Suksesnya Kolaborasi Antar

advertisement
Perangko Berlangganan No.11/PRKB/JKP/PENJUALAN IV/2014
ISSN : 0853-8344
Harga eceran Rp.9.000,-
204/Thn.XX/April 2014
e-mail: [email protected] / [email protected];
kardiovk;
@kardio_vaskuler;
tpkindonesia.blogspot.com
The 7th APCHF in conjunction with the 23rd ASMIHA:
Suksesnya Kolaborasi Antar-Negara
di Pulau Dewata
7 th Asian Pacific Congress of Heart Failure
(APCHF) yang diadakan bersamaan dengan
23rd Annual Scientific Meeting of Indonesian
Heart Association (ASMIHA) di Bali Nusa Dua
Convention Center, Bali pada tanggal 17-19
April 2014 telah sukses diselenggarakan dan
menuai banyak pujian dari berbagai kalangan baik dari dalam maupun luar negeri.
Pada event ASMIHA kali ini, Indonesia
kembali menjadi tuan rumah dari sebuah
event kardiologi internasional, yaitu 7 th
APCHF. Acara yang diketuai oleh Dr. dr.
Anwar Santoso, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC
sebagai ketua panitia dan Prof. Dr. dr.
Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K), FIHA,
FasCC, FAPSC sebagai ketua seksi ilmiah
ini merupakan forum bagi para ahli kardiologi di seluruh dunia untuk mengupas
lebih dalam dan menyeluruh tentang pencegahan dan tatalaksana dari sindroma
kardiovaskular tahap akhir ini.
Sesuai dengan temanya “Primary Prevention of Heart Failure Epidemic”, acara ini pada
dasarnya menitikberatkan pada pencegahan primer dari epidemi gagal jantung. Fokus
dari program ilmiah kali ini adalah pendekatan manajemen yang holistik dari gagal
jantung, yang membahas pentingnya pendekatan multidisiplin untuk tatalaksana gagal
jantung, mengidentifikasi kebutuhan dari
terapi alat pada gagal jantung, dan lain-lain.
Selain itu pada kongres ini dibahas pula
biomarker diagnostik, alat dan obat-obatan
terbaru untuk pengelolaan pasien dengan
gagal jantung.
ASMIHA yang merupakan acara tahunan rutin dari Indonesian Heart Association
(IHA/ PP Perki) kali ini tidak kalah pamor
dengan ASMIHA sebelumnya. Tema yang
diusung yaitu “Recent Advances in Early Diagnosis and the Treatment of Cardiovascular Disease”. Karena diselenggarakan bersamaan
dengan kongress gagal jantung skala Asia
Pasifik, kali ini ASMIHA dibuat berbeda,
bahasa pengantar yang digunakan dalam
bahasa Inggris.
Acara berskala internasional ini juga
kedatangan banyak tamu dari luar negeri.
Jumlah pembicara asing yang hadir mencapai lebih dari 40 orang yang merupakan
ahli jantung ternama dari berbagai organidiologi papan atas dunia. Bersama dalam
forum ini, mereka membagikan pengalaman tentang penyakit kardiovaskular di
Acara Pembukaan The 7th APCHF & 23rd
ASMIHA dipimpin oleh Prof. Sim Kui
Hian, MD selaku Presiden APSC di Bali
Nusa Dua Convention Center, Bali,
didampingi Presiden ESC, Prof. Fausto
Pinto, MD, PhD, Ketua PERKI Pusat,
Prof. Dr. dr. Rochmad Romdoni, SpPD,
SpJP(K), FIHA, FAsCC dan Ketua
Panitia, Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K),
FIHA, FAsCC.
negaranya, antara lain: Prof. Fausto J. Pinto
dari Portugal (President dari European Society of Cardiology), Prof. Leslie T. Cooper
dari Mayo Clinic, Minnesota, USA (perwakilan American College of Cardiology), Dr.
David Chew dari Institut Jantung Negara,
Malaysia, Prof. Stefan D. Anker dari Jerman,
Prof. Gerasimos Filippatos dari Yunani,
Prof. Shunichi Miyazaki dari Japanese College of Cardiology, Dr. VK Chopra dari
India, Dr. Prasart Laothavorn dari The Heart
Association of Thailand, serta para ahli
kardiologi dunia lainnya yang berasal dari
berbagai negara antara lain Kanada, Prancis, Jerman, Australia, Korea, Hong Kong,
Tiongkok, Singapore dan tak ketinggalan
Filipina. Peserta yang hadir juga lebih dari
1500 orang dan berasal dari berbagai penjuru dunia.
Acara ini diselengarakan selama tiga
hari secara bersamaan di tiga ruangan symposium, satu ruangan untuk APCHF dan
(Bersambung ke hal.5)
Terapi Gagal Jantung dengan Dosis Tinggi Dihubungkan dengan Perbaikan
Keluaran Pasien Post CRT
PENGOBATAN modern gagal jantung kronik merupakan suatu pendekatan multi
modalitas dengan terapi medis optimal dan
penggunaan alat yang menjadi dasar manajemen pasien tersebut. Terapi resinkronisasi
kardiak (CRT) merupakan pengobatan yang
sudah terbukti untuk pasien gagal jantung
kronik (CHF) dengan kompleks QRS lebar
dan penurunan fungsi ventrikel kiri.
CRT dihubungkan dengan perbaikan
morbiditas dan mortalitas pasien CHF yang
diterapi dengan medis optimal. Dampak
optimalisasi medikasi CHF setelah pemasangan CRT belum secara komprehensif dievaluasi. Sehingga dilakukanlah studi oleh
Schmidt et al. untuk mengetahui efek dosis
medikasi CHF pada morbiditas dan mor-
talitas pada pasien CHF setelah pemasangan
CRT.
Pengobatan CHF dinilai pada 185 pasien
setelah pemasangan CRT. Selama rerata
follow-up 44.6 bulan, 82 pasien mengalami
hasil keluaran primer (kematian, transplantasi jantung, pemasangan alat bantu, atau
hospitalisasi CHF ulangan). Pengobatan
dosis tinggi penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE-I) atau penghambat reseptor angiotensin (ARBs) (p = 0.001) dan
penghambat beta (p < 0.001) sama halnya
penurunan dosis diuretic loop (p < 0.001)
dihubungkan dengan penurunan risiko
keluaran primer dan mortalitas oleh semua
sebab.
Ekokardiografi super-responder terha-
dap CRT diterapi dengan dosis tinggi ACEI/ARB (68.1 vs 52.4%, p <0.01) dan penghambat beta (59 vs 42.4%, p < 0.01). Selama follow-up, dosis rerata diuretic loop mengalami
penurunan 20% pada super-responder,
tetapi mengalami peningkatan 30% pada
non responder.
Data studi ini mengindikasikan terdapat perbaikan terapi medis (peningkatan
dosis penghambat neurohormonal dan
penurunan diuretic) dihubungkan dengan
perbaikan morbiditas dan mortalitas setelah CRT. Hasil studi ini juga mendemonstrasikan bahwa super-responder CRT yang
diterapi dengan dosis tinggi ACE-I/ARB
dan penghambat beta, dengan diuretic yang
diturunkan dosisnya akan mendapatkan
hasil yang baik.
