II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Salah satu penelitian

advertisement
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Salah satu penelitian yang berkaitan dengan gelombang bunyi yaitu penelitian
yang dilakukan oleh (Lubis A. M. dan Lizalidiawati, 2005). Penelitian ini
menggunakan tabung kund sebagai penentuan panjang gelombang. Tahapan
metode resonansi tersebut adalah gelombang bunyi yang dihaslikan berasal dari
audio sinyal generator melalui loudspeaker kemudian dilewatkan dari tabung
kund. Selanjutnya dengan menggeser batang yang terdapat di dalam tabung kund,
maka akan terjadi resonansi. Kelebihan dari alat ini adalah mampu menampilkan
bentuk gelombang yang tidak dapat tampak oleh mata pada layar osiloskop,
namun kekurangan alat ini adalah standard deviasi yang diperoleh masih cukup
baik.
Penelitian di atas memperoleh data rata-rata kecepatan gelombang bunyi 340,337
m/s. Frekuensi yang digunakan pada penelitian tersebut berkisar antara 1-12 kHz.
Untuk hasil ini menunjukkan ketelitian yang tinggi dengan tingkat error 0,56%.
Dengan desain alat yang telah dibuat oleh peneliti, didapatkan hubungan panjang
gelombang bunyi linier terhadap periode gelombang, dengan menggunakan
Persamaan (2.1).
= 340,22T + 0.0004
(2.1)
7
Penelitian selanjutnya mengenai penentuan kecepatan gelombang bunyi adalah
yang dilakukan oleh Puspitasari dkk, (2012) dengan menggunakan metode delay
time pada alat Science Workshop 750 Interface. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai kecepatan gelombang mekanik kompressi P (vp) pada batuan
palimanan, yaitu antara 2045,93– 2207,53 m/s, batuan lempung 1812,62 –
1952,34 m/s, dan batuan konglomerat 419,11 – 429,06 m/s. Semakin keras dan
membulat pori-pori suatu batuan maka kecepatan gelombang mekanik yang
merambat pada batuan semakin besar dan semakin besar delay time yang
merambat pada batuan maka nilai kecepatan gelombang mekanik semakin kecil.
Kelebihan alat yang digunakan pada peneitian ini adalah mampu menyimpan dan
mengukur kecepatam gelombang bunyi pada layar komputer. Kekurangan alat ini
adalah sumber bunyi yang dihasilkan tidak seluruhnya merambat pada batuan,
namun ada yang terelepas keluar batuan (Puspitasari dkk, 2012).
Penelitian yang sama dilakukan oleh Ery Wahyuni dkk, 2007 yaitu mengenai
analisis mode gelombang suara dengan mode resonansi. Getaran suara dihasilkan
dari loudspeaker yang digunakan untuk men-drive ruangan, mode akan muncul
ketika terjadi resonansi antar partikel udara dalam ruangan dengan loudspeaker.
Loudspeaker digunakan sebagai sumber suara yang diletakkan pada sudut ruang.
Sedangkan microphone untuk mengukur tekanan suara pada setiap titik dalam
ruang. Dari hasil penelitian pada ruang kotak dengan ukuran 79 cm x 60 cm x 66
cm yang terbuat dari kaca setebal 5 mm diperoleh tiga jenis mode yakni mode
axial, mode tangensial, dan mode oblique. Mode axial yang diperoleh pada
penelitian ini dengan mode (1,0,0) frekuensi 226 Hz, mode (0,1,0) frekuensi300
Hz dan mode (0,0,1) frekuensi 274 Hz. Kelebihan penelitian ini adalah mampu
8
menghitung frekuensi dengan menggunakan mode-mode gelombang yang
dihasilkan pada ruang kotak dengan program matlab. Kekurangan dari penelitian
ini adalah ketidakmampuan menghitung resonansi jika menggunakan kaca yang
terlalu tebal dan ruang kotak terlalu besar.
Penelitian yang berkaitan dengan peristiwa resonansi lainnya adalah penelitan
yang dilakukan oleh Iqbal S. R. dan Majeed H. M. A. (2013). Penelitian ini
mengenai resonansi gelombang berdiri dengan diameter tabung yang berbeda,
dengan tipe pipa terbuka. Pengukuran dilakukan untuk menghitung besar nilai X,
yaitu jarak antar simpul pada gelombang. Pada penelitian ini data ditampilkan
pada alat PASCO 750 interface yang sebelumnya sumber bunyi dideteksi dengan
menggunakan sensor suara. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah X
sebesar 0,486 sehingga hasil tesebut tidak cocok dengan penelitian yang
sebelumnya yaitu sebesar 0,33. Dalam penelitian ini, kelebihan yang dapat dilihat
adalah variasi diameter tabung yang digunakan lebih kecil dari penelitian
sebelumnya, kekurangannya adalah nilai X yang diperoleh masih lebih besar dari
penelitian yang sebelumnya yaitu X sebesar 0,486.
