BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Penyesuaian Diri

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1 Pengertian Penyesuaian Diri
penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental
dan behavioral yang di perjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi
kebutuhan-kebutuhan
internal,
kegagalan,
frustasi,
konflik
serta
untuk
menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan
tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Menurut Ali & Asrori (2012:173-175), Penyesuaian diri dalam bahasa
aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Penyesuaian
diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :
a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
Dilihat
dari
latar
belakang
perkembanganya,
pada
mulanya
penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal
adaptasi ini lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologia,
atau biologis. Oleh sebab itu, jika penyesuaian diri hanya diartikan sama
dengan usaha mempertahankan diri maka hanya selaras dengan keadaan fisik
saja, bukan
penyesuaian dalam arti
psikologis.
Akibatnya, adanya
kompleksitas kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian
individu dengan lingkungan menjadi terabaikan. Pada hal, dalam penyesuaian
diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih
kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan, keberadaan
7
8
kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan. (Ali & Asrori
2012:173).
b. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas,
menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk
harus dapat menghindar diri dari penyimpangan prilaku baik secara moral,
sosial maupun emosional, Ali & Asrori (2012: 173-174).
c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merancang dan
mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konfil-konfil,
kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri
diartikan sebagai kemampuan penguasaan dan mengembangkan diri sehingga
dorongan emosi, dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Namun demikian, pemaknaan penyesuaian diri sebagai penguasaan
(mastery) mengandung kelemahan, yaitu menyamarkan semua individu. Pada
hal, kapasitas individu antara satu orang dengan yang lain tidak sama, Ali &
Asrori (2012:174).
Oleh sebab itu, prinsip-prinsip penting mengenai hakikat penyesuaian
diri yaitu sebagai berikut:
a. Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.
b. Penyesuain diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau
kecenderungan yang telah dicapainya.
9
c. Penyesuaian diri juga ditentukan oleh faktor-faktor internal dalam
hubunganya dengan tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan.
Menurut Musthafa Fahmi( dalam Sobur, 2010:526) penyesuaian adalah
“suatu proses dinamika terus menerus yang bertujuan untuk menguba kelakuan
untuk mendapat hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan”
selanjutnya Menurut James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella (dalam Sobur
2010:526) bahwa “penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi anda yang
kontinyu dengan diri anda sendiri. Dengan orang lain dan dengan dunia anda”
Dengan demikian, semakin tampak bahwa penyesuaian diri dilihat dari
pandangan piskologis pun memiliki makna yang beragam. Selain itu, kesulitan
lain yang muncul adalah bahwa penyesuaian diri tidak dapat dinilai baik atau
buruk, melainkan semata-mata hanya menunjukan kepada cara bereaksi terhadap
tuntutan internal atau situasi eksternal, Sobur (2010:526).
Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik
(well adjusted person) jika kemampuan melakukan respon-respon yang matang,
efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan
respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan
sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukan sesuai dengan hakikat
individu, lembaga atau kelompok antar individu, dan hubungan antara individu
dengan penciptanya, Ali &Asrori (2012 :176)
Menurut Schneiders (dalam Agustiani, 2006 :146) mengemukakan bahwa
“penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental
dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi
10
kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya”.
Selanjutnya pandangan Neo Freudian (dalam Agustiani, 2006 :150) ciri dari
penyesuaian diri yang baik adalah “perkembangan menyeluruh dari potensi
individu secara sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan yang hangat
dan peduli terhadap orang lain.”