Dengan mengembalikan sinkronitas
baik mekanik dan elektrik, CRT akan memperbaiki gejala gagal jantung dan tekanan
darah. Hasilnya, pasien akan memberikan
respon terhadap CRT akan mentoleransi
peningkatan hambatan neurohormonal selama follow-up. Peningkatan dosis penghambat beta dan ACE-I/ARB nampaknya
secara independen berhubungan dengan
perbaikan keluaran dari studi ini. Efek langsung ACE-I/ARB pada ventricular reverse
remodeling (seperti peningkatan LVEF)
nampaknya tidak terdapat pada pemberian
penghambat beta. (European Heart Journal
2014; 35: 1051–1060)
SL Purwo
2
204/Thn.XX/April 2014
S
Tabloid Profesi
KARDIOVASKULER
STT no. 2143/SK/Ditjen PPG/STT/1995
tanggal 30 Oktober 1995
ISSN : 0853-8344
SUSUNAN REDAKSI
Ketua Pengarah:
Prof.DR.Dr. Budhi Setianto, SpJP(K), FIHA
Pemimpin Redaksi:
Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP
Redaksi Konsulen:
Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K)
Prof.DR. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K)
Dr. Budi Bhakti Yasa, SpJP(K)
Dr. Fauzi Yahya, SpJP(K)
Dr. Antonia A. Lukito, SpJP(K)
Tim Redaksi:
Bidang Cardiology Prevention & Rehabilitation
Dr. Basuni Radi, SpJP(K)
Dr. Dyana Sarvasti, SpJP
Bidang Pediatric Cardiology
Dr. Indriwanto, SpJP(K)
Dr. Radityo Prakoso, SpJP
Bidang Cardiovascular Emergency
Dr. Noel Oepangat, SpJP(K)
Dr. Isman Firdaus, SpJP
Bidang Clinical Cardiology
Dr. Sari Mumpuni, SpJP(K)
Dr. Rarsari Soerarso, SpJP
Bidang Interventional Cardiology
Dr. Doni Firman, SpJP(K)
Dr. Isfanudin, SpJP(K)
Bidang Echocardiography
Dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K)
Dr. BRM. Ario Soeryo K., SpJP
Bidang Cardiovascular Intensive Care
Dr. Sodiqur Rifqi, SpJP(K)
Dr. Siska Suridanda, SpJP
Bidang Cardiovascular Imaging
Dr. Manoefris Kasim, SpJP(K)
Dr. Saskia D. Handari, SpJP
Bidang Cardiac Surgery & Post-op Care
Dr. Bono Aji, SpBTKV
Dr. Pribadi Boesroh, SpBTKV
Dr. Rita Zahara, SpJP
Bidang Vascular Medicine
Dr. Iwan Dakota, SpJP(K)
Dr. Suko Ardiarto, PhD, SpJP
Tim Editor:
Dr. Sidhi Laksono Purwowiyoto
Fotografer:
Dr. M. Barri Fahmi Harmani
Sekretaris/Keuangan:
Endah Muharini
Bagian Iklan:
Bimo Sukandar
Bagian Perwajahan:
Asep Suhendar
Alamat Redaksi dan Tata Usaha:
Wisma Harapan Kita Bidakara, Lt.2,
RS Jantung Harapan Kita,
Jln. S Parman Kav. 87, Jakarta 11420,
Telp: 02170211013 atau Telp/Fax.: 5602475
atau 5684085-93 pes. 5011
e-mail : [email protected] atau
[email protected]
Penerbit:
H&B
Heart & Beyond PERKI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia)
Manajemen:
Yayasan PERKI
Pencetak:
PT. Oscar Karya Mandiri, Jakarta
Tabloid Profesi KARDIOVASKULER diterbitkan
oleh Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Tabloid unik
ini memang bereda dengan media kedokteran
lainnya. Tata letaknya sedikit konservatif
tapi enak dipandang. Bukan media
yang berkesan ilmiah, tetapi media ilmiah
yang sangat terjaga akurasinya, ditulis
dengan bahasa tutur yang enak dibaca.
Tabloid KARDIOVASKULER memang
merupakan sarana untuk menyampaikan
setiap informasi kedokteran mutakhir
--khususnya terkait bidang kardiovaskuler-bagi seluruh dokter Indonesia.
Di era globalisasi, dikenal pemeo "so many
journals, but so little time". Untuk itulah
Tabloid KARDIOVASKULER hadir, membawa
berita ilmiah kardiovaskuler terkini.
Diedarkan terbatas khusus untuk dokter Indonesia.
Infak ongkos cetak/kirim Rp150.000/tahun,
transfer melalui Bank Mandiri acc:
Tabloid Profesi Kardiovaskuler,
RK no. 116-0095028024, Sandi Kliring: 008-1304
KK. Harapan Kita, Cab. S. Parman, Jakarta.
Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP
Pemimpin Redaksi
alam Pembaca.
Pembaca setia tabloid yang kami hormati,
tak terasa waktu berlalu begitu cepat,
tabloid yang ada di tangan pembaca ini sudah
edisi ke 204, sudah 20 tahun kami berkiprah di
bumi Indonesia tercinta ini. Semenjak dirintisnya tabloid ini oleh dr. Faisal Baraas pada bulan
April 1995 dengan dukungan dari beberapa
orang sejawat dan PERKI, roda penggeraknya
mulai digulirkan dan berputar, berputar, terus
berputar sampai saat ini tahun 2014. Dengan
dukungan dari para sponsor, kontributor dan
pembaca, tabloid ini mudah-mudahan rodanya
akan terus berputar menjelajah masa yang akan
datang. Kami atas nama redaksi mengucapkan
terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
Anda semua, hanya Allah SWT yang dapat membalas semua kebaikan itu.
Pembaca yang kami hormati, pada edisi
bulan April ini kami menyajikan sebagai headline adalah laporan dari APCHF-ASMIHA yang
baru saja berlalu dengan judul Suksesnya Kolabo-
rasi Antar-Negara di Pulau Dewata. Artikel
selanjutnya yang menarik tentang terapi dosis tinggi pada pasien gagal jantung dengan
CRT.
Di halaman dua kami suguhkan Galeri Foto
acara 7th APCHF-23rdASMIHA beserta daftar
Fellowship of Indonesian Heart Association
(FIHA) baru.
Selanjutnya tulisan bersambung dari dr.
Manoefris tentang Qalbu juga perlu untuk
disimak. Sambungan dari artikel Rhabdomyoma miokard adalah informasi yang berharga untuk menambah pengetahuan kita tentang
penyakit tersebut. Tidak pernah ketinggalan,
kardiologi kuantum dari Profesor Budhi yang
kali ini berjudul kucing schrodinger.
Edisi kali ini ditutup dengan artikel tentang pentingnya mencapai gol terapi LDL-C
dengan terapi statin pada pasien SKA yang
merupakan oleh-oleh dari kegiatan 23rd ASMIHA.
Selamat membaca*
The 7th Asian Pacific Congress of Heart Failure (APCHF) in conjunction with the 23rd Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart
Association (ASMIHA); Nusa Dua Convention Center, Bali; 17-19 April 2014.
SELAMAT KEPADA
PARA DOKTER SPESIALIS JANTUNG
DAN PEMBULUH DARAH YANG BARU
DIKONVOKASI PADA THE 23rd ASMIHA
FK UI
Dr. Wishnu Aditya Widodo, SpJP
Dr. Edrian, SpJP
Dr. I Made Putra Swi Antara, SpJP
Dr. Hendra Ginting, SpJP
Dr. Erwin Mulia, SpJP
Dr. Ignatius Yansen Ng, SpJP
Dr. Rendi Asmara, SpJP
Dr. Bimo Bintoro, SpJP
Dr. Haryadi, SpJP
Dr. Kabul Priyantoro, SpJP
Dr. Celly Anantaria, SpJP
Dr. Ika Komar, SpJP
Dr. Kornadi, SpJP
Dr. Arwin Saleh Mangkuanom, SpJP
Dr. Heru Sulastomo, SpJP
Dr. Pramono Sigit, SpJP
Dr. Arief Fadhila, SpJP
Dr. Dian Andina Munawar, SpJP, MARS
Dr. Andi Haryanto, SpJP
Dr. Katrina Ruth Lilima Hutasoit, SpJP
Dr. Elen, SpJP
Dr. Prasetyo Edy, SpBTKV
Dr. Arief Widya Taufiq, SpBTKV
FK UNPAD
Dr. Teddy Arnold Sihite, SpJP
Dr. Mohammad Iqbal, SpJP
Dr. Fanny Fauziah Abdullah, SpJP
Dr. Doni Friadi, SpJP
Dr. Asep Sopandiana Angga Saputra, SpJP
Dr. Ibnu Adams, SpJP
Dr. Ratna Nurmeliani, SpJP
Dr. Andrade Almeida De Cruz Monteiro, SpJP
Dr. Firizkita Dewi, SpJP
Dr. Irwan Meidi Loebis, SpJP
Prof. Dr. Suryapranata Haryanto, SpJP
FK UNAND
Dr. Isral, SpJP
Dr. Eka Fithra Elfi, SpJP
FK UNHAS
Dr. Almudai, SpPD, SpJP
FK UNDIP
Dr. Sefri Noventi Sofia, SpJP
Dr. Pipin Ardhianto, SpJP
Dr. Novi Anggriyani, SpJP
Dr. Victor Herlambang Soetantio, SpJP
Dr. Aruman Yudanto Ariwibowo Binarso, SpJP
FK UNAIR
Dr. Rosi Amrilla Fagi, SpJP
Dr. Dhani Tri Wahyu Nugroho, SpJP
Dr. Ariadi Nugroho, SpJP
Dr. Nurwahyudi, SpJP
Dr. Trinandika Ardhana, SpJP
Dr. Fauzal Aswad, SpJP
Dr. Suhardi, SpJP
Dr. Rerdin Julario, SpJP
Dr. Meity Ardiana, SpJP
Dr. Dewi Utari Djafar, SpJP
Dr. Siti Irma Mashitah, SpJP
Dr. Ardian Rizal, SpJP
Dr. Defri Sumantha, SpJP
Dr. Nelly Mulyaningsih, SpJP
Dr. Niko Azhari Hidayat, SpBTKV
Dr. Isabella Lalenoh, SpJP
Dr. Ratih Rachmanyanti Pasah, SpJP
Dr. Dian Fajarwati Warniningtyas, SpJP
Dr. Mochamad Faishal Riza, SpJP
FK USU
Dr. Tri Adi Mylano, SpJP
Dr. Tawanita Brahmana, SpJP
Dr. Abdul Halim Raynaldo, SpJP
Dr. Hilfan Ade Putra Lubis, SpJP
Dr. Andi Khairul, SpJP
Dr. Evi Supriadi, SpJP
FK UGM
Dr. Lidwina Tarigan, SpJP
Dr. Perhentian Aruslit Ginting, SpJP
3
204/Thn.XX/April 2014
Kardiologi Kuantum (27)
Kucing Schrödinger
“At the very heart of quantum theory—
which is used to describe how subatomic particles like electrons and protons behave—is the
idea of a wave function. A wave function describes all of the possible states that such particles can have, including properties like energy,
momentum, and position.”
