YANG DIAMBIL DARI BUKU DEVITO, JOSEPH A

advertisement
TUGAS PERSPEKTIF TEORI KOMUNIKASI
RINGKASAN & KOMENTAR ATAS
“UNIVERSALS OF VERBAL AND NONVERBAL MESSAGES”
YANG DIAMBIL DARI BUKU DEVITO, JOSEPH A.
DISUSUN OLEH:
1. Anindhita
1006797616
2. Audina Furi Nirukti
1006797660
3. Christy Natalina Eleonora
1006797704
4. Coenraad Rezky D.
1006797710
5. Fadil Patra Dwi Gumala
1006797761
6. Franky Houtman Simatupang
1006744622
7. Ursula Lirani Aireen
1006745096
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN KOMUNIKASI
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
INTERAKSI ANTARA PESAN VERBAL DAN NON VERBAL
Cara terbaik dalam menyampaikan pesan saat komunikasi langsung (tatap muka) adalah
dengan menggabungkan pesan verbal dan non verbal. Pesan non verbal banyak digunakan
untuk:
o Accent: menegaskan atau memberi penekanan terhadap sesuatu
o Complement: menambah makna terhadap suatu pesan
o Contradict: menunjukkan arti yang berlawanan dengan pesan verbal (contoh: berbohong)
o Control: mengambil alih atau mempertahankan pembicaraan dari lawan bicara
o Repeat: mengulang pesan verbal dengan tujuan untuk menekankan makna pesan
o Substitute:
menyampaikan
pesan
tanpa
mengeluarkan
pesan
verbal
(contoh:
menggelengkan kepala)
Untuk membuat komunikasi di dunia maya menjadi lebih hidup, seringkali emoticon
digunakan. Emoticon adalah simbol yang digunakan untuk menggantikan pesan non verbal
seperti komunikasi tatap muka pada umumnya. Perlu diingat bahwa penggunaan emoticon
dapat berbeda antar satu budaya dengan yang lain (Pollack, 1996). Sebagai contoh, Amerika
menggunakan :) sementara Jepang memakai (^.^) untuk arti tersenyum.
PRINSIP-PRINSIP PEMAKNAAN
Pemaknaan merupakan proses aktif yang diciptakan sebagai kooperasi antara sumber
dan penerima, pembicara dan pendengar, serta penulis dan pembaca.
Pemaknaan ada pada masing-masing individu
Pemaknaan tidak sepenuhnya bergantung pada pesan (verbal, non verbal, atau
keduanya) namun juga pada interaksi antara pesan tersebut dengan pemikiran dan perasaan
penerima pesan. Tiap individu membentuk pemaknaan pesan berdasarkan perspektif sosial
dan budaya masing-masing (agama, perilaku, nilai, dll). Maka untuk menemukan makna yang
sebenarnya, kita harus dapat menggali pemikiran seseorang dan tidak bergantung sepenuhnya
hanya pada kata-kata saja.
Pemaknaan lebih dari sekedar kata-kata dan gerakan
Dalam komunikasi pada kehidupan sehari-hari, kata-kata dan gerakan tidak dapat
menyampaikan seluruh pemaknaan dengan sempurna. Atas dasar tersebut maka kita tidak
akan pernah dapat mengetahui secara keseluruhan apa yang seseorang pikirkan atau rasakan.
Kita hanya dapat mengira-ngira berdasarkan pemahaman kita yang terbatas.
Pemaknaan bersifat unik
Tidak ada dua orang yang dapat mendapatkan arti yang sama pada suatu pemaknaan.
Hal ini dikarenakan sebuah pemaknaan diturunkan dari pesan yang dikomunikasikan dan
diolah berdasarkan pemikiran dan perasaan penerimanya.
Pemaknaan didasarkan pada konteks yang sedang berlangsung
Sebuah kata atau perilaku yang sama dapat memiliki arti yang berbeda jika berada
pada konteks yang berbeda. Misalnya pertanyaan “Bagaimana kabar anda?” akan memiliki
makna yang berbeda jika ditanyakan saat kita berpapasan dengan seseorang di jalan dengan
pada saat kita mengunjungi teman yang sedang dirawat di rumah sakit.
METACOMMUNICATION
Metacommunication merupakan komunikasi yang merujuk pada komunikasi lain.
