikan di
Sekolah Dasar” (Ansyar dan Nurtain, 1992:105). Senada dengan itu, Sucipto dan Mukti, (1992:159) menegaskan bahwa
guru memegang kunci informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan kelas yang dibinanya. Pandangan lain menyatakan
bahwa peranan guru dalam pembelajaran belum dapat diganti oleh mesin pengajar, tape recorder, komputer dan lain-lain
(Arbi dan Syahrun, 1992:129). Berdasarkan atas uraian-uraian tersebut dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya peranan
guru terhadap siswa.
Kondisi semacam ini memberi gambaran kepada kita, betapa besarnya harapan masyarakat terhadap guru, dalam
membawa anak didiknya ke masa depan yang lebih baik, sehingga mampu menciptakan insan pembangunan yang cerdas,
terampil berbudi pekerti luhur. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan hal-hal yang sangat jauh dari apa
yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kenyataan di lapangan, rendahnya Nilai
Ebtanas Murni (NEM) para siswa mulai jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, serta meningkatnya kemerosotan moral
sehingga terjadi hal-hal yang kurang terpuji. Sementara itu, munculnya inovasi-inovasi untuk memperluas program wajib
belajar di daerah terpencil dengan kelompok-kecil misalnya, sebagaimana ditemukan Sarna (1997:9) juga memerlukan
pendekatan khusus yang berbeda dengan sekolah normal di wilayah yang lebih maju.
Kenyataan tersebut, dapat menjadi petunjuk bahwa guru perlu meningkatkan kemampuan dan perhatiannya
terhadap aktivitas dan kualitas proses pembelajaran yang ada. Seharusnya dalam kegiatan belajar mengajar para guru
dapat menggunakan berbagai macam pendekatan dan cara, agar proses dan hasil pembelajaran dapat dicapai secara
optimal. Apabila pendekatan dan cara pembelajaran yang ditempuh oleh guru dapat terlaksana dengan baik, kemungkinan
besar kualitas hasil belajar para siswa dapat ditingkatkan. Kegiatan semacam itu hanya akan dapat berjalan dengan baik,
apabila para guru mau mengembangkan diri, dan berusaha secara maksimal mendayagunakan seluruh potensi yang
dimilikinya. Kegiatan belajar mengajar akan dapat berjalan secara optimal, apabila guru dapat melibatkan seluruh
komponen dari sistem pembelajaran tersebut. Proses dan hasil belajar akan menjadi efektif dan efisien apabila dibarengi
dengan ide atau gagasan-gagasan baru, daya aktivitas dan kreativitas guru yang tinggi.
PEMBAHASAN
Inovasi Tenaga Kependidikan
Inovasi, secara teoretik-konseptual dapat dijelaskan sebagau suatu ide atau gagasan yang baru dalam konteks
sosial tertentu. Sesuatu yang baru itu mungkin sudah lama dikenal, tetapi belum dilakukan perubahan (Ansyar dan Nurtain,
1992:31). Pendapat lain menyebutkan bahwa inovasi adalah suatu pengenalan hal-hal yang baru, masukan, pembaharuan,
penemuan baru dari hal-hal yang sudah ada atau dikenal sebelumnya, baik berupa gagasan, metode maupun alat
(Depdikbud, 1990 : 333).
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
374
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
Inovasi merupakan suatu usaha untuk menemukan sesuatu yang baru dengan melakukan kegiatan invention dan
discovery. Invention adalah suatu penemuan yang benar-benar baru, belum pernah ada. Discovery adalah suatu penemuan
sesuatu benda, dan sesuatu itu memang telah ada sebelumnya (Subandijah, 1992:80). Ibrahim (1989) mengatakan, bahwa
inovasi adalah penemuan yang dapat berupa ide, barang, kejadian , metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru
bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Berdasarkan atas beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa inovasi adalah suatu penemuan baru, baik invention maupun discovery, maupun berupa ide (gagasan), metode
dann alat.