~Erwin Schrödinger
Salam Kardio. Seperti kita ketahui selama ini,
fisika kuantum atau mekanika kuantum
adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari perilaku partikel-partikel dasar penyusun alam semesta pada skala yang lebih
kecil dari ukuran atom. Di ranah itu, partikel-partikel tersebut berperilaku tak lazim
karena hukum fisika klasik yang kita kenal
di dalam kehidupan sehari-hari tidak berlaku lagi. Google telah menghormatinya
dengan membuatkan Doodle bertemakan
kucing untuk mengenang hari ulang tahun
yang ke-126 (12 Agustus 2013) fisikawan
unggul Erwin Schrödinger (12 August 1887 4 January 1961) atas teori eksperimen paradoksnya yang telah diajukan pada tahun
1935. Kucing (paradoks) Schrödinger sebenarnya adalah hasil penelitian penulisnya
yang diolah di angan-angannya sendiri tentang kemungkinan yang terjadi di dalam
fisika kuantum ketika itu partikel kuantum
belum ditemukan. Ia ingin menunjukkan
dua kemungkinan yang tidak mungkin terjadi di dunia kenyataan dalam satu skenario, namun diyakini terjadi dalam waktu
yang bersamaan di dunia yang berbeda,
dunia kuantum.
Adalah seekor kucing rumahan yang
dimasukkan kedalam boks metal yang berisi bahan (sumber) radioaktif, alat pendeteksi radioaktif Geiger, palu bertali yang
terkait pada tuas Geiger tersebut, dan tepat
dibawahnya terdapat botol kimia yang isinya racun yang dapat membunuh kucing di
dalam boks tersebut. Boks metal tersebut
tidak mungkin dan tidak boleh dibuka, karena kucingnya akan mati. Ketika bahan radio aktif tersebut memancarkan radiasinya
ke semua arah, akan terdeteksi oleh alat
Geiger tersebut. Tuasnya akan jatuh ketika
pancaran radioaktifnya berkurang, menurun karena radioaktifnya menyampah (decay) dan palunya akan memecahkan botol
racun di bawahnya dan kucingnya akan
mati akibat racun tersebut. Tetapi segala
kemungkinan harus dipikirkan, termasuk
sebenarnya kucing tersebut masih hidup
hanya kita tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi di dalamnya, atau malah kucing tersebut sebenarnya sudah mati karena pancaran radioaktifnya.
Sebenarnya percobaan imajiner yang digagas oleh Erwin Schrödinger (penerima
Penghargaan Nobel Fisika 1933) tersebut
membahas segala kemungkinan yang bisa
terjadi di masa datang namun kita tidak
bisa mengintipnya, bila dibuka
kucingnya juga mati karena tuas
akan turun dan palu akan memecahkan botol racun tersebut.
Termasuk ketika kita kembali ke
masa “lalu” adalah adanya kemungkinan kucing tersebut berada di dalam suatu status superposisi yaitu keadaan kebersamaan
antara hidup dan mati, disinilah
muncul istilah paradoks; terletak
di antara status hidup dan mati
sekaligus. Pengertian ini diterima
oleh dunia kuantum yang berasaskan banyaknya dunia yang eksis
dalam waktu yang bersamaan.
Nah, dapat dikatakan bahwa kucing
tersebut terbelah dalam dua dunia kuantum
yang berbeda. Ketika pengamat pertama
menemukan kucingnya masih hidup, berarti ia berada di dunia kuantum yang
“kucingnya masih hidup”, sebaliknya pengamat kedua dapat saja berada di dunia
kuantum lainnya yang “kucingnya sudah
mati”. Menyampahnya zat radioaktif adalah
suatu proses random yang para akhli fisika
sendiri belum dapat memprediksi kapan
akan terjadi. Mereka menyatakan atom berada di dalam status yang dikenal sebagai
superposisi —sekaligus menyampah atau
tidak eksis pada saat yang sama. Selama
boks metal belum dibuka, pengamat tidak
akan mengetahui apakah kucing itu hidup
atau mati —yang menurut Schrödinger
sendiri “hidup dan mati ...mendapatkan
bagian yang sama” sampai terobservasi.
Erick Martell, profesor fisika dan astronomi dari Universitas Millikin menjelaskan, “Jika anda mencoba memprediksi dan
anda menganggap mengetahui status dari
kucing, anda [mungkin] menuju ke kesalahan. Sebaliknya jika anda menganggap
terjadinya semua status kemungkinan
yang ada, anda mungkin benar.” Begitu
boks tersebut dibuka menjadi jelas bahwa
kucing Schrödinger ternyata hidup atau
mati, tetapi tidak keduanya di dalam satu
kenyataan. Menurut Martell, Schrödinger
mengembangkan konsep paradoks untuk
menjelaskan salah satu titik penting di
dalam fisika kuantum yaitu tentang status
partikel gelombang.
Pada akhir 1800 dan awal 1900 telah ditemukan fenomena bahwa benda yang
amat kecil tidak mengikuti Hukum Newton. Hukum yang berlaku untuk menghitung gerak bola, orang atau mobil tidak
dapat menjelaskan bagaimana atom dan
elektron bekerja. Jantungnya teori kuantum
menjelaskan partikel subatomik seperti
elektron dan proton memiliki fungsi sebagai gelombang. Fungsi gelombang
menggambarkan kombinasi semua status
kemungkinan yang ada bahwa partikel
kuantum memiliki energi, momentum, dan
posisi.
Seluruh sistim fisika kuantum (1), dapat
dideskripsikan menggunakan fungsi
gelombang. Deskripsi sistimnya (2), bersifat probabilitas, karena fungsi gelombang
itu sendiri melambangkan probabilitas.
Niels Bohr berbeda pendapat dengan
Albert Einstein karena meyakini (3) ketidakmungkinan mengetahui posisi dan momentum partikel secara akurat di satu waktu.
Sementara itu asas ketidak pastian Heisenberg menyatakan (4) semakin banyak atom
yang dimiliki suatu benda, maka efek kuantumnya akan semakin berkurang. Perilaku
benda akan makin dekat dengan prinsip
fisika klasik (makrokosmos). Heisenberg
dianggap sebagai pemegang pilar kedua fisika kuantum setelah Schrödinger.
Keempat “pilar” pemikiran tersebut
dikenal sebagai tafsiran Kopenhagen (1927),
(Bersambung ke hal.4)
PERKI HOUSE Sekretariat: Jl. Danau Toba No.139 A-C, Bendungan HIlir, Jakarta Pusat, Telp: 021-57852940, Fax: 021-57852941, Email: [email protected], Website: http://www.acls-indonesia.com
KEJADIAN henti jantung dapat terjadi di
mana saja. Di Amerika Serikat, tercatat hampir 360.000 kejadian henti jantung terjadi di
luar rumah sakit, atau bisa dikatakan hampir 1000 kasus per hari. Sedangkan henti jantung yang terjadi di rumah sakit memiliki
insidens sekitar 209.000 kasus. Sayang data
di Indonesia hingga saat ini belum tersedia.
Namun demikian, diperkirakan kejadian
henti jantung mendadak di Indonesia juga
memiliki insidens yang cukup tinggi.
Walaupun Amerika Serikat memiliki
sistem dan sumber daya yang sudah maju,
hanya sebagian kecil individu yang mengalami henti jantung mendadak yang dapat
diselamatkan. Dari 360.000 kasus henti jantung di luar rumah sakit, sekitar 40% korban telah mendapatkan bantuan Resusitasi
Jantung Paru (RJP) oleh penolong yang menemukan korban. Korban yang berhasil diselamatkan kurang lebih berjumlah 9.5%,
suatu angka yang sebenarnya cukup besar
mengingat cepatnya perburukan yang terjadi pada kasus henti jantung menjadi
kematian yang ireversibel. Kasus henti jantung di rumah sakit memiliki angka keberhasilan pertolongan yang lebih tinggi, yaitu
23,9% pada dewasa dan 40,2% pada anakanak. Di Indonesia, dimana sistem pelayanan emergensi medis yang baik belum tersedia, hampir semua kasus henti jantung yang
terjadi di luar rumah sakit baru mendapat
penanganan setelah korban dibawa ke unit
gawat darurat rumah sakit. Hal ini menyebabkan pertolongan biasanya terlambat.
