3 BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan

advertisement
BAB 2
LANDASAN PERANCANGAN
2.1 Tinjauan Umum
Proyek desain yang akan dibuat adalah merancang media untuk kampanye anti
SARA.
2.1.1 Sumber Data
Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini
diperoleh dari beberapa sumber, antara lain:
1. Bapak Wahyu Effendy selaku ketua umum organisasi GANDI (Gerakan Anti
Diskriminasi Indonesia)
2. Buku Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat oleh Bagja Waluya.
3. Buku Dominasi Penuh Muslihat: Akar Kekerasan dan Diskriminasi karangan
Haryatmoko.
4. Data Literatur, pencarian data melalui berbagai media, baik media elektronik
(artikel di internet, e-book) maupun media non-elektronik (buku, majalah).
2.1.2 Pengertian SARA
SARA (Suku, Agama, Ras antar golongan) adalah Berbagai pandangan dan tindakan
yang didasarkan atas sentiment identitas yang menyangkut suku bangsa, agama, ras
atau keturunan, dan golongan. Setiap tindakan yang melibatkan kekerasan,
diskriminasi, dan pelecehan yang didasarkan atas identitas diri dan golongan dapat
dikatakan sebagai tindakan SARA. Tindakan ini mengebiri dan melecehkan
kemerdekaan dan hak-hak asasi atau mendasar yang melekat pada diri manusia.
SARA yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat digolongkan kedalam tigas
kategori berikut ini :
1. Personal, yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh individu atau kelompok.
Hal yang termasuk kategori ini adalah tindakan dan pernyataan yang bersifat
menyerang, mengintimidasi, melecehkan, dan menghina identitas seseorang
atau golongan.
2. Institusional, yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh suatu institusi social,
termasuk Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau
3
4
tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi
maupun kebijakannya.
3. Kultural, yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau
institusi social yang diwujudkan dalam bentuk penyebaran mitos, tradisi, dan
ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.
2.1.3 Pengertian anti-SARA
Anti-Sara adalah suatu tindakan sistematis untuk memerangi masalah SARA dalam
berbagai bentuk, termasuk system dan kebijakan diskriminatif serta sentimentsentimen SARA yang secara tidak sadar telah tertanam dalam diri setiap anggota
masyarakat sejak usia kanak-kanak. Oleh Karena itu, persoalan SARA sering
melibatkan persoalan kekuatan ekonomi dan politik, yang suatu kelompok berhasil
menguasai kekuatan ekonomi atau politik dan tidak bersedia mendistribusikan
kepada kelompok lainnya. Gerakan moral anti-SARA berupaya untuk mengikis
ketimpangan-ketimpangan tersebut melalui suatu system yang mengoreksi dan
mengakomodasi ketidakadilan social.
2.1.4 Masyarakat Multikulturalisme
Menurut J.S Furnival, masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri
atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomi
terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama
lainnya. Menurut Furnival, berdasarkan susunan komunitas etniknya, masyarakat
majemuk dibedakan menjadi empat kategori sebagai berikut :
-
Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang
Merupakan masyarakat yang terdiri atas sejumlah komunitas atau etnik yang
mempunyai kekuatan kompetitif yang kurang lebih seimbang. Koalisi antar
etnis diperlukan untuk membentuk suatu masyarakat yang stabil.
-
Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
Merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas etnik
dengan kekuatan kompetitif tidak seimbang, di mana salah satu kekuatan
kompetitif yang merupakan kelompok mayoritas memiliki kekuatan yang
lebih besar daripada kelompok lainnya.
-
Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan
5
Yaitu yang di antara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok
minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitif di atas yang lain, sehingga
kelompok tersebut mendominasi bidang politik dan ekonomi.
-
Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
Yaitu masyarakat yang terdiri atas sejumlah besar komunitas atau kelompok
etnis dan tidak ada satu kelompok pun yang mempunyai posisi politik atau
ekonomi yang dominan.
2.1.5 Profil Organisasi GANDI
Pada 13-15 Mei kerusuhan 1998 terhadap kaum Tionghoa Indonesia di Jakarta, Solo,
dan kota-kota lain, yang mengejutkan begitu mendalam di hati dan pikiran orangorang Tionghoa. Kerusuhan menyebar begitu cepat dan begitu keras, yang terjadi
dalam tiga hari berturut-turut di kota metropolitan dan dicatat oleh begitu banyak
siaran televisi langsung, namun, tanpa bukti upaya yang efektif dari pihak yang
berwenang untuk mengontrol, menciptakan kesan bahwa itu hal ini sengaja
dilakukan untuk menyakiti orang Tionghoa pada umumnya.
