PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL

advertisement
1
PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL TiO2
TERHADAP SIFAT DIELEKTRIK KERAMIK BARIUM
TITANAT (BaTiO3)
Lailatul Fitriyah. Dyah sawitri ST. M.T.
Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology
ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected]
Abstract
Telah dilakukan pembuatan keramik Barium Titanat
(BaTiO3) dengan menggunakan bahan baku Titanium
Oksida (TiO2) dan barium karbonat (BaCO3). Pembuatan
keramik dilakukan dengan memvariasikan ukuran partikel
dari TiO2 menjadi:21nm, 200mesh, 170 mesh, dan 120
mesh. Dan juga memvariasikan komposisi TiO2 dengan
variasi komposisi 10%, 20%, 28.5%, 30%, dan 40%.
Bahan baku tersebut dikalsinasi pada suhu 800°C dengan
penahanan 3 jam, dicetak dengan penekanan sebesar 4 ton
dan serta disinter pada suhu 1100°C dengan penahanan 5
jam. Kekuatan dielektrik maksimal diperoleh pada sampel
dengan komposisi 28.5% dan ukuran partikel 21nm dengan
nilai 10181.264 V/cm. Rugi dielektrik terkecil diperoleh
pada sampel dengan komposisi 28.5% dan ukuran partikel
21nm dengan nilai 0.186. Densitas maksimal diperoleh
pada sampel dengan komposisi 28.5% dengan ukuran
partikel 21nm dengan nilai 3.689 gr/cm3. Sedangkan untuk
porositas didaptkan nilai terbaik yaitu, 29.4% pada
komposisi 28.5% dan ukuran partikel 21nm. Variasi
komposisi dan ukuran partikel berpengaruh pada kekuatan
dielektrik, dielektrik loss, densitas dan porositas. Semakin
kecil Ukuran partikel maka Kekuatan dielektrik semakin
tinggi dan rugi dielktrik semakin rendah.
Kata Kunci : barium titanat, dielektrik, komposisi
I. PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya Barium Titanat telah banyak
digunakan dalam bidang industri elektronika seperti, sensor
tekanan, sensor suhu, sensor humidity, kondensor dan
kapasitor. Hal ini dikarenakan keramik Barium Titanat
mempunyai sifat piezoelektrik dan feroelektrik serta bahan
Barium Titanat mempunyai struktur yang perovskit. Selain
itu keramik Barium Titanat mempunyai struktur kristal
yang lebih sederhana dibandingkan feroelektrik lainnya.
Ditinjau dari penggunaannya, bahan ini sangat praktis
karena sifat kimia dan mekaniknya stabil, mempunyai sifat
feroelektrik pada temperatur ruang sampai diatas
temperatur ruang karena mempunyai temperatur curie
120ºC.
Seperti penelitian – penelitian sebelumnya oleh
Yunasti, Pusat Pendayagunaan Iptek Nuklir (PHIN)
BATAN,2002. Pembuatan keramik Barium Titanat untuk
peralatan elektronik. Dengan memvariasikan suhu
pembakaran sebesar 900, 1000, 1100, 1200, 1300, dan 1350
pada keramik Barium Titanat. Hasilnya konstanta dielektrik
paling tinggi pada suhu 1350°C. Penelitian yang lain
dilekukan oleh Eko Sulistyono,dkk tentang pengaruh
temperatur sintering dan komposisi bahan terhadap
dielektrisitas Barium Titanat. Penelitian ini dilakukan
dengan memvariasikan komposisi dan temperatur. Barium
Titanat divariasikan dengan komposisi 0%, 20%, 40%,
60%, 80%, dan 100%. Untuk variasi suhu yang diberikan
1100°C, 1200°C, dan 1300°C. Dari penelitian ini
didapatkan dielektrisitas terbesar pada komposisi 20% dan
suhu 1300°C.
Dengan mengacu pada penelitian – penelitian
sebelumnya dilakukan penelitian pembuatan keramik
Barium Titanat dengan memvariasikan komposisi dan
ukuran partikel TiO2. Sebelumnya komposisi ideal dihitung
persamaan stoikiometri didapatkan perbandingan massa
antara BaCO3 dan TiO2. Dari perbandingan massa tersebut
ditetapkan variasi komposisi BaCO3 dan TiO2. Pembuatan
keramik Barium Titanat pada penelitian ini menggunakan
metalurgi serbuk. Proses metalurgi serbuk seperti proses
preparasi serbuk, pencampuran serbuk, kalsinasi, kompaksi,
sintering.
II. DASAR TEORI
2.1 Keramik Barium Titanat
Barium Titanat (BaTiO3), pertama kali diteliti pada awal
tahun 1940-an oleh peneliti-peneliti dari Amerika, Jepang
dan Rusia. Barium Titanat pada saat ini merupakan material
ferroelektrik
yang
sangat
cepat
perkembangan
penelitiannya. Hal ini menarik karena Barium Titanat
mempunyai struktur kristal perovskite yang sederhana, hal
ini dapat mempermudah pemahaman tentang material
ferroelektrik itu sendiri. Barium Titanat mudah
diaplikasikan karena dalam segi kimia maupun mekanik
lebih stabil dan mempunyai temperature curie yang
mendekati temperatur kamar dibandingkan material
ferroelektrik lainnya. Aplikasi dari Barium Titanat antara
lain sebagai kapasitor, sebagai sensor tekanan dan sensor
suhu.
