tipologi atap rumah tinggal di kawasan pecinan

advertisement
ILTEK,Volume 7, Nomor 13, April 2012
TIPOLOGI ATAP RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA
MAKASSAR
ALFIAH
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Univ. Sulawesi Barat
ABSTRAK
Tipologi Atap Rumah Tinggal dan Pola Permukiman di Kawasan Pecinan Kota Makassar Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi tipologi Atap rumah tinggal di Kawasan Pecinan Kota Makassar. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara sampel wilayah (area sampling) dan purposif sampling. Penelitian ini dilakukan dengan
menganilisis tipologi atap rumah tinggal, Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipologi atap pelana 92%, atap perisai
1% dan plat 7%
Kata kunci: Tipologi, Atap, Rumah Tinggal, Pola Permukiman.
berbatasan dengan Kampung Melayu, batasnya di
sekitar Jalan Sangir sekarang disebelah Timur
berbatasan dengan Kampung Kecak, Kampung Arab,
Kampung Ende dan Jalan Irian (Van Schellegweg) di
sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Pelabuhan
Makassar dibatasi oleh Passaarstraat (Jalan Nusantara).
(Effendy,219-220:2004)
PENDAHULUAN
Perkembangan kota di Indonesia dapat dikatakan
bahwa pemukiman vernakular tumbuh lebih cepat
daripada pertumbuhan permukiman modern yang
terencana. Potensi permukiman vernacular di daerah
urban tidak terbatas hanya pada kemampuan untuk
mengakomodasi pertambahan penduduk tetapi
terutama tercermin pada keberadaan sosial-budaya
yang memberikan kota-kota di Indonesia sebuah
kehidupan urban yang berciri khas (unik).
Tipologi rumah tinggal di Kawasan Pecinan
merupakan permukiman yang berbasis komunitas yang
terbentuk berpuluh tahun dengan berbagai konflik
seperti perbedaan etnis, profesi pekerjaan, tingkat
pendidikan, kepercayaan dan agama sehingga
terbentuk pola yang unik. Pentingnya pendekatan
tipologi rumah tinggal disebabkan terjadinya proses
perusakan kualitas habitat urban secara terus menerus
sebagai akibat dari dominasi pertumbuhan ekonomi
pasar bebas dalam pengembangan perkotaan serta
kenyataan bahwa mayoritas permukiman urban di kotakota besar di Indonesia adalah vernacular.
Perpindahan penduduk ke kota (urbanisasi) yang
berasal dari berbagai kawasan budaya, etnis dan tingkat
sosial yang berbeda telah mengakibatkan perubahanperubahan dalam interaksi sosial masyarakat kota
(urban) itu sendiri. Komponen masyarakat kota yang
berbeda latar belakang memerlukan kemampuan
penyesuaian diri satu sama lain untuk dapat membina
keselarasan hubungan sosial dalam kebersamaan dan
kehidupan bersama.
METODOLOGI PENELITIAN
Pada masa pemerintahan penjajah kolonial
Belanda, pusat kota merupakan permukiman elite
pemerintahan kolonial Belanda dan pusat perdagangan
yang dihuni oleh keturunan Cina, Arab, dan Timur
Asing, sedang kawasan pinggiran kota dihuni oleh
masyarakat bumiputera. Kawasan permukiman
memperlihatkan struktur dan konstruksi permukiman
yang berbeda; satu merepresentasikan gaya hidup
urban atau perkotaan dan gaya hidup rural atau
pedesaan.
2.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Kualitatif riset didefinisikan sebagai suatu
proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada
dalam interaksi manusia (Catherine Marshal, 1995
dalam Sarwono, 2006).