Kerusakan organ, terutama sistem saraf dan
kardiovaskular, telah terjadi permanen dan
berdasarkan pengamatan penulis memiliki
angka keberhasilan pertolongan yang
mendekati nol.
Kunci dari keberhasilan pertolongan
pada kasus henti jantung adalah penanganan yang cepat dan tepat, baik oleh penolong
yang menemukan korban maupun tenaga
kesehatan yang menolong selanjutnya.
Korban harus segera mendapat akses ke
sarana kesehatan, segera mendapat pertolongan RJP, segera mendapat defibrilasi
(bila VF/VT), segera mendapat bantuan
hidup lanjut, dan bila sirkulasi pasien dapat
dikembalikan pasien mendapatkan perawatan pasca resusitasi dan tata laksana definitif terhadap penyebab henti jantung. Kesemua ini disebut sebagai ‘chain of survival’.
Dapat dilihat bahwa rantai kehidupan ini
mungkin melibatkan banyak orang dalam
melakukan pertolongan pada korban henti
jantung, mulai dari orang awam yang menemukan korban, paramedis/perawat, dokter emergensi dan dokter spesialis yang
menangani kemudian. Semakin banyak
anggota masyarakat yang mampu melakukan pertolongan pertama pada kasus henti
jantung, semakin banyak korban henti jantung yang masih reversibel saat pertolongan datang/mencapai rumah sakit. Demikian juga semakin terlatih petugas kesehatan
dalam melakukan bantuan hidup lanjut,
semakin besar kemungkinan korban mencapai sirkulasi spontan.
PERKI selaku perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular di Indonesia merasa
berkewajiban untuk membantu mengatasi
kekurangan sumber daya, terutama sumber
daya manusia untuk menolong kasus-kasus
henti jantung di Indonesia. Sejak tahun 1998,
secara rutin PERKI mengadakan pelatihan
bantuan hidup dasar untuk orang awam (Basic Life Support/BLS), untuk perawat (Basic
Cardiovascular Life Support/BCLS) dan untuk
dokter/perawat UGD-ICU-ICCU (Advanced
Cardiovascular Life Support/ACLS PERKI).
Dan pada tahun 2008, PERKI membuat suatu
yayasan yang dinamakan Yayasan PERKI
(IHA Foundation) untuk mengelola pelatih-
an-pelatihan ini secara lebih profesional.
Yayasan PERKI bekerja sama erat dengan
PERKI-PERKI cabang di seluruh Indonesia
sehingga pelatihan-pelatihan ini dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh hingga Papua.
Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan PERKI bukanlah franchise
dari pelatihan American Heart Association
(AHA). Metode dan pengajaran disesuaikan
dengan kebutuhan nasional di bidang kegawatdaruratan kardiovaskular dan bukan
semata-mata keterampilan mengatasi kasus
henti jantung. Misalnya pada ACLS PERKI
diberikan juga materi mengenai interpretasi EKG gawat darurat, gagal jantung akut
dan sindroma koroner akut yang merupakan kasus sehari-hari di lapangan di mana
dokter umum seringkali menjadi ujung
tombak pelayanan.
Materi yang disampaikan pada pelatihan mengacu pada beberapa guidelines
resusitasi dan advanced life support internasional, terutama yang dikeluarkan oleh
American College of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) dan European Resuscitation Council (ERC). Namun demikian,
guidelines yang ada harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Tidak semua hal
yang tercantum dalam guidelines Amerika
atau Eropa dapat diaplikasikan di Indonesia yang memiliki sumber daya dan sistem
kesehatan yang berbeda. Contoh diantaranya adalah ketersediaan obat-obatan. Tidak
semua obat yang direkomendasikan guidelines ada di pasaran Indonesia, atau kalaupun ada beberapa diantaranya sangat sulit
diperoleh.
Contoh lain adalah ketiadaan sistem
pelayanan emergensi medis (Emergency
Medical Service/EMS) yang memadai. Guidelines Amerika disesuaikan dengan kondisi
setempat dimana penolong yang menemukan korban dapat menelepon hotline emergensi (911) sehingga penolong dapat memperoleh panduan serta pertolongan berupa
ambulans lengkap yang akan datang dalam
waktu cepat. Hingga saat ini, kondisi ideal
seperti ini masih belum dapat terlaksana di
Indonesia. Pada kasus-kasus henti jantung
yang terjadi di luar rumah sakit, seringkali
korban lah yang harus dibawa ke sarana
kesehatan/rumah sakit akibat tidak tersedianya pelayanan emergensi yang mobile.
Jadi, walaupun dikatakan bahwa korban
henti jantung itu non-transportable, kadangkala tetap harus diajarkan bagaimana melakukan transportasi korban henti jantung
yang terjadi di luar rumah sakit.
ACLS PERKI diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan RI melalui PPSDM Kemenkes RI, yang merupakan badan tertinggi
yang berwenang memberikan akreditasi
pelatihan bidang kesehatan di Indonesia
dan secara keilmuan diakreditasi oleh
Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Indonesia.*
4
204/Thn.XX/April 2014
Qalbu dalam Perspektif Cardio Neuro Science :
Spiritualitas berbasis Tauhid Mengaktifkan Otak Kanan
(Bagian ke-3)
Penelitian Armour dari Montreal Canada pada tahun 1991, sungguh mengejutkan
dengan ditemukannya sel-sel saraf (NEURON) didalam jantung.(7,8) Keberadaan ini
juga didukung oleh peneliti dari Lithuania,
Neringa Pauziene dkk tahun 2000, dengan
jelas terlihat keberadaan sel-sel saraf di
dalam jantung melalui mata mikroskop
elektron.(9) Lebih jauh Armour mengatakan
dengan ditemukannya tidak kurang dari
40.000 sel neuron tersebut dan adanya sel
saraf sensorik aferen yang memberikan informasi ke otak melalui aferen saraf simpatis menuju saraf sumsum tulang belakang,
dan yang melalui aferen saraf parasimpatis
nervus vagus menuju batang otak, yang semuanya diteruskan ke otak. Armour juga
mengatakan bahwa ini adalah suatu otak
tersendiri yang independen terhadap otak
(dalam kepala), dia bisa melakukan fungsi
merasakan dan rasa, bisa belajar learning,
mengingat (recall memory), berfikir, cognition,
dst.., dia menyebutnya LITTLE BRAIN IN
THE HEART. Sel-sel saraf (neuron) didalam
otot jantung ini memproduksi neuropeptide, suatu hormon namanya calmodulin
yang mampu menyimpan proses learning
dan memory, yang kemudian beredar melalui aliran darah dan informasinya ditangkap
oleh otak (cranial brain). Calmodulin ini banyak ditemui di hyppocampus, cortex pre
frontal.(10,11) Itulah mengapa ketika jantung
dari donor yang atheist akan memindahkan sifat atheist tersebut kepada resipien,
seperti contoh diatas, Graham yang akhirnya dia mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri dengan menembakkan pistol
kedalam mulutnya (committed suicide, atheist). Bukankah Allah mengatakan, Qalbu itu
(jantung) menyimpan qode keimanan (Al
Maidah (5): 52). Sains ilmu pengetahuan
adalah hanya tools untuk membuktikan kebenaran Ilahiah, jangan dibalik, bisa-bisa
pada gilirannya kita menjadi kufur. Janganlah terburu-buru menyalahkan Al Qur'an
ketika sains bertentangan dengan Al Qur'an,
itu karena ilmu kita belum sampai untuk
memahaminya, atau salah dalam menterjemahkan atau menafsirkan kata/ayat tersebut seperti QALBu yang sudah dibahas, sama
sekali tidak ada pertentangannya dengan
sains. Itulah mengapa para saintis barat
menemukan kebenaran Al Qur'an dan kemudian menyatakan keislamannya dengan
mengucap dua kalimah shahadat. Seyogianya ilmuwan intelektual muslim menjadikan Al Qur'an untuk membangun hipotesis,
dengan demikian direction dari penelitian
menjadi terarah konvergen tidak divergen
atau bizare ketika hanya mengandalkan
akal semata seperti penelitian-penelitian di
barat (al Maghribi). Seperti contohnya penelitian Neuro Science dalam bidang meditasi/kontemplasi yang akan dibahas berikut
ini. Karena pendekatannya empirik deduktif, ketika hasil-hasil yang didapat sulit bagi
mereka melihat benang merahnya dan
akhirnya salah dalam mengambil kesimpulannya.
Neuro Science adalah bidang ilmu yang
mempelajari ilmu tentang otak manusia,
dalam berbagai aktifitas kehidupan manusia, hubungan horisontal maupun vertikal
sebagai refleksi mahluk ciptaan Tuhan.