Dalam satu Kristal perovskite Barium Titanat, terdapat
satu atom barium, satu atom Titanium dan tiga atom
Oksigen. Gambar 2.1 menunjukkan struktur Kristal
perovskite dari Barium Titanat (BaTiO3). Barium Titanat
mempunyai 5 struktur kristal yang berbeda yaitu hexagonal,
kubik, tetragonal, orthorhombik dan rhombohedral.
Gambar 2. 1 Struktur Kristal Perovskit Barium Titanat.
Dua fasa penting dari Barium Titanat adalah fasa
tetragonal dan fasa kubik. Pada fasa tetragonal, Barium
Titanat memiliki sifat feroelektrik dan piezoelektrik yang
baik. Sedangkan pada fasa kubik Barium Titanat memiliki
2
konstanta dielektrik yang sangat tinggi dan cocok untuk
aplikasi kapasitor ( multilayered ceramic capacitors ). Pada
temperatur diatas 1460ºC barium titanat mempunyai
struktur Kristal hexagonal. Pada saat terjadi pendinginan
pada suhu 1460ºC, terjadi perubahan struktur kristal dari
hexagonal menjadi kubik. Keadaan yang sangat penting
terjadi pada temperatur 120ºC karena pada temperatur ini,
barium titanat bertransformasi secara spontan dari
paraelektrik menjadi ferroelektrik.
2.3 Proses Teknologi Serbuk
Metode teknologi serbuk memerlukan bahan dasar
berupa serbuk yang berukuran sangat kecil. Ukuran serbuk
yang kecil diperlukan agar komponen – komponen
pembentuk bahan dapat saling berdeposisi (bereaksi) ketika
bahan mengalami pemanasan. Sebagaiman yang pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti, penyediaan serbukbahan
yang halus dilakukan dengan ball milling. Pada proses
teknologi serbuk ini terdiri dari : penghalusan
(penggerusan) bahan baku, penyaringan, pencampuran dan
kalsinasi. Pada proses teknologi serbuk faktor yang
menentukan sifat keramik adalah: kehalusan serbuk,
homogenitas dan kemurnian bahan. Teknologi serbuk yang
sering dipakai pada industri-industri keramik adalah teknik
konvensional
(pencampuran
padatan-padatan).
Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan material
dengan ukuran yang tidak seragam. Ukuran butir biasanya
menggunakan ukuran mesh.
Pencampuran bahan dapat dilakukan dengan metode
basah maupun kering, dengan cara manual ataupun
masinal. Didalam penyiapan bahan ini ada proses-proses
tertentu yang harus dilakukan antara lain pengurangan
ukuran butir dan penyaringan Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan adalah mengenai ukuran butir dari masingmasing bahan dasar tersebut. Pengurangan ukuran butir
dapat dilakukan dengan penumbukan dengan agate mortar.
Waktu penggilingan berpengaruh pada tingkat homogenitas
dan kehalusan serbuk
2.4 Sifat Dielektrik Barium Titanat
Berbeda dari konduktor, material ini tidak memiliki
elektron bebas yang dapat bergerak dengan mudah didalam
material elektron dalam dielektrik merupakan elektron
terikat. Dibawah pengaruh medan listrik, pada suhu kamar,
pergerakan elektron hampir tidak terdeteksi. Namun pada
temperatur tinggi aliran arus bias terdeteksi jika diberikan
medan listrik pada dielektrik. Arus ini bukan saja
ditimbulkan oleh elektron yang bergerak tetapi juga oleh
pergerakan ion dan pergerakan molekul polar yaitu molekul
yang membentuk dipole. Peristiwa pergerakan elektron,
ion, dan molekul-molekul polar di dalam dielektrik yang
diakibatkan oleh adanya medan listrik disebut peristiwa
polarisasi. Peristiwa polarisasi menyebabkan dielektrik
terpolarisasi, suatu keadaan di mana dua sisi yang
berlawanan dari selembar dielektrik mengandung muatan
yang berlawanan; dielektrik dalam keadaan seperti ini
disebut elektret. Dalam teknologi elektro dielektrik banyak
digunakan pada kapasitor dan sebagai material isolasi. Kita
akan mengawali pembahasan di bab ini dengan melihat tiga
faktor yang digunakan untuk melihat kualitas dielektrik
yaitu permitivitas relatif, faktor desipasi, dan kekuatan
dielektrik.
2.4.1 Permitivitas Relatif
Permitivitas relatif suatu dielektrik (disebut juga konstanta
dielektrik), εr, didefinisikan sebagai perbandingan antara
permitivitas dielektrik, ε, dengan permitivitas ruang
hampa,ε0.
=
(2. 1)
Jika suatu dielektrik dengan permitivitas relatif εr
disisipkan di antara elektroda kapasitor pelat paralel yang
memiliki luas A dan berjarak d, maka kapasitansi pelat
paralel yang semula (sebelum disisipi dielektrik).
= ≈ (2. 2)
Berubah menjadi,
(2. 3)
= Atau
= (2. 4)
Jadi penyisipan dielektrik pada kapasitor pelat paralel akan
meningkatkan kapasitansi sebesar εr kali. Nilai permitivitas
relatif untuk beberapa polimer termuat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai Permitivitas Relative Beberapa Bahan.
