kebijakan dalam rangka penguatan pengawasan sektor jasa

advertisement
KEBIJAKAN DALAM RANGKA PENGUATAN PENGAWASAN
SEKTOR JASA KEUANGAN, PENDALAMAN PASAR KEUANGAN,
DAN PERLUASAN AKSES KEUANGAN MASYARAKAT
19 NOVEMBER 2014
Latar
Belakang
Latar
Belakang
1.
Beralihnya pengaturan dan pengawasan pasar modal dan Industri
Keuangan Nonbank (IKNB) dari Kementerian Keuangan di awal tahun
2013, menjadi tonggak awal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi
menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Selanjutnya, pada 31 Desember 2013, fungsi pengaturan dan
pengawasan perbankan juga telah beralih dari Bank Indonesia kepada
OJK. Dengan dukungan berbagai pihak, pengalihan fungsi pengaturan dan
pengawasan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Pengalihan ini juga
sekaligus menjadi awal dimulainya era baru dalam pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan di Indonesia secara terintegrasi.
2.
OJK menyadari bahwa fungsi yang diamanatkan oleh Undang-undang
tidak boleh sekadar integrasi pengawasan belaka, namun harus terus
diperkuat sehingga sektor jasa keuangan dapat berperan semakin
signifikan
dalam mewujudkan
pertumbuhan
ekonomi
yang
berkesinambungan. Karena itu, OJK akan terus melanjutkan dan
memperkuat fungsi pengaturan dan pengawasan yang sebelumnya telah
dilaksanakan dengan baik oleh Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan.
3.
Sebagaimana diamanatkan Undang-undang, keberadaan OJK ditujukan
agar kegiatan di sektor jasa keuangan dapat terlaksana dengan baik, yakni
dapat tumbuh secara berkelanjutan dan memainkan peran yang optimal
dalam pembiayaan pembangunan, namun tetap berlangsung dalam
kondisi stabilitas yang terjaga.
Halaman 1
4.
Selain dalam konteks peningkatan peran, OJK juga memiliki mandat agar
seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan dapat berlangsung dengan tetap
mengedepankan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat.
Dengan demikian, secara keseluruhan keberadaan sektor jasa keuangan
dapat dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Dua
Tahun
Pertama
OJK
Dua
Tahun
Pertama
Otoritas Jasa Keuangan
5.
Selama kurang lebih 2 (dua) tahun kiprahnya, cukup banyak inisiatif yang
telah OJK lakukan dalam menjalankan amanatnya, khususnya dalam
mempersiapkan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan secara
terintegrasi, serta dalam memperkuat edukasi dan perlindungan
konsumen. Berbagai kemajuan yang telah dicapai selama ini tentu patut
disyukuri dan tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
6.
Dalam periode Januari 2013 sampai dengan Agustus 2014, OJK telah
mengeluarkan sebanyak 16 (enam belas) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK), di antaranya terkait perlindungan konsumen sektor jasa
keuangan, pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten atau
perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan,
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), penilaian tingkat risiko
Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, penilaian kemampuan dan kepatutan
bagi Pihak Utama pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun,
Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Penjaminan, serta pengawasan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Selain itu, terdapat beberapa
peraturan yang merupakan penyempurnaan dari peraturan-peraturan
sebelumnya yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan.
7.
OJK telah menerbitkan Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia di
awal tahun 2014. Roadmap tersebut diterbitkan untuk menjadi referensi
utama dalam perbaikan praktik dan regulasi terkait corporate governance
di Indonesia yang mengacu pada hasil asesmen terhadap corporate
governance di Indonesia dan standar internasional.
Halaman 2
8.
Selanjutnya, OJK akan terus melanjutkan upaya penguatan peran sektor
jasa keuangan melalui sinergi antara perbankan, pasar modal, dan IKNB.
