Journal Reading Feto Maternal

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Endometriosis merupakan penyakit jinak yang didefenisikan
sebagai adanya kelenjar dan stroma endometrium diluar uterus dan
dihubungkan dengan nyeri panggul, termasuk nyeri yang bersifat siklik,
dysmenorrhea, dyspareunia, dysuria, dyschezia dan infertilitas. Jaringan
endometrium ektopik ini biasanya berlokasi di panggul tetapi bisa juga
terlihat di berbagai tempat ditubuh. 1,2
2.2 Patogenesis dari Endometriosis
Teori arus balik menstruasi
Salah satu penyebab potensial dari penyakit ini adalah arus balik
menstruasi yang menghasilkan penumpukan jaringan endometrium pada
rongga peritoneum. Penelitian terhadap binatang menunjukkan jika sel
endometrium menumpuk di rongga peritoneum, akan terbentuk lesi yang
sama dengan lesi endometriosis pada wanita. Baboon digunakan sebagai
hewan percobaan untuk memahami kejadian awal dan perkembangan
yang berhubungan dengan munculnya penyakit ini. Jika darah menstruasi
diletakkan pada peritoneum hewan yang bebas penyakit, akan terbentuk
lesi ektopik. Selanjutnya, seiring waktu akan terjadi perkembangan dan
perubahan yang dapat diamati pada ektopik dan eutopik endometrium
secara bersamaan. 9,10
5
Universitas Sumatera Utara
Tidak adekuatnya penghancuran debris dari refluks menstruasi,
dipasangkan dengan adanya kemampuan jaringan endometrium yang
terlepas untuk menghindari respon alami imun dan dengan cepat
menginvasi peritoneum, hal ini merupakan faktor yang paling berperan
pada wanita untuk mengalami endometriosis. Dalam hal ini, makrofag
merupakan sel imunitas primer didalam rongga peritoneum yang berperan
untuk mengeliminasi debris
selular dan sel apoptosis, termasuk
penumpukan jaringan endometrium akibat arus balik menstruasi.11
Penyebaran melalui kelenjar limph atau pembuluh darah
Banyak bukti yang menyokong konsep terjadinya endometriosis
akibat penyebaran jaringan endometrium melalui saluran limfatik atau
pembuluh darah. Dijumpainya endometriosis pada tempat yang tidak
lazim, seperti pada perineum atau selangkangan, mendukung teori ini.
Regio retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik yang sangat banyak.
Karenanya, kasus dimana tidak adanya implantasi pada peritoneal , tetapi
terdapat lesi retroperitoneal yang cukup jelas, menunjukkan penyebaran
secara
limfatik.
Sebagai
tambahan.
Kecenderungan
penyebaran
adenocarcinoma endometrium melalui jalur limfatik juga mengindikasikan
adanya kemungkinan transport endometrium melalui rute ini. Walaupun
teori ini sangat menarik, sedikit sekali penelitian eksperimental yang
bertujuan untuk mengevaluasi transmisi endometriosis melalui jalur
limfatik.12
6
Universitas Sumatera Utara
Teori coelomic metaplasia
Teori
lainnya
menyatakan
bahwa
epitel
peritoneum
dapat
bertransformasi menjadi jaringan endometrium, mungkin hal ini terjadi
karena inflamasi kronis atau iritasi kimiawi akibat arus balik darah
menstruasi. Teori “coelomic metaplasia” didasari dengan observasi sel
endometrium dan peritoneum yang berasal dari epitel coelomic, hal ini
memungkinkan terjadinya transformasi dari satu bentuk sel ke bentuk sel
lainnya. 9,13
Faktor keturunan
Ada
peningkatan
bukti
yang
menunjukkan
kemungkinan
endometriosis merupakan penyakit turunan. Temuan terbaru yang
mendukung teori ini termasuk resiko keluarga pada manusia dan pada
monyet rhesus, efek penunjang yang terdeteksi pada populasi islandia,
kejadian yang sama pada kembar identik, munculnya keluhan pada umur
yang sama pada saudara kandung yang tidak kembar, prevalensi
endometriosis yang meningkat 6 sampai 9 kali pada saudara kandung
dibandingkan dengan populasi umum dan gambaran MRI pada saudara
kandung wanita dengan endometriosis derajat III-IV 15% prevalensinya
menunjukkan endometriosis sesuai dengan classification of the American
Society of Reproductive Medicine. Induksi terbentuknya endometriosis
pada manusia karena aktivasi genetik allele oncogenic K–ras juga
mendukung teori genetik untuk penyakit ini.13
7
Universitas Sumatera Utara
Ketergantungan pada Hormonal
Aktivasi COX-2 pada sel stroma endometrium terjadi akibat
upregulasi PGE2 , stimulator yang kuat untuk aromatase pada sel stroma
endometrium. Aktivitas aromatase terjadi akibat
aromatisasi androgen
intraselular untuk meningkatkan estradiol intraselular melalui suatu
mekanisme intracrine. a = androgen; E2 = estradiol; COX-2 =
cyclooxygenase 2; PGE2 = prostaglandin E2; IL-1 = interleukin 1 ; VEGF =
vascular endothelial growth factor.12
Satu faktor yang secara pasti dinyatakan menjadi penyebab
terbentuknya endometriosis adalah estrogen. Walaupun kebanyakan
estrogen pada wanita secara langsung diproduksi oleh ovarium, berbagai
jaringan perifer juga bisa menghasilkan
estrogen dengan cara
aromatisasi androgen ovarium dan adrenal. Implantasi endometriosis
menunjukkan
ekspresi
dehydrogenase tipe 1,
dari
aromatase
dan
17
-hydroxysteroid
enzim ini bertanggung jawab untuk konversi
androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi estradiol, secara
8
Universitas Sumatera Utara
berurutan.
