6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Anggrek Anggrek

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Anggrek
Anggrek merupakan salah satu tumbuhan berbiji dari famili Orchidaceae
yang banyak diminati karena bentuk dan warna bunganya menarik sehingga dapat
digunakan sebagai bahan baku industri bunga potong, tanaman pot atau hiasan
taman.
Berdasarkan sifat hidupnya, tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok (Suaib et al., 2000) yaitu:
1. Anggrek epifit adalah jenis anggrek yang menumpang pada batang/pohon lain
tetapi tidak merusak/merugikan yang ditumpangi. Alat yang dipakai untuk
menempel adalah akarnya, sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari
makanan adalah akar udara.
2. Anggrek semi epifit adalah jenis anggrek yang menempel pada pohon/tanaman
lain yang tidak merusak yang ditumpangi, hanya akar lekatnya juga berfungsi
seperti akar udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang.
3. Anggrek tanah/ anggrek terestrial adalah jenis anggrek yang hidup di atas
tanah.
Ketinggian tempat yang cocok bagi budidaya tanaman anggrek dapat
dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
6
7
a. Anggrek panas, yaitu anggrek yang dapat tumbuh pada ketinggian 0-650 m
dpl. Anggrek panas memerlukan suhu udara 26-30 °C pada siang hari, 21°C
pada malam hari. Contoh jenis anggrek ini adalah:
1. Dendrobium phalaenopsis
2.
Onchidium papillo
3. Phaphilopedillum bellatum
b. Anggrek sedang, yaitu anggrek yang dapat tumbuh pada ketinggian 150-1500
m dpl. Anggrek sedang umumnya tumbuh pada suhu udara siang hari 21°C
dan 15-21°C, pada malam hari.
c. Anggrek dingin, yaitu anggrek yang dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari
1500 m dpl. Anggrek dingin jarang tumbuh di Indonesia, tumbuh baik pada
suhu udara 15-21°C di siang hari dan 9-15°C pada malam hari. Contoh:
anggrek jenis Cymbidium (Kuswandi, 2012).
Secara morfologi, tanaman anggrek terdiri dari beberapa bagian sebagai
berikut:
 Akar
Akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah.
Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering,
akar tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja
berwarna hijau atau tampak agak keunguan. Akar yang sudah tua akan berwarna
coklat tua dan kering. Akar anggrek berfilamen, yaitu lapisan luar yang terdiri dari
beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung
pada sistem saluran akar (Muthukumar et al., 2011).
8
Menurut Rudall et al. (2013), filamen ini berfungsi melindungi akar dari
kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi
bagian dalam akar, serta membantu melekatnya akar pada inangnya. Air atau hara
yang langsung mengenai akar akan diserap oleh filamen dan ujung akar. Namun,
hanya air dan hara yang diserap melalui ujung akar saja yang dapat disalurkan ke
dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu, tidak efektif bila penyiraman hanya
dilakukan dengan membasahi tanah akar saja yang dapat disalurkan ke dalam
jaringan tanaman.
 Batang
Menurut Rudall et al. (2013) batang anggrek beranekaragam, ada yang
ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja,
dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Berdasarkan pertumbuhannya, batang
anggrek dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Tipe simpodial
Pada umumnya anggrek tipe ini mempunyai beberapa batang utama dan
berumbi semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan ujung batang terbatas.
Pertumbuhan batang akan terhenti bila telah mencapai maksimal. Pertumbuhan
baru dilanjutkan oleh tunas anakan yang tumbuh di sampingnya. Tunas anakan
tersebut tumbuh dari rhizom yang menghubungkannya dengan tanaman induk.
Tangkai bunga dapat keluar dari ujung pseudobulb atau dari sampingnya, contoh
seperti genus Dendrobium, Oncidium dan Cattleya.
9
b. Tipe monopodial
Anggrek tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan
tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi. Tangkai bunga keluar di
antara dua ketiak daun, contohnya genus Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.
