PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan

advertisement
PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS
I.
Tujuan Percobaan
1. Mempelajari dan memahami golongan darah.
2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia.
II.
Tinjauan Pustaka
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor
Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki
faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di
permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh
pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan
ini seringkali digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling
umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula
beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.
Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor
dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen
Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau
di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat memengaruhi janin pada saat kehamilan.
Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya
sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada
eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang
berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak
mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka
pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari
transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila
dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif
(D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan
darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun
golongan darah ABO nya sama.
Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap
(sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga
cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati
plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.
 Faktor Rh, Pengaruhnya Terhadap Kehamilan
Faktor Rh menggambarkan adanya partikel protein (antigen D) di dalam sel darah
seseorang. Bagi yang ber-Rh negatif berarti ia kekurangan faktor protein dalam sel darah
merahnya. Sedangkan yang ber-Rh positif memiliki protein yang cukup. Pada jaman dahulu
dalam transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila
terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian
penerima darah.
Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena diseluruh
dunia ini, orang dengan rhesus negatif relatif jumlahnya lebih sedikit. Pada orang kulit putih,
rhesus negatif hanya sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia bahkan
hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif. Di Indonesia, kasus kehamilan
dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai. Umumnya dijumpai pada orang-orang
asing atau orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab, walaupun tidak
langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai riwayat keturunan asing, namun jumlahnya
lebih sedikit.
1. Ketidakcocokan Rh
Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari pasangan yang
mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi mewarisi rhesus sang ayah yang
positif. Dengan demikian akan terjadi kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal
ini disebut kehamilan dengan ketidak cocokan rhesus (rhesus inkontabilita).
Kehadiran janin sendiri di tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika Rh janin tak
sama dengan Rh ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan merangsang sel darah merah
(eristrosit) membentuk daya tahan atau antibodi berupa zat anti Rh untuk melindungi tubuh ibu
sekaligus melawan ‘benda asing’ tersebut. Inilah yang menimbulkan ancaman pada janin yang
dikandung.
Efek ketidakcocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah merah
bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini pada jaman dahulu
merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim, disamping hydrop fetalis, yaitu bayi
yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan yang
dapat mengakibatkan kematian. Selain itu kerusakan sel darah merah bisa juga memicu
kernikterus (kerusakan otak) dan jaundice (bayi kuning/hiperbilirubinimia), gagal jantung dan
anemia dalam kandungan maupun setelah lahir.
2. Risiko Meningkat pada Kehamilan Kedua.
Pada kehamilan pertama, antirhesus kemungkinan hanya akan menyebabkan bayi terlahir
kuning. Hal ini lantaran proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang
menyebabkan warna kuning pada bayi. Tetapi pada kehamilan kedua, risikonya lebih fatal.
Antirhesus ibu akan semakin tinggi pada kehamilan kedua. Akibatnya, daya rusak terhadap sel
darah merah bayi pun semakin tinggi dan ancaman kematian janin kian tinggi.
3. Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh.
Dikarenakan jarangnya kasus kehamilan dengan rhesus negatif, maka sangat sedikit pula
rumah sakit yang dapat menanganinya. Untuk itu walaupun tidak ada masalah serius dokter
biasanya akan tetap menangani kehamilan dengan rhesus negative secara khusus. Langkah
pertama yang dilakukan dokter adalah dengan memeriksa darah ibu untuk memastikan jenis
rhesus dan untuk melihat apakah telah tercipta antibodi.
Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam
setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut
RhoGam. Proses terbentuknya zat anti dalam tubuh ibu sendiri sangat cepat sehingga akan lebih
baik lagi jika setelah 48 jam melahirkan langsung diberi suntikan RhoGAM agar manfaatnya
lebih terasa. Sayangnya, perlindungan RhoGAM hanya berlangsung 12 minggu. Setelah lewat
batas waktu, suntikan harus diulang setiap kehamilan berikutnya.
Bila dalam diri ibu telah tercipta antibodi, maka maka akan dilakukan penanganan khusus
terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring secara reguler dengan scanner
ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan
paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat
rendahnya sel darah merah.
Bila memang ada zat anti-Rh dalam tubuh ibu hamil, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
jenis darah janin melalui pengambilan cairan ketuban (amniosentesis). Dapat juga melalui
pengambilan cairan dari tulang belakang Chorionic Villi Sampling (CVS), dan pengambilan
contoh darah dari tali pusat janin (kordosentesis). Pada kasus tertentu, kadang diputuskan untuk
melakukan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar
rahim. Tindakan ini akan segera diikuti dengan penggantian darah janin dari donor yang tepat.
Induksi persalinan juga akan dilakukan pada ibu yang belum mempunyai antibodi bila
kehamilannya telah lewat dari waktu persalinan yang diperkirakan sebelumnya, untuk mencegah
kebocoran yang tak terduga.