Implantasi
mengalami
defisiensi
17
-hydroxysteroid
dehydrogenase tipe 2, yang menginaktivasi estrogen. Kombinasi enzim ini
akan membuat implantasi terpapar pada kondisi estrogenik. Selanjutnya
produksi estrogen lokal pada lesi endometriosis akan mengeluarkan efek
biologis untuk jaringan atau sel yang sama sesuai tempat produksinya,
proses
ini
dikenal
endometrium
normal
dengan
tidak
sebutan
intracrinology.
menunjukkan
aromatase
Sebaliknya,
dan
memiliki
peningkatan kadar 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 sebagai
respon terhadap
progesteron, hal ini melemahkan estrogen sabagai
respon
progesteron.Hasilnya
terhadap
progesteron
melawan
efek
estrogen pada endometrium normal selama fase luteal saat siklus haid.
Endometriosis, merupakan manifestasi dari resistensi relatif terhadap
progesteron, yang mencegah berkurangnya stimulasi estrogen pada
jaringan ini.12,14
Prostaglandin E2 (PGE2 ) merupakan pemicu utama aktifitas
aromatase pada sel stroma endometrium, bekerja melalui subtipe reseptor
prostaglandin EP2. Produksi estradiol merupakan respon terhadap
peningkatan
meningkatkan
aktivitas
aromatase
produksi
PGE2
yang
dengan
secara
tidak
menstimulasi
langsung
enzim
cyclooxygenase tipe 2 (COX-2) pada sel endotel uterus. Ini menghasilkan
feed back positif dan menambah efek estrogenik terhadap proliferasi
endometriosis. Konsep produksi lokal estrogen dan aksi estrogen
intracrine pada endometriosis menjadi dasar inhibisi farmakologik dari
aktifitas aromatase pada kasus endometriosis sebagai terapi standar.12,14
9
Universitas Sumatera Utara
Penyebaran Iatrogenik
Banyak
laporan
tentang
penyebaran
transplantasi
sel
endometrium iatrogenik akibat prosedur operasi ginekologi. Endometriosis
pada bekas luka di dinding abdomen yang terjadi setelah operasi seksio
sesaria, myomektomi dan hysterotomi. Bertumpuknya eksfoliasi sel
endometrium akibat arus menstruasi yang pertumbuhannya terlihat secara
in vitro dan in vivo. Darah haid di suntikkan pada lemak subcutaneous
abdomen wanita yang direncanakan menjalani operasi. Lokasi suntikan
kemudian dieksisi untuk pemeriksaan histologi 90–180 hari sebelum
tindakan
laparotomi.
Satu
dari
delapan
wanita
memiliki
kelenjar
endometrium yang viabel pada lokasi implantasi dan yang lainnya memiliki
fibrosis dan struktur kelenjar. Pada penelitian sebelumnya terhadap tujuh
orang perempuan, satu menjadi endometriosis pada tempat implantasi.