Melalui sinergi ini diharapkan kemampuan industri jasa keuangan dalam
pembiayaan akan meningkat. Namun, untuk menjaga agar upaya tersebut
tetap berada pada koridor menjaga stabilitas, maka perlu diimbangi
dengan penerapan sistem pengawasan yang terintegrasi.
9.
OJK telah meletakkan dasar bagi pengembangan sistem pengawasan
terintegrasi sejak tahun 2013. Pada tahun ini, telah dilaksanakan
serangkaian agenda seperti implementasi pedoman Know Your Financial
Conglomerates (KYFC) bagi pengawas, dan pada tahun 2015 akan
berlanjut dengan implementasi pengawasan konglomerasi keuangan
berbasis risiko.
10. Dalam aspek edukasi dan perlindungan konsumen, OJK telah menerbitkan
peraturan yang mewajibkan seluruh pelaku usaha jasa keuangan untuk
secara aktif melakukan program edukasi dan perlindungan konsumen, dan
menginisiasi pendirian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).
Selain itu, OJK juga telah mendirikan Layanan Konsumen Keuangan
Terintegrasi (Integrated Financial Consumer Care) dan melaksanakan
market intelligence.
11. Upaya peningkatan perlindungan konsumen tidak akan optimal apabila
tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah. Karena itu, OJK telah
menyusun Cetak Biru Strategi Nasional Literasi Keuangan, sebagai acuan
untuk pelaksanaan program edukasi konsumen yang dilakukan secara
masif dan komprehensif. Program-program edukasi dan sosialisasi literasi
keuangan terus digulirkan dengan menyentuh berbagai kalangan
masyarakat. Infrastruktur pendukung program edukasi juga terus
ditingkatkan, antara lain melalui pembentukan website edukasi keuangan
dan penyediaan mobil keliling literasi keuangan (SiMolek).
12. Sebagai lembaga baru, OJK dirasa perlu menjalin koordinasi dengan
otoritas pengawas jasa keuangan di negara-negara lain, serta
berpartisipasi aktif dalam organisasi-organisasi internasional. OJK telah
menjadi anggota Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dan
Halaman 3
Working Group on Bank Supervision pada organisasi Executive Meeting of
East Asia Pacific Central Banks (EMEAP). OJK juga menjadi anggota penuh
Islamic Financial Services Board (IFSB), dan menjadi penandatangan
Multilateral Memorandum of Understanding (MMoU) International
Organization of Securities Commissions (IOSCO) mengenai kerjasama dan
pertukaran informasi. Sejumlah nota kesepahaman juga telah
ditandatangani oleh OJK dengan otoritas di beberapa negara seperti
Australia, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan Vietnam.
13. Meski beragam kemajuan telah dicapai oleh OJK dalam periode 2 (dua)
tahun ini, tetap disadari bahwa berbagai tantangan ke depan tidak ringan
mengingat industri jasa keuangan adalah industri yang dinamis dan selalu
memiliki keterkaitan dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan
makroekonomi global dan domestik. Oleh karena itu, OJK selalu
mengharapkan dukungan dari para pemangku kepentingan agar dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik.
Potensi
dan
Tantangan
keke
Depan
Potensi
dan
Tantangan
Depan
14. Mencermati perkembangan makroekonomi global dan domestik, saat ini
sektor jasa keuangan nasional memang dihadapkan pada sejumlah risiko.
Risiko-risiko tersebut perlu diwaspadai karena dapat berdampak pada
kemampuan sektor jasa keuangan dalam menjalankan fungsi intermediasi.
Namun, dengan modal yang saat ini ada, sektor jasa keuangan optimis
akan dapat melanjutkan pertumbuhan dan menunjukkan ketahanan
dalam menghadapi gejolak yang dapat terjadi.