Misalnya seorang atasan membahas cara yang efektif bagi karyawan untuk mengekspresikan
kreatifitasnya. Efektifitas komunikasi interpersonal kerap bergantung pada kemampuan
metakomunikasi.
PRINSIP-PRINSIP PESAN
Dalam melakukan komunikasi interpersonal sebaiknya kita dapat mengontrol pesan yang
kita sampaikan. Terdapat tujuh prinsip pesan:
1. Pesan adalah satu kemasan
Ketika kita melakukan komunikasi interpersonal tatap muka, pesan bukanlah hanya
sebatas kata-kata yang terucap. Gerak tubuh melalui gerakan tangan atau mata merupakan
bagian dari “kemasan” pesan itu sendiri. Setiap bagian saling menunjang satu dengan yang
lainnya untuk menyampaikan pesan yang sama. Pada saat kita marah, biasanya selain
ucapan yang lebih ‘keras’ dari biasanya, kita juga menunjukkan ekspresi yang menunjang,
seperti mengepalkan tangan, wajah berkerut, dan lainnya. Jika seseorang melakukan
kemasan diatas, orang di sekitarnya pasti akan paham bahwa orang tersebut sedang marah
dan tidak mungkin mengartikan satu kemasan pesan itu bahwa orang tersebut sedang
bahagia. Kesamaan dalam memaknai pesan ini terjadi karena secara verbal maupun
nonverbal orang tersebut menunjukkan kemasan pesan yang alamiah, tidak dibuat-buat.
Berbeda dengan seseorang yang menyatakan, “Senang bertemu dengan anda,” akan tetapi
pada saat mengucapkannya ia menghindari kontak mata dan hanya melihat sekeliling.
Kemasan verbal dan nonverbal yang dilakukannya terlihat begitu kontradiktif sehingga
makna yang didapat pun bisa menjadi ambigu.
2. Pesan diatur oleh seperangkat aturan
Pesan-pesan verbal sudah pasti memiliki aturan tersendiri, seperti aturan ketatabahasaan
dalam bahasa Inggris, perbedaan tingkatan kosakata dalam bahasa Jawa, dan lainnya.
Aturan-aturan ini ditunjukkan secara eksplisit.
Tidak hanya pesan verbal, pesan nonverbal pun memiliki aturan sendiri yang ditentukan
oleh norma yang berlaku di setiap daerah. Budaya-budaya yang ada di suatu daerah
menimbulkan perbedaan mengenai apa yang layak dan tidak layak dilakukan saat
berkomunikasi dengan orang lain. Apa yang dianggap layak di daerah A bisa saja menjadi
tidak layak di daerah B. Misalnya, di Amerika Serikat kontak mata saat berkomunikasi
melambangkan kejujuran dan keterbukaan namun di Amerika Latin kontak mata dianggap
tidak pantas dilakukan jika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Bagi seorang guru
di Amerika Serikat jika siswanya (yang berasal dari Amerika Latin) menghindari kontak
mata artinya siswa tersebut sedang berbohong atau tidak menghormati dirinya padahal
siswa tersebut sedang melakukan apa yang menjadi budaya di daerahnya. Ini menunjukkan
bahwa aturan dalam pesan nonverbal adalah tergantung pada budaya dan tidak dapat
diberlakukan secara universal.
3. Abstraksi Pesan Beraneka Ragam
Pesan verbal memiliki tingkatan mulai dari yang paling abstrak sampai pada makna yang
konkrit. Misalnya saja kata film, film Indonesia, horor, Pocong Ngesot. Ketika kita
mengucapkan kata ‘film’ orang lain bisa mengartikannya sebagai film Hollywood atau
film Bollywood. Begitu juga saat kita mengucapkan ‘film Indonesia’, orang lain masih
bisa mengartikannya sebagai film drama, film anak-anak, atau film komedi. Saat kita
sudah membatasinya dengan kata ‘horor’ pemikiran orang lain akan lebih spesifik kepada
film-film horor di Indonesia. Dan saat kita menyebutkan ‘Pocong Ngesot’ maka pesan ini
sudah menjadi sangat spesifik, meskipun setiap orang memiliki fokus yang berbeda dalam
mengingat adegan-adegan dalam film tersebut. Tingkatan abstraksi ini membantu kita
mengarahkan pikiran lawan bicara kita dalam memahami obyek pembicaraan yang kita
sampaikan.