Empat
lainnya
menunjukkan
fibrosis
dan
haemosiderin-laden
macrophages dan kelenjar tambahan, yang menunjukkan terjadinya
pembentukan endometriosis.8
Teori sisa jaringan embrionik
Teori akhir menyatakan hipotesa bahwa sisa saluran müllerian
bisa berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium. Situasi yang mungkin
terjadi ini belum begitu jelas, tetapi begitu dijumpai endometrium, hal ini
akan menimbulkan gejala yang terjadi secara siklik.9
10
Universitas Sumatera Utara
2.3 Morfologi
Tiga tipe primer dari endometriosis adalah lesi superfisial
peritoneum, endometrioma ovarium dan deep infiltrating endometriosis
(DIE). Ketiga tipe lesi ini berhubungan dengan nyeri panggul kronis, lokasi
dan kedalam lesi tidak terlalu berpengaruh terhadap nyeri dan lokasi nyeri
yang dialami. Bagaimanapun, beberapa karakteristik lesi yang dijumpai
saat laparaskopi operatif bisa menjadi prediksi kita terhadap kesuburan.2
Endometriosis yang tampak dipermukaan berupa lesi “powder
burn” atau “gunshot” pada ovarium, permukaan serosa dan peritoneumlesi berwarna hitam, coklat kehitaman, atau tonjolan berwarna kebiruan,
nodul atau kista kecil mengandung bekas perdarahan yang lama dan
dikelilingi oleh beragam bentuk fibrosis. Lesi atipikal atau ‘subtle’ juga
sering
dijumpai,
termasuk
implantasi
berwarna
merah
(petechial,
vesicular, polypoid, hemorrhagic, red flame-like) dan vesikel serous atau
jernih. Tampilan lainnya termasuk plak berwarna putih dan berupa bekas
luka (skar) dan peritoneum yang berubah warna menjadi kuning
kecoklatan. Endometrioma biasanya mengandung cairan kental seperti
ter, kista ini biasanya melekat kedinding peritoneum pada fossa ovarium
dan fibrosis yang mengenai tuba dan usus. 9
2.4 Menegakkan diagnosa secara klinis
Endometriosis didiagnosa secara inspeksi visual pelvis saat
laparaskopi, idealnya diikuti dengan pemeriksaan histologi; gambaran
11
Universitas Sumatera Utara
histologi yang positif secara pasti akan menegakkan diagnosa, tetapi
gambaran histologi yang negatif belum tentu benar juga.12
Anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
dengan spekulum dan pemeriksaan bimanual, akan membantu diagnosa.
Penyakit ini bergantung pada estrogen seperti pada wanita yang haidnya
berlebihan, endometriosis diduga lebih sering terjadi pada wanita yang
selalu mengalami nyeri saat siklus haid. Tetapi nyeri haid bukan suatu
pathognomonik untuk endometriosis, wanita yang menderita fibroid dan
adenomiosis juga akan mengalami dismenore. Lebih jauh lagi, banyak
penderita endometriosis mengalami nyeri kronis yang tidak terkait dengan
siklus haid, merasakan nyeri pada waktu tertentu saat siklus haid, seperti
saat ovulasi. Pasien juga dapat mengalami dispareunia, nyeri pada usus
maupun saluran kemih, atau kelelahan yang kronis. 2
Penderita endometriosis juga menderita akibat sindroma nyeri
lainnya seperti rasa nyeri saat berkemih, irritable bowel syndrome,
fibromyalgia, dan migrain. Endometriosis dapat dihubungkan dengan
gangguan saluran kemih maupun saluran cerna seperti konstipasi, diare,
atau hematokezia atau sering berkemih maupun urgensi berkemih yang
bersifat siklik. Gejala gejala ini dapat menjadi panduan untuk melakukan
pemeriksaan klinis dan pencitraan.
Sering juga tidak ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan fisik
pasien endometriosis dan pemeriksaan dengan
spekulum tidak
membantu untuk menegakkan diagnosa. Begitupun, nodul bersifat fokal
ataupun lunak pada ligamentum sakro uterina atau pada cul-de-sac bisa
12
Universitas Sumatera Utara
diketahui saat melakukan pemeriksaan bimanual. Pembesaran, rasa
lunak, massa kistik pada adnexal bisa dicurigai sebagai endometrioma.
Uterus retrofleksi yang terfiksir atau “frozen pelvis” bisa dinilai saat
pemeriksaan atau dengan MRI, hal ini akan menyarankan pemeriksaan
saluran cerna sebelum dilakukan tindakan operasi. Walaupun ada
pernyataan bahwa nodul pada ligamentum sakro uterina lebih mudah
dipalpasi saat haid, belum ada penelitian yang menyimpulkan hal ini.