 Daun
Bentuk daun anggrek terdiri dari bermacam-macam bentuk, ada yang bulat
telur, bulat telur terbalik, artinya bagian daun yang bagian atas lebar dan bagian
pangkal kurang lebar, memanjang bagai pita atau serupa daun tebu. Daun jenis
Coelogyne dan Spathoglottis mendekati bentuk daun kunyit, sedangkan daun
genus Dendrobium dan Phalaenopsis berbentuk bulat memanjang (Muthukumar
et al., 2011). Tebal daun beragam, dari tipis sampai berdaging dan kaku,
permukaannya rata. Daun tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang.
Bagian tepi tidak bergerigi (rata) dengan ujung daun terbelah. Tulang daun sejajar
dengan tepi daun dan berakhir di ujung daun. Susunan daun berseling-seling atau
berhadapan. Daun anggrek berwarna hijau muda atau hijau tua, kekuningan dan
ada pula yang bercak-bercak (Tjitrosoepomo, 2013).
 Bunga
Bunga anggrek tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum bunga
pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Karangan bunga
pada beberapa spesies letaknya terminal, sedangkan pada sebagian besar letaknya
aksilar (Kuswandi, 2012). Bunga anggrek memiliki beberapa bagian utama yaitu
sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik)
dan ovarium (bakal buah).
10
Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal,
sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Anggrek memiliki tiga buah petal,
petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal. Petal ketiga mengalami
modifikasi menjadi labellum (bibir) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 :
Gambar 2.1
Morfologi Bunga Anggrek (Conservatory of Flower, 2014)
Bunga anggrek memiliki warna yang bervariasi dan berfungsi membantu
menarik perhatian serangga sehingga membantu dalam proses penyerbukan
(polinasi) (Adams, 1988).
 Buah dan biji anggrek
Menurut Udomdee et al. (2014), kematangan buah anggrek sangat
tergantung pada jenis anggrek itu sendiri. Buah anggrek Dendrobium akan matang
dalam umur 3-4 bulan, buah anggrek Vanda setelah 6-7 bulan, sedangkan buah
anggrek Cattleya baru matang setelah 9 bulan. Buah anggrek adalah buah lentera
dan akan pecah ketika matang. Pengambilan buah lebih baik dilakukan sebelum
buah pecah tetapi sudah mendekati masa matang sehingga biji siap untuk
berkecambah.
11
Biji anggrek sangat kecil, biasanya dengan panjang 1-2 mm dan lebar 0,51 mm. Biasanya per polong atau buah terdapat 1.300-4.000.000 biji anggrek. Biji
anggrek terdiri dari testa atau kulit biji yang tebal dan embrio yang terdiri dari
sekitar 100 sel (Swany et al., 2004). Biji anggrek dikenal dengan sebutan ‘dust
seed’ karena ukurannya sangat kecil sehingga menyerupai butiran debu. Struktur
biji anggrek hanya terdiri dari 4-200 sel saja sehingga kapasitasnya untuk
membawa cadangan makanan menjadi sangat terbatas (Mursidawati, 2007).
2.2
Deskripsi Dendrobium anosmum Lindl.
Dendrobium anosmum Lindl. merupakan jenis Dendrobium dengan salah
satu ciri umbi semu berdaging dan bunga muncul dari batang yang tua dan tidak
berdaun. D. anosmum Lindl. ditinjau dari nama jenisnya ”anosmum” telah
menunjukkan bahwa anggrek ini memiliki bunga yang beraroma, karena kata
”anosnum” dalam bahasa Latin berarti harum. Persebaran anggrek ini meliputi
India, Semenanjung Malaya, Indonesia, Philipina dan Papua Nugini. Adapun asal
koleksi anggrek D. anosmum Lindl. yang terdapat di Kebun Raya Purwodadi
yaitu Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Maluku dan Papua (Tuhuteru et al., 2012).
