perancangan music clubhouse dengan menggunakan pendekatan

advertisement
Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
PERANCANGAN MUSIC CLUBHOUSE DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN KARAKTER MUSIK POP
Jovandy Octodevara
Dr. Imam Santosa, M.Sn
Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB
Email: [email protected]
Kata Kunci : music, clubhouse, klub, pop adult, musik pop
Abstrak
Musik adalah wahana yang digemari banyak orang untuk melepas penat dari rutinitas sehari-hari, serta sarana untuk mengekspresikan diri dan ajang
bersosialisasi. Di kota Jakarta, para pekerja kantoran umumnya mendapatkan banyak beban stress dari pekerjaan sehari-hari. Music Clubhouse
dirancang sebagai sarana rekreasi dan sosialisasi dengan menggunakan karakter musik sebagai elemen utamanya. Utamanya, tujuan dari perancangan
fasilitas ini ialah melakukan penelitian terhadap karakter musik adult pop, sebagai karakter yang ditonjolkan dalam perancangan interior.
Abstract
Music is everyone’s favourite to release stress, be a way to express ourselves and be socializing event. In Jakarta, office workers usually get a lot
stress from daily working. Therefore, Music Clubhouse as a facility for musical recreation and socializing, is designed to be a stress-reliever place in
Jakarta. The main goal of the designing process, is studying the character of adult pop music, as a main character which is the highlights of the
interior-designing
of
Music
Clubhouse.
1. Pendahuluan
Aktivitas musik merupakan salah satu media pelepas penat yang paling diminati orang-orang. Contohnya seperti
mendengarkan musik, memainkan alat musik, atau menonton pertunjukan musik. Aktivitas musik deperti ini diperlukan
oleh tiap individu dari berbagai kalangan usia, khususnya kalangan dewasa yang umumnya merupakan pekerja
kantoran, untuk melepas penat dari jenuhnya bekerja sehari-hari.
Para pekerja kantoran dapat dikategorisasi sebagai orang dewasa hingga setengah baya yaitu 18 hingga 60 tahun
(Hurlock, 1980:100). Dimana umumnya genre atau jenis musik yang digemari pada usia seperti ini ialah musik pop
yang dapat dikategorisasi menjadi adult pop yaitu musik populer yang dapat mengacu pada era 1970 hingga 1980-an
dimana saat itu musik yang easy listening dan soft rock sedang digandrungi dan berevolusi (Browne, 2001: 687),
definisi lain dari adult pop adalah musik yang menenangkan, sangat halus sehingga tidak mengganggu pendengar
dimana penekanan pada melodi dan harmoni dititikberatkan, hal ini biasanya ditulis dengan format dasar dengan
pengulangan chorus (Browne, 2001: 687).
Sarana untuk mengakomodasi aktivitas musik berjenis adult pop ini antara lain untuk hiburan atau rekreasi, apresiasi
dan sosialisasi, dimana aktivitas ini difasilitasi dengan layak agar aktivitas musik berjalan dengan lancar. Aktivitasaktivitas tersebut dirangkum dalam sebuah fasilitas bernama clubhouse, yang merupakan tempat berhimpunnya segala
aktivitas yang dilakukan oleh para individu yang memiliki suatu kegemaran yang sama, dalam hal ini ialah kegemaran
pada musik adult pop.
Sistem keanggotaan klub pada fasilitas ini digunakan karena umumnya para pengguna fasilitas ini akan merasa lebih
eksklusif dengan menjadi anggota klub mengingat banyaknya hak istimewa yang ditawarkan dengan menjadi anggota
klub. Serta dari segi finansial, sistem keanggotaan klub lebih menguntungkan karena menarik iuran tahunan.
Sebagai pusat rekreasi, apresiasi dan sosialisasi, Music Clubhouse harus merepresentasikan citra dari musik jenis adult
pop dengan baik. Citra dari musik adult pop secara singkat ialah elegan (bercitarasa tinggi) namun simpel secara visual
(tidak memakai banyak elemen-elemen penambah atau gimmick). Secara musikal, karakter musik adult pop adalah
mengalun dengan lembut.
2. Proses Studi Kreatif
Pada perancangan kali ini studi karakter pengguna dan karakter musik adult pop dilakukan, hal ini dilakukan guna
mengidentifikasi segala kebutuhan fasilitas, konsep maupun program perancangan yang ditetapkan pada fasilitas Music
Clubhouse ini.
Observasi dilakukan pada klub yang ada di pusat kota Jakarta, yaitu Financial Club, merupakan sebuah klub atau
perkumpulan yang berbasis pada profesi di bidang keuangan atau finansial. Financial Club terletak di lantai 29 dan 30
Graha Niaga, Jl. Jendral Sudriman, Jakarta Pusat. Pada fasilitas ini, observasi tingkah laku dan kebiasaan para anggota
klub yang umumnya berusia dewasa (30 tahun ke-atas) dilakukan. Dari pengamatan ini, dapat disimpulkan bahwa
walaupun tergabung dalam sebuah klub, masing-masing anggota cenderung masih individualis karena hanya
berkomunikasi dengan teman-teman terdekatnya saja dan keuntungan menjadi anggota pada Financial Club ini terletak
pada hak istimewa (diskon perawatan spa, restoran dan penyewaan fasilitas), dan iuran bulanan anggota klub ini cukup
besar, yaitu Rp 33.000.000,- per tahun.