2.2 Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian yang direncanakan adalah pada
Kawasan Pecinan dengan arsitektur unik merupakan
pusat pertumbuhan Kota Makassar serta memiliki nilai
historis yang tinggi dengan batas wilayah sebagai
berikut :
Di Makassar, Orang Tionghoa menempati
Kampung Sambung Jawa dan Kampung Butung yang
merupakan Pangkalan Niaga Makassar terpenting abad
ke-18 dan 19. Kawasan ini berkembang menjadi
“Kampung Cina” yang berpusat disekitar Murstraat
(Jalan Timor) bagian barat, sekitar Templestraat (Jalan
Sulawesi) sebelah selatan Jalan sangir, sekitar Jalan
Lembeh dan Jalan Bali sekarang. Pada bagian utara
Batas Kawasan Pecinan di Makassar sebagai
berikut :
992
ILTEK,Volume 7, Nomor 13, April 2012
a. Bagian utara berbatasan dengan Jalan Banda
b. Bagian timur berbatasan dengan Jalan Dr.
Wahidin Sudiro Husodo dan Jalan Jampea
c. Bagian selatan berbatasan dengan Jalan Riburane
dan Jalan Sumba
d. Bagian barat berbatasan dengan Jalan Nusantara
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Segmen I Sebagian Kelurahan Melayu Baru terdiri
atas 11 segmen (1-11)
Segmen II Sebagian Kelurahan Ende terdiri atas 8
segmen (12-19)
Segmen III
Gambar 1.Peta Lokasi Penelitian
Sebagian Kelurahan Pattunuang terdiri
atas 6 segmen (20-25)
Metode pengambilan sampel yang teoritis
(purposive sampling) dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Pengambilan
sampel
dengan mengidentifikasi setiap segmensegmen bedasarkan peta atau potret udara dan
meninjau langsung ke lokasi penelitian. Cara
pengambilan sampel dengan cara memilih berdasarkan
pada kriteria:
1. Sampel berada pada tiga kelurahan dan 25 segmen
merupakan delinasi batas Kawasan Pecinan di Kota
Makassar.
2. Sampel terletak pada lorong culdesac atau lorong
yang menghubungkan dua jalan dan fungsi hunian
yang lebih dominan. Sampel dipilih pada lokasi ini
karena diperkirakan masih mempertahankan bentuk
fasade rumah tinggal ke generasi berikutnya dan
pola permukiman yang berbentuk spatial.
3. Sampel merupakan bagian dari identitas sejarah
Kota Makassar untuk mengindetifikasi tipologi
fasade rumah tinggal saat ini.
4. Sampel yang mempunyai aktifitas yang unik dan
dapat dikembangkan menjadi obyek wisata dan
sejarah kota.
2.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah bangunan rumah tinggal yang
berada Kawasan Pecinan Kota Makassar yang berada
pada Kecamatan Melayu Baru, Ende dan Pattunuang
sebanyak ±1.574 unit rumah. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara pengambilan sampel wilayah
(area sampling). Seluruh wilayah penelitian yang
terdapat dalam peta atau potret udara di bagi dalam
segmen-segmen wilayah yang mengandung unit
penelitian. Populasi dibagi dalam terbagi atas tiga
kelurahan dan 25 segmen populasi yang terdiri atas:
1. Sebagian Kelurahan Melayu Baru terdiri atas 11
segmen (segmen 1-11)
2. Sebagian Kelurahan Ende terdiri atas 8 segmen
(segmen 12-19)
3. Sebagian Kelurahan Pattunuang terdiri atas 6
segmen (segmen 20-25)
993
ILTEK,Volume 7, Nomor 13, April 2012
Reformasi, Penerbit Yayasan Baruga Nusantara
Kerja sama dengan Pemerintah Kota Makassar
Hadinoto, Bangunan Etnis Tionghoa di Indonesia
(Akhir Abad ke 19 sampai tahun 1960 an)
(www.fportfolio.petra.ac.id/user_files/81005/Intisaripdf.pdf) diakses 06 Maret 2010
Iwan, Sumantri 2004, Kepingan Mozaik Sejarah
Budaya Sulawesi Selatan, Bagian Proyek
Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
bekerjasama dengan Penerbit Ininnawa, Makassar
Lilinanda, 1998, Pengertian Kawasan Pecinan
(http://antariksaarticle.
blogspot.com/2010/02/melihat-sejarah-danarsitektur-kawasan.html diakses 25 Februari 2010)
Palisuri, Udin, 2000. Makassar Doloe, Makassar Kini,
Makassar Nanti, Yayasan Losari Makassar,
Makassar.