Pembakaran rumah dan toko-toko pada skala besar, pertumpahan darah,
pembunuhan dan pemerkosaan orang tak bersalah, tua dan muda, memang
pengalaman hidup yang sangat traumatis bagi kaum Tionghoa, yang belum pernah
terjadi sebelumnya, di Indonesia. Secara harafiah, hal ini merupakan sebuah tindakan
yang sangat kejam: ribuan orang menghilang dan meninggal karena kekerasan yang
terorganisir. Ini adalah saat-saat tragis yang tidak akan mudah dilupakan.
Sangat prihatin dengan tragedi ini, sekelompok pengusaha Tionghoa Indonesia dan
eksekutif berkumpul dan setelah begitu banyak pertimbangan mereka memutuskan
untuk membentuk sebuah lembaga untuk memperjuangkan martabat dan hak asasi
manusia. KH Abdurrachman Wahid (Gus Dur), yang merupakan Presiden Nahdlatul
Ulama (persatuan Islam ulama), menjawab langsung dan menyatakan dukungannya
pada permohonan kami. Bahkan, nama GANDI adalah idenya, mengacu pada orang
besar Mahatma Gandhi. GANDI diresmikan oleh Gus Dur pada tanggal 6 November
1998 pada rumahnya (Ciganjur), dan diamati juga oleh Megawati Sukarnoputeri.
6
Gambar 2.1
•
Visi
Melihat kearah masa depan, memperkuat persatuan nasional. Sebuah bangsa
yang multi-budaya, multi-etnis, dan multi-agama tidak akan membiarkan
perilaku dan tindakan diskriminatif, karena ini akan menyebabkan rasa
kebencian, konflik, kekerasan dan akhirnya, perpecahan di negara ini.
Di era Millenium Ketiga, Indonesia sebagai sebuah negara harus
mengintegrasikan ke dalam kehidupan umum dengan semua bangsa di dunia,
sejalan dengan globalisasi berkembang, yang mendukung hak asasi manusia
dan prinsip demokrasi. Diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan hak
asasi manusia dan prinsip demokrasi, oleh karena itu harus dihilangkan sekali
dan untuk selama-lamanya.
•
Misi
Misi kami adalah untuk mendukung persatuan nasional, dan mempromosikan
harmoni dalam hubungan sosial dan komunal, sehubungan dengan kesetaraan
dalam martabat manusia dan hak asasi manusia.
2.1.6 Gambaran Umum
Awalnya diskriminasi ini sendiri pada dasarnya berasal dari dalam diri kita masingmasing. Kebanyakan diskriminasi ini dilatarbelakangi dari sebuah ingatan sosial.
Ingatan sosial ini adalah sebuah kejadian dimasa lalu yang biasanya menyimpan
kenangan atau pengalaman yang buruk. Ingatan sosial ini hidup di dalam masyarakat
saat ini. Sebuah ingatan individual bisa lenyap bersama dengan kematian seseorang.
Namun sebuah ingatan sosial akan tetap hidup walaupun orang-orangnya sudah
meninggal. Ingatan social ini tetap dihidupkan guna untuk membangun rasa
7
persatuan dan menjadi sebuah pelajaran penting agar kita tidak mengulangi
kesalahan yang sama lagi.
Menurut bapak Wahyu Effendy selaku ketua umum GANDI (Gerakan anti
Diskriminasi Indonesia), isu Diskriminasi pasti terjadi di negarapun terutama di
negara yang komposisi rakyatnya sangat beragam entitas dan kulturalnya seperti di
Indonesia. Bahkan di negara yang tingkat demokratisasinya yang lebih tinggi atau
peradabannya atau umur kebangsaannya lebih tua dari Indonesia seperti Amerika, isu
dan sentimen SARA tetap saja masih terjadi. Yang menjadi perbedaannya dan paling
penting adalah bagaimana hukum dan aparat negaranya dapat memberikan
perlindungan terhadap korban yang mengalami rasisme tersebut. Tantangan terbesar
bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana mengintegasikan berbagai kelompok
bangsa (etnis, suku, agama, budaya, dll) dalam kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia yang harmonis, adil, demokratis dan sejahtera. Apalagi dengan
warisan perilaku sejarah bangsa selama berabad-abad hidup dalam politik devide et
impera kolonialisme.