Kenyataannya, negative predictive value yang jelek dari pemeriksaan
pelvis telah dibuktikan pada suatu penelitian terhadap 91 pasien,
sebanyak 47% pasien yang terbukti menderita endometriosis secara
operatif dan mengalami nyeri pelvis
yang kronis memiliki hasil
pemeriksaan bimanual yang normal. Walau pemeriksaan fisik memiliki
sensitivitas, spesifisitas, atau predictive value yang jelek untuk diagnosa
endometriosis, hasil pemeriksaan ini akan membuat kita melakukan
pencitraan sebelum tindakan operasi.2
Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri dan akan kesulitan
untuk menahan rangsangan yang tidak menghasilkan nyeri, termasuk
pemeriksaan dengan spekulum atau pemeriksaan bimanual; respon
terhadap jenis rangsangan yang tidak menghasilkan nyeri ini disebut
hyperalgesia. Pasien pasien ini juga cenderung mengalami allodynia
(exaggerated respon terhadap rangsang nyeri) dan mengalami penurunan
ambang batas nyeri. Jika dijumpai nyeri sistemik yang parah pada
penderita endometriosis, hal ini mungkin tidak akan terobati dengan
laparaskopi operatif maupun terapi hormonal. Hal ini dapat digunakan
13
Universitas Sumatera Utara
untuk menegakkan diagnosa endometriosis pada pasien, mereka mungkin
menderita akibat
berbagai sindroma nyeri. Pasien seperti ini harus
ditangani dengan berbagai cara penanganan nyeri kronis, melibatkan tim
dari berbagai bagian, termasik ahli nyeri, urologi, gastroenterologi, dan
bagian non-ginekologi lainnya. 2
Mekanisme yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada penderita
endometriosis salah satunya adalah inflamasi lokal pada peritoneum,
deep infiltration dengan kerusakan jaringan, adanya perlengketan,
penebalan fibrosis, dan penumpukan darah haid yang keluar pada implan
endometriosis, menimbulkan rasa nyeri akibat tarikan pada gerakan
jaringan yang fisiologis. Pada nodul endometriosis rektovaginal, terdapat
hubungan yang dekat secara histologi
antara persarafan dan lesi
endometriosis juga antara persarafan dengan komponen nodul yang
mengalami fibrosis.13
Untuk memahami hubungan endometriosis dengan rasa nyeri,
sangat penting untuk memulai dengan prinsip awal: nyeri untuk semua
individu terjadi akibat aktivitas CNS individu tersebut. Karenanya muncul
pertanyaan, bagai mana dan dalam kondisi seperti apa endometriosis
berhubungan dengan CNS untuk memicu simptom nyeri yang berbeda.
Beberapa
hipotesa
menyatakan
bagaimana
lesi
endometriosis
berhubungan dengan CNS sehingga menghasilkan nyeri. Lesi bisa saja
menimbulkan nyeri karena menekan atau menginfiltrasi persarafan yang
dekat dengan lesi tersebut. Adanya nerve growth factor (NGF) pada lesi
mungkin
menjadi
penyebab
nyeri,
khususnya
pada
nodul
deep
14
Universitas Sumatera Utara
adenomyotic yang dapat menimbulkan hyperalgesia, yaitu intensitas nyeri
yang muncul jika dilakukan penekanan pada fornix posterior.17
Yang lebih penting, Mechsner et al. (2009) menemukan densitas
serabut saraf berhubungan dengan keparahan rasa nyeri pada panggul
atau dismenore.17
Gambar ini menunjukkan bagaimana lesi endometriosis berhubungan
dengan sistem persyarafan untuk menimbulkan rasa nyeri dan kondisi comorbid17. Bagian 1: bagian ini menunjukkan gambaran laparoskopik dari
organ
panggul
(dilihat
dengan
memasukkan
laparoscope
melalui
umbilikus untuk melihat organ reproduksi) pada gambar ini tampak lesi
deeply infiltrating pada ligamentum sakrouterina kiri yang masuk kedalam.
Peptidergic sensory (biru) dan serabut saraf simpatis (hijau) cabang axon
(garis merah putus putus) dari serabut saraf yang inervasinya dekat
dengan pembuluh darah untuk inervasi lesi ini.
15
Universitas Sumatera Utara
Serabut sensorik yang memiliki axon baru menjadi terangsang
(bintang merah). Rangsangan tambahan secara dinamis dimodulasi oleh
estradiol dan penyatuan sympatis-sensory. Bagian 2: koneksi dua arah
antara innervasi lesi dan tulang belakang terjadi di segmen sakrum regio
pelvis. Rangsangan saraf tepi, akan merangsang neuron pada sacrum.