Bahan
Konstanta
dielektrik
Vakum
1
Udara
1,00054
Polietilena
2,25
Kertas
3,5
PTFE
2,1
(Teflon(TM))
Polistirena
2,4-2,7
Kaca pyrex
4,7
Karet
7
Silikon
11,68
Metanol
30
Beton
4,5
Air (20 °C)
80,10
Barium titanat
1200
Jika kapasitor diberi tegangan yang berubah terhadap
waktu, vC, maka arus yang mengalir melalui kapasitor, iC,
adalah
= (2. 5)
Jika muatan pada kapasitor adalah, qC, maka
= = = (2. 6)
Jika arus yang melalui kapasitor adalah iC maka tegangan
yang timbul pada kapasitor adalah
= (2. 7)
Jika tegangan yang diterapkan adalah tegangan bolak-balik
sinusoidal, = sin dengan ω = 2π di mana f adalah
frekuensi, maka arus kapasitor,
!
= = "# !
= ! + % 
(2. 8)
Jadi arus bolak-balik pada kapasitor mendahului
tegangannya sebesar 90°. Hal ini hanya berlaku jika tidak
terjadi kehilangan daya pada dielektrik. Dalam kenyataan
arus kapasitor mendahului tegangan dengan sudut kurang
dari 90o, yaitu (90o-δ). Jadi,
= ! + %° − '
(2. 9)
3
Diagram fasor dari situasi ini terlihat pada Gambar 10 (a)
IC adalah fasor arus kapasitor dan VC adalah fasor
tegangan kapasitor. IC terdiri dari dua komponen yaitu IC0
yang 90o mendahului VC, dan IRp yang sefasa dengan VC.
Arus yang sefasa dengan tegangan akan memberikan daya
yang diserap oleh kapasitor arus ini dapat digambarkan
sebagai arus yang mengalir melalui suatu resistansi Rp yang
terhubung parallel dengan kapasitor. Dengan demikian
suatu kapasitor dapat digambarkan dengan rangkaian
ekivalen seperti pada Gambar 10 (b)
Gambar 2. 1 Diagram Fasor Dan Rangkaian Ekivalen
Kapasitor
Nilai Rp untuk rangkaian ekivalen ini adalah,
=
(2. 10)
() = =
* ()
* +, '
!.'
Daya yang diserap kapasitor adalah,
/ = *0() () =
0
()
= !0 .'
(2. 11)
Daya ini adalah daya yang diserap oleh dielektrik dalam
kapasitor. Persamaan (2.11) dapat kita tulis,
/ = ! 0 +, '
(2. 12)
Tanδdisebut faktor desipasi dan εrtanδdisebut faktor rugirugi dielektrik. Seperti halnya permitivitas relatif, faktor
desipasi juga diberikan dalam dua nilai frekuesi.
Sesungguhnyalah bahwa kedua besaran ini, yaitu εr dan
tanδ, tergantung dari frekuensi. Selain frekuensi mereka
juga tergantung dari temperatur. Kedua hal ini akan kita
bahas lebih lanjut. Dielektrik yang memiliki εr besar
biasanya memiliki faktor rugi-rugi besar pula. Nylon dan
acrylic yang memiliki εr tinggi, ternyata juga memiliki
tanδbesar pula jadi faktor rugi rugi, εrtanδ, juga besar.
Suatu kompromi diperlukan dalam pemanfaatannya.
2.4. 2 Kekuatan Dielektrik
Kekuatan dielektrik adalah nilai gradien potensial,
V/mm, yang menunjukkan kemampuan suatu bahan
dielektrik menahan pengaruh dari medan listrik. Jika bahan
dielektrik dikenakan medan listrik, maka ion-ion didalam
bahan dielektrik yang masing-masing bermuatan q akan
mengalami pergeseran tempat sejauh de sehingga terjadi
polarisasi. Perkalian muatan q dengan de ini disebut momen
dipole pe. Terjadinya polarisasi pada bahan mengakibatkan
timbulnya dipole magnetic. Jumlah momen dipole tiap
satuan volume dinamakan besaran polarisasi (ρ).
1 = ∑ ) (2. 13)
Sedangkan besaran momen dipole adalah:
) = . (2. 14)
Sehingga persamaan menjadi:
(2. 15)
1 = ∑ -
1 = 4) = ∑ (2. 16)
dengan
ρ = polaritas dielektrik (Coulomb/m2)
p = momen dipole (Coulomb/m)
V = volume badan (m3)
q = muatan elektron (Coulomb)
d = jarak antara muatan positif dan negatif (m)
56 = rapat muatan polarisasi dalam dielektrik
Adanya muatan positif dan negatif didalam bahan
dielektrik saling menetralkan sehingga yang berpengaruh
hanya terdapat pada permukaan. Kuat medan listrik
sebelum terdapat bahan dielektrik adalah:
4
7=
(2. 17)
Sehingga pada bahan dielektrik besar kuat medan
listrik menjadi:
4 84
7= - 0
(2. 18)
(2. 19)
4 = 4- + 4)
dengan
59 = rapat muatan total
σ = rapat muatan bebas
Persamaan (2.6) dan (2.7) disubstitusi menjadi:
4 = 7 + 1
(2. 20)
Pada bahan dielektrik pada umumnya besaran
polarisasi berbanding lurus dengan kuat medan listrik dan
suseptibilitas listrik (Xe).