4. Derajat kesopanan berbeda antar satu pesan dengan pesan yang lain
Menurut Brown dan Levinson (1998), kesopanan adalah ciri yang diperlukan dalam
kebanyakan budaya. Kesopanan bisa dipengaruhi beberapa hal, diantaranya budaya, jenis
kelamin, kedekatan hubungan, dan juga konteks komunikasi.
Budaya memiliki cara berbeda dalam aturan menunjukkan kesopanan atau ketidaksopanan,
dan juga hukuman karena melanggar aturan yang sudah ditetapkan (Mao, 1994; Strecker,
1993). Ini juga terjadi di budaya dunia bisnis. Kesopanan dianggap sebagai bagian penting
dari interaksi interpersonal terutama pada level internasional. Karena itulah bisnis yang
berhasil adalah yang mengajarkan para eksekutifnya untuk bersikap sopan dalam berbagai
budaya asing.
Perbedaan yang cukup besar terhadap kesopanan terdapat pada jenis kelamin. Wanita lebih
menekankan kesopanan dibandingkan dengan pria, termasuk melalui telepon. Wanita pun
mencari persetujuan dalam suatu pembicaraan atau situasi konflik dibandingkan pria.
Namun meski begitu ada kesamaan kesopanan antar jenis kelamin yang tergantung pada
budaya tempat mereka. Misal, pria dan wanita dari AS dan New Zealand memberikan
pujian dengan cara yang hampir sama dan strategi yang sama dalam mengomunikasikan
berita buruk dalam suatu organisasi. Hal lain yang mempengaruhi tingkat kesopanan
adalah kepribadian dan pelatihan profesional.
Kesopanan juga tergantung pada tipe hubungan yang dimiliki, apakah hubungan tersebut
adalah hubungan antar orang asing, teman atau intim. Derajat kesopanan berdasarkan tipe
hubungan tersebut digambarkan dengan model berikut ini dari Wolfson.
Kemudian, konteks komunikasi juga bisa mempengaruhi, misalnya kesopanan lebih besar
pada situasi formal dibandingkan pada situasi informal yang perbedaan kekuasaannya
bersifat minimal.
Nettiquette
Internet memiliki aturan yang spesifik dalam kesopanan, disebut dengan nettiquette
(Kallos, 2005). Nettiquette adalah aturan etis yang menyediakan panduan dalam situasi
sosial untuk berkomunikasi di internet.
Beberapa contoh aturan yang membuat komunikasi melalui internet menjadi lebih baik
dan lebih mudah selain untuk mencapai efesiensi pribadi yang lebih baik, yaitu:
1. Membaca FAQ (frequently asked question). Sebelum menanyakan sesuatu lebih baik
membaca FAQ dulu untuk mengetahui pertanyaan yang sering ditanya dan
jawabannya.
2. Jangan berteriak. Menggunakan huruf kapital untuk semua huruf akan dianggap
sebagai berteriak di internet. Tak masalah jika menggunakan huruf kapital hanya
sebagai penekanan.
3. Mengintip sebelum berbicara. Mengintip adalah membaca pesan atau pembicaraan
yang sudah ada sebelumnya. Aktivitas ini dilakukan sebelum mulai berkontribusi.
Mengintip itu baik karena bisa membuat Anda mempelajari aturan dari suatu
kelompok tertentu untuk mencegah kesalahan ucapan yang bisa menyinggung.
4. Jangan menambah kesibukan situs. Cobalah untuk berhubungan bukan pada jam sibuk
jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, cobalah pada saat yang lain.
5. Berusaha untuk singkat. Hanya komunikasikan informasi yang diperlukan dan
sampaikan dengan cara yang singkat, jelas dan mudah dipahami.
6. Perlakukan orang baru dengan baik.
7. Jangan mengirimkan pesan komersial ke orang yang tak meminta.
8. Jangan melakukan spam. Spam terjadi jika seseorang mengirimkan surel pada orang
lain atau satu kelompok yang bahkan tidak relevan karena akan memperlambat
koneksi internet.
9. Jangan menyerang orang lain.
10. Hindari bahasa yang menyinggung.
5. Pesan berbeda-beda dalam hal inklusivitas.
Beberapa pesan bersifat inklusif yang melibatkan orang-orang yang hadir dan mengakui
relevansi dari yang lainnya. Tetapi, ada beberapa pesan yang dibuat dengan
mengecualikan orang-orang atau bahkan kelompok budaya tertentu (ekslusif). Pesan
seperti ini umumnya digunakan dalam percakapan anggota kelompok yang tak melibatkan
anggota lain diluar kelompok. Misalnya, para dokter berkumpul dan membicarakan
tentang masalah pengobatan. Kemudian, pesan yang bersifat eksklusif juga biasa terjadi
pada kelompok orang-orang dengan kebangsaan yang sama atau yang menggunakan
bahasa yang sama.