‘central sensitization’ ini, ditunjukkan oleh bintang merah pada segmen
sacrum, bisa bersifat independen dan modulasinya berbeda dari
rangsangan perifer. Bagian 3: walaupun input serabut aferen saraf tepi ke
spinal cord melalui akar bagian dorsal yang terdapat pada segmen tempat
inervasi serabut saraf (segmen sakrum), cabang dari serabut ini
memanjang ke segmen lainnya (garis biru putus putus). Secara normal,
cabang akar bagian dorsal memiliki pengaruh yang sedikit terhadap
neuron di segmen lainnya jika serabutnya tidak dirangsang. Tetapi jika
serabutnya dirangsang, maka neuron pada segmen lainnya ikut
terangsang juga. Aksi ini ditunjukkan dengan garis merah putus putus dan
bintang merah pada masing masing tingkat
kedalam tonjolan tulang
lumbal, thorakal dan servikal. Bagian 4: secara normal, koneksi multipel
intersegmental pada tulang belakang bertujuan untuk koordinasi fungsi
tubuh yang sehat dengan jalan merangsang dan menghambat koneksi
sinaptik, ditunjukkan dengan tanda panah dua arah berwarna hitam.
Komunikasi intersegmental ini mempengaruhi sensitisasi sentral untuk
modifikasi
neuron
untuk
modifikasi
informasi
nociceptive
dan
nonnociceptive (remote central sensitization), ditunjukkan dengan bintang
merah.
16
Universitas Sumatera Utara
Secara bersamaan, aksi pada bagian 3 dan 4 akan meningkatkan
nociception tidak hanya pada segmen sakrum tetapi pada semua segmen.
Bagian 5: berbagai koneksi yang muncul dari setiap tingkat spinal cord
sampai ke otak (ditunjukkan oleh garis biru) dan turun dari otak menuju
spinal cord (ditunjukkan oleh garis hijau). Pada keadaan sehat, input dari
spinal cord berhubungan dengan neuron mencapai otak yang secara
sendiri terhubung melalui kompleks sinaps inhibitory/excitatory ascending
dan descending. Input rangsangan dari neuron spinal mempengaruhi
aktivitas melalui neuroaxis, merubah proses normal informasi nociceptive
dan non-nociceptive.
Beberapa regio yang terlibat ditunjukkan oleh bintang merah.
Walaupun tanda bintang tampak dipermukaan medial cortex, pengaruh
terhadap beberapa area meluas ke lateral prefrontal, frontal,lobus parietal
dan didalam lobus temporal (dotted black ellipses). Pengaruhnya bisa
menjadi independent dan berhubungan dengan sensitisasi perifer yang
terkait dengan innervasi lesi (Part 1). Aksi ini mendukung mekanisme
nyeri yang berbeda beda terkait dengan endometriosis dan nyeri comorbid, tidak hanya pada pelvis tetapi juga pada daerah lainnya.17
17
Universitas Sumatera Utara
2.5 Stadium
Cara mendiagnosa endometriosis sesuai lokasinya
Pelvic localization of endometriosis.13
Stadium endometriosis9
American society for reproductive medicine revised classification of
endometriosis 5
18
Universitas Sumatera Utara
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Transvaginal sonography (TVS)
Diagnosa endometriosis pelvis didasari oleh perbedaan kriteria
morfologi yang bervariasi untuk setiap lokasi anatomi penyakit ini dan
mencakup penebalan dan nodul echogenic massa dengan batas yang
tegas atau pun tidak.15
USL(utero sacro ligament) dianggap terkena jika pada pemeriksaan
3D dijumpai penebalan atau terlihat nodul hipoechogenik yang reguler
ataupun tidak didaearah serviks. Keterlibatan fornix posterior vagina
terlihat seperti kista atau daerah yang menebal. Abnormalitas seperti ini
juga tampak pada septum rektovagina dibawah bidang horizontal melalui
19
Universitas Sumatera Utara
bibir posterior serviks, dibawah peritoneum. Terlibatnya kolon sigmoid di
diagnosa jika dijumpai area hypoechogenic dengan batas irregular yang
memasuki dinding usus.15
Beberapa penelitian memberikan aturan TVS dalam menegakkan
diagnosa
rektovagina
endometriosis,
terutama
yang
melibatkan
rektosigmoid dengan sensitivitas sekitar 91 dan 98% dengan spesifisitas
sekitar 97–100%. Kemajuan akurasi diagnostik telah dideskripsikan jika
TVS dilakukan dengan saline solution kedalam vagina atau dengan airkontras kedalam rektum. Dibutuhkan pelatihan khusus untuk diagnosa
rektovaginal endometriosis. Kemungkinan untuk mengetahui kedalaman
infiltrasi didaerah rektum dengan TVS sejauh ini juga baru divalidasi oleh
satu penelitian dan pengukuran jarak antara lesi dan batas anus cukup
sulit.