Andrew Newberg dari Pennsylvania, USA
pada tahun 2001, meneliti 8 monk Tibetan
Budhist dalam meditasi yang intens (Oneness to Universe) menunjukkan peningkatan
aktifitas otak dengan meningkatnya aliran
darah ke Cortex Pre Frontal Dorso Lateral
Kanan, yang direkam dengan SPECT Brain
HMPAO perfusion scan.(12) Kemudian Newberg meneliti kembali pada 3 Franciscan
Nuns pada tahun 2003, prayer yang ditujukan pada one GOD phrase yang ada dibible,
(bukan ROSARY prayer yang notabene
TRINITY base). Hasilnya konsisten terlihat
peningkatan aliran darah ke Cortex Pre
Frontal Dorsolateral Kanan juga.(13) Nina
Azari dari Dusseldorf Germany pada tahun
2001, meneliti 6 guru agama yang religius
dari Evangelical Fundamentalist Community, dan 6 mahasiswa sebagai kontrol dari
University of Dusseldorf. Grup religius berdoa dengan membaca Mazmur 23 ayat -1
(Psalm 23 verse-1), artinya Lord is my shep
(Kardiologi.................... hal.3)
sebagai “interface” antara ilmu Kardiologi
Klasik dengan Kardiologi kuantum yang
holistik-eklektik (mental-spiritual) berada
diantara jantung yang fisik-kasar-nya
terikat dengan ilmu anatomi-fisiologi
kedokteran (berhubungan dengan ruangwaktu makrokosmos yang nyata, mengikuti
Hukum Fisika Klasik) dengan ilmu jiwa,
mental, atau fisik-halus yang terikat oleh
fisika kuantum dengan teori gelombangnya: Mind, Ego-fisik halus, desire, passion, dan
perasaan. Alam Sejati (spiritual) yang imateri, omnipotensi (mahakuasa) tempat bermukimnya Tripurusa (TreFoil): Suksma
Kawekas (TheSource, sumber hidup, asal
mula dan tujuan hidup); ialah sadar kolektif-statis. Suksma Sejati (TheForce) sebagai
sadar kolektif-dinamis adalah utusan-Nya
TheSource dan yang menghidupi atau yang
menjadi Penuntun dan Gurunya Roh Suci
(TheSelf) sebagai sadar-(kolektif)-terbatas;
adalah “tuannya” sang-Aku-mentalnya
manusia. Yang terakhir ini belum ada ilmu
untuk menyelidikinya kecuali belief atau
religi, ketika di akhir evolusinya manusia
sinar kehidupan TheSelf ditarik kembali ke
sumbernya, hancurlah seluruh subsistimnya
(mental/jiwanya) yang masih terikat oleh
ruang-waktu (fana).
Begitu uniknya posisi “interface” dalam
Kardiologi Kuantum yang ternyata masih
sangat sulit dibedakan mana yang ilmu fisika klasik, fisika kuantum, filsafat terapan,
kebudayaan, humaniora dan spiritual. Dr.
semacam konsensus (interpretasi) pertama
yang berlaku di dunia fisika kuantum. Nah,
kelompok fisikawan unggul ini berpikiran
positif logis terhadap Kucing Schrödinger
yang dianggap penting adalah teramatinya
kucing tersebut mati—atau hidup setelah
kotak dibuka. Mengenai bagaimana sewaktu kucing masih di dalam boks metal
sebelum dibuka tidaklah penting, mereka
bersikap agnostik saja alias acuh-tak acuh,
mati saja atau hidup saja, bahkan matisekaligus-hidup dalam satu status (superposisi) tidak menjadi persoalan, begitu saja
kok repot, kira-kira begitulah.
Penulis menempatkan Fisika Kuantum
Transcendence to The Depth of The Heart and
Beyond, adalah benang merah yang menghubungkan
antara profesi penulis sebagai guru besar, dokter ahli
jantung dan pembuluh darah dengan buku yang
ditulisnya tentang Candra Jiwa Indonesia. Penulis
berusaha melakukan introspeksi ke dalam dirisendiri, menuju kalbu yang terdalam.
Dalam bahasa Indonesia pemahaman makna
kata ’jantung’ terasa unik. Ketika berubah orientasi
ke dalam dada, bersifat transendental, imanen dan
esoteris, maka kata jantung dipahami sebagai hati,
atau kalbu, misalnya hatiku berdebar, padahal
jantungnya yang berdetak. Atau sembah kalbu, yang
mengatur nafas seraya mengucap nama-Nya akan mengatur detak jantung secara teratur tenang.
Padahal sebagai bahasa Arab (qalb) dan bahasa Inggris (heart) walaupun esoteris dan maknanya
berubah, suku katanya tetap.
Kalau Serat Centini, warisan budaya Jawa bercerita tentang kisah perjalanan di darat,
termasuk kulinernya pada jaman dahulu. Maka Candra Jiwa Indonesia adalah warisan ilmiah
Jawa kepada dunia tentang jiwa manusia serta peta perjalanannya menuju candra ideal sebagai
batas akhir dari perkembangan kesadaran manusia.
Sekiranya bintang, nur, cahaya yang bersinar di dada Garuda- Pancasila-NKRI, dari sila KeTuhan-an YME, maka Candra Jiwa Indonesia pas untuk memberi sumbangan
makna ilmiah kepadanya. Karena konsep yang sudah teruji
secara ilmiah di Universitas terkemuka di Eropa tersebut,
memang kandungan asli dari bumi Indonesia, dari bangsa
Indonesia, dan dipertahankan oleh orang Indonesia pula.
Penulis berharap, buku ini membantu memperluas
pengetahuan kita tentang jati diri manusia dalam pandangan ilmiah di perguruan tinggi. Walaupun
sedikit-banyak menyentuh masalah keyakinan
dan kepercayaan justru memberikan dasar
pendidikan budi luhur, pembinaan mentalspiritual dan mempertajam empati secara luas
kepada siapa saja terutama para mahasiswa.
UNTUK TAHAP AWAL PENJUALAN
HANYA DI REDAKSI
TABLOID PROFESI KARDIOVASKULER
Manoefris Kasim
erd, Tuhan adalah gembalaku berulangulang, kemudian disuntikkan 15 Oxygen
untuk melihat rCBF dibawah kamera PET
(Positron Emission Tomography). Sedangkan
grup kontrol menyanyikan lagu anak-anak
yang gembira. Grup kontrol terlihat peningkatan aktifitas otak Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kiri. Dan grup religius terlihat
peningkatan aktifitas otak Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kanan. Kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian Azari ini adalah bahwa pengalaman religius ini merupakan fenomena Cognitive.(14) Herrington
tahun 2005 membuktikan bahwa kata-kata
yang indah menyenangkan akan mengaktifkan Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kiri
saja.(15) Sedangkan Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kanan bila didisrupsi dengan
stimulus magnet akan menjadi tidak berfungsi, dan keputusan yang diambil pada
saat itu akan distorsi melanggar nilai-nilai
moral, artinya Cortex Pre Frontal Dorso
Lateral Kanan tersebut tempat aktifitas
COGNITIVE barbasis moral.(16)
(BERSAMBUNG)
dr. Amiliana M. Soesanto SpJP, FIHA Ketua
Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular FKUI yang baik hatinya itu masih
mau menulis dalam semacam sambutan
atas permintaan seniornya. Penulis tersebut
telah mengulas makna jantung dari perspektif yang tidak lazim membuat “Kardiologi Kuantum” menjadi unik dan mungkin
bagi sebagian orang dianggap eksentrik.
Dengan halusnya masih ditambahkan katakata... Namun Bertrand Russell, penulis
buku A History of Western Philosophy [juga]
mengatakan ...Do not fear to be eccentric in
opinion, for every opinion now accepted was once
eccentric....
Dalam satu rapat yang dipimpinnya
untuk intern Divisi Preventif dan Rehabilitasi Kardiovaskular (Rabu, 16 April 2014)
diputuskan bahwa buku Kardiologi Kuantum yang berwarna “pinky” (secara bercanda ‘disebutkan’ oleh Dr. Basuni Radi) tersebut bukan seperti lazimnya buku ajar di
Fakultas Kedokteran FKUI, tetapi sangat
mungkin akan diterima di Fakultas Filsafat
atau humaniora lainnya, untuk itu sama
sekali tidak berhak mencantumkan nama
Divisi, apalagi nama Departemen. Dr. Andang H. Joesoef yang gigih itu (Ketua Divisi sejak sebelum pensiun) menginginkan
salah satu buku dari Oktalogi CJI agar dicap dengan nama Departemennya. Setelah
rapat itu ia hanya bisa tersenyum: “Pemikiran anda masih terlalu jauh ke depan, memang belum saatnya untuk bisa diterima!”