Selain itu, penggunaan istilah dalam suatu kelompok budaya tertentu bisa saja tidak
memungkinkan untuk diaplikasikan bagi semua kelompok budaya. Contoh, dalam agama,
penggunaan kata “masjid” atau “gereja” hanya berlaku untuk penganut agama tertentu.
Sedangkan penggunaan kata “tempat ibadah” dapat digunakan untuk keseluruhan agama
atau bersifat universal.
Pada intinya, daripada mengecualikan beberapa anggota dengan penggunaan kata-kata
tertentu, lebih baik menggunakan kata yang bisa melibatkan dan dipahami semua
kelompok. Apa pun tipe interaksi yang sedang dilakukan, semua yang hadir perlu
dilibatkan dalam interaksi tersebut.
Cara lain untuk mempraktikkan inklusifitas adalah dengan menambahkan detil yang
relevan pada kelompok atau orang-orang yang tak mengetahuinya. Sebenarnya
mempraktekkan inklusifitas sangat mudah sehingga sedikit mengejutkan bahwa prinsip ini
sering dilanggar. Saat inklusifitas dipraktekkan, semua orang yang terlibat mendapat
kepuasaan yang lebih besar sebagai hasil dari interaksi itu.
6. Cara Penyampaian Pesan yang Berbeda-beda
Terdapat dua cara untuk menyampaikan sebuah pesan, langsung atau tidak langsung.
Keuntungan pada penyampaian pesan secara tidak langsung adalah menyampaikan
keinginan pribadi tanpa menyinggung perasaan orang lain dan memungkinkan si
penyampai pesan untuk lebih memerhatikan etika bersopan santun dalam berkomunikasi.
Bahkan penyampaian pesan dengan cara yang tidak langsung juga dapat digunakan untuk
keuntungan pribadi yaitu ketika seseorang ingin mendapatkan pujian dari orang lain.
Akan tetapi, penyampaian pesan secara tidak langsung dapat juga menimbulkan masalah
jika orang lain tidak mengerti atau cenderung tidak mau melakukan pesan yang
disampaikan, sehingga ada pihak yang menang dan kalah, baik si pemberi pesan maupun
si penerima pesan. Situasi ini menyebabkan kekecewaan, bahkan dapat menjadi persaingan
yang tidak sehat.
Dalam penyampaian sebuah pesan terhadap orang lain, seseorang sebaiknya melihat
situasi dan kondisi terlebih dahulu. Terkadang penyampaian pesan secara langsung akan
lebih baik daripada pesan yang disampaikan secara tidak langsung.
Penyampaian pesan juga sangat berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin dan budaya.
Pada negara tertentu, contohnya Amerika, wanita cenderung menyampaikan keinginannya
secara tidak langsung sehingga menunjukkan ketidakberdayaannya. Sedangkan pria
cenderung menyampaikan keinginannya secara langsung, bahkan terkadang karena
keterusterangannya menjadi kasar karena ingin menunjukkan kekuasaannya.
Deborah Tannen (1994b) berpendapat bahwa wanita dalam menyampaikan keinginannya
secara tidak langsung pun dapat menunjukkan kekuasannnya, tergantung bagaimana
“gaya” penyampaiannya. Tannen juga berpendapat bahwa pria cenderung menggunakan
penyampaian pesan secara tidak langsung jika mengekspresikan kelemahannya,
mengungkapkan permasalahan yang dialaminya, atau mengakui kesalahannya. Pria juga
menggunakan cara ini untuk menolak sesuatu dalam peningkatan hubungan percintaan.
Lain halnya pada budaya Asia dan Amerika Latin yang menggunakan “nilai” dari
penyampaian pesan secara tidak langsung untuk tidak mempermalukan diri dengan
menghindari kritik dan kontradiksi (Kapoor, Hughes, Baldwin & Blue, 2003).
Perbandingan ini menggambarkan betapa sulitnya untuk melakukan generalisasi
penyampaian pesan jika dihubungkan pada kecenderungannya dalam budaya tertentu.