Pratiwo, 2010. Arsitektur Tradisional Tionghoa dan
Perkembangan Kota, Penerbit Ombak, Yogyakarta.
Setyohadi K, 2007, Bambang, Tipologi Pola Spasial
dan Segregasi Sosial Lingkungan Permukiman
Candi Baru, Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan
No.2 Vol 9 Juli, Universitas Negeri Semarang
(UNNES)
Sarwono, Jonathan, 2006, Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif, Penerbit Graha Ilmu
Yogyakarta.
Sutherland, Heater & Edward L. Poelinggamong,
2004, Kontinuitas san Perubahan Dalam Sejarah
Sulawesi Selatan, Penerbit Ombak, Yogyakarta
Tigor, 2000. Melihat Sejarah dan Arsitektur Kawasan
Pecinan
(http://antariksaarticle.blogspot.com/2010/02/melih
at-sejarah-dan-arsitektur-kawasan.html diakses 25
Februari 2010)
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada beberapa unit rumah tinggal
dan 25 pola permukiman tentang tipologi rumah
tinggal dan pola permukiman di Kawasan Pecinan
Kota Makassar sebagai berikut
1. Atap
Bentuk atap pelana dengan susunan deret
pengulangan dan pengembangan dengan material seng
dan tanah liat (material original) berada sebagian besar
berada pada jalan culdesac (lihat sampel). Hal tersebut
dipengaruhi karena bentuk atap pelana merupakan
karakter pada rumah tinggal di Pecinan, penyesuain
lahan yang sangat terbatas serta lebih ekonomis dan
praktis dalam pemasangan maupun pemeliharaan
sehingga dapat menekan biaya.
Bentuk atap pada jalan terusan berupa pelana,
perisai dan plat (bervariasi lihat sampel) dengan
material yang ekonomis, efisien dan tahan terhadap
cuaca. Hal tersebut dipengaruhi karena perekonomian
dan usaha yang telah meningkat sehingga bentuk
estetika lebih dominan, adanya rencana pengembangan
secara verikal serta adanya pengaruh Arsitektur
Kolonial Belanda dan perkembangan gaya arsitektur
yang menjadi tren.
2.
Teritisan
Sebagian besar teritisan terbentuk dari lantai dua
yang dikonsolkan dengan jarak 1 meter dari dinding
lantai atau balkon yang dirubah fungsi menjadi ruang
berada pada jalan culdesac. Hal ini dipengaruhi oleh
pendapatan yang terbatas hanya untuk pengeluaran
kebutuhan rumah dan pendidikan, kebutuhan ruang
pada lahan terbatas dan pertambahan penghuni
sehingga dilakukan pengembangan secara horisontal.
Sebagian besar teritisan berupa konsol dengan jarak
1 m pada lantai dua terbentuk karena pelebaran jalan
berada pada lokasi yang dapat diakses langsung. Hal
ini dipengaruhi adanya program revitalisasi dan
peremajaan kota lama.
Sebagian kecil teritisan berupa atap tambahan atau
bagian dari atap utama mengurangi tampiasan air hujan
dan mengatur cahaya matahari yang masuk ke ruangan.
Hal ini dipengaruhi untuk menciptakan kenyamanan
dan perlindungan terhadap cuaca.
Widayati, 2004, Pengertian Kawasan Pecinan
(http://antariksaarticle.
blogspot.com/2010/02/melihat-sejarah-danarsitektur-kawasan.html diakses 25 Februari 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Imelda, 2007. Seri Rumah Ide “Fasade”, PT.
Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Arthantya Dwi Kariszatia, Galih Widjiil Pangrsa, 2008,
Tipologi Façade Rumah Tinggal Kolonial Belanda
di Kayutangan, Jurnal Vol. 1 No.2 Juli, Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Malang
Bahrun, Shaifuddin, 2003, Cina Peranakan Makassar
(Pembauran Melalui Perkawinan Antarbudaya),
Penerbit Yayasan Baruga Nusantara Makassar
-----------------------------, 2008, Berubah Metamorfosis
Warga Tionghoa Makassar Dalam 10 Tahun
994
Download