1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kondisi ekonomi indonesia yang tidak stabil, menyebabkan perusahaan
kesulitan untuk tetap eksis dalam mempertahankan persaingan yang sangat ketat.
Seiring dengan perkembangan perekonomian di indonesia yang menyebabkan
adanya tuntutan bagi perusahaan untuk mengembangkan inovasi dan melakukan
perluasan agar tetap bisa bertahan dalam persaingan. Dalam hal ini perusahaan
tidak mampu bersaing dan akan mengalami kebangkrutan, salah satu penyebabnya
adalah perusahaan mengalami rugi secara terus menerus dan sistem tata kelola
perusahaan (Good Corporate Governance) yang kurang baik.
Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya dilakukan oleh
pihak eksternal perusahaan yang meliputi, investor, kreditor, auditor, pemerintah
dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya bereaksi
terhadap sinyal distress seperti : penundaan pengiriman, masalah kualitas produk,
tagihan dari bank dan lain sebagainya untuk mengidentifikasi adanya financial
distress yang dialami oleh perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress
yang dialami oleh perusahaan diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk
memperbaiki situasi.
Hanafi (2012:260) Menyatakan analisis kebangkrutan dilakukan untuk
memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda kebangkrutan). Semakin
awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen
1
2
Karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur
dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk
mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan tersebut
dalam hal ini dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi, Sedangkan
menurut (Almilia, 2003) financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model
financial distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi
financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakantindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan.
Plat dan Plat (2002) dalam Almilia (2003) mendefinisikan financial distress
sebagai suatu tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress umumnya terjadi sebelum
perusahaan mengalami kebangkrutan, umumnya untuk mengetahui adanya potensi
kondisi
financial
distress
suatu
perusahaan
berpegang
pada
data-data
kebangkrutan, karena kemudahan dalam memperoleh data-data tersebut.
Dengan melihat kondisi financial distress diharapkan perusahaan mampu
untuk melakukan tidakan-tindakan yang dapatmengantisipasi kondisi yang
mengarah pada kebangkrutan sedini ini Almilia (2003). Menurut Platt dan Platt
(2002) dalam Almilia (2003) menyatakan kegunaan informasi jika perusahaan
mengalami kondisi financial distress adalah sebagai berikut: Dapat mempercepat
tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan,
Pihak manajemen dapat mengambil merger atau takeover agar perusahaan lebih
mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik,
3
Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan
datang.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesulitan keuangan
(financial distress) pada suatu perusahaan menjadi fenomena yang menarik bagi
peneliti, karena gangguan keuangan dapat mengarah pada bangkrutnya suatu
perusahaan. Kebangkrutan suatu perusahaan dapat diukur dan dilihat melalui
laporan keuangan.
Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan, dengan
menganalisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang
sangat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi
keuangan perusahaan serta hasil yang dicapai. Analisis laporan keuangan pada
dasarnya merupakan perhitungan dari rasio-rasio yang menilai keadaan keuangan
perusahaan di masa lalu, saat ini dan kemungkinanya di masa depan.
Financial distress dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab yang
bermacam-macam. (Hasymi, 2007) dalam penelitianya menentukan dan
menganalisis faktor yang mempengaruhi financial distress adalah faktor internal
dan eksternal dan menurutnya faktor penyebab kesulitan keuangan secara internal
adalah meliputi: kesulitan arus kas, besarnya jumlah hutang,
kerugian dari
kegiatan operasi perusahaan, sedangkan faktor eksternalnya adalah meliputi:
kenaikan harga bahan bakar, kenaikan tingkat bunga pinjaman, sedangkan
menurut Fachrudin (2008:9) penyebab utama adalah faktor ekonomi (37%) dan
faktor keuangan (47,3%), selain itu disebabkan oleh kelalaian, dan kecurangan
yaitu sebanyak 14%, serta faktor-faktor lain yang tidak dirinci yaitu sebanyak
4
16%. Faktor ekonomi meliputi kelemahan industri dan lokasi yang buruk. Faktor
keuangan meliputi hutang yang terlalu banyak dan modal yang tidak memadai.
Pentingnya faktor-faktor yang berbeda bervariasi dari waktu ke waktu, bergantung
beberapa hal seperti keadaan ekonomi dan tingkat suku bunga.
Menurut Fachrudin (2008:6) salah satu penyebab kondisi financial distress
adalah salah satunya corporate governance model, yaitu ketika perusahaan
memiliki susunan aset yang tepat dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola
dengan buruk. Dengan demikian mekanisme corporate governance berperan
penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan, semakin besar penerapan
mekanisme corporate governance maka perusahaan akan berada pada kondisi
monitoring yang baik, sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan yang
bersangkutan sehingga mampu mengurangi kecenderungan kondisi financial
distress pada sebuah perusahaan.