Isu diskriminasi ini tentu saja akan sangat mempengaruhi Indonesia bahkan dalam
pandangan pak Wahyu, isu diskriminasi ini akan sangat menentukan akan masih
tetap ada atau bubarnya negara Indonesia sebagaimana yang dibentuk para pendiri
bangsa kita dulu. Bangsa dan negara ini dibangun dari awal dengan konsepsi
kebangsaan yang majemuk. Itu menjadi fondasi dan tiang-tiang keberadaan negara
bangsa ini. Ketika fondasi dan tiang-tiang kemajemukan bangsa ini dihancurkan,
seluruh 'bangunan' bangsa ini akan runtuh. Suatu bangsa yang kuat harus dibangun
dalam sinergi di antara kelompok anak bangsa. Persoalan diskriminasi rasial di
antara anak bangsa akan melahirkan konflik dalam negara. Konflik diskriminasi
rasial akan menimbulkan persoalan keamanan nasional, ancaman terhadap kesatuan
bangsa dan ketidakstabilan ekonomi, sospolbud dan demokrasi.
Sesungguhnya konflik diskriminasi merupakan salah satu persoalan laten dalam
suatu negara bangsa yang sangat beragam masyarakatnya. Terlebih bangsa Indonesia
ini mempunyai warisan sejarah politik kolonialisme yang memecah belah
masyarakat Indonesia selama berabad-abad dengan devide et imperanya. Politik
pecah belah kemudian hidup dalam bentuk stereotyping-stereotyping dalam
8
masyarakat hingga saat ini. Yang paling serius dari persoalan ini, adalah bahwa
demokratisasi yang sesungguhnya sangat menjadi alat untuk mengamankan
persoalan ini, sampai hari ini belum cukup mampu untuk menyelesaikan
permasalahan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Ketidakadilan ekonomi tersebut
menjadi bibit yang sangat serius terjadinya permasalahan isu diskriminasi di
Indonesia. Dalam perkembangannya, pola pikir diskriminasi dan ketidakadilan sosial
ini justru semakin dikuatkan dengan korupnya perpolitikan Indonesia dengan
menjadikannya sebagai alat politik. Persoalan ini tidak akan mengecil apabila
permasalahan kesenjangan sosial/ekonomi masih menjadi masalah di negeri ini.
Persoalan diskriminasi akan terus terjadi dalam proses perjalan suatu bangsa karena
sama seperti proses kedewasaan seorang manusia. Semakin dewasa dan matang
suatu bangsa, semakin persoalan ini akan berkurang. Hanya sulit kemudian persoalan
ini akan hilang 100%. Hanya perbedaannya, hanya pada persoalan intensitas,
frekuensi, kualitas persoalan dan cara kita untuk mengantisipasi dan menyelesaikan
permasalahan ini. Salah satu yang paling sustainable untuk mengerem persoalan ini
adalah melalui pendidikan yang multikultur. Tentu saja ini bukan cara yang tunggal.
Bahwa pendidikan ini juga harus didukung oleh sistem sosial, politik, ekonomi,
kebudayaan, dan hukum yang adil untuk setiap orang dalam berbagai kebijakan
negara. Tidak mudah, tetapi itulah satu-satunya jalan yang harus dilakukan oleh
negeri ini.
Persoalan diskriminasi adalah persoalan bagaimana negara ini mampu membangun
kehidupan bersama di antara semua kelompok masyarakat secara berkemanusiaan,
demokratis, adil dan sejahtera. Ketika masih terjadi ketidakadilan sosial, maka
SARA akan selalu menjadi pemicu yang paling mudah untuk disulut menjadi konflik
massal. Kita membutuhkan negarawan-negarawan seperti para pendiri bangsa ini
yang berpikir dan berbuat untuk bangsa ini lebih dari kepentingan diri dan kelompok
primordialnya. Sebagai masyarakat kita dapat memulai dari dalam masyarakat, dari
lingkungan sekitar kita. Lilin-lilin kecil yang menyala dari segala penjuru sudut
negeri ini akan menerangi negeri ini.
Menurut pak Wahyu, tentu saja kampanye yang paling baik adalah waktunya sedini
mungkin. Ia berpikir pada umur berapa relatif. Ia lebih suka memakai istilah
9
pendidikan dibanding kampanye. Karena kalau kampanye terkesan adhoc atau
dilakukan sekali-sekali saja. Pendidikan multikulturalisme konteksnya pendidikan
yang seumur hidup terus menerus. Ini menyangkut pembentukan sikap mental dan
karakter, maka memang dilakukan harus sedini mungkin. Karena seperti kita tahu,
bahwa pembentukan karakter seseorang lebih efektif pada usia dini, mungkin pada
usia SD bahkan TK/play group. Pada usia ini seorang anak ibarat piring kosong. apa
yang akan terisi di piring tersebut tentu saja apa saja yang ditemui oleh sang anak.