15. Pemulihan ekonomi global secara umum masih menghadapi tantangan,
terutama mengingat proses pemulihan yang berjalan tidak merata. Di
Amerika Serikat, pemulihan ekonomi semakin solid sehingga The Fed telah
memutuskan untuk menghentikan program stimulus moneter, yang
menjadi penopang ekonomi negara tersebut pasca-krisis keuangan global
tahun 2008. The Fed juga telah memberikan sinyal akan melakukan
normalisasi kebijakan moneter berupa peningkatan suku bunga pada
tahun 2015, yang berpotensi memberikan efek rambatan terhadap pasar
keuangan global.
Halaman 4
16. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, dan Tiongkok
cenderung melambat. Kondisi perekonomian Eropa dan Jepang masih
belum menunjukkan perbaikan berarti. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok,
yang merupakan ekonomi terbesar kedua dunia, pada triwulan III-2014
berada pada level terendah sejak tahun 2009. Kondisi ini berdampak
terhadap permintaan atas komoditas sehingga berpengaruh terhadap tren
penurunan harga pada mayoritas komoditas dunia, dan pada gilirannya
dapat mengganggu kinerja ekspor domestik.
17. Seiring dengan pelambatan perekonomian global, perekonomian
domestik juga mengalami moderasi pertumbuhan. Pada triwulan III-2014,
pertumbuhan ekonomi domestik tercatat 5,01% yoy, di tengah
permasalahan twin deficit pada APBN dan transaksi berjalan yang masih
terjadi.
18. Selain itu, terdapat potensi tambahan tekanan terhadap perekonomian
domestik berupa peningkatan inflasi sebagai dampak dari kebijakan
penyesuaian harga BBM bersubsidi 2 hari yang lalu. Terkait dengan
penyesuaian harga BBM tersebut, OJK memandang bahwa dampaknya
akan bersifat temporer. Bahkan dalam jangka panjang kebijakan tersebut
akan menyehatkan postur fiskal pada khususnya, dan perekonomian
secara umum melalui alokasi sumber daya yang lebih baik. Di sektor
keuangan, kami menyakini bahwa kenaikan BBM sudah diantisipasi oleh
pelaku pasar dan tidak akan mengganggu kinerja sektor keuangan secara
signifikan.
19. Bagaimanapun, berbagai faktor risiko ekonomi domestik tersebut harus
terus dicermati potensi dampaknya terhadap kesehatan dan profil risiko
lembaga jasa keuangan. OJK, sebagai pengawas sektor keuangan, akan
secara aktif memantau perkembangan dari hari ke hari untuk memastikan
stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.
20. Di samping beberapa faktor risiko di atas, Indonesia juga masih
dihadapkan pada sejumlah keterbatasan, seperti keterbatasan
infrastruktur dan ketimpangan ekonomi antar wilayah. Hal ini dapat
Halaman 5
menjadi hambatan dalam upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi
yang merata dan berkelanjutan. Sebagai contoh, 70,8% dari total
kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik masih terkonsentrasi di
Pulau Jawa.1 Begitu pula, ketimpangan ekonomi antar wilayah masih
terjadi, di mana Pulau Jawa memiliki pangsa sekitar 58% dari Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional, dan lebih dari 50% dari nilai Penanaman
Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).2
21. Dalam kaitannya dengan industri jasa keuangan, permasalahan utama
adalah tingkat kedalaman pasar keuangan, tingkat akses dan literasi
keuangan masyarakat Indonesia yang masih rendah. Masih dangkalnya
pasar keuangan domestik membuat pasar keuangan Indonesia menjadi
lebih rentan terhadap gejolak. Pemanfaatan layanan jasa keuangan di
dalam negeri masih belum optimal, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil
Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilaksanakan oleh OJK pada 2013.
Tingkat pemanfaatan perbankan baru mencapai 57,3%, dan lebih rendah
lagi untuk sektor-sektor lainnya.