Lebih
jauh,
TVS
dibatasi
dengan
ketidakmampuan
untuk
mendiagnosa infiltrasi endometriotik diatas rectosigmoid junction.19
Rectal endoscopic sonography/transrectal ultrasonography
Pada beberapa penelitian yang relatif kecil, telah ditemukan bahwa
rectal endoscopic sonography atau transrectal ultrasonography dapat
digunakan
sebagai
alat
diagnostik
untuk
rektovaginal
endometriosis,terutama untuk mengevaluasi infiltrasi kolorektal, alat ini
memiliki sensitivitas sekitar 78 sampai 100% dengan spesifisitas 66
sampai 100%. Kebanyakan penelitian yang membandingkan rectal
endoscopic sonography dengan magnetic resonance imaging (MRI)
menunjukkan bahwa sonografi lebih unggul dalam mendeteksi infiltrasi
kedalam dinding rektum. Jika dibandingkan dengan TVS, tidak dijumpai
20
Universitas Sumatera Utara
perbedaan bermakna dalam hal diagnosa keterlibatan dinding rektum, hal
ini dijumpai pada penelitian prospektif terhadap 134 pasien, sementara
pada penelitian lainnya terhadap 81 pasien TVS dianggap lebih akurat
untuk mendiagnosa intestinal endometriosis, dengan sensitifitas 93 dan
89% dan spesifisitas 100 dan 93%, secara berurutan. Keterbatasan dari
rectal endoscopic sonography adalah tidak dapat mendiagnosa lesi selain
lesi didaerah retrouterin dan dibutuhkan keahlian
radiologis atau
gastroenterologis, juga dibutuhkan persiapan terhadap usus bahkan
dibutuhkan sedasi.18
Magnetic resonance imaging
Endometriosis
pelvis
didiagnosa
dengan
MRI
jika
terlihat
setidaknya satu lokasi yang terkena (ovarium atau deep pelvic
endometriosis). Deeply infiltrating pelvic endometriosis didefenisikan jika
dijumpai adanya endometriosis pada salah satu daerah berikut ini: torus
uterinus dan USL, vagina, rectovaginal septum, sigmoid colon, ureter, dan
kandung kemih. Kista endometriosis didiagnosa dengan MRI jika kista
endometriosis memiliki sinyal yang tinggi pada T1 dan T2-weighted
sequences, dan menetap pada gambaran subsequent fatsuppressed T1weighted. Terdapat variasi intensitas sinyal pada gambaran T2-weighted
yang diseskripsikan sabagai ‘‘shading’’ dan gambaran spesifik lainnya.
Perlengketan
interovarian
disebut
dengan
‘‘kissing
ovaries’’.
Endometriosis ligamentum sakrouterina didiagnosa jika dijumpai nodul
kecil ataupun besar dengan hipointensitas pada daerah belakang serviks
dengan gambaran axial T2-weighted. Pada gambaran T2-weighted lesi ini
21
Universitas Sumatera Utara
diidentifikasi sebagai gambaran iso- atau hypointense pada miometrium.
Pada gambaran T1-weighted fat suppressed ditandai dengan nodul
asimetris dengan USL irregular dan dihubungkan dengan bintik - bintik
hyperintense.15
Gambaran
resonansi
magnetik
endometriosis
vagina
dan
rectovaginal septum T2-hypointensity dan berbagai variasi intensitas
gambaran sinyal T1-weighted dihubungkan dengan bintik - bintik
hyperintense
pada
gambaran
fat-suppressed
T1-weighted.
Kriteria
diagnostik invasi sigmoid pada MRI adalah penebalan asimetris pada
permukaan terendah dari dinding sigmioid dan menampilkan gambaran
ikatan zat kontras pada gambaran T1-weighted MR. Adanya obliterasi
parsial maupun total dari kavum douglas atau adanya penumpukan cairan
semua dicatat. Penebalan dinding kandung kemih yang terlokalisir
biasanya menonjol kedalam lumen kandung kemih memberikan kriteria
diagnosa utama
untuk endometriosis kompartemen
anterior. Hal ini
menampilkan gambaran isointense pada T2-weighted dengan bintik bintik
hiperintense pada sekuensi T1-weighted. endometriosis ureter tampak
pada sekuensi T2-weighted sebagai nodul hipointense dan dihubungkan
dengan gambaran hiperintense yang sangat dekat dengan ureter pada
kedua sekuensi T1- dan T2- weighted.15
Computerized tomography
Pada sebuah penelitian terhadap 98 pasien, didapatkan sensitivitas
sebesar 99% dan spesifisitas 100% untuk diagnosa endometriosis usus,
dengan computerized tomography pada distensi kolon. Walaupun telah
22
Universitas Sumatera Utara
diketahui suatu gambaran kolonoscopi dengan computerized tomography
untuk deep pelvic endometriosis, hal ini tetap harus dievaluasi lebih jauh.