Ketika anak sehari2 dihadapkan pada kultur diskriminatif, maka akan terbentuk sikap
diskriminatif. Pada usia dewasa, pendidikan multikulturalisme tentu akan mendapat
penolakan apabila dia mendapatkan pendidikan masa kecilnya yang diskriminatif.
Namun kampanye dalam arti secara publik tetap diperlukan untuk terus menerus
merefresh pemikiran tentang multikulturalisme.
2.1.6 Target Komunikasi
A. Demografis
Profesi
: Pelajar
Umur
: 12-17 tahun
SES
: C-A
Gender
: Laki-laki dan perempuan
B. Geografis
Berdomisili di DKI Jakarta dan sekitarnya
C. Psikografi
- Berjiwa muda
- Suka dengan aktifitas sosial.
- Ceria
2.2 Tinjauan Khusus
Berdasarkan data literature yang diperoleh dari buku-buku referensi maupun media
online (internet, blog, dan lainnya) maka terkumpullah beberapa teori yang akan
digunakan dalam proyek tugas akhir ini.
10
2.2.1 Grid & Layout
Menurut Allison Goodman dalam bukunya “7 Essentials of Graphic Design”, layout
yang baik akan membimbing pembaca. Sebuah layout harus memberikan arahan
yang spesifik kepada pembaca. Layout yang baik merupakan layout yang
menyajikan informasi secara tepat dan jelas dimulai dari bagian yang penting dan
terus menuntun ke informasi yang selanjutnya sesuai design. Hal inilah yang disebut
dengan hirarki informasi.
Grid pada umumnya digunakan untuk menciptakan suatu susunan yang baik
sehingga memudahkan orang untuk melihat dan memahami desain tersebut. Desainer
harus menggunakan grid untuk tujuan agar desain mereka mudah untuk dinikmati
dan dipahami. Grid memiliki 3 tujuan antara lain :
•
Repeatability (pengulangan)
Repeatability digunakan untuk memberikan suatu kesinambungan atau
kesamaan pada berbagai media dan fungsinya.
•
Composition (komposisi)
Komposisi yang baik memudahkan pembacanya untuk memahami dan juga
memberikan kesan estetik.
•
Communication (komunikasi)
Sebuah desain memiliki tujuan untuk mengkomunikasikan sebuah pesan.
Grid membantu untuk memberikan konsentrasi atau fokus pada pesan
masing-masing agar pesan tersebut tidak saling bertabrakan satu sama lain
dan dapat dipahami oleh pembaca.
2.2.2 Teori Tipografi
Dalam desain komunikasi visual tipografi dikatakan sebagai ‘visual language’, yang
berarti bahasa yang dapat dilihat. Tipografi adalah salah satu sarana untuk
menterjemahkan kata-kata yang terucap ke halaman yang dapat dibaca. Peran dari
pada tipografi adalah untuk mengkomunikasikan ide atau informasi dari halaman
tersebut ke pengamat. Hampir semua hal yang berhubungan dengan desain
komunikasi visual mempunyai unsur tipografi di dalamnya. Kurangnya perhatian
pada tipografi dapat mempengaruhi desain yang indah menjadi kurang atau tidak
komunikatif.
11
Untuk membuat desain yang indah dan berkomunikasi, tipografi tidak dapat
dipisahkan dari elemen desain. Dalam membuat perencanaan suatu karya desain,
keberadaan elemen tipografi sudah harus selalu diperhitungkan karena dapat
mempengaruhi susunan hirarki dan keseimbangan karya desain tersebut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis huruf yang akan
digunakan antara lain :
-
Readability
penggunaan huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan huruf yang
lain sehingga terlihat jelas. Dalam menggabungkan huruf dan huruf baik
untuk membentuk suatu kata, kalimat atau tidak harus memperhatikan
hubungan antara huruf yang satu dengan yang lain.
-
Legibility
kualitas pada huruf yang membuat huruf tersebut dapat terbaca. Dalam suatu
karya desain, dapat terjadi cropping, overlapping, dan lain sebagainya , yang
dapat menyebabkan berkurangnya legibilitas daripada suatu huruf. Untuk
menghindari hal ini, maka seorang desainer harus mengenal dan mengerti
karakter daripada bentuk suatu huruf dengan baik.
-
Clarity
kemampuan huruf-huruf yang digunakan dalam suatu karya desain dapat
dibaca dan dimengerti oleh target pengamat yang dituju. Untuk suatu karya
desain dapat berkomunikasi dengan pengamatnya, maka informasi yang
disampaikan harus dapat dimengerti oleh pengamat yang dituju.