22. Namun, di samping beberapa hambatan tersebut, perekonomian
Indonesia masih menyimpan potensi yang besar, baik dari ketersediaan
sumber daya alam maupun komposisi penduduk yang relatif muda dengan
kelas menengah yang terus bertumbuh. Pertumbuhan penduduk kelas
menengah Indonesia pada periode 2012-2020 merupakan yang tertinggi
di ASEAN, diperkirakan tumbuh sebesar 174%.3 Indonesia juga menempati
peringkat tertinggi di antara negara-negara di kawasan sebagai negara
tujuan investasi dan sebagai negara yang paling menjanjikan untuk
menjalankan bisnis internasional.4
1
Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian ESDM (2012)
Badan Koordinasi Penanaman Modal (2014)
3
AC Nielsen (2013)
4
The Economist (2013), Japan Bank for International Cooperation (2013)
2
Halaman 6
Kebijakan
Sektor
Jasa
Keuangan
Kebijakan
Sektor
Jasa
Keuangan
23. Sejak beberapa tahun belakangan, kita menyaksikan perkembangan
sektor keuangan yang semakin cepat. Sektor keuangan menjadi semakin
kompleks dan dinamis, dengan keterkaitan antar sektor yang semakin
erat, baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
24. Selain itu, kita juga menyaksikan pertumbuhan konglomerasi keuangan,
yang menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa
keuangan di dalam sistem keuangan. Konglomerasi keuangan ini di satu
sisi menyimpan potensi peningkatan efisiensi, namun di sisi lain juga
berpotensi meningkatkan eksposur risiko individual lembaga jasa
keuangan maupun risiko sistemik bagi stabilitas sistem keuangan. Dari
aspek pengawasan, perkembangan tersebut di atas merupakan tantangan
bagi implementasi sistem pengawasan terintegrasi.
25. Sementara itu, upaya edukasi dan perlindungan konsumen jasa keuangan
harus terus ditingkatkan untuk menumbuhkan masyarakat yang memiliki
literasi keuangan yang tinggi, serta adanya kepastian hukum dan
kenyamanan bertransaksi keuangan.
26. Krisis ekonomi global, yang bersumber dari perilaku risk taking yang
agresif memberi pelajaran penting bagi regulator untuk memperkuat
rambu-rambu pengaturan. Penguatan pengaturan ini, pada dasarnya
ditujukan untuk memperbaiki struktur pasar agar menjadi semakin kokoh,
efisien, dan lebih transparan sehingga memberikan kemanfaatan bagi
perekonomian yang berkelanjutan. Kondisi eksternal dan internal yang
terus berubah memungkinkan pendekatan pengawasan yang disesuaikan
dalam rangka membentuk keseimbangan baru. Pergeseran pengaturan
maupun pengawasan perlu direspons secara tepat dan cepat oleh pelaku
industri jasa keuangan, antara lain berupa penyesuaian cara beroperasi
lembaga jasa keuangan.
27. Penguatan struktur dan peningkatan peran sektor jasa keuangan tidak
dapat dilakukan secara parsial. Dalam rangka itu, OJK tengah menyusun
Halaman 7
suatu cetak biru pengembangan sektor jasa keuangan yang akan
diarahkan untuk mencapai 3 (tiga) sasaran utama, yakni:
1) mengoptimalkan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional;
2) menjaga stabilitas sistem keuangan sebagai landasan bagi
pembangunan yang berkelanjutan; serta
3) mewujudkan kemandirian finansial masyarakat serta mendukung
upaya peningkatan pemerataan dalam pembangunan.
28. Ketiga sasaran tersebut akan dicapai dengan menekankan pada 4 (empat)
strategi pengembangan, yaitu:
1) Penguatan aspek pengaturan dan pengawasan secara menyeluruh
dengan penekanan pada pendekatan berbasis risiko dan peningkatan
kapasitas kelembagaan dan daya saing industri untuk menunjang
stabilitas sistem keuangan.
2) Penguatan dan pengembangan pasar dan industri jasa keuangan dalam
rangka pendalaman pasar dan perluasan akses atas produk dan jasa
layanan keuangan melalui perluasan jalur distribusi dan sinergi antar
sektor di industri jasa keuangan.