Eksposur tarhadap radiasi harus diperhitungkan.18
Double-contrast barium enema
Double-contrast
barium
enema
sebelumnya
dipakai
dalam
investigasi rektovaginal endometriosis, tetapi hanya sedikit penelitian yang
berhasil. Pada penelitian retrospektif, 99% akurat untuk memprediksi
kebutuhan operasi saluran cerna dijumpai 108 pasien dengan gejala yang
menunjukkan
endometriosis saluran cerna. Penelitian terbaru dijumpai
sensitivitas 88% dan spesifisitas 93% untuk endometriosis usus pada 234
pasien, pemeriksaan dengan double-contrast barium enema tampaknya
lebih unggul dibandingkan dengan MRI. Dua penelitian lainnya menilai
pemeriksaan
double-contrast
barium
enema
pada
rektovaginal
endometriosis menunjukkan infiltrasi ke rektum secara tepat hanya
sebesar 54 dan 33%, secara berurutan dan rectal endoscopic ultrasound
mungkin lebih baik. Double-contrast barium enema tidak menampilkan
seluruh dinding usus begitu juga dengan kedalaman infiltrasi.18
Kolonoskopi
Lesi endometriosis biasanya didiagnosa dengan kolonoskopi, tetapi
kebanyakan lesi tidak menginfiltrasi mukosa, hasil dari penelitian ini
biasanya dilakukan untuk
pasien dengan diagnosa banding penyakit
saluran cerna.19
Transvaginal ultrasound, MRI atau transrectal ultrasound dapat
menampilkan
endometrioma dan deep infiltrating endometriosis. Pada
23
Universitas Sumatera Utara
kebanyakan kasus transvaginal ultrasound tampaknya lebih unggul
dibandingkan
membantu
dengan transrectal ultrasound. Secara terpisah MRI
ultrasonografi
untuk
memastikan
massa
pelvis
dan
mendiagnosa endometriosis ureter, kandung kemih, dan rektosigmoid.18
2.7 Terapi
Karena penyembuhan endometriosis secara sempurna tidak
mungkin sampai saat ini, terapi yang telah ada memiliki tiga tujuan utama:
(i) untuk mengurangi nyeri; (ii) untuk meningkatkan angka kehamilan pada
wanita yang menginginkan anak dan (iii) untuk selama mungkin
menghambat pertumbuhan kembali.22
Walaupun terapi terbaik untuk endometriosis secara umum adalah
operasi yang dikombinasi dengan pemberian obat obatan. Laparoskopi
merupakan gold standard terapi operasi untuk endometriosis. 16
Terapi endokrin
Setelah diagnosa endometriosis dipastikan secara histologi, terapi
endokrin dapat dipakai sebagai neo-adjuvant atau terapi adjuvant, hal ini
juga digunakan dalam penilaian kekambuhan. Ahli bedah secara umum
tidak menyukai terapi endokrin karena efek yang tidak menyenangkan
terhadap pertumbuhan jaringan. Karenanya cukup masuk akal untuk
memberikan adjuvant terapi endokrin dengan tujuan menciptakan kondisi
amenore.16
24
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah beberapa pilihan terapi: 16
a. Gestagen
Gestagen mempegaruhi perubahan endometrium sekresi setelah
terekspos dengan estrogen.
