Mengoptimalkan Pendapatan Negara

advertisement
Mengoptimalkan Pendapatan Negara
Oleh Nico Aditia, Pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
Peningkatan sumber-sumber pendapatan negara merupakan sebuah keharusan. Perkembangan dan
dinamika kebutuhan masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
kini menuntut adanya ketersediaan anggaran yang cukup. Dalam kaitan ini, optimalisasi pendapatan
negara menjadi salah satu opsi yang patut untuk dilakukan dengan segera. Untuk itu dibutuhkan
langkah-langkah dan strategi optimalisasi, baik dalam hal kebijakan (policy measures) maupun
administratif (administrative measures) terkait pendapatan negara, utamanya di bidang perpajakan
dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pendapatan negara pada periode 2007 – 2011 mengalami pertumbuhan rata-rata 14,4 persen per
tahun. Pertumbuhan tersebut berasal dari kontribusi penerimaan PNBP yang tumbuh rata-rata
sebesar 11,4 persen per tahun, kontribusi penerimaan perpajakan yang tumbuh rata-rata sebesar
15,5 persen per tahun, dan penerimaan hibah yang tumbuh rata-rata sebesar 32,6 persen per tahun.
Sementara itu, dalam APBN 2013 yang telah disahkan beberapa waktu yang lalu, pendapatan negara
ditargetkan sebesar Rp1.529,7 triliun, yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar 78,01 persen,
PNBP 21,7 persen, dan penerimaan hibah 0,29 persen. Penetapan target tersebut telah
memperhitungkan asumsi ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS, lifting migas, dan harga minyak, juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang
akan ditempuh di tahun 2013.
Target perpajakan
Dalam APBN 2013, penerimaan perpajakan direncanakan mencapai sebesar Rp1.192.9 triliun, atau
meningkat 17,38 persen dari target APBNP 2012. Rencana tersebut terdiri dari penerimaan pajak
dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun dan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar
Rp58,7 triliun. Peneriman pajak dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak penghasilan sebesar
Rp584,9 triliun, pajak pertambahan nilai sebesar Rp423,7 triliun, pajak bumi dan bangunan sebesar
Rp27,3 triliun, cukai sebesar Rp92 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp6,3 triliun.
Sementara itu, penerimaan pajak perdagangan internasional terdiri atas penerimaan bea masuk
sebesar Rp27 triliun dan bea keluar sebesar Rp31,7 triliun. Dalam arti yang lebih sempit (penerimaan
perpajakan dibagi dengan PDB), tax ratio tahun 2013 mencapai 12,9 persen. Sementara itu, dalam
arti luas di mana tax ratio mencakup penerimaan perpajakan ditambah dengan penerimaan SDA
migas dan pajak daerah dibagi dengan PDB, tax ratio 2013 mencapai 15,8 persen.
Tentu pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan perpajakan dengan tidak mengganggu
pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi serta dunia usaha. Upaya tersebut ditempuh antara lain
dengan: i) meningkatkan perbaikan penggalian potensi perpajakan; ii) melakukan perbaikan kualitas
pemeriksaan dan penyidikan pajak; iii) menyempurnakan sistem informasi teknologi; iv) melakukan
perbaikan kebijakan perpajakan nasional yang diarahkan bagi perluasan basis pajak; v) meningkatkan
kegiatan sensus pajak nasional; vi) meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan
dan cukai; vii) meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai; viii)
ekstensifikasi cukai; ix) menyesuaikan tarif PPnBM atas kelompok Barang Kena Pajak (BKP) yang
tergolong mewah selain kendaraan bermotor; dan x) pemberian insentif fiskal bagi kegiatan ekonomi
strategis.
Perlu kita ketahui bahwa kebijakan di bidang perpajakan tidak hanya bertujuan meningkatkan
penerimaan perpajakan. Kebijakan di bidang perpajakan pada hakikatnya juga untuk mendorong
perekonomian nasional melalui pemberian insentif fiskal. Insentif fiskal tersebut dapat berupa
pembebasan atau pengurangan PPnBM dalam rangka mendorong program Pemerintah untuk
mengembangkan industri kendaraan bermotor. Dengan adanya pembebasan atau pengurangan
PPnBM tersebut diharapkan dapat mendorong industri untuk menyediakan kendaraan dengan harga
yang terjangkau masyarakat dan kendaraan bermotor yang ramah lingkungan ( hybrid dan low carbon
emission). Selain itu, perlu kita ketahui pula bahwa Pemerintah tetap berkomitmen untuk
memberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk pajak ditanggung Pemerintah, yang terdiri atas: i) PPh
DTP untuk komoditas panas bumi, ii) PPh DTP atas bunga, imbal hasil dan penghasilan pihak ketiga
atas jasa yang diberikan kepada pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar Internasional, dan iii) bea
masuk DTP.
PNBP Migas
Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, diketahui bahwa PNBP masih didominasi
oleh penerimaan SDA migas yang ditargetkan sebear Rp174,86 triliun. Penerimaan SDA non migas
sebesar Rp22,33 triliun. Sementara itu, bagian Pemerintah atas laba BUMN ditargetkan sebesar
Rp33,5 triliun. Namun demikian, jika kita perhatikan lebih lanjut, tentu bukan hal yang mudah untuk
mencapai target penerimaan negara dari PNBP migas. Hal ini mengingat penerimaan PNBP dari migas
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti harga minyak, lifting minyak dan gas bumi yang
dijadikan sebagai dasar perhitungan penerimaan SDA migas, dan kebijakan-kebijakan yang akan
ditempuh dalam tahun 2013.
Namun demikian, untuk mencapai target lifting migas, Pemerintah di antaranya akan melakukan
upaya-upaya sebagai berikut: i) mendorong optimalisasi pada lapangan eksisting dengan penerapan
Enchaced Oil Recovery/EOR, ii) mempercepat pengembangan lapangan baru dan struktur idle, iii)
term and condition yang lebih menarik untuk wilayah kerja yang berada di remote area dan/atau laut
dalam, iv) meningkatkan kordinasi dengan instansi terkait untuk menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan regulasi perijinan, dan tumpang tindih lahan dalam rangka peningkatan
produksi minyak bumi nasional, serta v) melaksanakan Inpres Nomor 2 tahun 2012 tentang
Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional.
Dukungan Berbagai Pihak
Namun demikian, upaya pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara tidak akan berjalan
tanpa dukungan dari berbagai pihak. Koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait penerimaan
negara juga sangat penting, mengingat upaya peningkatan pendapatan negara bukan hanya menjadi
tugas Kementerian Keuangan saja. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk patuh dan taat membayar
pajak juga hal yang penting. Tanpa kesadaran masyarakat yang tinggi khususnya dalam membayar
pajak, upaya optimalisasi pendapatan negara tidak akan mudah tercapai.
Semoga pendapatan negara tahun ini dapat tercapai dengan baik, karena pendapatan negara
merupakan pilar utama fondasi ekonomi Indonesia.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis
bekerja.
Download