B. Karakteristik Sistem Pengukuran
1.
Kalibrasi
Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai
yang ditunjukkan oleh instrument alat ukur dengan nilai-nilai yang sudah
diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Metode
dalam pengkalibrasian alat ukur antara lain simulasi dan perbandingan. Metode
kalibrasi perbandingan banyak digunakan dalam proses kalibrasi yaitu dengan
9
membandingkan standar alat ukur (kalibrator) terhadap beban ukur yang dipakai,
kemudian dilakukan perhitungan deviasi berdasarkan standar yang berlaku
(Wurdiyanto dan Pujadi, 2010). Dengan kalibrasi kondisi alat ukur dan bahan
ukur dapat dijaga tetap sesuai dengan spesifikasinya. Semua jenis alat ukur perlu
dikalibrasi, baik alat ukur besaran pokok (panjang, massa, waktu, arus listrik,
suhu, jumlah zat, intensitas cahaya), luas, isi, kecepatan, tekanan, gaya, frekuensi,
energi, gaya dan sebagainya.
2.
Ketelitian (Accuracy)
Ketelitian atau accuracy didefenisikan sebagai ukuran seberapa jauh hasil
pengukuran mendekati harga sebenarnya. Ukuran ketelitian sering dinyatakan
dengan dua cara, atas dasar perbedaan atau kesalahan (error) terhadap harga yang
sebenarnya (Fraden, 1996). Ketelitian dari sebuah sistem yang lengkap
bergantung pada ketelitian individual dari elemen peraba (sensing element) primer
dan elemen sekunder. Bila Acc adalah ketelitian seluruh sistem, maka
(2.2)
keterangan:
= nilai terukur pada alat ukur dan
= nilai acuan (referensi).
3.
Kecermatan atau Keterulangan (Precision/Repeatibility)
Adalah seberapa jauh alat ukur dapat mengulangi hasilnya untuk memperoleh
harga yang sama. Dengan kata lain, alat ukur belum tentu akan dapat memberikan
hasil yang sama jika diulang, meskipun harga besaran yang diukur tidak berubah.
Hal di atas berarti bahwa jika suatu mikrometer menghasilkan angka 0,0002 mm,
10
dan hasil yang sama akan diperoleh kembali meskipun pengukuran diulang-ulang,
dikatakan bahwa mikrometer tersebut sangat cermat (Fraden, 1996).
(2.3)
keterangan:
er = error (ketidakpastian hasi pengukuran);
= selisih nilai pengukuran;
S = nilai acuan.
Gambar 2.1 Hubungan akurasi dengan presisi (Samadikun dkk, 1989)
4.
Resolusi
Resolusi adalah nilai perubahan terkecil yang dapat dirasakan oleh alat ukur.
Sebuah alat ukur dikatakan mempunyai resolusi tinggi/baik jika alat tersebut
mampu mengukur perubahan nilai besaran fisis untuk skala perubahan yang
semakin kecil. Sebagai contoh voltmeter dengan skala 1 mV tentu mempunyai
resolusi yang lebih baik dibandingkan dengan voltmeter skala 1 volt (Fraden,
1996).
(2.4)
keterangan:
FS = skala penuh (Full Scale);
G = Gain (penguat);
n = bit ADC.
11
Gambar 2.2 Kurva resolusi (Samadikun dkk, 1989)
5.
Sensitivitas (Sensitifity)
Sensitivitas adalah perbandingan antara perubahan pada output terhadap
perubahan pada input. Pada alat ukur yang linier, sensitivitas adalah tetap.
Linieritas didefinisikan sebagai kemampuan untuk mereproduksi karakteristik
input secara simetris. Dapat dirumuskan sebagai
y = mx + c
(2.5)
Dengan y output, x input, m kemiringan dan c titik potong. Dalam beberapa hal
harga sensitivitas yang besar menyatakan pula keunggulan dari alat ukur yang
bersangkutan. Alat ukur yang terlalu sensitif adalah sangat mahal, sementara
belum tentu bermanfaat untuk tujuan yang kita inginkan (Fraden, 1996).
6.
Histeresis
Perbedaan maksimum pada output pembacaan selama kalibrasi alat ukur adalah
histerisis. Gambar 2.3 menunjukkan lengkung histerisis tersebut. Histeresis
maksimum adalah range harga input terbesar yang kemungkinan memberikan
output sama. Kesalahan dapat terjadi pada detektor pertama, indikator analog dan
alat perekam. Kesalahan direduksi dengan perencanaan alat yang lebih sesuai,
12
pemilihan komponen mekanik, sifat fleksibel besar, dan memakai bahan yang
menggunakan pengerjaan panas (heat treatment) yang tepat. Harga histerisis
biasanya dinyatakan sebagai presentase output skala penuh yang diukur pada
daerah 50% dari skala penuh tersebut. Lihatlah pada Gambar 2.3 histerisis yang
diperoleh apabila jangkauan (range) lebih kecil dari pada skala histerisis total
(dalam skala penuh) (Samadikun dkk, 1989).