Bunga D. anosmum Lindl. muncul di bagian atas umbi semu (batang)
terutama setelah mengalami gugur daun. Bunga dengan ukuran diameter mekar
bunga 8 – 10 cm, kelopak dan mahkota berwarna ungu dan bibir bagian dalam
ungu tua (Gambar 2.2). Masa mekar bunga sekitar 5 – 7 hari dengan aroma bunga
seperti aroma buah strawberry. Pada umumnya adaptasi anggrek D. anosmum
Lindl. terhadap lingkungannya hampir sama dengan anggrek merpati yaitu tahan
12
terhadap kekeringan dan intensitas cahaya tinggi. Demikian halnya dengan
perbanyakan alami dengan cara vegetatif yaitu pemisahan rumpun dan anakan
(keiki). Musim berbunga pada umumnya September sampai November (Yulia,
2008).
A
B
Gambar 2.2
Tanaman Dendrobium anosmum Lindl. (A) dan bunga Dendrobium anosmum
Lindl. (B) (Dokumentasi Yuni, 2014)
Kedudukan anggrek Dendrobium dalam klasifikasi tumbuhan menurut
Mahyar dan Asep (2003) sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Orchidales
Family
: Orchidaceae
Genus
: Dendrobium
Spesies
: Dendrobium anosmum Lindl.
13
2.3
Kultur Jaringan Anggrek
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ dan
ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan
dalam
kondisi
yang
aseptik,
sehingga
bagian-bagian
tersebut
dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Gambar
2.3) (Yuliarti, 2010).
Gambar 2.3
Hasil Kultur Jaringan Anggrek Dendrobium sp. (Dokumentasi Yuni, 2014)
Dasar perbanyakan dalam teknik kultur jaringan adalah teori totipotensi.
Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, apabila diletakkan dalam media yang
sesuai dan lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman yang sempurna, dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal
melalui biji atau spora (Suaib et al., 2000).
14
Kultur jaringan sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang
meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus
cahaya. Dalam pelaksanaannya ada beberapa tipe kultur, yaitu :
1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji.
2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya
menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian
daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, dan akar (Kuswandi,
2012).
2.4 Jenis dan Komposisi Media
Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari berbagai
komposisi dan macam unsur hara. Media tanam pada kultur jaringan berisi
kombinasi dari asam amino essensial, garam-garam anorganik, vitamin-vitamin,
larutan buffer, dan sumber energi (glukosa). Media kultur jaringan merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perbanyakan tanaman secara in
vitro. Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu, media cair dan
media padat (Yusnita, 2003).
Pada kultur anggrek, media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan
hingga terbentuk PLB (Protocorm Like Body). Media padat digunakan untuk
menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (Rahardja dan Wahyu, 2003).
Beberapa media dasar yang banyak digunakan dalam kultur jaringan antara lain
media dasar Murashige and Skoog yang dapat digunakan untuk hampir semua
jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media
dasar White sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, sedangkan media
15
dasar Vacin and Went dan media organik digunakan untuk kultur jaringan
anggrek.
2.5 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada 2 jenis hormon
tanaman (auksin dan sitokinin) yang sekarang banyak dipakai dalam propagasi
secara in vitro.
Auksin memiliki sifat khas, yaitu mendorong perpanjangan sel pucuk.
Meskipun dapat mempengaruhi proses lain namun pengaruh utamanya adalah
memperpanjang sel pucuk. Zat pengatur tumbuh mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis kultur sel, organ, dan jaringan. Jika konsentrasi auksin lebih besar
daripada sitokinin maka akar tanaman akan terbentuk lebih banyak, dan bila
konsentrasi sitokinin lebih besar dibanding auksin maka pertumbuhan tunas akan
tumbuh lebih banyak (Hendaryono dan Wijayanti, 2004).
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang ditemukan oleh Haberlandt
tahun 1913. Sitokinin mempunyai peranan dalam proses pembelahan sel. Dalam
penelitian kultur jaringan, apabila konsentrasi sitokinin lebih besar dari auksin,
maka akan terjadi stimulasi pertumbuhan tunas dan daun, sebaliknya bila sitokinin
lebih rendah daripada auksin, maka terjadi stimulasi pertumbuhan akar.