3) Pengembangan ekosistem yang lebih optimal dalam mendukung
pembiayaan sektor ekonomi strategis serta pengembangan kualitas,
efisiensi, dan daya tarik pasar keuangan syariah.
4) Penguatan tingkat literasi masyarakat dan penyempurnaan
infrastruktur pendukung bagi perlindungan konsumen, transparansi,
dan tata kelola yang lebih baik.
29. Keempat aspek dalam cetak biru ini menjadi landasan bagi arah
pengembangan sektor jasa keuangan dalam menyikapi berbagai
tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang, dan sekaligus
menjawab kebutuhan penguatan sektor jasa keuangan nasional.
30. Mengambil momentum perbaikan struktur perekonomian nasional paska
penyesuaian harga BBM bersubsidi, OJK telah menetapkan prioritas
penguatan pada beberapa aspek yang diperlukan dalam jangka pendek,
yang dituangkan dalam serangkaian kebijakan yang akan diterbitkan pada
beberapa kesempatan.
Halaman 8
31. Pada kesempatan kali ini, OJK menerbitkan sejumlah ketentuan yang
terdiri dari 6 (enam) POJK di bidang perbankan, 7 (tujuh) POJK di bidang
pasar modal, dan 7 (tujuh) POJK di bidang IKNB, di mana seluruh kebijakan
ini ditujukan dalam rangka penguatan pengawasan sektor jasa keuangan,
pendalaman pasar keuangan, dan perluasan akses keuangan masyarakat.
Adapun kebijakan-kebijakan tersebut secara rinci adalah sebagai berikut:
Di Bidang Perbankan
1) POJK tentang Penerapan Tata Kelola Terintegrasi bagi Konglomerasi
Keuangan
Aturan ini mengatur kewajiban bagi konglomerasi keuangan untuk
menerapkan tata kelola secara terintegrasi yang pelaksanaannya dilakukan
oleh entitas utama. Untuk itu, entitas utama harus memiliki standar
kelengkapan tata kelola di konglomerasi keuangannya, termasuk
pengaturan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi serta
pembentukan Komite Tata Kelola Terintegrasi. Entitas utama juga wajib
menyampaikan laporan hasil penilaian (self-assessment) mengenai
pelaksanaan tata kelola di konglomerasi keuangannya.
2) POJK tentang Penerapan
Konglomerasi Keuangan
Manajemen
Risiko
Terintegrasi
bagi
Aturan ini menetapkan kewajiban bagi konglomerasi keuangan untuk
menyampaikan laporan mengenai anggota konglomerasi keuangan dan
lembaga jasa keuangan yang ditetapkan menjadi entitas utama paling
lambat pada tanggal 31 Maret 2015. Entitas utama juga diwajibkan untuk
mengintegrasikan penerapan standar manajemen risiko dalam
konglomerasi keuangan tersebut. Selain itu, diatur mengenai penyampaian
laporan semesteran profil risiko terintegrasi.
3) POJK tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan
Inklusif (Laku Pandai)
Aturan ini menetapkan persyaratan, perizinan, dan beberapa hal lainnya
bagi bank yang akan menyediakan layanan keuangan tanpa kantor. Jenis
Halaman 9
layanan keuangan tanpa kantor yang disediakan adalah tabungan dengan
karakteristik
Basic
Saving
Account
(BSA)
dan
penyaluran
kredit/pembiayaan kepada nasabah mikro dengan jangka waktu paling
lama setahun dan maksimum plafon kredit/pembiayaan Rp20 juta. Aturan
ini juga memungkinkan masyarakat mendapatkan layanan keuangan yang
lebih beragam melalui kerjasama antara agen tertentu dengan lembaga
jasa keuangan selain dengan bank penyelenggara Laku Pandai, antara lain
dengan perusahaan asuransi atau perusahaan penerbit uang elektronik (emoney).