Gambar 2.3 Histeresis (Samadikun dkk, 1989)
C. Gelombang Bunyi
Bunyi adalah gelombang yang dihasilkan oleh getaran mekanis dan merupakan
hasil perambatan energi. Bunyi juga merupakan gelombang longitudinal yang
merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini berupa zat cair, padat,
gas. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari
20 Hz sampai 20 kHz. Gelombang dengan frekuensi diatas 20 kHz disebut dengan
gelombang ultrasonik dan gelombang dengan frekuensi dibawah 20 Hz disebut
dengan gelombang infrasonik (Sutrisno,1984).
Bunyi adalah energi gelombang yang berasal dari sumber bunyi, yaitu benda yang
bergetar. Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal sehingga mempunyai
13
sifat-sifat dapat dipantulkan (reflection), dapat dibiaskan (refraction), dapat
dilenturkan (difraction), dan dapat dibiaskan (interferention). Bunyi memiliki
hubungan antara kecepatan perambatan (v) dalam m/det, dan frekuensi (f) dalam
Hertz, serta panjang gelombang (λ) dalam m. Secara matematis hubungan tersebut
dinyatakan pada Persamaan (2.6).
v=f.λ
(2.6)
Kecepatan perambatan gelombang bunyi berupa konstanta v = 340 m/det
(Sutrisno, 1984).
D. Resonansi
Resonansi merupakan peristiwa ikut bergetarnya sebuah benda karena bergetarnya
benda lain yang memiliki frekuensi alamiah sama. Contoh lain yang lebih
dramatis adalah kaca-kaca rumah akan bergetar bahkan mungkin saja pecah ketika
pesawat udara melintas cukup rendah di atas rumah, hal ini karena frekuensi
alamiah kaca bersesuaian dengan frekuensi gelombang suara pesawat yang
melintas.
Pengamatan fenomena resonansi ini dapat dilakukan dengan menggunakan tabung
resonator yang panjang kolom udaranya dapat kita atur dengan manaikkan atau
menurunkan permukaan air dalam tabung tersebut (Lubis dan Lizalidiawati,
2005). Apabila sebuah sumber gelombang bunyi dengan frekuensi tertentu
dijalarkan dari atas tabung (misalnya sebuah garputala) maka resonansi terjadi
pada saat panjang kolom udara
pada Gambar 2.4.
,
,
dan seterusnya, seperti ditunjukkan
14
D
L
1 /4
3 /4
5 /4
Gambar 2.4 Resonansi pada kolom udara tabung resonator (Giancoli, 2001)
Pipa organa tertutup yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 merupakan sebuah
contoh dari bunyi yang berasal dari sebuah kolom udara yang bergetar. Jika salah
satu ujung sebuah tabung atau pipa terbuka maka gelombang longitudinal dapat
dihasilkan tabung tersebut. Secara umum hubungan panjang kolom resonansi (L)
dengan panjang gelombang ( ) seperti dituliskan pada Persamaan (2.7).
(2.7)
dengan n = 0,1,2,3,..
Dengan nilai n merupakan nilai resonansi bunyi ke-n, Persamaan (2.7) di atas
dapat berlaku untuk ukuran diameter tabung bagian dalam (D) yang lebih kecil
dari panjang gelombang sumber bunyi (Giancoli, 2001). Untuk diameter tabung
yang lebih kecil maka Persamaan (2.7) di atas harus dikoreksi dengan suatu nilai,
yang disebut e sehingga:
15
(2.8)
Nilai e ini sekitar 0,6D. Secara eksperimen, nilai koreksi “e” ini ditentukan dari
grafik (hasil least square) antara L dengan n pada Persamaan (2.9)
(2.9)
L
Lo
n
Gambar 2.5 Grafik L terhadap n. (Giancoli, 2001)
Dari metode Least Square, didapatkan bahwa kemiringan kurva adalah /2, dan
titik potong dengan sumbu vertikal adalah /4 – e (Giancoli, 2001).
E. Sensor Ultrasonik
Sensor merupakan peralatan yang digunakan untuk mengubah besaran fisis
(panas, magnetis, mekanik, dan lain-lain) menjadi besaran elektrik. Gelombang
ultrasonik adalah gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi lebih dari
20kHz (Lindawati, 2012). Besarnya daya (P) radiasi dan gelombang ultrasonik
menyatakan laju besarnya energi gelombang yang melewati bidang. Intensitas
didefinisikan sebagai besarnya daya (P) persatuan luas penampang (A) dinyatakan
16
dalam satuan watt/m². Perbandingan intensitas gelombang bunyi (I) dengan
intensitas acuan (Io) untuk gelombang ultrasonik menyatakan taraf intensitas
gelombang (TI) dengan satuan decibel (dB) seperti ditunjukkan pada Persamaan
(2.10).