Sehingga harga σt menjadi:
4 = (2. 21)
4 = - + :; (2. 22)
Bila antara dua elektroda diberi bahan dielektrik dan
beda potensial dinaikkan, maka akan meningkatkan rapat
muatan dielektriknya. Hal ini dapat menyebabkan
pelepasan muatan, sehingga terjadi arus bocor dan bahan
dielektrik berubah menjadi bahan konduktor. Dalam hal ini
isolator mengalami kegagalan listrik atau terjadi tembus
listrik (breakdown). Kemampuan isolator menahan
kegagalan listrik ini dinamakan kekuatan dielektrik yang
besarnya:
>
(2. 23)
<= =
dengan
DS = kekuatan dielektrik (kuat medan tembus), V/mm
Vbr = tegangan tembus (tegangan breakdown), V
d
= tebal isolator, (mm)
Dalam pengukuran kekuatan dieletrik pada eksperimen, Vbr
diidentifikasikan sebagai tegangan maksimum yang
menyebakan terjadinya breakdown atau tegangan tembus.
2. 5 Pengukuran Densitas
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan
volume benda.Semakin tinggi massa jenis suatu benda,
maka semakin besar pula massa setiapvolumenya. Massa
jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa
dibagidengan total volumenya. Sebuah benda yang
memiliki massa jenis lebih tinggi(misalnya besi) akan
memiliki volume yang lebih rendah daripada
bendabermassa sama yang memiliki massa jenis lebih
rendah (misalnya air). Massa jenis atau densitas merupakan
ukuran kepadatan dari suatu material. Densitas secara
umum dibagi menjadi 2 yaitu bulk density dan true density.
Dalam hal ini yang diukur adalah bulk density, merupakan
densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk
dengan pori atau rongga.
Untuk benda padatan yang besar dan bentuknya yang
beraturan, cara pengukuran bulk density dapat dilakukan
4
dengan mengukur beratnya dan volumenya dengan cara
mengukur dimensinya. Sedangkan untuk benda yang
bentuknya tidak beraturan maka pengukuran bulk density
dapat dilakukan dengan metode Archimedes, yaitu:
?
(2. 24)
1=
Dimana :
ρ = massa jenis (gr/cm3)
m = massa kering sampel (gr)
V = volume sampel (cm3)
Volume sampel dihitung berdasarkan kenaikan volume air
dikurangi dengan volume air mula – mula.
2. 6 Porositas
Porositas adalah kemampuan keramik yang telah
dibakar untuk menyerap air melalui pori-pori. Tingkat
porositas dapat dihitung melalui proses perebusan dan
perendaman benda uji di waktu tertentu. Uji porositas yaitu
kegiatan pengujian untuk mengetahui tingkat penyerapan
air suatu benda uji dari massa benda yang telah dibakar.
Daya penyerapan terhadap air pada benda dengan pori-pori
banyak atau porositas besar akan besar, sebaliknya, bila
benda uji mengalami proses “vitrifikasi” hingga padat dan
tidak berpori lagi, maka daya serap mendekati nol.
Perhitungan porositas dapat dilakukan dengan rumus
berikut,
@A
?; )B;A
× -%
(2. 25)
/@@== =
7. Vugular
: Rongga-rongga besar yang
berdiameter beberapa mili dan kelihatansekali bentuk
bentuknya tidak beraturan, sehingga porositas besar.
8. Cavernous
: Rongga-rongga besar sekali
yang merupakan gua-gua, sehinggaporositasnya besar.
Porositas berdasarkan kuantitas :
• ( 0% ± 5 %) dapat diabaikan (negligible)
• (5% ± 10%) buruk (poor)
• (10%- 15%) cukup baik (fair)
• (15%- 20%) baik (good)
• (20%- 25%) sangat baik ( very good )
• (>25%) istimewa ( excellent )
II.
METODOLOGI PENELITIAN
@A
?; >
AB
)@@== =
× -%
E>
AB
E>8EB×
(2. 26)
1
)@@== =
× -%
(2. 27)
>
AB
Dimana :
Mk = Massa kering
Mb = Massa basah
Porositas dibagi 2 berdasarkan asal usulnya :
1. Original (Primary) Porosity yaitu porositas yang
terbentuk
ketika
proses
pengendapan
batuan
(deposisi)tanpa ada faktor lain. Pada umumnya terjadi pada
porositas antar butiran padabatupasir, antar Kristal pada
batukapur, atau porositas oolitic pada batukapur.
2.Induced (Secondary) Porosity yaitu porositas yang
terbentuk setelah proses deposisi batuan karena
beberapaproses geologi yang terjadi pada batuan tersebut,
seperti proses intrusi, fault. retakan, dan sebagainya. Proses
tersebut akan mengakibatkan lapisan yang sebelumnya nonporosity/permeabelitas menjadi lapisan berporositas.
Contohnya retakan pada shale dan batukapur, dan vugs atau
lubang-lubang akibat pelarutanpada batukapur.
Batuan yang berporositas original lebih seragam dalam
karakteristik
batuannya
daripada
porositas
induced.Porositas berdasarkankualitas :
1. Intergranuler : Pori-pori terdapat di antara butir.
2. Interkristalin : Pori-pori terdapat di antara kristal.
3. Celah dan rekah
: Pori- pori terdapat di antara
celah/rekahan.