4) POJK tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Aturan ini menetapkan beberapa aspek terkait pendirian dan operasional
BPR, yakni:
- Penetapan jumlah modal disetor dalam rangka pendirian BPR yang akan
dibagi dalam 4 (empat) zona wilayah operasi BPR.
- Mekanisme perizinan BPR yang mencakup percepatan jangka waktu
persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip dan izin usaha yang
sebelumnya adalah 60 (enam puluh) hari kerja menjadi 40 (empat puluh)
hari kerja. Proses perizinan seluruhnya akan dilakukan secara terpusat.
- Penataan porsi kepemilikan pemegang saham pengendali BPR, yakni
setiap BPR wajib memiliki paling kurang 1 (satu) pemegang saham
dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25%.
Dengan demikian akan mendorong komitmen pemegang saham
pengendali dalam mengembangkan usaha BPR.
- Persyaratan kompetensi yang harus dimiliki oleh pengurus BPR, larangan
perangkapan jabatan bagi pengurus, dan pembatasan hubungan
keluarga di antara pengurus.
- Kemudahan pembukaan jaringan kantor oleh BPR sesuai dengan tingkat
kesehatannya.
- Mekanisme pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham
BPR (self-liquidation).
Halaman 10
5) POJK tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
Perbankan Syariah
Aturan ini menetapkan persyaratan mengenai:
- Penyediaan modal minimum bank sesuai dengan profil risikonya,
dengan besaran antara 8% sampai dengan 14%.
- Penyediaan modal minimum bank yang terdiri atas modal inti dan
tambahan modal sebagai penyangga.
- Modal inti yang ditetapkan minimal sebesar 6%, dengan modal inti
utama minimal 4,5%.
- Tambahan modal sebagai penyangga yang dapat berupa Capital
Conservation Buffer, Countercyclical Buffer, dan Capital Surcharge.
Ketentuan tambahan modal penyangga berlaku mulai 1 Januari 2016.
6) POJK tentang Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Aturan ini menetapkan tata cara penilaian kualitas aset produktif maupun
nonproduktif serta kewajiban pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai (CKPN) sesuai standar akuntansi yang berlaku. Selain itu, juga diatur
mengenai kelonggaran penilaian kualitas pembiayaan berbasis bagi hasil
(mudharabah dan musyarakah) guna mendorong pembiayaan syariah.
Di Bidang Pasar Modal
1) POJK tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di
Sektor Pasar Modal
Melalui aturan ini, tingkat customer due diligence dilakukan dengan
mempertimbangkan profil risiko dari nasabah. Selain itu, penyedia jasa
keuangan di sektor pasar modal dapat menunjuk pihak ketiga untuk
melaksanakan proses identifikasi dan verifikasi sebagai bagian dari kegiatan
customer due diligence. Pihak ketiga yang dapat ditunjuk tersebut meliputi
penyedia jasa keuangan lain di dalam negeri, seperti perbankan dan IKNB,
serta penyedia jasa keuangan lain di bidang pasar modal di luar negeri.
Halaman 11
2) POJK tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa
Peraturan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas Lembaga Kliring dan
Penjaminan (LKP) dalam rangka penerapan manajemen risiko terhadap
penyelesaian transaksi bursa yang diidentifikasi sebagai transaksi tidak
wajar dan berdampak sitemik terhadap risiko penggunaan dana jaminan.
Terkait penggunaan dan investasi dana jaminan, LKP dapat menggunakan
fasilitas repo atau transaksi pinjam-meminjam efek (Surat Berharga
Negara) dengan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk meningkatkan
likuiditas jangka pendek terhadap portofolio dana jaminan, tanpa
berdampak negatif terhadap harga obligasi di pasar.