(2.10)
dimana; TI = Tarap Intensitas (dB)
Io = intensitas acuan = 1012 W m-2
I = Intensitas bunyi (W m-2)
Sensor ultrasonik merupakan sensor yang bekerja berdasarkan prinsip pemantulan
gelombang suara, dimana sensor ultrasonik terdiri dari rangkaian pemancar
ultrasonik (transmitter) dan rangkaian penerima ultrasonik (receiver). (Hani,
2010). Pemancar ultrasonik merupakan rangkaian yang memancarkan sinyal
sinusoidal yang berfrekuensi lebih dari 20 kHz, sedangkan penerima ultrasonik
merupakan rangkaian tranduser yang menerima sinyal dari pemancar ultrasonik
dan melalui proses filterisasi (Lindawati, 2012).
Pemancar
Ultrasonik
Sinyal Ultrasonik
penghalang
Penerima
Ultrasonik
Gambar 2.6 Prinsip Pematulan Gelombang Ultrasonik (Hani, 2010)
17
Prinsip kerja dari sensor ultrasonik adalah sinyal yang dipancarkan oleh pemancar
ultrasonik. Memiliki frekuensi diatas 20 kHz, biasanya frekuensi yang digunakan
untuk mengukur jarak benda adalah 40 kHz. Sinyal yang dipancarkan tersebut
kemudian akan merambat sebagai sinyal/gelombang bunyi dengan kecepatan
bunyi yang berkisar 340 m/s. Sinyal tersebut kemudian akan dipantulkan dan
diterima kembali oleh penerima ultrasonik. Setelah sinyal tersebut diterima oleh
penerima ultrasonik, maka sinyal tersebut akan diproses untuk menghitung
jaraknya. Jarak dihitung berdasarkan Persamaan (2.11).
(2.11)
Dimana S adalah jarak antara sensor ultrasonik dengan bidang pantul, dan t adalah
selisih waktu antara pemancaran gelombang ultrasonik sampai diterima kembali
oleh bagian penerima ultrasonik.
Sensor ultrasonik dapat disebut sebagai sensor jarak. Salah satu sensor jarak
adalah Parallax PING))) ultrasonic range finder yang merupakan sebuah sensor
pengukur jarak tanpa kontak langsung. Kemampuan pengukuran jarak dari sensor
ultrasonik pada medium udara adalah 2 cm (0.8 inches) sampai 3 m (3.3 yards)
dengan cepat rambat 343 m/s selama 200
(Muchlis, 2010). Sensor PING)))
memancarkan gelombang ultrasonik berdasarkan kontrol dari mikrokontroler.
Sensor PING))) bekerja berdasarkan prinsip pantulan gelombang suara, dimana
sensor akan memancarkan gelombang suara yang kemudian menangkap
pantulannya kembali dengan perbedaan waktu sebagai dasar penginderaannya.
Perbedaan waktu antara gelombang suara yang dipancarkan dengan ditangkapnya
kembali gelombang suara tersebut adalah berbanding lurus dengan jarak atau
18
tinggi objek yang memantulkannya. Keluaran dari sensor PING))) adalah variable
lebar pulsa yang sesuai dengan jarak ke target (Nasron, 2011). Jenis objek yang
dapat dideteksi adalah objek padat, cair, butiran maupun tekstil (Fraden, 1996).
Suatu rangkaian pemancar dan penerima gelombang ultrasonik tidak dibahas
secara detail, karena rangkaian tersebut sudah merupakan suatu kesatuan dari
sensor PING))). Sensor ini memiliki 3 pin, yang masing-masing dihubungkan ke
Ground, Vcc (5V) dan pin I/O (SIG) dihubungkan ke mikrokontroler.
Gambar 2.7 Konfigurasi Sensor PING))) (Yunidar, 2009)
F. Sensor Mikrofon
Sensor mikrofon merupakan salah satu sensor yang sangat sensitif terhadap suara
terutama frekuensi suara tertentu yang dapat ditangkap. Mikrofon dapat disebut
mic (mike) dan merupakan salah satu transduser atau sensor elektrik yang
mengkonversi suara menjadi sinyal listrik. Mikrofon digunakan dalam berbagai
aplikasi seperti telepon, perekam tape, dan rekaman audio engineering
(Somawirata dan Subagio, 2010). Dilihat dari sudut peninjauannya jenis mikrofon
dapat dibedakan menjadi tiga.
1.
Mikrofon arang
Mikrofon bekerja berdasar perubahan resistansi R.
2.
Mikrofon elektrodinamis
Mikrofon yang bekerja berdasar perubahan induktansi L.
19
3.
Mikrofon kondensator
Mikrofon yang bekerja berdasar perubahan kapasitor C.