Corporate governance memiliki mekanisme pembentuk di dalamnya. Dalam
penelitian (Hendriani, 2011) mekanisme corporate governance terdiri dari
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar
kedua , ukuran dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri, dan
penyebaran kepemilikan, sedangkan dalam penelitian (Agusti, 2013), mekanisme
corporate
governance
terdiri
dari
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional, jumlah dewan direksi, proporsi komisaris independen dan likuiditas,
laverage, dan total aset. Sedangkan dalam penelitian ini akan menggunakan
mekanisme corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial,
5
kepemilikan institusional, dewan direksi, dewan komisaris dan likuiditas, leverage
dan operating capacity.
Monks & Minow (2001) dalam Wardhani (2006) mekanisme good corporate
governance
merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan
antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja
perusahaan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusi lain. Kepemilikan tersebut akan mengurangi masalah
keagenan karena pemegang saham institusional akan mengawasi perusahaan
sehingga manajemen tidak akan merugikan pemegang saham.
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh manajemen. Kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris dapat
membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer
sehingga dapat mengurangi agency conflict.
Dewan direksi, merupakan organ perusahaan yang menentukan kebijakan
dan strategi yang diambil oleh perusahaan. Dewan direksi pada suatu perusahaan
akan menentukan kebijakan atau strategi yang akan diambil baik jangka pendek
maupun jangka panjang
Dewan komisaris dalam suatu perusahaan berperan lebih ditekankan kepada
fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris inilah
diharapkan dapat meminimalisir permasalahn agensi yang timbul antara dewan
direksi dan pemegang saham. Oleh karena itu diharapkan dewan komisaris dapat
6
mengawasi kinerja dewan direksi sehingga sehingga kinerja yang dihasilkan
sesuai dengan kepentingan pemegang saham Wardhani (2006).
Likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Harahap, 2001:301), keadaan tersebut
merupakan masalah likuiditas yang berat, karena tidak mampu dalam memenuhi
kewajibanya
secara
tepat,
hal
ini
menurut
(Almilia,
2003)
telah
mengidentifikasikan keadaan sinyal distress yang menyebabkan adanya
penundaan pengiriman dan masalah kualitas produk. Apabila perusahaan mampu
mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi
perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil .
Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai
oleh kewajiban atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan
oleh ekuitas. Setiap penggunaan utang oleh perusahaan akan berpengaruh
terhadap rasio dan pengembalian (Harahap, 2001:306). Apabila suatu perusahaan
pembiayaannya lebih banyak menggunakan utang, hal ini beresiko akan terjadinya
financial distress di masa yang akan datang akibatnya utang lebih besar dari aset
yang dimiliki, jika keadaan tersebut tidak dapat diatasi maka potensi financial
distress semakin besar.
Operating Capacitymerupakan rasio perputaran total aktiva. Rasio perputaran
total aktiva yang tinggi menunjukkan semakin efektif suatu perusahaan dalam
penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Semakin efektif perusahaan
menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan diharapkan dapat
memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan (Ardiyanto, 2011).
7
Mekanisme corporate governance dalam suatu perusahaan menentukan nilai
perusahaan dan tingkat kesehatan perusahaan, sehingga dalam penelitian ini tidak
hanya faktor eksternal dan internal perusahaan saja yang mempengaruhi financial
distress tetapi struktur corporate governance juga dapat mempengaruhi financial
distress, oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini penulis ingin menguji apakah
mekanisme corporate governance (kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, dewan direksi, dewan komisaris) dan likuiditas, leverage, dan
operating capacityberpengaruh terhadap financial distress.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan rumusan
masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap financial
distress ?
2. Apakah likuiditas, leverage, dan operating capacity berpengaruh terhadap
financial distress?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji signifikansi pengaruh mekanisme corporate governance
terhadap financial distress
2. Untuk menguji signifikansi pengaruh likuiditas, leverage, dan operating
capacity terhadap financial distress
8
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian di atas diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan literatur sebagai referensi
pada penelitian selanjutnya, sehingga dapat menambah pengetahuan
membaca mengenai financial distress dan pengaruh likuiditas, leverage dan
operating capacity terhadap kondisi financial distress.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan terhadap
financial distress, serta pengaruh likuiditas, leverage dan operating capacity
sehingga perusahaan dapat mengetahui adanya sinyal financial distress lebih
awal, dan mengetahui cara untuk mengantisipasi agar terhindar dari kondisi
financial distress.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan
keuangan tahunan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia yang telah
diaudit serta pengaruh mengenai struktur corporate governance, likuiditas,
leverage dan operating capacity terhadap financial distress pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2011 dalam menentukan
pengaruh signifikan terhadap financial distress menggunakan rumus financial
distressyaitu dengan rumus interest coverage ratio.
Download