Dalam kaitannya dengan inovasi tenaga kependidikan guru, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
(2003) dijelaskan bahwa yang dimaksud tenaga kependidikan adalah meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan
pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Adapun
tugas-tugas tenaga kependidikan dijelaskan pada pasal 27 ayat 1 antara lain, melakukan kegiatan mengajar, meneliti,
melatih, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Pada pasal lain, ditegaskan pula bahwa setiap tenaga kependidikan berkewajiban membina loyalitas pribadi peserta
didik terhadap ideologi negara Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi kebudayaan bangsa, memiliki tanggung jawab
pengabdian dan meningkatkan kemampuan profesional, sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Berdasarkan atas uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tenaga kependidikan meliputi, tenaga-tenaga
edukatif dan non edukatif yang memiliki peranan yang amat kompleks, baik kegiatan belajar mengajar, pelatihan, penelitian,
pengembangan, pengelolaan maupun layanan teknisi dalam bidang pendidikan. Atas dasar pengertian tersebut,
tampaknya guru sebagai salah satu bagian dari tenaga kependidikan, kecuali tugas sehari-hari mengajar, mempunyai tugas
lain, seperti melakukan kegiatan pelatihan, penelitian, pengembangan, pengelolaan ataupun layanan teknisi pendidikan
lainnya.
Inovasi Pembelajaran di Sekolah
Sebagaimana dijelaskan Suharsono (2001), pembelajaran adalah kegiatan penciptaan situasi yang memungkinkan
terjadinya tindak belajar secara optimal. Optimalisasi tindak belajar itu bisa terjadi karena adanya rancangan skenario
kegiatan belajar dan variasi pola interaksi yang memungkinkan siswa berkembang segenap kecakapan intelektual dan
kecerdasan emosionalnya secara optimal. Interaksi itu bisa terjadi antara guru, siswa, bahan dan media belajar secara
teratur dalam rangka mencapai tujuan (Moedjiono dan Dimyati, 1992:1).
Kegiatan belajar mengajar secara empirik merupakan wujud dari interaksi antara guru dengan siswa dalam
prosedur intruksional (Hasibuan dan Moedjiono, 1986 : 3). Kegiatan belajar mengajar diartikan sebagai hubungan interaktif
antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa (Roestiyah, 1986:44). Berdasarkan atas pengertian-pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan pola umum hubungan antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa yang didukung oleh semua komponen belajar mengajar, untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Hasil
yang diharapkan bisa memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring secara berkesinambungan di sepanjang hayat,
termasuk didalamnya siswa dapat berpikir kritis, kreatif, aktif, sopan, dan terampil.
Jika ditelusur sejarah pendidikan ke belakang dapat diketahui bahwa kebanyakan guru SD mengajar sampai saat
ini, menggunakan metode ceramah, serta didasarkan pada satuan pelajaran yang disusun sedemikian rupa atas dasar buku
paket yang disajikan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Kegiatan itu tidak ada salahnya, sepanjang tidak menyimpang
dari kurikulum, dan Garis Besar Program Pengajaran sebagai bahan acuannya. Namun demikian, perlu diingat bahwa guru
memiliki kewenangan untuk memilih bahan-bahan yang cocok (relevan) dengan kepentingan para siswa. Jadi, sebenarnya
proses belajar mengajar tersebut bersifat fleksibel. Artinya, selaras dengan situasi, kondisi, kebutuhan, tuntutan dengan
kepentingan serta metode dan media yang tepat. Dengan kata lain, secara singkat dapat dijelaskan bahwa cara tradisional
semacam itu harus diperbaharui melalui inovasi-inovasi tertentu agar hasil dapat dicapai secara maksimal dan optimal.
Untuk meningkatkan kualifikasi dan kemampuan guru di Sekolah Dasar, guru yang kreatif dan inovatif dapat
melakukan inovasi dalam metode belajar mengajar dalam berbagai macam metode, strategi, pendekatan, dan dan model
pembelajaran inovatif, seperti ceramah bervariasi, CBSA, problem-solving, belajar penemuan, cooperatif learning, social
inquiry, dan model-model lain yang relevan dengan pokok dan topik bahasan. Sebagaimana dipaparkan Santyasa (2005),
paradigma baru pembelajaran lebih meletakkan landasan bahwa belajar merupakan aktivitas konstruktif siswa itu sendiri.