Pada kasus janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, maka perlu dilakukan
transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan. Biasanya bila usia kandungan
belum mencapai 30 minggu. Proses transfusi ini akan diawasi secara ketat dengan scanner
ultrasonografi dan bisa diulang beberapa kali hingga janin mencapai ukuran dan usia yang cukup
kuat untuk diinduksi. Setelah bayi lahir, ia akan mendapat beberapa pemerikasaan darah secara
teratur untuk memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila diperlukan akan dilakukan
phototerapi. Bila kadar bilirubin benar-benar berbahaya akan dilakukan penggantian darah
dengan transfusi. Kadar cairan dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat,
demikian juga dengan kemungkinan anemia.
Perbedaan Rh ibu dan janin tak terlalu berbahaya pada kehamilan pertama. Sebab,
kemungkinan terbentuknya zat anti-Rh pada kehamilan pertama sangat kecil. Kalaupun sampai
terbentuk, jumlahnya tidak banyak. Sehingga, bayi pertama dapat lahir sehat.
Pembentukan zat anti Rh baru benar-benar dimulai pada saat proses persalinan (atau
keguguran) pada kehamilan pertama. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang
menghubungkan dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi
dapat masuk ke dalam peredaran darah ibu dalam jumlah yang lebih besar. Peristiwa ini disebut
transfusi feto-maternal. Selanjutnya, 48-72 jam setelah persalinan atau keguguran, tubuh ibu
dirangsang lagi untuk memproduksi zat anti-Rh lebih banyak lagi. Demikian seterusnya.
Saat ibu mengandung lagi bayi kedua dan selanjutnya, barulah zat anti-Rh di tubuh ibu
akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah janin. Sementara itu bagi ibu
perbedaan rhesus ibu dan janin sama sekali tidak mengganggu dan mempengaruhi kesehatan ibu.
III.
Bahan dan Alat
a. Bahan :
 Alkohol 70%
 Kit golongan darah ABO (Anti A, Anti B, dan Anti AB)
 Darah
 Kit Rhesus (Anti D)
b. Alat :
 Lanset
 Tusuk gigi
 Kapas
 Kertas golongan darah
IV.
Cara Kerja
a. Bersihkan lanset dengan kapas yang telah dibashai dengan alkohol 70%.
b. Bersihkan jari manis bagian kiri dengan kapas yang telah dibashai dengan alkohol
70%.
c. Tusuk dengan lanset dengan satu kali tusukan, tetesan pertama dibuang dan tetesan
selanjutnya diteteskan pada kertas golongan darah, masing-masing satu tetes.
d. Teteskan diatas tetesan darah pertama dengan kit Anti Rhesus.
e. Aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi aglutinasi yang terjadi.
V.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Pemeriksaan golongan darah Aswati
Pemeriksaan golongan darah Febrianti
Pemeriksaan golongan darah Fitria Eka Dewi
Pemeriksaan golongan darah Mahrunnisak .N
Pemeriksaan golongan darah Nurfitri. R
Pemeriksaan golongan darah Susi Fitra
Pemeriksaan golongan darah anggota kelompok
Nama
Golongan Darah
Rhesus
Aswati
B
+
Febrianti
A
+
Fitria Eka Dewi
A
+
AB
+
B
+
AB
+
Mahrunnisak Nilaksum
Nurfitri Rahmayani
Susi Fitra
Kelompok
A
B
AB
O
+

1
2
2
2
-
6
-
2
3
1
-
2
6
-
3
2
1
-
3
6
-
4
-
2
1
2
5
-
5
-
4
-
1
5
-
%
25%
35,71%
10,71%
28,57%
100%
-
A=
AB =
 100% = 25%
 100% =10,71%
B=
 100% = 35,71%
O=
 100% = 28,57%
B. Pembahasan
Pada pengamatan yang kami lakukan, untuk mengetahui golongan darah rhesus pada
manusia kami menggunakan anti D, dan probandus yang digunakan adalah darah manusia
berjenis kelamin perempuan dan berjumlah 6 probandus. Pada tabel diatas dapat kita lihat semua
anggota kelompok memiliki rhesus positif.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem ABO
dan Rh, merupakan dua dari beberapa sistem penggolongan darah yang sangat penting, terutama
sebelum melakukan tranfusi darah ataupun transplantasi jaringan dan organ. Sistem ini
menggunakan interaksi antigen-antibodi sebagai prinsip pemeriksaannya.
Apabila suatu antigen (substansi asing) masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan
menghasilkan suatu protein yang disebut antibodi. Antibodi inilah yang akan bereaksi untuk
melawan antigen tersebut dalam mekanisme pertahanan diri (sistem imun). Sedangkan respon
dari sel darah terhadap adanya substansi asing adalah dengan peningkatan jumlah sel leukosit.
Jenis sel leukosit yang meningkat adalah spesifik sesuai dengan infeksi yang terjadi di dalam
tubuh.
VI.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan :
1. Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan
jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
2. Menentukan golongan darah rhesus dapat digunakan cairan Anti D.
3. Bagi yang ber-Rh negatif berarti ia kekurangan faktor protein dalam sel darah
merahnya. Sedangkan yang ber-Rh positif memiliki protein yang cukup.
Download
Study collections