4. Pin-point porosity
: Pori-pori merupakan bintikbintik terpisah-pisah, tanpaterlihat bersambungan.
5. Tight
:Butir-butir berdekatan dan
kompak sehingga pori-pori kecil sekali danhampir tidak
ada porositas.
6. Dense
:Batuan sangat kecil sehingga
hampir tidak ada porositas.
Gambar 3.1 Metodologi Penenlitian
3.1 Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan
penelitian ini antara lain:
a. Penyiapan bahan baku, yang terdiri dari 2 bahan
yaitu Barium Carbonat (BaCO3) dan Titanium
Dioksida (TiO2).
b. Penghalusan, dalam hal ini TiO2 yang mikro
digerus dengan menggunakan agate mortar
sampai lolos ayakan 120 mesh,170 mesh dan 200
mesh. Dan untuk TiO2 nano tidak memerlukan
penghasulan.
c. Penimbangan, TiO2 yang berukuran 120 mesh, 170
mesh dan 200 mesh dan TiO2 yang berukuran nano.
d.
Serta BaCO3 masing-masing ditimbang sesuai
dengan komposisi yang sudah ditentukan.
Pencampuran, bahan dicampur dengan alkohol
sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
5
e.
Pengadukan dan pengeringan, pengadukan dan
pengeringan bahan dilakukan dengan magnetic
stirer.
Penghalusan ulang, bahan yang sudah dikeringkan
biasanya akan memadat, sehingga perlu adanya
penggerusan ulang. Penggerusan ulang ini
dimaksudkan agar bahan yang sudah memadat
menjadi serbuk kembali.
Kalsinasi, setelah di haluskan ulang selanjutnya
dilakukan kalsinasi pada bahan tersebut dengan
suhu 800˚C.
Pencetakan, setelah dikalsinasi selanjutnya
dilakukan pencetakan agar bahan tersebut menjadi
berbentuk padatan (pelet).
Sintering, selanjutnya sesudah proses pencetakan
selesai pelet yang sudah terbentuk disinter pada
suhu 1100ºC.
Karakterisasi, pengujian yang dilakukan ada 3
yaitu uji kekuatan dielektrik, uji densitas,dielektrik
loss.
f.
g.
h.
i.
j.
III.
HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS
DATA
4.1. 1 Data Perhitungan Kekuatan Dielektrik
Kekuatan dielektrik dihitung berdasarkan persamaan
2.23. Tabel 4.1 merupakan data kekuatan dielektrik yang
telah di rata- rata. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
analisa data. Dari tabel 4.1 dibuat kurva kekuatan
dielektrik. Kekuatan dielektrik adalah gradien tegangan
maksimum yang masih bias ditahan oleh bahan.
Sumbu x pada gambar 4.1 merupakan persentase
komposisi dari masing – masing ukuran partikel. Pada
gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kurva kekuatan dielektrik
paling tinggi diperoleh pada komposisi 28.5 %, komposisi
28.5% ini adalah komposisi dengan 4.275 gram TiO2 dan
10.275 gram BaCO3. Persentase komposisi massa dari 10%
menuju 28.5% mencapai kenaikan kekuatan dielektrik
namun untuk komposisi dari 28.5 % menuju 40 % data
kekuatan dielektrik mengalami penurunan. Komposisi 28.5
% ini adalah komposisi yang diperoleh dari perhitungan
stoikiometri.
4.1. 2 Data Perhitungan Rugi Dielektrik
Perhitungan dielektrik loss diperoleh dari data
pengukuran tegangan tembus dan dihitung dengan
persamaan 2.12. Sehingga diperoleh data rata – rata rugi
dielektrik pada masing – masing sampel.
Tabel 4. 1 Data Perhitungan Rata – Rata Rugi Dielektrik
Rugi Dielektrik
Komposisi
Nano
200
170
120
(%)
Mesh
Mesh
Mesh
25.125
26.791
26.906
30.861
10%
19.591
25.561
26.28
30.535
20%
18.603
22.997
23.396
24.349
28.5%
23.059
25.281
26.223
28.392
30%
29.91
29.796
30.084
31.752
40%
Tabel 4.2 merupakan data perhitungan data rugi dielektrik
yang telah dirata – rata. Hal ini untuk memudahkan
perhitungan data.
Tabel 4.1 Data Rata – Rata Kekuatan Dielektrik
Ds (V/mm)
Komposisi
Nano
200
170
120
(%)
mesh
Mesh
Mesh
2579.472 2614.007 2614.041 1864.064
10 %
3920.482 3927.417 3839.676 2475.197
20 %
28.5 % 10181.264 6378.622 5969.718 4417.624
3763.204 3183.159 2884.344 2456.397
30 %
1934.822 1930.566 1912.157 1811.594
40 %
Dari tabel 4.1 bisa dilihat bahwa kekuatan dielektrik
Barium Titanat yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
10181.264 (V/cm). Nilai ini diperoleh dari ukuran partikel
21nm dan persentase komposisi 28.5%.