Perlu diperhatikan bahwa dalam menyampaikan sebuah pesan, orang lain dapat menjadi
tidak mengerti bahkan salah pengertian. Sebagai contoh, A yang menyampaikan pesan
secara tidak langsung untuk menunjukkan sopan santunnya seperti budaya di negaranya,
berkomunikasi dengan B yang menganggap penyampaian pesan secara tidak langsung
dapat bersifat manipulatif di budaya negaranya, maka salah pengertian dalam
penyampaian pesan pun tak terelakkan lagi.
7. Keberagaman Pesan Menurut Tingkat Kepercayaan Diri (Assertiveness)
Terdapat lima pernyataan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
komunikasi yang asertif. Tanggapan yang dihasilkan terhadap kelima pernyataan tersebut
dapat mencerminkan seberapa tinggi tingkat kepercayadirian diri yang dimiliki oleh
pemberi tanggapan. Kelima pernyataan tersebut sebagai berikut:
No.
1
2
3
4
5
Pernyataan
Saya akan mengekspresikan pendapat saya dalam suatu kelompok
bahkan jika pandangan saya menentang pendapat yang lainnya
Saat diminta untuk melakukan sesuatu yang benar-benar tidak
saya inginkan, saya dapat berkata “tidak” tanpa merasa bersalah
Saya dapat mengekspresikan pendapat saya kepada atasan saya
Saya dapat memulai suatu percakapan dengan orang yang belum
dikenal dalam bis atau pada pertemuan bisnis tanpa rasa takut
Saya menyuarakan keberatan terhadap perilaku orang jika saya
merasa orang tersebut melanggar hak saya
Nilai
Komentar
Keterangan:
Pilihan Komentar
Nilai Komentar
1
Selalu atau hampir selalu salah
2
Biasanya salah
3
Suatu saat benar, suatu saat salah
4
Biasanya benar
5
Selalu atau hampir selalu benar
Jumlah total kolom “Nilai Komentar” menunjukkan “semakin tinggi jumlah nilai yang
dicapai melalui pemberian tanggapan tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat
kepercayadirian si pemberi tanggapan dan sebaliknya”.
Sifat-Sifat Komunikasi Asertif
Terdapat tiga jenis komunikator berdasarkan tingkat kepercayadiriannya, yaitu:
Nonassertiveness
Agressiveness
Assertiveness
(Ketidakpercayadirian)
(Keagresifan)
(Kepercayadirian)
Filosofinya
“Kamu Filosofinya “Kamu menang, Filosofinya “Saya menang,
menang, saya kalah”
saya menang”
kamu kalah”
Melaksanakan apa yang Mengasumsikan
dikatakan
orang
lain semua
pihak
bahwa Memusatkan
dapat pada
diri
kebutuhannya
hanya
dan
kepadanya
untuk memperoleh sesuatu dari memiliki kepedulian yang
dikerjakan
tanpa interaksi
mempertanyakan
peduli
yang
dan bahkan
interpersonal kecil
terhadap
keinginan
dari
suatu orang lain
hak-hak
yang Berpikir sedikit terhadap
terbaik konfrontasi
baginya
Gagal menyatakan hak- Meyakini
haknya
dimilikinya
pendapat,
nilai,
atau
keyakinan orang lain
Seringkali memohon izin Menyampaikan
buah Seringkali
terlibat
dalam
dari
orang
lain
melakukan
untuk pikirannya
sekaligus adu
argumentasi
dengan
yang menyambut pendapat dan orang lain
merupakan haknya
sikap
orang
lain
sebagaimana adanya
Situasi-situasi
sosial Tidak
menimbulkan
kecemasan orang
baginya
melukai
lain
perasaan
dalam
berinteraksi
Penghargaan terhadap diri Bersikap lebih positif dan Peka terhadap kritik yang
sendiri
rendah
secara memberi nilai lebih rendah diajukan
umum
dalam
keputusasaan
kepada
mengukur perilakunya
daripada
komunikator yang bersifat
nonasertif
Hasil riset (Velting, 1999) mengungkapkan perbedaan-perbedaan sebagai berikut:
Orang yang bersifat asertif
Orang yang bersifat nonasertif
 Lebih terbuka
 Kurang terbuka
 Sedikit dilanda kecemasan
 Lebih
 Lebih suka berdebat
 Tidak
mudah
mudah
dilanda
kecemasan
diintimidasi
(ditakut-takuti) atau dibujuk
 Sedikit minat untuk berdebat
 Lebih mudah diintimidasi atau
dibujuk
Dari sisi kebudayaan, terdapat perbedaan dalam memandang sifat percaya diri. Misalnya,
nilai percaya diri lebih dipuji pada kebudayaan individual daripada kebudayaan kolektif.