H. Sunarto & Ny.B.Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari, 2004 :68)
menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik, yaitu:
a. Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional
b. Tidak menunjukan adanya mekanisme peikologis
c. Tidak adanya frustasi pribadi
d. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
e. Mampu dalam belajar
f. Menghargai pengalaman
g. Bersikap realistis dan objektif
Penyesuaian diri yang salah terdiri atas bentuk reaksi bertahan,
reaksi meyerang, dan reaksi melarikan diri dari kenyataan, dan
penyesuaian yang potologis. Yusuf & Nurihsan (2012 :212) menjelaskan :
a. Reaksi bertahan diri (defense reaction) yaitu suatu usaha bahwa dirinya
tidak mengalami kegagalan, meskipun sebenarnya mengalami kegagalan
atau kekecewaan. Bentuk reaksi bertahan ini antara lain: a) konpensasi :
menutupi kelemahan dalam satu hal, dengan cara mencari kepuasan dalam
bidang lain: b) sublimasi : menutupi atau mengganti kelemahan atau
kegagalan dengan cara atau keinginan yang mendapatkan pengakuan
11
(sesuai dengan nilai-nilai) masyarakat; c) Proyeksi : melemparkan sebab
kegagalan dirinya kepada pihak lain. Yusuf & Nurihsan (2012 : 212)
b. Reaksi menyerang (aggressive reavtion), yaitu suatu usaha untuk
menutupi kegagalan dan tidak mau menyadari kegagalan dengan tingkah
laku yang bersifat meyerang. Reaksi yang muncul antara lain berupa: a)
Senang membenarkan diri sendiri, b) Senang Mengganggu Orang Lain, c)
Menggertak dengan ucapan atau perbuatan, d) Menunjukkan sikap
permusuhan secara terbuka, e) Keras kepala, f) Balas dendam, g) Marah
secara sadis. H.Sunarto & B. Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari,
2004 :69). Sedangkan Menurut M. Surya (dalam Yusuf & Nurihsan,
2012 :219) menjelaskan bahwa reaksi yang muncul antara lain : a) selalu
membenarkan diri sendiri, b) mau berkuasa di setiap situasi, c) mau
memiliki segalanya, d) bersikap senang mengganggu orang lain, e)
menggertak, baik dengan ucapan atau perbuatan, f) menunjukan sikap
permusuhan secara terbuka, g) menunjukan sikap menyerang dan merusak,
h) keras kepala, i) bersikap balas dendam, j) memperkosa hak orang lain,
k) bertindak serampangan, l) marah secara sadis.
c. Reaksi melarikan diri dari kenyataan (ascape reaction), yaitu usaha
melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksi itu
nampak dalam bentuk mereaksikan keinginan yang tidak dicapai, reaksi
itu antara lain berupa: a) Banyak tidur, b) Minum-minuman keras, c)
Pecandu ganja/narkoba, d) Regresi/kembali pada tingkat perkembangan
yang lalu H. Sunarto & B. Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari,
12
2004 :69). Yusuf & Nurihsan (2012 :219) menjelaskan bahwa bentukbentuk reaksi ascapedi antaranya : a) berfantasi-melamun, b) banyak tidur
atau tidur yang potologis : narcolepcy, yaitu kebiasan tidur yang tidak
terkontrol, c) meminum minuman keras, d) bunuh diri, e) menjadi pecandu
ganja, narkotika, shabu-shabu atau ecstacy, dan regresi.
d. Penyesuaian yang potologis yaitu bahwa individu yang mengalaminya
perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu
perawatan di rumah sakit (hospitalized). Yang termasuk penyesuaian yang
potologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis.” Jika individu gagal dalam
penyesuaian diri, maka ia akan sampai pada situasi salah usai. Gejala salah
usai ini akan di manifestasikan dalam bentuk tingkahlaku yang kurang
wajar atau kelainan tingkah laku, Yusuf & Nurihsan (2012 : 221).
2.2 Proses Penyesuaian Diri
Menurut Sariyanta, Made (2012) diunduh pada tanggal 15 November 2013
(online). (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/) Penyesuaian
diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui penyesuaian
diri yang sempurna tidak akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat
suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long procces) dan manusia terus
menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup,
guna mencapai pribadi yang sehat.
Orang akan dikatakan sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia
akan mamenuhi kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar atau dapat diterima
13
oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri
yang baik, yang selalu ingin diraih oleh seorang tidak akan dicapai, kecuali
kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, goncangan dan
ketegangan jiwa.
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (Ali & Asrori, 2012: 181)
setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu :
a. Motivasi.
Motifasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses
penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan
emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan
ketidak seimbangan dalam organisme.
b. Sikap terhadap realitas.
Aspek penyesuaian diri di tentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi
terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan
yang membentuk realitas.
c. Pola dasar penyesuaian diri.
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar tersendiri
yaitu akan mengalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya
keinginan memperoleh kasih sayang, meraih prestasi untuk itu individu
akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang
ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya.