Gambar 4. 2 Grafik Rata – Rata Rugi Dielektrik
Dielektrik Loss atau rugi – rugi dielektrik atau faktor
rugi terjadi karena bahan diberikan medan listrik yang
melebihi kemampuannya. Dari perhitungan data dapat
dilihat bahwa sampel yang mempunyai kekuatan dielektrik
besar memiliki rugi dielektrik yang kecil. Pada komposisi
10 % sampai 28.5 % data rugi dielektrik mengalami
penurunan dan pada komposisi 28.5% sampai 40% rugi
dielektrik mengalami kenaikan. Hal ini berbeda dengan
data kekuatan dielektrik. Rugi dielektrik paling kecil terjadi
pada ukuran partikel 21 nanometer dan paling besar terjadi
pada ukuran partikel 120 Mesh. Besar – kecilnya rugi
dielektrik dipengaruhi oleh pertumbuhan ukuran partikel
pada waktu sintering.
Gambar 4. 1 Grafik Kekuatan Dielektrik BaTiO3
6
4. 2 Data Pengukuran Densitas
Data densitas diambil dengan prinsip Archimedes.
Pengukuran massa dan volume dilakukan di laboratorium
Energi gedung Robotika – ITS. Ada 2 jenis pengukuran
massa, yaitu massa kering dan massa basah. Pengukuran
massa kering dilakukan dengan menggunakan timbangan
digital pada saat sampel Barium Titanat dalam keadaan
kering. Sedangkan pengukuran massa basah dilakukan
dengan mencelupkan sampel kedalam air.
Tabel 4.2 Data Perhitungan Rata – Rata Densitas
Densitas
Komposisi
Nano 200 Mesh 170 Mesh 120 Mesh
(%)
(gr/mL) (gr/mL) (gr/mL) (gr/mL)
10%
3.463
3.35
3.309
3.104
20%
3.507
3.498
3.486
3.466
28.5%
3.689
3.644
3.613
3.512
30%
3.56
3.437
3.407
3.214
40%
3.499
3.403
3.346
3.187
Gambar 4. 3 Grafik Data Rata – Rata Perhitungan Densitas
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa densitas antar sampel
mempunyai perbedaan yang sedikit. Densitas tertinggi
dimiliki ukuran partikel nano. Dan terendah ukuran partikel
120 Mesh. Pada Gambar 4.3 merupakan data rata – rata
hasil perhitungan densitas. Dari tabel 4.5 dibuat kurva pada
gambar 4.3. dari kurva dapat dilihat kecenduran bahwa
ukuran partikel nano memiliki densitas yang tinggi. Diikuti
dengan ukuran partikel 200 mesh, 170 mesh dan 120 mesh.
Dan persentase komposisi yang mempunyai densitas
tertinggi terletak pada komposisi 28.5%. ini berarti bahwa
semakin besar densitas maka semakin besar kekuatan
dielektrik dan semakin kecil rugi dielektriknya.
4.4 Data Perhitungan Rata – Rata Porositas
Data porositas diambil dari data massa kering, massa
basah, dan Volume yang kemudian dihitung dengan
persamaan 2.27. dari hasil perhitungan diperoleh data rata –
rata pada tabel 4.4. dari data rata – rata porositas sudah
telihat bahwa nilai terbesar diperoleh pada komposisi
28.5% dan ukuran partikel 21nm.
Tabel 4.4 Data Perhitungan Rata – Rata Porositas
Porositas
Komposisi
(%)
10%
20%
28.5%
30%
40%
Nano
(%)
34.7
30.6
29.4
30.7
33.2
200
Mesh
(%)
38.4
36.6
32.6
33
35.9
170
Mesh
(%)
38.7
38.1
35.8
38.4
40.6
120
Mesh
(%)
39.4
38.5
37
38.5
42.1
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa ukuran partikel 21
nm memiliki porositas yang kecil. Sedangan ukuran 120
Mesh memiliki porositas yang besar. Persentase porositas
berarti banyaknya pori – pori yang berada pada sebuah
permukaan. Semakin besar densitas maka porositasnya
semakin kecil. Dan semakin kecil densitas maka
porositasnya semakin besar. Kedua hal ini dapat dilihat
pada kurva pada gambar 4.3 dan kurva pada gambar 4.4.
Gambar 4. 4 Grafik Data Porositas
Pada gambar 4.4 merupakan kurva porositas yang
berbanding terbalik dengan kurva densitas. Nilai porositas
paling tinggi diperoleh ukuran partikel 120 mesh pada
komposisi 28.5 %. Sedangkan porositas terendah diperoleh
ukuran partikel nano pada komposisi 28.5%. ini berarti
bahwa semakin kecil porositas maka kekuatan dielktriknya
semakin besar dan rugi dielektriknya semakin kecil.
4. 1 Karakterisasi XRF
Karakterisasi dilakukan dengan karakterisasi XRF (XRay Fluorencens). Karakterisasi ini dilakukan hanya pada
nilai kekuatan dielektrik yang terbaik untuk masing –
masing ukuran partikel. Karakterisasi XRF dilakukan di
laboratorium Energi – gedung Robotika ITS. Dengan
menggunakan alat XRF denagn merk PANalitycal. Dari
hasil XRF didapatkan :
Dari hasil karakterisasi XRF didapatkan persentase
kandungan untuk unsur dan oksida. Hasil kandungan untuk
unsur didapatkan bahwa nilai tertinggi untuk Ti terletak
pada ukuran 21 nanometer dan untuk BaO terletak pada
ukuran 170 Mesh. Dari hasil karakterisasi XRF dibuat
kurva seperti pada gambar 4.5.