b. Pil kontrasepsi
Pil kontrasepsi (jika dipakai untuk endometriosis) mengandung
regimen pseudopregnancy. Efek samping telah diketahui dengan baik,
masing masing berbeda antara satu jenis pil KB dengan jenis lainnya,
termasuk perdarahan lucut, nausea, nyeri kepala, dan peningkatan
resiko tromboemboli vena, penurunan libido, reaksi pada kulit, retensi
sodium dan cairan yang menimbulkan kenaikan berat badan, rasa
tidak nyaman pada payudara dan kenaikan tekanan darah. Secara
umum pil KB sangat bisa ditoleransi. Tujuan terapi untuk menurunkan
haid (therapeutic amenorrhea). Jika terjadi perdarahan lucut, pasien
bisa meminum pil kontrasepsi sehari dua kali sehari selama
perdarahan masih berlanjut dan satu hari setelah perdarahan berhenti,
kemudian kembali minum satu tablet perhari. Sangat penting
memberitahukan hal ini kepada pasien. 16
c. Danazol
Efek dari danazol adalah menghasilkan androgen dalam tingkat tinggi,
dengan estrogen yang rendah (sesuai dengan kadar estrogen pada
fase folikuler awal sampai kadar post menopause) hal ini menghambat
pertumbuhan endometriosis dan amenore mencegah tumbuhnya
implantasi baru dari uterus kedalam kavum peritoneum.13
25
Universitas Sumatera Utara
d. GnRH analog
GnRH menimbulkan keadaan “functional oophorectomy,” misalnya
menimbulkan kondisi hypogonadotropic hypogonadism.
12
Setelah
pemberian gonadotropin-releasing hormone agonist , endometriosis
aktif dan aktivitas mitotik sangat rendah diperitoneum, tetapi hal ini
berbeda pada rektovaginal endometriosis. Pada kondisi ini beberapa
implantasi tidak merespon pemberian terapi hormonal karena (1)
fibrosis yang mengelilingi menghambat masuknya obat; (2) sel
endometriosis memiliki program genetik sendiri sedangkan pengaruh
hormonal merupakan pendukung saja dan bergantung pada tingkatan
dan diferensiasi sel; atau (3) sangat sedikit reseptor estrogen, atau
reseptor steroid yang ada tidak aktif secara biologis.8,21
e. Terapi nyeri
Dari
seluruh
penelitian
observasional,
arometase inhibitor dengan senyawa
menyatakan
kombinasi
progestogen, pil KB, atau
gonadotropin releasing hormone analog dapat menurunkan intensitas
nyeri yang disebabkan endometriosis. 10,22
f. Kombinasi keduanya
Sebagai tambahan operasi dan pemberian obat obatan, terapi
komplementer bisa digunakan walaupun manfaat nya belum terbukti
secara ilmiah. Wanita yang kualitas hidupnya terganggu akibat nyeri
kronis
bersifat
siklik
akan
mengharapkan
terapi
yang
bisa
menghilangkan rasa nyeri ini untuk memperbaiki kualitas hidupnya dan
meningkatkan kemungkinan produktivitasnya.16
26
Universitas Sumatera Utara
g. Pendekatan terapi eksperimental
Sel endometriosis memiliki sifat invasif, dapat berpindah tempat,
metastasis,
angiogenesis dan neurogenesis hal ini sama dengan
kemampuan tumor ganas. Respon mereka terhadap sitokin, tumor
necrosis factor (TNF-α), cyclooxygenase-2 (COX-2), oksitosin dan
aromatase saat ini memberikan metode baru untuk diagnosa dan
penatalaksanaan. Walaupun kombinasi dari aromatase inhibitor
dengan gestagen atau GnRH analog telah terbukti efektif, bentuk terapi
ini terbatas pada efek samping dan harganya. 16
Terapi medis konvensional untuk endometriosis23
27
Universitas Sumatera Utara
Algoritma diagnostik dan treatment untuk wanita dengan sangkaan atau
telah terbukti menderita endometriosis. COCs = combination oral
contraceptives;
GnRH
=
gonadotropin-releasing
hormone;
IUI
=
intrauterine insemination; NSAIDs = nonsteroidal anti-inflammatory
drugs.12
Terapi Operatif
a . Laparoskopi :
Laparoskopi adalah teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan
dengan membuat 2 atau 3 lubang kecil pada dinding perut pasien,
satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan sebuah alat
yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga
28
Universitas Sumatera Utara
perut ke layar monitor, sementara 2 lubang yang lain untuk instrumen
bedah yang lain. Keuntungan laparaskopi secara umum : nyeri post
operasi berkurang, masa rawatan di RS pendek, untuk segera kembali
beraktifitas lebih cepat, lebih kecil resiko untuk terjadinya perlengketan
dibanding laparatomi.
b. Laparatomi :
Prosedur dengan membuat irisan vertikal besar pada dinding perut ke
dalam rongga perut.
2.8. Kerangka Konsepsional
Kerangka konsep ialah rangkaian variabel-variabel yang tersusun
dalam suatu bagan yang menjelaskan hubungan masing-masing sesuai
tujuan penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disampaikan,
maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
29
Universitas Sumatera Utara
Download