3) POJK tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset
Berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) dalam Rangka Pembiayaan Sekunder
Perumahan
Aturan ini bertujuan memberikan alternatif pembiayaan bagi perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan, menyediakan produk investasi baru
bagi investor, dan membantu mengurangi kesenjangan antara sumber
dengan penggunaan dana (mismatch funding) bagi perbankan dalam
pemberian kredit kepemilikan rumah.Dalam peraturan ini antara lain diatur
mengenai pembelian aset keuangan yang membentuk kumpulan piutang
EBA-SP serta persyaratan bagi pihak yang melakukan penerbitan EBA-SP,
yang memberikan peluang bagi lembaga keuangan lainnya yang berbentuk
perseroan terbatas selain lembaga pembiayaan sekunder perumahan
untuk berpartisipasi dalam melakukan penerbitan EBA-SP.
4) POJK tentang Pedoman Pelaksanaan Fungsi-Fungsi Manajer Investasi
Aturan ini mengatur mengenai peningkatkan kualitas dan profesionalisme
manajer investasi melalui ketentuan persyaratan dan tanggung jawab
koordinator masing-masing fungsi, serta penambahan fungsi manajer
investasi. Di samping itu, manajer investasi dapat mengalihkan
pelaksanaan beberapa fungsi (fungsi teknologi informasi, fungsi
pengembangan sumber daya manusia, serta fungsi akuntansi dan
keuangan) kepada penyedia jasa yang berbentuk badan hukum dengan
terlebih dahulu melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap penyedia
jasa tersebut.
Halaman 12
5) POJK tentang Perizinan Wakil Manajer Investasi
Aturan ini berisi ketentuan mengenai integritas dan persyaratan
kompetensi untuk memperoleh izin Wakil Manajer Investasi. Masa berlaku
izin Wakil Manajer Investasi adalah selama 2 (dua) tahun dan dapat
diperpanjang. Selain itu, peraturan ini mengatur kewajiban peningkatan
kompetensi Wakil Manajer Investasi melalui pendidikan berkelanjutan
yang diselenggarakan oleh asosiasi Wakil Manajer Investasi atau pihak lain
yang diakui oleh OJK.
6) POJK tentang Laporan Bulanan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun
Asset (KIK-EBA)
Aturan ini mengatur kewajiban manajer investasi KIK-EBA dalam
menyampaikan laporan bulanan KIK-EBA secara elektronik yang memuat
antara lain mengenai informasi umum terkait KIK-EBA, tagihan, distribusi/
pembayaran, dan informasi lain yang diperlukan. Ketentuan ini juga
mengatur kewajiban manajer investasi KIK-EBA melakukan penyimpanan
atas tanda terima dan dokumen elektronik laporan bulanan KIK-EBA.
7) POJK tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara
Pedagang Efek
Aturan ini berisi ketentuan mengenai:
- Keleluasaan bagi pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil
Perantara Pedagang Efek, di mana tidak diwajibkan untuk bekerja di
perusahaan efek selama masa berlaku atas izin tersebut. Namun, dalam
periode tersebut, pemegang izin harus mengikuti pendidikan profesi
lanjutan (PPL).
- Pengaturan mengenai kewajiban pelaporan dan jangka waktu pelaporan
atas izin sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara
Pedagang Efek.
- Pengaturan Komite Standar Keahlian terkait pengakuan atas sertifikat
keahlian yang diterbitkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan dan
pelatihan.
Halaman 13
Di Bidang Industri Keuangan Non-Bank
1) POJK tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, dan
2) POJK tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah
Aturan ini menetapkan hal-hal sebagai berikut:
- Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan
dan perusahaan pembiayaan syariah.
- Batasan uang muka pembiayaan konsumen dan kewajiban fidusia.
- Pengaturan tingkat kesehatan perusahaan pembiayaan dan pembiayaan
syariah yang mencakup kecukupan modal, kualitas piutang, kecukupan
likuiditas, dan kinerja operasional.
- Pengaturan sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan.
- Pengaturan kegiatan kerjasama pembiayaan penerusan (channeling) dan
dan pembiayaan bersama (joint financing).