Aktivitas pembelajaran itu akan terakomodasi secara optimal jika didukung oleh keberadaan fasilitas dan produk-produk
pembelajaran yang memadai.
Untuk mewujudkan terjadinya proses belajar dan pembelajaran yang optilan seperti itu, diperlukan sejumlah asumsi
dan cara pandang tertentu dari para guru, dan guru SD pada umumnya, tentang bagaimana memperlakukan siswanya.
Barikut ini disajikan beberapa pola perlakuan guru kepada siswa agar inovasi pembelajaran di kelas dapat tercipta.
Perlakuan Siswa Bermartabat
Dalam kegiatan ini guru harus memandang siswa sebagai sosok insan yang bermartabat. Artinya, siswa harus
dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Siswa harus diperlakukan sebagai sosok manusia
yang memiliki kepribadian. Dia lahir di dunia memiliki pikiran, perasaan, keinginan, cita-cita, harga diri, bakat, minat,
kesadaran moral, daya imajinasi, dan lain-lain yang perlu dikembangkan. Siswa senantiasa memerlukan bantuan,
bimbingan dan pemikiran-pemikiran yang dapat mendorong dirinya untuk maju dan berkembang. Dalam tulisan ini sebagai
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
375
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
contoh : apabila seorang guru menjumpai seorang siswa yang menunjukkan nilai prestasi belajarnya selalu rendah, ini
bukan berarti siswa tersebut harus mendapat caci maki dari guru tersebut, tetapi hendaknya guru mencari sebab-sebab
kesulitan belajar yang dialaminya. Seharusnya guru tersebut mempunyai ide, gagasan, atau inisiatif untuk mencari faktor
penyebabnya.
Sejumlah kemungkinan sebab yang terjadi, hendaknya dikaji secara mendalam letak kelemahannya. Apabila guru
tersebut telah menemukan kelemahan atau kekurangannya, maka akan dapat menemukan jalan keluarnya, termasuk di
dalamnya keengganan guru untuk menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang unik dan sebagai pribadi yang memiliki
banyak kelebihan dan kelemahan dari lahirnya.
Apabila guru memperhatikan anak didiknya, berarti guru itu menghargai dan menghormati siswa. Menghargai dan
memperlakukan siswa secara manusiawi semacam ini menurut pendapat Brant dapat membangkitkan semangat yang amat
tinggi, sehingga merangsang siswa untuk menjadi cerdas dan sikap mandiri yang andal (Ansyar dan Nurtain, 1992:109).
Memperlakukan siswa sebagai seorag “pribadi” berarti menghargai siswa sebagai sosok bermartabat. Penghargaan itu jelas
akan bisa menjadi embrio kebaikan dan dapat menjadi titik tolak perkembangan diri pribadi siswa untuk bersikap dan
berpikir positif (positif thinking) terhadap apa yang ada di lingkungan sekitar dan masyarakat pada umumnya.
Latihan Berpikir Kritis
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa sampai saat ini, kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar pada umumnya
didominasi oleh guru kelas. Kebanyakan siswa terkondisikan pasif. Budaya yang sudah lama berjalan, adalah guru datang
di dalam kelas menerapkan materi bahan dengan ceramah. Siswa datang, duduk, diam dan mendengarkan. Keaktifan
siswa seolah-olah terfokus pada hal-hal yang tampak saja seperti : datang, duduk, diam, mendengarkan keterangan guru.