Tiga unsur diatas akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu.
14
2.3 Faktor-faktor Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
Individu dalam memberikan penilaian tentang baik buruknya penyesuaian,
hendaknya juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penilaian individu tentang hal tersebut. Hal ini perlu diketahui agar individu dapat
mengurangi salah penafsiran dalam memahami penyesuaian seseorang.
Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori 2012: 181) setidaknya ada lima
faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:
a. kondisi fisik
b. kepribadian
c. proses belajar
d. lingkungan
e. agama dan budaya
Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor
itu dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Faktor Pisiologis
Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan
dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat dari pada yang tidak sehat.
Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri,
harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat
menguntungkan bagi proses penyesuaian diri. Sebaliknya, kondisi fisik
yang tidak sehat dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kurang percaya
diri, atau bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang
baik bagi proses penyesuain diri, menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori
15
2012: 182). Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai
disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik
berkaitan erat dengan susunan tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa
terdapat korelasi yang positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe
temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong
ektomorf, yaitu ototnya lemah atau tubuhnya rapuh, ditandai oleh sifatsifat segan dalam melakukan aktivitas sosial, pemalu, pemurung, dan
sebagainya. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi yang primer
bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan
otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Diunduh
pada
tangal
25
sebtember
2013
(http://www.kainsutera.com/info-
remaja/perkembangan-identitas-pada-remaja.html#)
b. Faktor Psikologis
Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan
penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan,
aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya. Diunduh pada tangal 25
sebtember 2013 (http://www.kainsutera.com/info-remaja/perkembanganidentitas-pada-remaja.html#)
1. Faktor pengalaman
Tidak
semua
pengalaman
mempunyai
makna
dalam
penyesuaian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuian
diri, terutama pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman
traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan, seperti
memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan
16
proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang
traumatik akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru, Ali &
Asrori (2012:184).
2. Faktor belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam
proses penyesuaian diri. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola
respon yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian
besar respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak diperoleh dari
proses belajar dari pada diperoleh secara diwariskan. Dalam proses
penyesuaian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah
laku sejak fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan
diperkuat dengan kematangan, Ali & Asrori (2012:184).
3. Determinasi diri
Proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktorfaktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk
mencapai taraf penyesuaian yang tinggi dan atau merusak diri.
Determinasi diri mempunyai fungsi penting dalam proses penyesuaian
diri, karena berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian
diri, Ali & Asrori (2012:185).
c. Faktor perkembangan dan kematangan
Dalam proses pengembangan, respon berkembang dari respon yang
bersifat instingktif menjadi respon yang bersikap hasil belajar dan
pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan
respon, tidak hanya diperoleh proses belajar, tetapi juga perbuatan
17
individu telah matang untuk melakukan respons dan ini menentukan pola
penyesuaian dirinya. Diunduh pada tangal 22 sebtember 2013 (http://www.
aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac. /2012/02/29/ penyesuaiandiri/)
Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang
dicapai individu yang berbeda-beda, sehingga pola-pola penyesuaian juga
akan bervariasi sesuai tingkat perkembangan dan kematangan yang
dicapainya. Selain itu, hubungan antara penyesuaian dan perkembangan
dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan
yang
dicapai.
Kondisi-kondisi
perkembangan
dan
kematangan
mempengaruhi tiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial,
moral, keagamaan, dan intelektual
d. Faktor lingkungan
Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat,
kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap diri seseorang, Ali &
Asrori (2012: 185).
1. Pengaruh lingkungan keluarga
Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri,
faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Karena
keluarga merupakan media sosialisasi bagi anak-anak proses sosialisasi
dan interaksi sosial yang pertama dan utama dijalani individu di
lingkungan
keluarganya.
Hasil
sosialisasi
tersebut
kemudian
dikembangakan di lingkungan sekolah dan masyarakat umum seseorang,
Ali & Asrori (2012: 185).