Berikut ini adalah beberapa contoh gambar skema dari jenis-jenis tranduser
mikrofon di atas.
(a) Mikrofon arang
(b) Mikrofon elektrodinamik
(c) Mikrofon kondensor
Gambar 2.8 a, b dan c merupakan jenis-jenis tranduser mikrofon (Somawirata
dan Subagio, 2010)
Sistem dari rangkaian elektronik ini merupakan sistem yang menggunakan suatu
mikrofon sebagai sistem sensor yang akan aktif bila mendapatkan sinyal
dentuman. Resistansi mikrofon terdiri dari dua komponen yaitu ro dimana
resistansi mikrofon tanpa adanya sinyal tekanan udara dan r yaitu perubahan
resistansi disekitar ro yang disebabkan oleh tekanan suara. Semakin keras suara
yang diterima oleh mic condensor maka resistansi yang dihasilkan semakin kecil.
Apabila gelombang suara berbentuk sinusoida, maka Vout juga berbentuk
sinusoida (Malvino,1989). Dengan sensor mikrofon ini, maka diperlukan penguat
yang besar yaitu Op-Amp. Bentuk dari Mic Condensor (tranduser mikrofon)
adalah seperti pada Gambar 2.9.
20
Gambar 2.9 Mic condenser (Tranduser Mikrofon) (Somawirata dan Subagio,
2010)
Mic condenser (Tranduser mikrofon) mempunyai sensitifitas kepekaan suara –35
± 4dB (0 db = 1V/pa, 1kHz). Dalam pengoperasiannya tegangan maksimal yang
diberikan untuk mic condenser adalah 10 V, sedangkan dalam penggunaan
standart membutuhkan tegangan 2 V dengan impedansi sekitar 2,2 k , arus
maksimal 0.5 mA, sensitivity reduction sekitar –3 dB pada tegangan 1.5 V.
spesifikasi dari mic condenser dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Karakteristik Sensor Mikrofon
No
Karakter
Nilai
1. Sensitivitas
-35 4 dB (0 dB = 1 V/Pa, 1 kHz
2. Impedansi
Kurang dari 2.2 k
3. Directivity
Omnidirectional
4. Frekuensi
20-20.000 Hz
5. Maksimal Voltage
10 V
6. Standard Voltage
2V
7. Standard Arus
Mak. 2 mA
8. Sensitivitas reduksi
Di bawah -3 dB pada 1,5 V
9. S/N rasio
Lebih dari 62 dB
G. Mikrokontroler ATMega8535
Mikrokontroller AVR merupakan keluarga mikrokontroler keluaran Atmel yang
dibuat berdasarkan architecture RISC (Reduced Instruction Set Computing).
Untuk meningkatkan kecepatan, AVR telah berhasil menggabungkan fast
21
access register file dan single cycle instruction dengan 32 register x 8 bit. 32
register AVR dapat mengeksekusi beberapa instruksi sekali jalan (single cycle),
hal ini yang membuat AVR relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan
mikrokontroler 8 bit lainnya. Enam dari 32 register dapat digunakan sebagai
indirect address register pointer 16 bit untuk pengalamatan data space, yang
memungkinkan penghitungan alamat yang efisien. AVR mempunyai kecepatan
dari 0-16 MHz. AVR sangat efisien dalam addressing code karena AVR dapat
mengakses program memori dan data memori. AVR secara umum terbagi
menjadi dua yaitu high-voltage dan low-voltage. Varian ATMega tersebut dapat
dilihat pada akhiran nomor seri setiap AVR seperti tipe ATMega 8535 dan
ATMega 8535L. Setiap tipe yang berakhiran L merupakan versi low-voltage dari
AVR yang artinya AVR tersebut dapat bekerja pada tegangan 2,7 V
(Riantiningsih, 2009).
1.
Arsitektur Mikrokontroler ATmega8535
Mikrokontroler ATMega 8535 merupakan keluarga dari mikrokontroler AVR
sehingga fitur-fitur dasar mikrokontroler AVR dimiliki oleh ATMega 8535. Dari
segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mikrokontroler AVR dan ATMega
8535 bisa dikatakan hampir sama. Penjelasan dari masing-masing pin dari
ATMega 8535 adalah sebagai berikut (Iswanto, 2008).
a) Pin 1 sampai 8 (Port B) merupakan port parallel 8 bit dua arah (bitdirectional) dengan resistor pull-up internal. Port B dapat difungsikan
untuk berbagai keperluan general purpose dan special feature yaitu:
1. PB7 : SCK (SPI Bus Serial Clock)
2. PB6 : MISO (SPI Bus Master Input /Slave Ouput)
22
3. PB5 : MOSI (SPI Bus Master Output /Slave Input)
4. PB4 : SS (SPI Slave Select Input)
5. PB3 : AIN1 (Analog Comparator Negatif Input)
OC0 (Output Compare Timer/Counter 0)
6. PB2 : AIN0 (Analog Comparator Positif Input)
INT2 (External Interupt 2 input)
7. PB1 : T1 (Timer/Counter 1 External Counter Input)
8. PB0 : T0 (Timer/Counter 0 External Counter Input)
CK (USART External Clock Input/Output)
b) Pin 9 (reset) jika terdapat minimum pulse pada saat active low.
c)
Pin 10 (VCC) dihubungkan ke Vcc (2,7 – 5,5 Volt).
d) Pin 11 dan 31 (GND) dihubungkan ke Vss atau Ground.
e)
Pin 12 (XTAL 2) adalah pin masukan ke rangkaian osilator internal.