Penulisnya sendiri mengikuti pola metaforik-agnostik yang anti-stres...” Memang
bukunya sendiri [2019] juga belum menghendakinya, ia sementara ini masih menjalani hidupnya sebagai penghias nusantara!”... Sejarah telah membuktikan, siapa
saja yang tersenyum paling akhir, itulah
yang paling berbahagia.
Sebagai penulis tentu saja akan selalu
mengingatkan kata-kata Albert Einstein: “A
person who never made a mistake never tried
anything new.” Kepada siapa saja untuk
dengan gigih dan gagah menyampaikan
pemikiran apa saja yang dianggap baru
[kalau masih ada di dunia ini?] kepada
masyarakat dengan penuh semangat, tanpa
rasa takut sedikitpun untuk berbuat suatu
kesalahan yang semestinya dapat diperbaiki dan disempurnakan di kemudian hari
secara terus-menerus. Salam Kuantum.
Budhi S. Purwowiyoto
5
204/Thn.XX/April 2014
SEJARAH DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FK UNIVERSITAS INDONESIA, JAKARTA (5)
PADA tahun 1974 munculah sejarah kemanusiaan Dewi Sartika, gadis cilik
berusia 9 tahun anak seorang karyawan
PJKA Moch. Djukri yang memerlukan
pacu jantung. Para dokter jantung jantungpun berkiprah untuk menolong
gadis cilik tersebut. Untuk mengabadikan namanya pada tanggal 4 Oktober
1974 didirikan Yayasan Jantung Dewi
Sartika dengan para pendiri dr. Sukaman,
dr. Loethfi Oesman, dr. Lily I. Rilantono,
dr. Boerman dan dr. Dede Kusmana. Yayasan ini banyak membantu kegiatan
dan sarana pelayanan penyakit jantung
disamping membantu upaya peningkatan kemampuan para ahli jantung. Untuk melanjutkan pengabdiannya secara
nasional dan internasional pada tahun
1981 namanya dirubah menjadi Yayasan
Jantung Indonesia. Perkembangan Ilmu
Kedokteran bidang Kardiologi di FKUI/
RSCM, siapapun tidak ada yang bisa
menentang takdir dan keberadaannya.
Para senior (pejuang) secara defakto
telah mendidik, meneliti dan mengadakan pelayanan kepada masyarakat serta
telah menghasilkan kardiolog-kardiolog
baru. Penguatan dengan SK baik di tingkat Fakultas, Rumah Sakit maupun di
tingkat Menteri terus berjalan walaupun
banyak pro-kontranya. Namun Tuhan
berkehendak lain, setelah rapat Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia yang dihadiri oleh Rektor
Universitas Indonesia tanggal 13 Juli 1976,
pada tanggal 19 Juli 1976 Dekan FKUI
Prof.dr. H. Djamaloeddin mengeluarkan SK
no: 1353/II/A/FK/’76. tentang perubahan
status Pusat Kardiologi FKUI/RSCM menjadi Bagian Kardiologi FKUI/RSCM yang
dipimpin oleh seorang Kepala Bagian.
Perubahan Status Pusat Kardiologi FKUI/
RSCM menjadi Bagian Kardiologi FKUI/
RSCM dikuatkan dengan Surat Keputusan
Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono no:
064/SK/R/UI/’76 tanggal 10 Nopember
1976 Dengan Keputusan Rektor tersebut,
maka tanggal 10 Nopember 1976 ditetapkan sebagai hari kelahiran BAGIAN KARDIOLOGI. Selanjutnya pada tanggal 9 Pebruari 1977, Dekan FKUI dan Direktur RSCM
mengeluarkan SK no: 188/II/A/FK/1977
dan no: 588/SK/TU/1977, menunjuk dr.
Sukaman sebagai Pejabat Sementara Bagian Kardiologi FKUI/RSCM. Kemudian
menyusul SK bersama Dekan FKUI dan
Direktur RSCM tanggal 16 Juni 1977 no: 945/
II/A/FK/1977 dan no: 1878/SK/TU/1977
tentang pengangkatan dr. Sukaman sebagai
Kepala Bagian Kardiologi FKUI/RSCM.
Pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia no: 134/Men.Kes/SK/
IV/78 Tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum,
Unit Penyakit Jantung dan Sub Spesialisasinya menjadi Unit Pelaksana Fungsional
di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo
sebagai RS Kelas A yang ditandatangani
Menkes dr. Suwardjono Surjaningrat. Sebagai Kepala Bagian Kardiologi FKUI/
RSCM yang pertama dr. Sukaman S, membentuk susunan Koordinator, yaitu: Koordinator Pendidikan dr.Asikin Hanafiah,
Koordinator Penelitian dr. Tagor Gumanti
Muda Siregar, Koordinator Pelayanan dr.
Achmad Loethfi Oesman dan Kordinator
Administrasi Keuangan dr. Lily I. Rilantono.
Walaupun Bagian Kardiologi FKUI/
RSCM telah terbentuk, namun pihak-pihak
yang tidak ingin adanya Bagian Kardiologi
FKUI/RSCM berkembang, makin gencarnya untuk mempersempit ruang gerak
pengembangan Bagian Kardiologi FKUI/
RSCM.
Bahkan dr. Sukaman setelah mengadakan pertemuan dengan 18 orang Ahli Penyakit jantung di Bagian Kardiologi FKUI/
RSCM pada suratnya tanggal 8 Nopember
1978 no: 0476/BK/SK.D/78 memprotes
Direktur RSCM (saat itu Prof.Dr.Rukmono)
karena tidak mengikut sertakan Bagian Kardiologi FKUI/RSCM dalam mewujudkan
pelaksanaan SK Menteri no.134/Men.Kes/
SK/V/78. Disusul dengan Pengembalian
dr. Burman ke Depkes pada surat Direktur
no: 011/RHS/TU/1978 tanggal 28 Desember 1978 karena protes-protesnya yang bersangkutan dalam pengembangan Cardiac
Emergency.
Dalam rangka koordinasi pelayanan
kardiologi di lingkungan RSCM yang sesuai dengan SK 134 Tahun 1978 diatas, di-
Profil Rhabdomioma, Tumor Jantung Janin yang Jarang
(Bagian ke-2)
Keberadaan rhabdomioma jantung
(khususnya yang multipel) merupakan
tanda sugestif kuat adanya TS.16 Retardasi
mental, epilepsi, serta angiofibroma wajah
menjadi tanda-tanda triad klasik kelainan ini
dan rhabdomioma jantung multipel sering
mengawali manifestasi neurokutan tersebut. Walaupun begitu, hasil pemeriksaan
fisik pada bayi baru lahir seringkali tak menunjukkan hasil bermakna. Hanya kadangkadang saja tanda-tanda seperti makula
hipopigmentasi “mountain ash” dan tumor
astrositik retina muncul.
Ada beberapa tanda kelainan TS yang
muncul kemudian hari yaitu: nodul subkutan, fibroma subungual, nevi epidermal
yang linier, angiomiolipoma ginjal, serta
pigmentasi café-au-lait. Kejang juga bisa
muncul karena adanya tuber kortikal atau
subependimal di otak.
Modalitas diagnostik utama untuk
rhabdomioma jantung janin adalah ekokardiografi prenatal serta Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pada ekokardiografi
akan tampak gambaran bulat, berbatas tegas, hiperekoik, homogen. Kadang-kadang
ditemukan lesi multipel di ventrikel dan
dinding septum.7 Lesi multipel yang kecil
bisa tampak seperti miokardium yang
menebal.
Apabila hasil ekokardiografi ternyata
inkonklusif atau sedang direncanakan
manajemen bedah secara agresif, MRI dapat digunakan. Pada pencitraan T1-weight-
ed, intensitas sinyal pada lesi akan sama
dengan pada miokardium. Sedangkan pada
pencitraan T2-weighted, intensitas sinyal
akan meningkat. MRI juga digunakan
untuk mengevaluasi keberadaan TS di otak,
ginjal, serta hati. Kateterisasi jantung jarang
diperlukan untuk mendeteksi lesi tumor.
Kriteria standar diagnostik didapat dari
pemeriksaan biopsi endomiokardium dan
pemeriksaan histologis.
Gambaran makroskopis tumor adalah
bundar atau berlobul dan berbatas tegas.
Tumor ini mempunyai kisaran dimensi
1 mm—10 cm. Ia bisa tunggal atau multipel
dimana tumor yang besar berpotensi mengobstruksi aliran darah intrakardiak.
Kalsifikasi dan perdarahan jarang ditemui
tetapi, pada sekitar 50% dari kasus, tumor
meluas ke intrakavitas.
batas tegas, tidak berkapsul, bersitoplasma
jernih, dan berbeda dengan miokardium
yang mengelilinginya. Lokasi nukleusnukleusnya ada di tengah atau eksentrik.