7
Hasil
struktur
Mikro 120 Mesh
Gambar 4. 5 Grafik Hasil Karakterisasi XRF
Gambar 4.5 merupakan kurva perbandingan
kandungan senyawa BaO dan TiO2. Untuk TiO2 paling
tinggi terdapat pada ukuran partikel 21nm. Dan paling kecil
terletak pada 120 Mesh. Untuk senyawa BaO persentase
paling tinggi pada 170 Mesh dan paling rendah pada ukuran
partikel 21 nm. Untuk senyawa TiO2. Kurva mengalami
kecenderungan TiO2 paling tinggi pada 21nm yang
mempunyai kekuatan dielektrik paling tinggi.
4.4 Hasil Struktur Mikro
Gambar struktur mikro
menggunakan mikroskop digital.
diambil
dengan
Hasil
struktur
nikro ukuran 21
Nano
Hasil
struktur
Mikro 200 Mesh
Hasil
Struktur
mikro 170 Mesh
Dari hasil struktur mikro dapat dilihat bahwa ukuran
partikel 21nm cenderung memiliki permukaan yang halus.
Sedangkan untuk ukuran partikel 120 Mesh memiliki
permukaan yang kasar.
4. 2 Interpretasi Hasil Analisa Data
Dari analisa data yang didapatkan pada perhitungan
diatas, maka dapat dilakukan pembahasan mengenai
pengaruh variasi komposisi dan ukuran partikel TiO2
terhadap sifat dielektrik Barium Titanat.
4.3.1 Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Sifat
Dielektrik
Kekuatan dielektrik paling besar berada pada
komposisi 28.5%. Komposisi dibawah 28.5% dan diatas
28.5% mengalami penurunan kekuatan dielektrik. Ini
berarti komposisi 28.5% adalah komposisi ideal menurut
perhitungan data dan perhitungan stoikiometri. Demikian
juga terjadi pada rugi dielektrik yang paling rendah terjadi
pada 28.5% untuk masing – masing ukuran partikel. Pada
komposisi 28.5% memiliki senyawa TiO2 yang lebih besar
daripada komposisi 10% dan 20 % sehingga memiliki
Kekuatan dielektrik yang tinggi. Sifat senyawa TiO2 yang
termasuk dalam golongan logam mempunyai sifat
kelistrikan yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan
semakin besar komposisi TiO2 pada bahan maka semakin
besar nilai kekuatan dielektriknya.
Sifat dari senyawa BaCO3 yang mempunyai sifat
kekerasan yang tinggi sehingga semakin banyak BaCO3
maka semakin tinggi densitasnya sehingga tegangan
tembusnya semakin besar. Yang menyebabkan kekuatan
dielektriknya tinggi dan rugi dielektriknya rendah.
Sedangkan hal ini tidak terjadi pada komposisi 30% dan
40% karena pada komposisi tersebut senyawa BaCO3 yang
dimiliki sedikit meskipun memiliki TiO2 yang lebih
banyak. Dapat dilihat juga dari hasil karakterisasi XRF
pada kurva gambar 4.5 bahwa ukuran partikel 21nm
memiliki komposisi TiO2 yang mendekati komposisi
sebelum pemanasan atau komposisi stoikiometri yaitu
28.5%. ini berarti bahwa kandungan TiO2 banyak yang
bereaksi atau sedikit yang terbuang. Sedangkan kandungan
TiO2 untuk ukuran partikel yang lain banyak mengalami
penurunan. Ini berarti TiO2 yang bereaksi sedikit dan
banyak TiO2 yang tidak bereaksi.
4.3.2 Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Sifat
Dielektrik
Dari gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa
harga kekuatan dielektrik pada BaTiO3 mengalami
kenaikan di ukuran partikel Nano (0.021 µm). Demikian
juga dengan rugi dielektrik yang mengalami penurunan
pada ukuran nano. Sedangkan untuk ukuran 200 mesh (74
8
µm), 170 mesh (88µm) dan 120 mesh (125 µm) kekuatan
dielektrik lebih rendah dan rugi dielktrik lebih tinggi
daripada ukuran partikel nano. Hal ini terjadi karena pada
saat proses sintering ukuran partikel nano membutuhkan
waktu yang sedikit untuk mengalami ikatan dengan partikel
lain dan untuk membentuk neck. Jadi dengan memberikan
waktu yang sama pada masing – masing ukuran partikel,
ukuran partikel nano cenderung lebih cepat berikatan
dengan partikel nano yang lain. Sehingga pori – pori dari
ukuran partikel nano lebih sedikit. Sedangkan pada ukuran
partikel 200 Mesh, 170 Mesh, dan 120 Mesh yang
diberikan waktu sintering yang sama akan megalami
pemuaian dan proses penggabungan yang lambat sehingga
masih banyak terbentuk pori – pori.
Jadi ukuran partikel akan mempengaruhi sifat akhir
suatu bahan setelah dibakar. Bahan yang akan disinter
dengan ukuran pertikel yang lebih kecil akan lebih kuat
karena luas permukaannya lebih besar sehingga lebih
banyak ikatan yang terjadi. Dengan menggunakan ukuran
butir yang lebih kecil, maka makin sedikit ruang yang
kosong yang terdapat diantara butir sehingga porositasnya
akan lebih kecil. Proses sintering (pemanasan) akan
menyebabkan partikel halus akan beraglomerasi menjadi
bahan padat. Pada saat sintering permukaan butir yang
berdekatan akan menyatu. Hal ini akan menyebabkan
energi permukaan setelah penyatuan akan lebih kecil
dibanding energi permukaan pada saat sebelum menyatu.