Sebuah osilator kristal atau sumber osilator luar yang dapat digunakan.
f)
Pin 13 (XTAL 1) adalah pin keluaran ke rangkaian osilator internal. Pin
ini dipakai bila menggunakan osilator kristal.
g) Pin 14 sampai 21 (Port D) adalah 8 bit dua arah (bi-directional I/O) port
dengan resistor pull-up internal. Selain sebagai I/O 8 bit juga dapat
digunakan untuk general purposee dan special feature seperti:
1.
PD7 : OC2 (Output Compare Timer /Counter 2)
2.
PD6 : ICP1 (Timer /Counter 1 Input Capture )
3.
PD5 : OC1A (Ouput Compare A Timer /Counter 1)
4.
PD4 : OC1B (Output Compare B Timer /Counter1 )
5.
PD3 : INT1 (External Interrupt 1 Input )
23
6.
PD2 : INT2 (External Interupt 0 input )
7.
PD1 : TXD (USART transmit )
8.
PD0 : RXD (USART receive )
h) Pin 22 sampai 29 (Port C) adalah 8 bit dua arah (bi-directional I/O) port
dengan resistor pull-up internal. Selain sebagai I/O 8 bit juga dapat
digunakan untuk general purpose dan special feature seperti:
i)
1.
PC7 : TOSC2 (Timer Oscillator 2)
2.
PC6 : TOSC1 (Timer Oscillator 1)
3.
PC1 : SDA (Serial Data Input /Output,I2C)
4.
PC0 : SCL (Serial Clock, I2C)
Pin 30 adalah Avcc pin penyuplai daya untuk port A dan A/D converter dan
dihubungkan ke Vcc. Jika ADC digunakan maka pin ini dihubungkan ke Vcc
dengan low pas filter.
j)
Pin 32 adalah AREF pin yang berfungsi sebagai referensi untuk pin analog
jika A/D Converter digunakan.
k) Pin 33 sampai 40 (Port A) adalah 8-bit dua arah (bi-directional I/O) port
dengan resistor pull-up internal. Selain sebagai I/O 8 bit, port A juga
dapat berfungsi sebagai masukan 8 channel ADC (Winoto, 2010).
24
Gambar 2.10 Konfigurasi Pin Mikrokontroller AVR ATMega 8535 (Iswanto,
2008)
Keistimewaan dari AVR ATMega 8535:
1. 8 bit CPU sebagai pusat pengendalian aplikasi.
2. Mempunyai 130 instruksi.
3. 32 register umum yang terhubung dengan ALU (Arithmetic Logic Unit).
4. Kemampuan memproses instruksi sampai 16 MIPS (Million Instruction Per
Second) pada 18 MHz.
5. Memiliki 8 Kbyte untuk Flash dalam untuk menyimpan program dan dapat
ditulis ulang hingga 10.000 kali.
6. Memiliki 512 Bytes EEPROM dengan endurance: 100000 Write/Erase
Cycles.
7. Memiliki 512 Bytes Internal SRAM (Static Random Access Memory)
digunakan untuk menyimpan data sementara dari program flash.
25
8. ADC (Analog To Digital Converter) internal dengan fidelitas 10 bit
sebanyak 8 channel.
9. 32 jalur I/O (Input/Output) yang terpisah dalam empat port yaitu port A, port
B, port C, dan Port D.
10. 16 bit timer/counter dan 8 bit timer/counter.
11. Full Duplex Universal Synchronous Asynchronous Receiver Transmitter
(USART).
12. RTC (Real Time Clock) dengan osilator terpisah.
13. SPI (Serial Peripheral Interface) untuk komunikasi serial yang memiliki
kecepatan yang relatif tinggi pada jarak dekat.
14. Enam pilihan mode sleep dengan menghemat penggunaan daya listrik.
15. Watchdog timer yang dapat diprogram dengan osilator internal.
16. Dapat beroperasi pada tegangan 2,7 – 5,5 V (Riantiningsih, 2009).
26
Gambar 2.11 Arsitektur ATmega 8535 (Riantiningsih, 2009).