Dengan cara demikian, hal-hal yang tidak tampak (abstark) sangat terkesampingkan seperti : berpikir kritis, aktif, kreatif dan
lain-lain. Atas dasar itulah diperlukan langkah baru (inovasi), agar semua siswa tersebut melibatkan seluruh potensi yang
dimilikinya, baik secara fisik maupun mental. Untuk memenuhi aktivitas, baik fisik maupun mental diperlukan cara-cara baru,
yaitu dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Apakah CBSA itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut Nana Sujana (1988) CBSA adalah proses
kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga anak didik benar-benar
berperan secara aktif. (Dr. Subandijah, 1992 : 112). Menurut Partika (dalam Subandijah,1992 : 12) CBSA adalah proses
belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitik beratkan pada keaktifan fisik, mental, emosional,
intelektual, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kawasan kognitif, afektif dan psikomotor skill
secara optimal. Dengan demikian, CBSA merupakan suatu proses interaktif aktif seluruh potensi manusiawi siswa meliputi :
emosi, feeling, pikiran, nilai, moral, secara fungsional dalam menginternalisasi dan mempersonalisasikan suatu tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
Dari sejumlah konsep dan pemikiran tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa CBSA adalah suatu
pendekatan yang diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan menekankan pada keterlibatan kemampuan
peserta didik. Keterlibatan siswa itu bersifat multidimensional, baik secara fisik, mental, intelektual maupun emosional
sehingga hasil belajar berupa aspek-aspek kognitif, afektif maupun psikomotor dalam pribadi peserta didik dapat dicapai
dengan baik.
Pendekatan Keterampilan Proses
Apa yang dimaksud pendekatan keterampilan proses itu? Keterampilan proses adalah keterampilan-keterampilan
memproses perolehan (Semiawan, 1992:18). Menurut pendapat Moedjiono dan Dimyanti (1992:14) pendekatan
keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual,
sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.
Adapun keterampilan proses itu macamnya ada dua, yaitu basic skills dan integrated skills. Basic skill atau
keterampilan dasar meliputi kegiatan : observasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan
mengkomunikasikan, sedangkan integrased skill atau keterampilan mengintegrasikan meliputi kegiatan-kegiatan :
mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antara
variabel, mengumpulkan data dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel
secara operasional merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen. Keterampilan proses itu dalam kajian-kajian
mutakhir, sebagaimana dipaparkan Santyasa (2005) termasuk dalam rumpun model pembelajaran problem based
instruktion dan model group investigation. Hanya saja dalam pelaksanaannya parlu disesuaikan dengan pokok-pokok
bahasan dalam kurikulum SD. Adapun dalam pelaksanaannya menuntut sejumlah keterampilan dasar untuk mengamati,
menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada guru dan kelompok kerja siswa di kelas.
Atas dasar beberapa konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses adalah keterampilan yang
diperoleh para siswa dalam melaksanakan kegiatan observasi, klasifikasi, interprestasi, memprediksi (meramalkan),
measurement (pengukuran) dan komunikasi (menghubungkan) terhadap suatu topik persoalan. Dalam konteks ini
pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan para siswa dengan sejumlah prasarat keterampilan dasar (basic
skills) berpikir dan bertindak yang memadai.
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
376
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
Dalam pengelolaan proses belajar-mengajar inovatif, ada banyak faktor yang menjadi komponen-komponen proses
tersebut, antara lain : siswa, guru, tujuan, isi pelajaran, metode , media, evaluasi. Demikian pula apabila dilihat dari
dimensinya maka terdapat tiga macam dimensi, yaitu dimensi perencanaan dan pelaksanaan, dan evaluasi. Pada strategi
dimensi perencanaan, seorang guru dituntut untuk memikirkan dan mengupayakan secara strategis merumuskan, memilih,
dan menetapkan tentang aspek-aspek dari komponen-komponen pembentukan sistem pengajaran yang ada sehingga
aspek-aspek yang diperlukan berinteraksi dan berintegrasi secara konsisten.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PBM, pembelajaran inovatif mempersyaratkan adanya bermacam strategi
belajar mengajar dalam rentangan ekspositoris dan heuristik. Ekspositoris dimaksudkan suatu strategi belajar mengajar
yang menyiasati agar aspek-aspek pembentukan sistem instruksional mengarah pada tercapainya isi pelajaran kepada
siswa secara langsung. Sedangkan, heuristik adalah suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar aspek-aspek
pembentukan sistem instruksional mengarah kepada keaktifan siswa untuk menemukan sendiri fakta, prinsip dan konsep
yang diperlukan oleh siswa. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa guru SD perlu memahami dan
melaksanakan strategi belajar mengajar yang tepat, agar tujuan dapat dicapai dengan sebaik-baiknya.