18
2. Pengaruh hubungan dengan orang tua
Pola hubungan orang tua dan anak mempunyai pengaruh yang
positif terhadap proses penyesuaian diri. Beberapa pola hubungan yang
dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut:
a) Menerima (acceptance), yaitu Orang tua menerima kehadiran anaknya
dengan cara-cara yang baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan
suasana hangat, menyenangkan dan rasa aman bagi anak, b) Menghukum
dan disiplin yang terlalu Keras (Punisment amd everdiscipline), yaitu
Hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang terlalu
berlebihan
dapat
menimbulkan
suasana
psikologis
yang
kurang
menyenangkan bagi anak, c) Memanjakan dan perlindungan yang
berlebihan (overindulgence and ever-protecion), yaitu Perlindungan dan
pemanjaan secara berlebihan dapat menimbulkan perasaan tidak aman,
cemburu, rendah diri, canggung, dan gejala-gejala yang lainya, d)
Penolakan (rejection), yaitu Orang tua menolak kehadiran. Beberapa
penelitaian menunjukan bahwa penolakan orang tua pada anaknya akan
menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri, Ali & Asrori (2012: 184188)
3. Lingkungan masyarakat
Keadalaan
lingkungan
masyarakat
tempat
individu
berada
menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Hasil penelitian
menunjukan bahwa gejala tingkah laku atau perilaku menyimpang
bersumber pada pengaruh keadaan lingkungan masyarakatnya pergaulan
19
yang salah dan terlalu bebas dikalangan remaja dapat mempengaruhi polapola penyesuaian dirinya, Ali & Asrori (2012:189).
4. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah berperan sebagai media sosialisasi, yaitu
mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral anak-anak.
Suasana sekolah baik sosial maupun psikologis akan mempengaruhi
proses dan pola penyesuaian diri para siswanya. Pendidikan yang diterima
anak di sekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri mereka di
lingkungan masyarakatnya, Ali & Asrori (2012:189).
e. Faktor budaya dan agama
Proses penyesuaian diri anak, mulai lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan
agama. Lingkungan kultural tempat individu berada dan berinteraksi akan
menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Misalnya, tata cara kehidupan
di masjid atau gereja akan mempengaruhi cara anak menempatkan diri
dengan masyarakat sekitarnya. Diunduh pada tangal 25 sebtember 2013
(http://www.kainsutera.com/info-remaja/perkembangan-identitas-padaremaja.html#)
Agama mamberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi
konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana
damai dan tenang pada anak. Ajaran agama ini merupakan sumber nilai,
norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan
tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup anak. Sembahyang dan
berdoa merupakan media menuju arah kehidupan yang lebih nyaman,
20
tenang, dan berarti bagi manusia. oleh karena itu, agama memegang
peranan penting dalam proses penyesuaian diri seseorang, Ali & Asrori
(2012:189).
2.4 Macam-macam Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri ahli bahasa dari adjustment yang dilakukan manusia
sepanjang hayat. Karena pada dasarnya manusia ingin mempertahankan
eksistensinya. Penyesuaian Diri Terhadap Sosial/Sosial Adjusmen Sejak lahir
berusaha memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial.
Pemenuhan kebutuhan itu ada karena adanya dorongan-dorongan yang
mengharapkan pemuasan. Sebagaimana di kemukakan Lazares ( dalam Fatimah,
2006: 65) penyesuaian diri termasuk reaksi seseorang karena adanya tuntutan
yang di bebankan pada dirinya.
Ada beberapa macam penyesuaian diri adjusment yaitu :
1. Penyesuaian Diri Terhadap Keluarga/Famili Adjustment.
Keluarga merupakan keluarga kecil. Keharmonisan keluarga
terwujut bila seluruh anggota keluarga mumpunyai kesadaran atau
kesanggupaan memenuhi fungsinya. Tiap anggota keluarga berusaha
mengadakan penyesuaian diri dalam keluarga antara lain :
a. Mempunyai relasi yang sehat dengan segenap anggota keluarga
b. Mempunyai solidaritas dan loyalitas keluarga serta membantu usaha
keluarga dalam mencapai tujauan tertentu.
c. Mempunyai kesadaran adanya emantisipasi serta kemerdekaan taraf
kedewasaan .
d. Mempunyai kesadaran adanya otoritas orang tua
21
e. Mempunyai kesadaran bertanggung jaawab menjalankan aturan-aturan
langsung secara disiplin.
2. Penyesuaian Diri Terhadap Sosial/ Sosial Adjusment
Sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga,
organisasi dan lainnya. Agar terjadi keharmonisan dalam masyarakat.