H. Motor DC
Motor DC atau motor arus searah merupakan perangkat elektromagnetis yang
mengubah energi listrik menjadi energi mekanik (Gunawan dkk, 2002). Motor DC
memerlukan catu daya searah pada kumparan medan untuk diubah menjadi energi
mekanik. Kumparan medan pada motor DC disebut stator (bagian yang tidak
berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor (bagian yang berputar)
(Rahayuningtyas, 2009). Jika terjadi putaran pada kumparan jangkar pada medan
magnet, maka akan timbul tegangan (GGL) yang berubah-ubah arah pada setiap
setengah putaran, sehingga merupakan tegangan bolak-balik. Prinsip kerja dari
27
arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai
nilai positif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang berbalik
arah dengan kumparan jangkar yang berputar dalam medan magnet. Bentuk motor
paling sederhana memiliki kumparan satu lilitan yang bisa berputar bebas di
antara kutub-kutub magnet permanen (Rahayuningtyas, 2009).
Gambar 2.12. Motor DC Sederhana (Rahayuningtyas, 2009)
Catu tegangan DC dari baterai menuju ke lilitan melalui sikat yang menyentuh
komutator, dua segmen yang terhubung dengan dua ujung lilitan. Kumparan satu
lilitan pada Gambar 2.12 disebut angker dinamo. Angker dinamo adalah sebuah
komponen yang berputar di antara medan magnet.
1. Prinsip Dasar Kerja Motor DC
Jika arus lewat pada suatu konduktor, maka timbul medan magnet di sekitar
konduktor. Arah medan magnet ditentukan oleh arah aliran arus pada konduktor.
Medan magnet yang membawa arus mengelilingi konduktor dapat dilihat pada
Gambar 2.13.
28
Gambar 2.13 Medan magnet yang membawa arus mengelilingi konduktor
(Rahayuningtyas, 2009)
Aturan genggaman tangan kanan dapat dipakai untuk menentukan arah garis fluks
magnetik di sekitar konduktor. Genggam konduktor dengan tangan kanan dengan
jempol mengarah pada arah aliran arus, maka jari-jari anda akan menunjukkan
arah garis fluks magnetik. Medan magnet hanya terjadi di sekitar sebuah
konduktor apabila ada arus yang mengalir pada konduktor tersebut. Jika
konduktor berbentuk U (angker dinamo) yang diletakkan di antara kutub utara dan
selatan maka medan magnet konduktor akan berinteraksi dengan kutub medan
magnet (Harifuddin, 2008). Pada motor DC, daerah kumparan medan yang dialiri
arus listrik akan menghasilkan medan magnet yang melingkupi kumparan jangkar
dengan arah tertentu. Konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik (motor)
maupun sebaliknya berlangsung melalui medan magnet, dengan demikian medan
magnet selain berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan energi, sekaligus
sebagai tempat berlangsungnya proses perubahan energi (Asnil dan Husnaini,
2010), daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.14
29
Gambar 2.14 Prinsip kerja motor DC (Rahayuningtyas, 2009)
Agar proses perubahan energi mekanik dapat berlangsung secara sempurna, maka
tegangan sumber harus lebih besar dari pada tegangan gerak yang disebabkan
reaksi lawan. Dengan memberi arus pada kumparan jangkar yang dilindungi oleh
medan maka menimbulkan perputaran pada motor (Gunawan dkk, 2002).
I. Liquid Crystal Display (LCD)
Liquid Crystal Display atau LCD adalah alat tampilan yang biasa digunakan
untuk menampilkan karakter ASCII sederhana, dan gambar pada alat-alat digital
seperti jam tangan, kalkulator dan lain lain (Syamsuddin, 2008). LCD merupakan
sebuah modul yang digunakan untuk menampilkan data. Bentuk fisik dari LCD
akan tampak seperti pada Gambar 2.15. Salah satu jenis LCD adalah LM004L
merupakan modul LCD dengan tampilan 20x4 (20 kolom x 4 baris) dengan
konsumsi daya rendah. Modul LCD terdiri dari sejumlah memori yang digunakan
untuk display. Semua teks yang kita tuliskan ke modul LCD disimpan dalam
memori dan modul LCD secara berurutan membaca memori untuk menampilkan
teks ke modul LCD (Syarif, 2005). Alamat awal karakter adalah 00H dan alamat
30
akhir adalah 39H untuk baris pertama. Jadi, alamat awal pada baris kedua dimulai
dari 40H. Jika ingin meletakkan suatu karakter pada baris kedua kolom pertama,
maka harus diatur pada alamat 40H. Jadi meskipun LCD yang digunakan 2x16
atau 2x24 atau bahkan 2x40, maka penulisan programnya sama saja. Keterangan
pin pada modul LCD karakter 4x20 seperti pada Tabel 2.2
Gambar 2.15 Modul LCD Karakter 4x20 (Winoto, 2010).