-
Visibility
kemampuan suatu huruf, kata, atau kalimat dalam suatu karya desain
komunikasi visual dapat terbaca dalam jarak baca tertentu.
2.2.3 Teori Warna
Teori warna menurut Brewster adalah teori yang menyederhanakan warna yang ada
di alam menjadi 4 kelompok warna. Keempat kelompok warna tersebut, yaitu: warna
primer, sekunder, tersier dan warna netral. Teori ini pertama kali dikemukakan pada
tahun 1831.
12
Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna Brewster. Lingkaran
warna Brewster mampu menjelaskan teori kontras warna (komplementer), split
komplementer, triad, dan tetrad.
Warna Netral
Warna Netral merupakan hasil dari pencampuran ketiga warna dasar dalam proporsi
1:1:1. Warna ini sering muncul sebagau penyeimbang warna-warna kontros di alam.
Warna Panas dan Dingin
Lingkaran warna primer hingga tersier bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar, yaitu kelompok warna panas dan warna dingin. Warna panas dimulai dari
kuning kehijauan hingga merah. Sementara warna dingin dimulai dari ungu
kemerahan hingga hijau.
Warna panas akan menghasilkan sensasi panas dan dekat. Sementara warna dingin
sebaliknya. Suatu karya seni disebut memiliki komposisi warna harmonis jika warnawarna yang terdapat di dalamnya menghasilkan efek hangat sedang.
2.2.4 Teori Illustrasi
Menurut Sigit Santoso, ilustrasi berasal dari kata Latin illustre yang artinya
menerangkan. Illustrasi dapat berupa gambar, symbol, relief, atau music yang
bertujuan untuk mengkomunikasikan atau menjelaskan sesuatu.
Menurut Simmon Jennings dalam bukunya yang berjudul “The Complete Guide to
Advanced Illustration and Design”, illustrasi memiliki tiga fungsi, yaitu illustrasi
sebagai informasi, illustrasi sebagai dekorasi, dan illustrasi sebagai komentar.
2.2.5 Teori Humanism
Menurut Abraham Maslow, di dalam diri setiap individu terdapat 2 hal yaitu :
-
Suatu usaha yang positif untuk berkembang
-
Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai
13
berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut
untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke
arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima
diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan ras aman dan seterusnya.
2.2.6 Pengertian Buku
Buku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka adalah lembar kertas
yang terjilid, berisi tulisan atau kosong. Buku dianggap bagus atau berhasil apabila
buku tersebut mampu menggugah para pembacanya untuk memahami maksud dari
isi buku tersebut. Kertas-kertas bertulisan itu mempunyai tema bahasan yang sama
dan disusun menurut kronologi tertentu, dari awal bahasan sampai kesimpulan dan
bahasan tersebut. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan. Pengetahuan tertentu
dijadikan sebagai satu kesatuan di dalam buku. Agar pengetahuan tidak terpencarpencar dan mudah dipelajari, maka diciptakanlah buku. Tujuan dari buku tidak lain
hanyalah untuk menyatukan ilmu pengetahuan tertentu agar terkumpul dalam satu
tempat sehingga mudah ditemukan dan dipelajari.
2.2.7 Pengertian Publikasi
Kegiatan publikasi adalah kegiatan menyampaikan atau menyebarkan sebuah
informasi. Publikasi berasal dari kata “Publicare” yang artinya “untuk umum”. Jadi
publikasi adalah kegiatan mengenalkan suatu informasi sehingga umum (publik dan
masyarakat) dapat mengenalnya.
2.2.8 Analisa S.W.O.T
1. Strenght
•
Belum adanya campaign mengenai anti SARA berupa buku yang berfungsi
sebagai pengingat akan pentingnya hidup rukun.
14
•
Penyampaian kampanye yang menggunakan metafora sebagai isi utama dari
kampanye anti SARA ini membuat orang menanamkan nilai-nilai yang ingin
disampaikan ke dalam alam bawah sadar mereka.
2. Weakness
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan introspeksi didalam diri mereka
masing-masing.
3. Opportunities
Dengan illustrasi dan juga penyampaian yang menggunakan metode metafora, topik
SARA yang sangat sensitif ini dapat disampaikan dengan baik kepada pihak-pihak
yang dituju dalam kampanye ini.
4. Threats
Masyarakat dewasa yang masih lekat dengan rasa diskriminasi di dalam diri pribadi
mereka dapat memberikan pengaruh terhadap generasi muda.
Download