Penyesuaian terhadaap masyarakat :
a. Adanya kesanggupan mengadakan relasi yang sehat terhadap
masyarakat.
b. Adanya kesanggupan beraksi secara efektif dan harmonis terhadap
kenyataan sosial.
c. Kesanggupan menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun
tidak tertulis
d. Kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain dalam bentuk
persahabatan
e. Kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan
pribaadinya
f. Adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain, berupa: memberi
pertolongan pada orang lain, bersikap jujur cinta kebenaran, rendah
hati dan sejenisnya.
Penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan
yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara relative dan
bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga kriteria
yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan
22
cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan Schnesiders (dalam
Agustini, 2006 :147).
3. Penyesuaian Diri Terhadap Sekolah/ School Adjusment
Sekolah
merupakan
wadah
bagi
peserta
didik
dalam
mengembangkan potensinya, terutama perkembangan intelejensi maupun
pribadinya maka sekolah harus menumbuhkan penyesuaian diri yang baik,
bersifat konstruktif, sehingga terwujud :
a. Disiplin dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan yang ada.
b. Pengakuan otoritas guru atau pendidik
c. Interes terhadap mata pelajaran di sekolah
d. Situasi dan fasilitas yang cukup, sehingga tujuan sekolah dapat
tercapai.
4. Penyesuaian Diri Terhadap Perguruan Tinggi/ college Adjusment
Perguruan tinggi merupakan tempat pendidikan tertinggi, untuk
mencapai gelar, tempat yang menyenangkan penuh kenangan. Namun bagi
sementara mahasiswa merupakan tempat yang meliputi keraguan,
kecemasan bahkan kegagalan. Penyesuaian di perguruan tinggi hampir
sama di sekolah, tetapi harus di tambah dengan :
a. Pengembangan kepribadian yang seimbang yaitu dapat memenuhi
tuntutan ilmiah, jasmani dan rohani yang sehat serta tanggung jawab
sosial yang masak.
b. Dapat belajar menyesuaikan diri di tempat kelak bekerja
c. Siap menghargai persaingan, ulet dalam menghadapi segala persoalan.
23
5. Penyesuaian Diri Terhadap Jabataan / vokacional Adjusment
Secara ideal jabatan pekerjaan menunjukkan latar belakan studi
seseorang, serta menggambarkan status sosial, status ekonominya.
Pemegang jabatan pekerja seharusnya mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Sudah matang dalam memegang dalam jabatan
b. Senang dan mencintai jabatan dan pekerjaannya.
c. Bercita-cita atau berusaha mencapai kemajuan setingkat demi
setingkat.
6. Penyesuaian Diri Terhadap perkawinan/ perkawinan Adjusment
Dalam jaman moderen, perkawinan bukan suatu way of life yang
harus di tempuh. Kehidupan pria dan wanita secara membujang banyak
terjadi. Mereka dapat menikmati kehidupan dan ikut serta berfungsi dalam
masyarakat. Bagi orang-orang yang melayarkan bahtera perkawinan harus
melakukan penyesuaian diri dalam perkawinan. Menurut Arkoff (dalam
Fatimah N, 2006: 68) perkawinan yang baik bersifat permanen dan
bersifat bahagia.
Perkawinan di akhiri dengan kematian, perceraian (sama-sama masih
hidup) merupakan hal yang tidaak sopan. Sepanjang perjalanan hidup
selalu berusaha melakukan penyesuaian diri.
Penyesuaian diri ini ialah:
a. Harus ada kesadaran terhadaap hakikat perkawinan
b. Harus ada kesediaan untuk menjaga kelangsungan perkawinan
c. Saling mengerti, saling memberi dan menerima (to take and to give).
24
2.5 Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi
terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan
tidak
mampu
mencapai
kebahagiaan
dalam
hidupnya,
karena
ketidak
mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah
pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. (Fatimah .N 2006 : 68 ).
Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu :
1. Penyesuaian Kepribadian
Kepribadian dapat diartikan sebagai kualitas individu yang tampak
dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik.