Terdapat tanda patognomonis tumor ini
yaitu sel-sel laba-laba (spider cells). Sel ini
adalah suatu sel dengan septum-septum
eosinofilik yang membentang dari membran sel menuju ke nukleus yang terletak di
sentral. Sel ini merepresentasikan suatu sel
otot jantung yang berdegenerasi dan dapat
berkelompok membentuk grup-grup kecil
atau menjadi satu grup besar (membentuk
nodul yang lebih besar).
Septum-septum dari sel laba-laba punya
afinitas khusus terhadap ubiquitin. Jalur metabolisme ubiquitin akan menyebabkan
degradasi miofilamen dan vakuolisasi
glikogen intrasitoplasmik. Sel-sel laba-laba
ini lalu akan mengalami apoptosis, degenerasi miksoid, dan regresi. Sel tumor
tidak memiliki aktivitas mitotik dan
kurang mampu untuk menyebar sehingga tidak ada staging system untuknya.
Jarang terjadi fibrosis dan kalsifikasi. Di
bawah mikroskop elektron akan tampak
gambaran sitoplasma yang terisi dengan
glikogen yang terikat pada membran,
mitokondria kecil, sarkomer-sarkomer
yang terfragmentasi, dan tubulus-tubulus T yang tidak terbentuk dengan baik.
Taut-taut seluler yang menyerupai disRhabdomioma jantung yang tampak sebagai kus-diskus interkalatus mengelilingi
tepian sel.
nodul putih pada miokardium.
Sel-sel rhabdomioma berasal dari
otot dan ini ditunjukkan
oleh adanya ekspresi yang
kuat dari marker-marker
otot seran lintang seperti
aktin, mioglobin, vimentin,
dan desmin. Marker-marker lain seperti ubiquitin,
hamartin, dan tuberin juga
ditemukan. Namun, tidak
ada marker-marker proliferasi seperti MIB-1. Hal ini
berkaitan dengan sifat tumor ini yang cenderung jiRhabdomioma di endokardium berupa nodul nak dan tidak bermetastasis.
Secara mikroskopis, tumor
Kelainan genetik dapat berhubungan
Gambaran rhabdomioma jantung dari ekokardiografi:
berbentuk nodul-nodul bundengan kelainan ini. (BERSAMBUNG)
dar atau poligonal yang berAndy Kristyagita
terdapat lesi bundar, berbatas tegas, dan homogen.
keluarkan SK. Menkes nomor 41/Men.
Kes/SK/II Tahun 1978 untuk pembentukan Instalasi Perawatan jantung di
lingkungan RSCM. Selanjutnya untuk
mendukung SK 134 tersebut, dikeluarkannya Instruksi Dirjen Pelayanan Kesehatan no: 797/Yan.Kes/PPL/1982 tanggal 9 Juni 1982 tentang pembentukan Unit
penyakit Jantung dan Paru di Rumah
Sakit Umum kelas A dan kelas B. Dan
direspon oleh Dekan FKUI dalam suratnya ke Rektor UI dan CMS tanggal 9
Nopember 1982 no: 2569/XIV.B/FK/1982
yang memberitahukan bahwa secara kenyataan (de facto) di FKUI ada Unit kerja
Bagian Pulmonologi, bagian Kardiologi
dan mengajukan untuk dimasukan dalam
Jurusan Ilmu Kedokteran Medik (Laboratorium Pulmonologi dan Laboratorium Kardiologi) dan Ilmu Kedokteran Bedah (Laboratorium Ilmu bedah Syaraf).
Terlihat juga upaya Dekan FKUI Prof.
R. Gandasoebrata dan Direktur RSCM
Prof. Dr. Rukmono dalam Instruksi bersamanya no: 01/Tahun 1978, tanggal 13
Oktober 1978 yang mencoba untuk mengintegrasikan semua pelayanan kesehatan
kardiologi oleh Bagian Kardiologi FKUI/
RSCM dan Sub-Bagian Kardiologi Penyakit dalam.
Rupanya hikmah dari perseteruan/
ketidaknyamanan untuk mengembangkan Kardiologi di FKUI/RSCM.......
(BERSAMBUNG)
(Suksesnya.................... hal.3)
dua ruangan untuk ASMIHA. Di hari pertama terdapat 13 symposium mulai dari
pukul 09:00 – 17:05. Symposium pertama
dimulai dengan Plenary Session yang diketuai oleh Prof. Sim Kui Hian, MD sebagai
Presiden Asian Pacific Society of Cardiology
(APSC) dan Dr. Anwar Santoso sebagai
Ketua Panitia dari the 7th APCHF & 23rd ASMIHA dan President Elect dari Indonesian
Heart Association (IHA). Topik pembuka
pertama, “Heart Failure in the 21 Century:
Where Do We Stand?” dibawakan oleh Prof.
Alan Maisel dari USA, disusul dengan “Device Therapy for Heart Failure: From Cardiac
Resynchronization Therapy to Cardiac Contractiliy Modulator “ yang dibawakan oleh Prof.
Cheuk Man Yu dari Hong Kong selaku
perwakilan dari Asian Pacific Heart Rhytm
Society (APHRS). Topik lainnya yang
menarik banyak peserta dan menuai pujian
antara lain “New Era for the Management
of Acute Heart Failure” yang membahas
tentang AQUARETICS, golongan obat baru
yang merupakan diuretik yang aman bagi
pasien hiponatremia.
Prestasi 7th APCHF dan 23rd ASMIHA
tidak berhenti sampai di situ saja, acara lain
seperti 10 Best Abstracts Presentation, Young
Investigator Awards, free papers dan poster presentations juga berlangsung meriah dan diikuti sejumlah kalangan tidak hanya dari
Indonesia tetapi juga dari berbagai penjuru
dunia seperti Jepang, Korea, Rusia, Uzbekistan, Australia, Filipina, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Jumlah abstrak ilmiah
yang diterima setelah diseleksi cukup
fenomenal mencapai angka 208 dan semuanya diterbitkan online sebagai supplemen
di European Journal of Heart Failure (EJHF).
Keseluruhan abstrak dari 7th APCHF dan 23rd
ASMIHA dapat diakses online via website:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/
ejhf.2014.16.issue-s1/issuetoc.
Pujian datang dari berbagai pihak baik
dari para peserta, pembicara maupun sponsor, selain penyelenggaraan acara ini yang
berlangsung lancar, berkualitasnya bobot
konten ilmiah yang disajikan, kota maupun
venue simposium dengan pemandangan
pantai yang indah dan nyaman juga memiliki daya tarik tersendiri.
Salam sejawat! Sampai jumpa di
ASMIHA tahun depan!
Stephanie Salim
6
204/Thn.XX/April 2014
Pentingnya Mencapai Gol Terapi LDL-C dengan Terapi Statin pada Pasien SKA
(Laporan dari 23rd ASMIHA 19 April 2014, Bali)
SETIAP kenaikan 1% kadar kolesterol total akan
meningkatkan 2% risiko PJK sebaliknya ketika dilakukan intervensi faktor risiko molekul, setiap
1% penurunan kadar kolesterol total akan menurunkan risiko PJK sebesar 2%.
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa
penurunan LDL-C dengan terapi statin memperbaiki angka morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan dan tanpa penyakit
kardiovaskular (primary and secondary prevention).
Dalam kedua studi-studi pencegahan primer dan
sekunder penurunan lebih besar pada LDL-C
menghasilkan pengurangan besar dalam kejadian kardiovaskular. Pada sebuah lunch symposium
23rd ASMIHA yang lalu, Prof. DR. Dr. Teguh Santoso, Sp.PD-KKV, Sp.JP menyatakan bahwa “the
lower you have the LDL cholesterol level, the better you
will have the results in term of risk reduction in CHD
or CV events”.
Guideline terbaru dalam tatalaksana dislipidemia yaitu ACC/AHA 2013 fokus pada penggunaan terapi moderate atau high intensity statin
pada empat grup utama pasien yang berisiko terhadap ASCVD (Atherosclerotic Cardiovascular Diseases).