Tabel 2.2 Pin dan Fungsi LCD 4x20
PIN
Name
Level
Function
1
Vss
Ground
0V
2
Vdd
Supply voltage for logic
5V
3
V0
(Variabel) Operating voltage for LCD
4
RS
H/L
H: Data, L: Instruksion Code
H: Read (MPU->Module), L: White (MPU5
R/W
H/L
>Module)
6
E
Chip enable signal
H,H>L
7
DB0
Data bit 0
H/L
8
DB1
Data bit 1
H/L
9
DB2
Data bit 2
H/L
10
DB3
Data bit 3
H/L
11
DB4
Data bit 4
H/L
12
DB5
Data bit 5
H/L
13
DB6
Data bit 6
H/L
14
DB7
Data bit 7
H/L
15
LED+
Anode of Led Backlight
16
LEDCathode of Led Backlight
-
31
J. Penguat Operasional (Op-Amp)
Dalam sistem kontrol sering kali keluaran dari sensor nilainya tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Oleh karena itu perlu adanya pengelolah sinyal agar keluaran
dari sensor seperti yang diharapkan. Penguat operasional (Operational Amplifier)
merupakan komponen elektronika yang berfungsi untuk memperkuat sinyal arus
searah (DC) maupun arus bolak-balik (AC). Pada prinsipnya penguat operasional
hanya bekerja sebagai penguat sinyal bukan penguat daya. Penguat operasional
terdiri atas transistor, resistor dan kapasitor yang dirangkai dalam rangkaian
terpadu (integrated circuit) (Allo, 2013). Simbol Op-Amp ditunjukkan pada
Gambar 2.16. Dimana Vin merupakan masukan sinyal, Vout keluaran sinyal, A
besar penguatan dan VCC sumber tegangan.
Gambar 2.16 Simbol Op-Amp (Allo, 2013)
Karakteristik Op-Amp yang ideal adalah:
1. Faktor penguat tidak terhingga.
2. Tidak memiliki offset, maksudnya adalah bila masukan nol maka keluaran juga
nol.
3. Impedansi masukan tidak terhingga.
4. Impedansi keluaran nol.
5. Lebar bandwidth tidak terhingga.
32
6. Rise time nol.
7. Tidak mudah terpengaruh oleh perubahan tegangan sumber maupun perubahan
suhu.
Pada kenyataannya dalam pembuatan Op-Amp memiliki keterbatasan sehingga
tidak ada Op-Amp yang ideal. Op-Amp yang ada hanyalah Op-Amp yang
mendekati ideal karena karakteristik Op-Amp adalah sebagai berikut:
1. Faktor penguat terbatas kurang lebih 100.000 kali.
2. Terdapat offset dimana saat masukan bernilai nol tegangan keluaran tidak nol.
3. Impedansi masukan cukup tinggi namun terbatas sampai kira-kira ratusan kilo
ohm saja.
4. Impedansi keluaran rendah namun terbatas puluhan sampai ratusan ohm.
5. Rise time tidak nol.
6. Kerja Op-Amp terpengaruh perubahan sumber tegangan dan perubahan suhu.
Dalam penggunaannya Op-Amp dibagi menjadi dua jenis yaitu penguat linier dan
penguat
tidak
linier.
Penguat
linier
merupakan
penguat
yang
tetap
mempertahankan bentuk sinyal masukan. Sedangkan penguat tidak linier
merupakan penguat yang bentuk sinyal keluarannya tidak sama dengan bentuk
sinyal masukannya (Somawirata dan Subagio, 2010).
1.
Penguat Inverting
Rangkaian penguat inverting ditunjukan pada Gambar 2.17. Penguat ini memiliki
ciri khusus yaitu sinyal keluaran memiliki beda fasa sebesar 180o. Rangkaian pada
Gambar 2.5 menggunakan sumber tegangan simetri yaitu +VCC, -VCC dan ground.
33
Gambar 2.17 Penguat inverting (Edisantoso, 2013).
Penguatan rangkaian penguat inverting berdasarkan pada Persamaan (2.11)
berikut:
(2.11)
2.
Penguat Non-Inverting
Penguat non-inverting memiliki ciri khusus yaitu sinyal output adalah sefasa
dengan sinyal masukan. Rangkaian ini ditunjukkan oleh Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Penguat Non-Inverting (Edisantoso, 2013).
Penguatan dari rangkaian penguat jenis ini adalah berdasarkan pada Persamaan
(2.12) berikut:
34
(2.12)
3.
Buffer
Rangkaian buffer adalah rangkaian yang inputnya sama dengan hasil outputnya.
Dalam hal ini seperti rangkaian common colector yaitu berpenguatan 1 (satu).
Rangkaiannya seperti pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Rangkaian buffer (Edisantoso, 2013)
Nilai R yang terpasang gunanya untuk membatasi arus yang dikeluarkan. Besar
nilainya tergantung dari indikasi dari komponennya, biasanya tidak dipasang alias
arus dimaksimalkan sesuai dengan kemampuan Op-Amp-nya (Edisantoso, 2009).
Download