Abin Syamsudin Makmum (dalam Yusuf Syamsu, 2012: 127). Keunikan
penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribagian itu
sendiri, yaitu :
a) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika
perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang
pendirian atau pendapat.
b) Tempramen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/
lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang
datang dari lingkungan.
c) Sikap, yaitu yang bersifat positif, negative atau anbivalen
(ragu-ragu).
d) Stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional
terhadap rangsangan dari lingkungan.
25
e) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima
resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
f) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan denga
hubungan interpersonal.
Jadi kepribadian merupakan sistim yang dinamis dari sifat, sikap, dan
kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu yang
beragam Pikunas (dalam Yusuf Syamsu, 2012 : 200)
Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh :
a. Tidak adanya rasa benci
b. Tidak adanya keinginan untuk lari dari kenyataan atau tidak percaya
pada potensi dirinya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh :
a. Kegoncangan emosi
b. Kecemasan
c. Ketidak puasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai
akibat adanya jarak pemisah antara kemampuan individu dan tuntutan
yang di harapkan oleh lingkungannya.
2. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat
individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubunganhubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga,
masyarakat, sekolah, teman sebaya atau anggota masyarakat luas secara
umum.
26
Dalam proses penyesuaian sosial individu berkenalan dengan nilai
dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya,
sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiaannya. Penyesuaian
sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat
terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk
memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Karakteristik penyesuaian sosial di tiga lingkungan tersebut yaitu :
1. Di lingkungan keluarga
a. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga (orang
tua dan saudara).
b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peraturan yang
ditetapkan orang tua)
c. Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu
maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.
2. Di lingkungan sekolah
a. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
c. Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah.
d. Bersikap hormat kepada guru, pimpinan sekolah, dan staf lainnya.
3. Di lingkungan masyarakat
a. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain.
b. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain.
c. Bersifat simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain.
27
d. Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakankebijakan masyarakat, Alexander A. Schneinders (dalam Yusuf
Syamsu, 2012:198).
2.6 Pembentukan Penyesuaian diri
Penyesuaian diri yang baik selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan
dapat tercapai kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari
tekanan, goncangan, dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam dan orang
tersebut mampu untuk menggapai kesukaran dengan cara objektif serta
berpengaruh bagi kehidupannya serta menikmati kehidupannya dengan stabil,
tenang, senang tertarik untuk bekerja dan berprestasi. Diunduh tanggal 15
November 2013 (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/)
Pada dasarnya pembentukan penyesuaian diri melibatkan individu dengan
lingkungannya antara lain:
1.
Lingkungan keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau
dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat
keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan dengan demikian
penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu
merasa bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok
bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang
tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan
mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini
28
sering kali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak
disayangi, diremehkan, bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulangulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanakkanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam
menyesuaikan diri dikemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang
berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang pemahamannya, namun
tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan
membuat dirinya tertekan, cemas, dan stres.
2.
Lingkungan teman sebaya
Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat di
antara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibanding masamasa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temantemannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang
disimpan di dalam hatinya dari angan-angan, pikiran, dan perasaan. Dalam
semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang
dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari teman-temannya
akan membantu dirinya dalam penerimaan tahap keadaan dirinya sendiri dan
dia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.
3.
Lingkungan sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak nyata terbatas pada masalah
pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggung jawab
pendidikan secara luas. Demikin pula dengan guru, tugasnya tidak hanya
29
mengajar tapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi bentuk masa
depan. Ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang
menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Dalam pengartian ini proses pendidikan merupakan penciptaan
penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh
lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu.
Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang
digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru
sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri
individu.
Jadi pembentukan penyesuaian diri pada anak remaja adalah terkait
dengan teori-teori psikologis dan psikososial dengan kondisi-kondisi sosial
yang memfasilitasinya (mempengaruhinya). Erik H. Erikson (dalam Yusuf
Syamsu, 2012:188) berpendapat bahwa “remaja bukan sebagai periode
konsolidasi kepribadian, tetapi sebagai tahapan penting dalam siklus
kehidupan.”
Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya, dan
makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti
dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila dia gagal,
maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion).
Suasana kebingungan ini berdampak kurang baik pada remaja. Dia
cenderung kurang menyesuaikan dirinya, baik terhadap dirinya sendiri
maupun orang lain, (Yusuf Syamsu, 2012:188).
Download