Pada dimensi evaluasi, para guru dituntut untuk dapat melaksanakan proses belajar mengajar secara baik, baik di
dalam membuat persiapan mengajar, maupun menentukan rumusan tujuan-tujuan pengajaran yang diinginkan. Tujuan yang
telah dirumuskan itu harus dievaluasi tingkat keevektivan proses dan tingkat keoptimalan hasil-hasilnya. Evaluari proses itu,
sebagaimana dijelaskan Mardapi (2005), dapat dilakukan dengan penerapan asesmen portofolio, yaitu suatu jenis evaluasi
yang bersifat menyeluruh yang bisa mencakup pekerjaan rumah, tugas kelas, tes buatan guru, komposisi atau karagan,
presentasi, penyelidikan, ceklis pengamatan, seni visual, refleksi diri dan analisis ceklis, produk grup, bukti keterampilan
sosial, catatan anekdot, laporan naratif, hasil tes baku, photo, dan unjuk kerja proyek siswa. Menurut Mardapi (2005:10), di
Sekolah Dasar portofolio bisa mencakup semua aspek tersebut, baik portifilio proses maupun portofolio hasil-hasil belajar
dan karya terbaik siswa.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil kejian pustaka di muka dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar,
guru harus melaksanakan sistem pembelajaran secara menyeluruh dengan menggunakan semua komponen yang ada
secara optimal. Untuk mendukung tugas profesinya, guru memerlukan langkah-langkah pembaharuan dengan menggali
ide-ide baru yang inovatif, memupuk aktivitas dan kreativitas dalam proses pembelajaran, serta mengkondisikan terjadinya
tindak belajar yang optimal. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru harus tepat pada sasaran, baik
keterlibatan sasaran fisik maupun mental. Proses pembelajaran yang ada harus berorientasi pada diri siswa, dan peranan
guru sebagai pembina, pelatih dan fasilitator. Tugas guru tidak hanya mendidik dan mengajar, tetapi juga melakukan telaah,
melatih, dan mengelola kegiatan belajar-mengajar dengan memperlakukan siswa secara bermartabat, memberi banyak
latihan berpikir kritis, dan dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses agar bisa didapatkan hasil belajar yang
optimal sejalan dengan kemajuan teknologi dan kecakapan hidup di masyarakat.
REFERENSI
Ansyar, Mohammad dan Nurtain, 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Arbi, Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun, 1992. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Conny R.Semiawan, 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : Grasindo
Hasibuan dan Moedjiono, 1986. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya
Mardapi, Djemari. 2005. Asesmen Portofolio. Makalah. Disampaikan pada Seminar Lokakarya Asesmen Berbasis
Kompetensi IKIPN Singaraja, 28 Juli 2005.
Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 1998/1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Depertemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Roestiyah, 1986. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta : Bina Aksara
Santyasa, Wayan. 2005. ‘Inovasi Pembelajaran’. Makalah disajikan dalam Penataran guru-guru SD, SMP, SMA dan SMK
se Kabupaten Jembrana, Juni-Juli 2005
Sarna, Ketut. 1997. ‘Model Pengelolaan SD-Kelompok Kecil di Daerah Sulit (Suatu Inovasi Kebijakan Pendidikan). Aneka
Widya. Edisi Khusus No. 2 (30): 1-15.
Subandijah, 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : Grafindo Persada
Sucipto dan Basori Mukti, 1991/1992. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Suharsono, Naswan. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PP3M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
377
Download