Sebaliknya,
bila
perbandingan
sitokinin
dan
auksin
berimbang,
pertumbuhan tunas, akar dan daun akan berimbang pula (Abidin, 1994).
maka
16
Salah satu zat pengatur tumbuh alami yang termasuk dalam sitokinin
adalah air kelapa. Air kelapa mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan
beberapa mineral. Kandungan zat gizi ini tergantung kepada umur buah.
Disamping zat gizi tersebut, air kelapa juga mengandung berbagai asam amino
bebas. Air kelapa mengandung zat/ bahan-bahan seperti unsur hara, vitamin, asam
amino, asam nukleat dan zat tumbuh seperti auksin dan giberelat yang berfungsi
sebagai penstimulasi proliferasi jarinan, memperlancar metabolisme dan respirasi
(Yuniarti, 2004).
2.6 Perkembangan Embrio
Perkembangan embrio dimulai dari telur yang telah dibuahi menjadi zigot.
Zigot merupakan sel tunggal yang bersifat diploid. Pembelahan mitosis pertama
yang terjadi pada zigot adalah pembelahan transversal, yang membagi sel telur
yang dibuahi menjadi sel terminal dan sel basal (Mulyani, 2006) (Gambar 2.4a).
Sel basal membesar tanpa membelah membentuk haustorium sel tunggal. Seluruh
embrio berasal dari sel apikal. Sel apikal membelah melintang menjadi 2 sel (c
dan d). Sel d membelah melintang (m dan ci) membentuk embrio tahap 4 sel
(tetrad) yang linier (Gambar 2.4.B).
Pada sel c dan m terjadi dua kali pembelahan vertikal membentuk 2 deret
sel masing-masing 4 buah sel (Gambar 2.4.C). Bagian q terdiri dari 4 sel yang
disebut quadran. Quadran q membelah periklinal membentuk 4 sel luar bakal
dermatogen mengelilingi 4 sel aksial (Gambar 2.4.E). Sel pada deret m membelah
vertikal dan memanjang, kemudian membentuk proembrio tahap globular
(Gambar 2.4. F). Proembrio menjadi berbentuk oval, bagian tengah membentuk
17
pemula plerom (Gambar 2.4. G). Pada bagian q terjadi pembelahan yang lebih
cepat dari sel disebelahnya, yang mengubah kesimetrisan pada proembrio.
Pertumbuhan yang cepat pada deret q membentuk kotiledon tunggal. (Gambar
2.4. H). Sisi yang lain pertumbuhannya lambat, dan tumbuh menjadi pemula
epikotil/ initial apeks (Gambar 2.4. I).
Gambar 2.4
Perkembangan Embrio pada Tanaman Monokotil (Bhojwani dan Bhatnagar,
1999).
Keterangan : a. sel terminal dan basal, b. pembelahan 4 sel, c. dan d. pembelahan 8
sel, e. dan f. proembrio. g. globuler. h. dan i. terbentuk 1 kotiledon
Embrio yang sudah mengalami pembelahan lebih dari 32 sel (globuler)
akan membentuk jaringan meristem. Jaringan meristem primer ini dapat dilihat
adanya perubahan bentuk seperti hati. Jaringan meristem ini terdiri dari tiga
bagian, yaitu protoderm (calon epidermis), meristem dasar (akan membentuk
18
jaringan dasar), dan prokambium (akan membentuk jaringan pengangkut)
(Mulyani, 2006).
Tahapan embrio tipe hati terjadi pada tanaman monokotil dan dikotil.
Tahapan embrio bentuk hati membentuk dua bagian supervisial yang mengalami
pembelahan. Kedua bagian supervisial membelah secara seimbang maka akan
terbentuk dua kotiledon, biasanya ciri tersebut adalah ciri perkembangan embrio
dikotil. Jika kedua bagian supervisial tidak membelah secara bersamaan, hanya
terbentuk satu kotiledon (skutellum), yang merupakan ciri perkembangan embrio
monokotil (Bhojwani dan Bhatnagar, 1999).
Download