Dari hasil analisa data yang didapatkan, ternyata pola
grafik densitas ang dihasilkan menyatakan kecenderungan
tertentu. Densitas menyatakan kerapatan partikel di dalam
sampel.
Dengan
perhitungan
sederhana
melalui
perbandingan massa dan volume didapatkan densitas
sampel. Densitas sampel ini bisa dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti proses kompaksi dan proses sintering. Proses
kompaksi dengan pemberian beban sebesar 4 ton dan
penahanan selama 15 menit menyebabkan terjadinya
pemadatan atau pengikatan sementara secara mekanik
antara butiran partikel menjadi suatu massa ang kompak.
Pada saat proses sintering suhu dan waktu penahanan
dibuat sama yaitu 1100°C denagn waktu penahanan 5 jam.
Pada saat inilah terjadi eliminasi porositas dengan transport
massa. Jika dua partikel digabung dan dipanaskan pada
suhu tertentu maka dua partikel ini akan berikatan dan
membentuk neck. Hal inilah yang menyebabkan sampel
barium titanat semakin kompak dan densitasnya semakin
meningkat.
Gambar 4. 6 Dua Partikel Yang Bergabung Membentuk
Neck
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Pada penelitian tugas akhir ini telah dilakukan variasi
komposisi dan ukuran partikel TiO2 terhadap sifat
dielektrik keramik barium titatan (BaTiO3). Berdasarkan
data yang diperoleh dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa,
1. Komposisi ideal TiO2 merupakan komposisi
terbaik yang diperoleh berdasarkan stoikiometri
untuk menghasilkan kekuatan dielektrik paling
tinggi yaitu 28.5 %.
2. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin
bagus sifat dielektriknya. Nilai Kekuatan
dielektrik tertinggi yaitu 10181.26 (V/cm) dan rugi
dielektrik terendah yaitu 0.0186. Keduanya
diperoleh pada komposisi 28.5% dan ukuran
partikel 21nm (0.021µm)
3. Untuk nilai Densitas tertinggi yaitu 3.689 (gr/mL)
diperoleh pada komposisi 28.5% pada ukuran
partikel 21nm.
4. Untuk nilai porositas terbaik yaitu 29.4%
diperoleh pada komposisi 28.5% dan ukuran
partikel 21nm.
5.1 Saran
Untuk mendapatkan keramik Barium Titant yang
mempunyai karakteristik yang baik, maka yang dapat
menjadi masukan adalah
1. Dengan memberikan suhu sintering yang lebih
tinggi karena semakin tinggi suhu maka kekuatan
dielktrik yang dihasilkan semakin besar.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Ridwan. 2009.”pengaruh komposisi dan besar
tekanan terhadap karakteristik bahan porselen” institute
teknologi sepuluh nopember, surabaya
Allison, Matt. 2007.” Metrology and Analysis of NanoParticulate Barium Titanate Dielectric Material”. Master
of Science, Kansas State University. Manhattan,Kansas.
Fitri NM, Akhmad. 2007.” Efek fasa kedua barium
titanat (Ba2TiO4)terhadap sifat dielektrik barium titanat
(BaTiO3)”. Tesis progam studi ilmu dan teknik material
ITB.
Hsiao-Lin, Wang. 2002. “Structure and Dielctric
Properties of Perovskite Barium Titanate (BaTiO3)”.
San Jose State University.
Harianto, Edi. Sulistyono, eko. sufiana, Deddy. 2001. “
Kalsinasi Barium Karbonat Dalam Campuran Titanium
Oksida”. Wawasan TRIDHARMA No.6 tahun XIII
April.
Ostavius S,Rudy. 2007 .” preparasi dan karakterisasi
keramik Bariun Titanat (BaTiO3) dengan metode
pertumbuhan butir terorientasi untuk aplikasi
piezoelektrik” Program sarjana Prgram studi teknik
material-FTI-ITB
Sulistyono, Eko. 2002. “ Pengaruh Temperature Intering
Dan Komposisi Bahan Terhadap Dielektrisitas Barium
Titanat”. Wawasan TRIDHARMA No.9 tahun XIV
April.
9
Yunasti. 2002. “ Pembuatn Keramik Barium Titanat
untuk Peralatan Elektronik”. BATAN.
http://www.scribd.com/doc/52701668/PraktikumDensitas-Dan-Porositas-Batu-Bata-Merah-Putih-TahanAPI-SK-34
http://rgnomotto.blogspot.com/2010/05/8-keramikpengujian-porositas-clay-body_30.html
http://www.showmegold.org/news/Mesh.htm
Biodata Penulis
Nama
: Lailatul Fitriyah
Tanggal Lahir: 15 April 1988
Alamat
: Kalianak Timur – Surabaya
Riwayat Pendidikan,
• 1994 – 2000
: MI Fathul Huda
Pucung – Ngantru – Tulungagung
• 2000 – 2003
: MTsN Kunir Blitar
• 2003 – 2006
: MAN 3 Kediri
• 2006 – sekarang
: Teknik Fisika ITS Surabaya
Download