Dengan demikian, kepercayadirian mungkin merupakan strategi yang efektif dalam suatu
kebudayaan tetapi mungkin menimbulkan persoalan dalam kebudayaan yang lain.
Prinsip dasar meningkatkan kepercayadirian dalam berkomunikasi
Pada dasarnya beberapa orang mengalami ketidakpercayadirian dalam berkomunikasi, dan
apabila kita mengalaminya maka ada kebiasaan yang harus diubah untuk meningkatkan
kepercayadirian dalam berkomunikasi (Windy & Consantaninou, 2005; Bower & Bower,
2005).
 Menganalisa kepercayadirian dalam berkomunikasi
Langkah pertama dalam meningkatkan kepercayadirian dalam berkomunikasi adalah
mengerti prinsip dasar berkomunikasi, yaitu memahami dan menganalisa pesan yang ada.
Belajarlah untuk membedakan antara kepercayadirian, keagresifan dan pesan yang bersifat
non-asertif. Kemudian, fokus memahami terhadap apa yang biasa terjadi dalam kebiasaan
orang berkomunikasi. Setelah melewati tahap analisa tersebut, terapkan dalam berbagai
situasi kehidupan kita: bagaimana kita berbicara, bagaimana komunikasi non verbal
dikomunikasikan dan bagaimana karakter komunikasi dalam setiap situasi yang berbeda.
 Melatih kepercayadirian dalam berkomunikasi
Pilih situasi yang biasanya kita mengalami ketidakpercayadirian, kemudian bangun suatu
tingkatan yang membuat pesan dalam komunikasi tidak berjalan baik. Sebagai contoh,
situasi di lingkungan kerja. Buatlah sebuah situasi seperti pada saat kita berbicara langsung
kepada atasan. Langkah pertama adalah yakin akan pesan yang hendak kita sampaikan.
Cara yang paling mudah untuk melatihnya adalah dengan memvisualisasikan situasi
tersebut. Dalam berlatih hal ini, yang paling harus di latih adalah bagaimana gerak tubuh
pesan non verbal dan dimensi vokal yang akan dikomunikasikan. Kita bisa melakukan ini
dengan orang – orang terdekat kita. Setelah melakukan latihan ini kita bisa lanjut ke tahap
selanjutnya.
 Kepercayadirian dalam berkomunikasi
Langkah selanjutnya bisa dibilang langkah yang paling sulit tapi juga yang paling penting.
Hal-hal inilah yang mengeneralisasikan efektifitas kepercayadirian dalam berkomunikasi:

Deskripsikan permasalahan anda, jangan mengevaluasi atau menghakiminya

Gambarkan bagaimana masalah ini mengganggu anda; katakan kepada orang lain
bagaimana perasaan anda

Susun langkah untuk membuat solusi yang baik dan hadapi orang atau situasi yang
mengganggu tersebut.

Pahami situasi agar tidak salah dalam mengambil langkah atau salah berkomunikasi.
KOMENTAR KELOMPOK
Dalam komunikasi interpersonal, tanpa disadari kita seringkali melakukan komunikasi
yang bersifat eksklusif. Komunikasi yang bersifat eksklusif ini bisa membawa akibat yang
kurang baik, di antaranya menciptakan blok-blok tertentu di dalam masyarakat. Sehingga,
alangkah baiknya jika di dalam melakukan komunikasi interpersonal, kita bisa memilih katakata yang bersifat universal agar semua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut bisa
memahami maksud dari pesan tersebut. Itulah pentingnya kita memahami latar belakang
lawan bicara sehingga komunikasi berjalan efektif. Selain itu, komunikasi interpersonal juga
sebaiknya menggabungkan antara pesan verbal dan non-verbal dengan tetap memperhatikan
arti dan prinsip pesan tersebut. Dan juga kita sebaiknya memperhitungkan konteks waktu dan
tempat saat komunikasi itu berlangsung agar tidak terjadi salah interpretasi atas gerakan
nonverbal yang dilakukan secara tidak sengaja.
Download