3) POJK tentang Tata Kelola yang Baik bagi Perusahaan Pembiayaan
Aturan ini menetapkan hal-hal sebagai berikut :
- Kewajiban bagi perusahaan pembiayaan untuk melaksanakan prinsipprinsip tata kelola perusahaan yang baik, termasuk kewajiban Dewan
Komisaris dan Direksi untuk memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang
bersifat mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi.
- Pengaturan organ perusahaan pembiayaan, yang meliputi RUPS, Direksi,
Dewan Komisaris, Komisaris Independen, Komite Audit, dan pemegang
saham.
- Kewajiban perusahaan pembiayaan untuk menyusun rencana bisnis
tahunan dan laporan penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
4) POJK tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan
Aturan ini menetapkan:
- Batas kepemilikan oleh asing, baik langsung maupun tidak langsung,
dibatasi sebesar 85%.
- Kewajiban persyaratan minimum ekuitas dibandingkan dengan modal
disetor minimum.
- Ketentuan penggunaan tenaga kerja asing dan pengembangan sumber
daya manusia di perusahaan pembiayaan.
Halaman 14
- Kewajiban perusahaan pembiayaan untuk menjadi anggota biro kredit
dan asosiasi terkait.
- Penyempurnaan ketentuan kelembagaan bagi perusahaan pembiayaan
syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), yang meliputi pengaturan
mengenai persyaratan perizinan UUS, pimpinan UUS, Dewan Pengawas
Syariah (DPS), permodalan UUS dan pemisahan UUS menjadi perusahaan
pembiayaan syariah, serta konversi perusahaan pembiayaan menjadi
perusahaan pembiayaan syariah.
5) POJK tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Aturan menetapkan beberapa hal sebagai berikut:
- Kegiatan usaha LKM dan batasannya yang mencakup minimum nilai
pinjaman/pembiayaan yang wajib dipenuhi LKM sebesar Rp50.000,
Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan (BMPP), pengenaan bunga,
minimum pembukaan simpanan yang wajib diterima LKM sebesar
Rp5.000, pengadministrasian simpanan, dan jasa konsultasi.
- Tingkat kesehatan LKM yang mencakup persyaratan rasio likuiditas dan
solvabilitas.
- Kolektibilitas pinjaman/pembiayaan yang terbagi atas kategori lancar,
diragukan, dan macet.
- Kerahasiaan informasi penyimpan dan simpanan, pelaporan berkala
LKM, dan prosedur penyehatan LKM.
6) POJK tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM)
Aturan ini menetapkan mengenai:
- Bentuk badan hukum LKM, yakni Perseroan Terbatas atau koperasi, dan
hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia, badan usaha milik
desa/kelurahan, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan koperasi.
- Persyaratan bagi Direksi/pengurus dan Komisaris/pengawas LKM,
pembentukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) bagi LKM syariah, serta
kewajiban pelaporan apabila terjadi perubahan pemegang saham,
Direksi/pengurus, Dewan Komisaris/pengawas, DPS, modal, dan
perubahan nama.
Halaman 15
- Pembukaan kantor cabang LKM yang beroperasi di wilayah
Kabupaten/Kota, serta ketentuan perubahan LKM menjadi BPR apabila
LKM melakukan kegiatan lintas Kabupaten/Kota.
7) POJK tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM)
Aturan ini menetapkan mengenai:
- Pendelegasian fungsi pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan atas
LKM kepada Pemerintah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk.
- Penyiapan SDM dan infrastruktur pengawasan.
- Pemeriksaan langsung terhadap LKM dalam kondisi tertentu oleh OJK.
Penutup
Penutup
32. Dengan diterbitkannya peraturan-peraturan ini, diharapkan sektor jasa
keuangan dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam menghadapi
berbagai dinamika dalam perekonomian ke depan, sekaligus
meningkatkan perannya dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan
pembangunan nasional.
Halaman 16
Download