Ada beberapa perbedaan antara guideline
ACC/AHA 2013 dengan ESC/EAS 2011, yang
pertama yaitu ruang lingkup terapi. Seperti yang
diketahui bahwa guideline ACC/AHA 2013 hanya mencakup bukti-bukti dari RCTs (randomized
controlled trials), sedangkan guideline ESC/EAS
2011 mempertimbangkan semua bukti-bukti yang
tersedia tidak hanya trials serta semua parameter
lipid penting yang dapat memberikan pedoman
praktis untuk kondisi-kondisi pada kisaran yang
lebih luas termasuk pencegahan ASCVD dan dislipidemia. Kedua mengenai what to treat. Guideline ESC/EAS 2011 memberikan pengertian yang
jelas tentang peran kadar LDL-C pada penilaian
risiko kardiovaskular dan menentukan keberhasilan terapi dan kepatuhan pasien. Guideline ini juga
menyediakan lebih banyak informasi mengenai
peran fraksi lipid yang lain, hal tersebut tidak ditemukan pada guideline ACC/AHA 2013 yang
hanya fokus pada grup utama yang berisiko terhadap ASCVD dan tidak mempertimbangkan
data fraksi lipid yang muncul selain LDL-C. Ketiga mengenai siapa yang diterapi dan pencapaian
target terapi, pada guideline ESC/EAS 2011
mengklasifikasikan pasien menjadi pasien dengan
risiko sangat tinggi, risiko tinggi, dan risiko sedang. Dimana sebagai contoh pada pasien risiko
sangat tinggi adalah mereka yang mempunyai
CHD, CHD risk equivalent (DM tipe I dan II, CKD),
dan mereka yang mempunyai risiko kardiovaskular menurut SCORE 10% atau lebih. Target terapi
kadar LDL-C untuk pasien ini adalah kurang dari
70 mg/dL atau penurunan > 50%. Ini berbeda
dengan guideline ACC/AHA 2013 yang hanya
mengklasifikasikan pasien menjadi empat grup
utama yang mungkin mendapatkan manfaat dari
terapi statin, 1) Pasien yang secara klinis menderita ASCVD 2) Pasien dengan kadar LDL-C > 190
mg/dL 3) Penderita diabetes berumur 40-75
tahun, dengan kadar LDL-C 70-189 mg/dL 4)
Pasien dengan estimasi risiko ASCVD 10-tahun
mendatang >7.5% berumur 40-75 tahun, dengan
kadar LDL-C 70-189 mg/dL (Estimasi menggunakan Pooled Cohort Risk Assessment Equations).
Hal ini membuat grup pasien lain yang berisiko
ASCVD diluar empat grup tersebut tidak dijelaskan pada guideline ini. Target terapi yang digunakan berbeda, menggunakan istilah low-high intensity therapy untuk grup tertentu seperti yang sudah
dijelaskan dengan target menurunkan kadar LDLC sesuai persentase penurunannya. High intensity
therapy penurunan LDL-C > 50%, moderate intensity therapy penurunan LDL-C 30% to 50%, dan
low intensity therapy penurunan LDL-C < 30%.
Keempat, perbandingan sistem penilaian risiko yang digunakan oleh kedua guideline tersebut.
Dari hasil kalkulasi, terlihat bahwa sistem penilaian risiko yang digunakan oleh guideline ACC/
AHA 2013 menghasilkan 65% lebih banyak pasien
yang menjadi memenuhi syarat untuk diberikan
terapi statin.
Hasil terapi dislipidemia di negara-negara
Asia berdasarkan survei multisenter The CEntralized Pan-Asian survEy on tHE Undertreatment
of hypercholeSterolaemia (CEPHEUS PAN-Asian)
untuk terapi hiperkolesterolemia pada populasi
Asia yang diikuti oleh 8 negara termasuk Indonesia yang diwakili oleh Dr. M. Munawar, SpJP(K),
PhD adalah masih besar proporsi pasien hiperkolesterolemia di Asia yang tidak pada kadar LDLC yang direkomendasikan NCEP ATP III meskipun dalam terapi penurun lipid. Pencapaian terbaik adalah di Hongkong dengan 82,9% pasien
yang mencapai target, sedangkan negara-negara
lain termasuk Indonesia menunjukkan angka pencapaian target yang rendah berkisar 31,3-52,7%.
Baik guideline Amerika maupun Eropa merekomendasikan terapi dislipidemia untuk mengelola
risiko penyakit kardiovaskular yang utama adalah pasien dengan risiko sangat tinggi seperti pasien
yang memiliki sindrom koroner akut (SKA) yang
membutuhkan penurunan LDL-C lebih dari 50%.
Berbagai golongan statin memiliki kemampuan
pasien ACS yang masuk rumah
sakit < 48 jam setelah onset
gejala ACS dan pasien-pasien
ACS yang direncanakan akan
menjalani PCI (percutaneus coronary intervention) dalam waktu 4 hari, pasien dengan peningkatan kadar enzim miokard.
Tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok rosuvastatin 20mg vs atorvastatin
80 mg dalam hal penurunan
rasio apoB/apoA-1 pada bulan ke-3. Namun demikian
persentase perubahan penurunan rasio apoB /apoA-1 paKepatuhan pasien dalam meminum obat tampaknya menjadi kendala
da bulan ke-1 sebesar 44% pada
utama di Indonesia.
kelompok rosuvastatin 20 mg
dibandingkan dengan keadaan awal sementara
menurunkan kadar LDL-C yang berbeda-beda,
pada kelompok atorvastatin 80 mg hanya 42%
dengan mengetahui kemampuan menurunkan
dibandingkan keadaan awal. Dalam hal ini Rosukadar LDL-C dari berbagai golongan statin, maka
vastatin 20 mg memilki efek penuruan rasio
seorang dokter dapat
apoB/apoA-1 lebih baik secara bermakna dibanmemilih golongan stadingkan dengan atorvastatin 80 mg (p =0.02)
tin yang tepat untuk
pada bulan ke-1. Ini artinya rosuvastatin memenurunkan kadar
miliki early effect dalam menurunkan rasio Apo
LDL-C dari seorang
B/Apo A secara bermakna.
pasien dengan mengStudi statin pada pasien SKA yang lain yaitu
hubungkan persenstudi LUNAR, penelitian ini bersifat prospektif,
tase penurunan kadar
multisenter, acak, open label, 3-arm, parallel-group,
LDL-C yang ingin difase IIIb dan melibatkan 825 pasien yang diacak
capai dengan persenpada 169 centres (166 di US, 2 di Costa Rica, 1 di
tase penurunan kadar
Panama) dengan kriteria inklusi terapi Pasien usia
LDL-C yang dapat di18-75 tahun dengan coronary artery disease (CAD)
capai oleh golongan
dan dirawat karena SKA dalam 48 jam sejak
statin tertentu (makin
gejala iskemik, pasien SKA NSTEMI dan STEMI
besar dosis statin,
yang mendapatkan terapi reperfusi optimal (pemaka penurunan kangobatan dengan obat trombolitik dan primary PCI
dar LDL juga semadalam 12 jam sejak onset gejala), pasien SKA UA/
kin besar). Terapi staNSTEMI yang direncanakan penanganan secara
tin secara intensif dan
konservatif, pasien dengan kadar LDL-C >70 mg/
dini pada pasien SKA
dL dan kadar trigliserida puasa <500 mg/dL
telah terbukti dapat
dalam 72 jam sejak onset gejala. Obyektif primer
mengurangi kejadian
studi ini yaitu efikasi rosuvastatin 20 mg dan
kematian dan kardiorosuvastatin 40 mg dibandingkan dengan atorvaskular.
vastatin 80 mg dalam menurunkan kadar LDL-C
Beberapa studi
(pengukuran secara langsung) pada pengukuran
mengenai statin pada
minggu ke 6 dan 12. Hasil studi LUNAR menunpasien dengan SKA yaitu studi CENTAURUS,
jukkan bahwa rosuvastatin 20 mg sama efeksebuah studi yang bersifat internasional, acak
tifnya dengan atorvastatin 80 mg dalam menutersamar ganda, paralel, multisenter, phase IIIb
runkan LDL-C dan parameter lipid penting laindengan obyektif primer membandingkan efikasi
nya, seperti apoAI, LDL-C/
HDL-C, non HDL-C/HDLC, kolesterol total/HDL-C
dan apoB/apoAI yang konsisten dengan data sebelumnya pada pasien tanpa
SKA dan dengan penelitian
SATURN pada pasien dengan stable coronary disease.
Penelitian LUNAR juga menunjukkan bahwa rosuvastatin 40 mg lebih efektif
dalam menurunkan LDLC, meningkatkan HDL-C
dan memperbaiki parameter lipid darah lainnya
dibandingkan atorvastatin 80 mg pada pasien
rosuvastatin 20 mg dengan atorvastatin 80 mg
SKA.
dalam menurunkan rasio apoB/apoA-1 selama
Statin memberikan manfaat dan menguntung3 bulan pada pasien dengan SKA. Studi ini melikan pasien SKA dengan dislipidemia, dalam
batkan 101 centres di Belgia, Kanada, Estonia, Pemenurunkan LDL-C rosuvastatin 20 mg sama
rancis, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Portuefektifnya dengan atorvastatin 80 mg dan rosugal, Spanyol dan Tunisia. Sebanyak 753 pasien
vastatin 40 mg lebih efektif dibandingkan atordievaluasi dalam penelitian dengan kriteria inklusi
vastatin 80 mg. Rosuvastatin ditoleransi dengan
yang utama yaitu pasien pria dan wanita berusia
baik oleh pasien SKA dengan dislipidemia.*
> 18 dengan diagnosis ACS tanpa elevasi ST,
Download