Gambar 1. Suasana interior fasilitas Financial Club di Jakarta. (http://financialclub.co.id, diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 18:43)
Pengamatan terhadap presentasi musik adult pop juga dilakukan, dengan mengamati pertunjukan musisi adult pop,
seperti Adele, David Foster, Celine Dion dan Michael Buble. Umumnya penampilan mereka mengutamakan kualitas
vokal dan ansambel instrumen orkestra yang ‘hidup’ karena dimainkan secara langsung bersamaan dengan harmonisasi
dari barisan background vocalists.
Gambar 2. Suasana panggung konser David foster and Friends di Las Vegas. (http://zimbio.com, diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 19:23)
Presentasi panggung musik pop dewasa tidak memuat dekorasi yang berlebihan layaknya pertunjukan musik pop
remaja seperti Justin Bieber, Lady Gaga dan lainnya. Umumnya, presentasi panggung musisi pop remaja mengandalkan
elemen dekorasi dan banyak penari latar, instrumen musik pengiringnya hanya berupa musik playback yang sudah
direkam terlebih dahulu atau tidak secara live. Sedangkan, musisi pop dewasa cenderung mengutamakan kualitas vokal
dan instrumen, sehingga dari segi presentasi panggung, mereka hanya mengandalkan setelan pakaian yang rapi dan
bergaya formal, seperti gaun, blazer, jas dan sebagainya.
Karena minim dekorasi, tata cahaya menjadi elemen estetis pada saat penampilan berlangsung, namun tata cahaya yang
digunakan juga terhitung minim, dibanding konser musik pop remaja. Permainan cahaya umumnya menggunakan jenis
lampu soft spot beamlight pada langit-langit dan pada lantai.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2
Gambar 3. Pencahayaan panggung konser penyanyi Adele di London. (http://jandvista.com, diunduh pada 24 Juni 2013 pukulJovandy
20:02) Octodevara
Ansambel orkestra yang digunakan dalam pertunjukan musik pop dewasa cenderung lebih sedikit dibanding
pertunjukan musik klasik yang menggunakan hingga 50 instrumen musik, hal ini karena pertunjukan musik pop dewasa
ingin menyeimbangkan keselerasan antara vokal dan instrumental.
Gambar 4. Instrumen-intrumen orkestra umum pada panggung musik pop, kiri ke kanan: double bass, biola, grand piano, organ, gitar dan drum
kit (sumber: http://paddocorchestra.org, http://wikimedia.org, http://chrisvenables.co.uk, http://jirehvalley.com, http://zzounds.com,
http://s2serena.blogspot.com. Diunduh pada 24 Juni pukul 20:12)
Untuk jenis auditorium secara spesifik, auditorium ini digunakan hanya untuk keperluan konser saja, maka dari itu, tata
panggung harus didesain semaksimal mungkin untuk konser musik agar suara yang dihasilkan berkualitas. Penanganan
yang baik sangat diperlukan dengan menggunakan reflektor akustik yang benar pada langitan dan dindingnya agar suara
lebih jernih, selain itu, auditorium juga membutuhkan sound system sebagai penunjang (Barron, 1995: 35). Material dari
reflektor akustik itu sendiri dapat berupa material laminate yang bertekstur licin namun keras, sehingga suara mengenai
material tersebut akan terpantul dengan sempurna. Selain refleksi, perlakuan akustik pada auditorium juga harus
diseimbangi dengan penyerapan suara dengan menggunakan material seperti glasswool, yang terbukti mampu menyerap
suara dengan baik (Barron, 1995: 35).
Gambar 5.
Kiri: contoh skema pemantulan akustik pada auditorium menggunakan panel reflektor pada langit-langit (sumber:
totalvibrationsolutions.com. Diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 20:32) Tengah: detail dari panel reflektor akustik (sumber:walltechnology.com.
Diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 20:41) Kanan: contoh penggunaan material reflektor akustik pada langit-langit
(sumber:kineticnoisecontrol.com. Diunduh pada
24 Juni 2013 pukul 20:41)
Gambar 6. Kiri: material glasswool sebagai penyerap suara (sumber: specialitycinema.com. Diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 21:00) Kanan:
contoh tembok penyerap akustik yang telah dilapisi dengan finishing kain (sumber:cinemashop.com. Diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 21:22)
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Fasilitas ini berlokasi di Jl. Asia Afrika, Senayan, Jakarta Pusat. Senayan merupakan lokasi yang tergolong
menguntungkan secara ekonomi karena berdekatan dengan banyak gedung perkantoran, gedung serbaguna, pusat
perbelanjaan, pusat olahraga dan institusi-institusi akademis di sekitarnya. Selain itu, lokasi di Senayan juga tergolong
strategis karena terletak di pusat kota Jakarta, sehingga mudah diakses.
3. Hasil Studi dan Pembahasan
Fasilitas Music Clubhouse ini dirancang berdasarkan site plan yang berada di sekitar Senayan, Jakarta. Target
pengunjung dari fasilitas ini yang berasal dari kalangan menengah ke-atas, letak Music Clubhouse merupakan lokasi
premium kota Jakarta, karena dekat dengan banyak perkantoran, mall, apartemen, perumahan, hotel dan banyak
bangunan lainnya. Oleh karena itu, fasilitas ini tentunya harus ditunjang dengan fasilitas yang komersil, maka dari itu
dilakukan penambahkan fasilitas kafe-kafe yang ditujukan untuk berbagai kalangan, seperti contohnya pelajar atau
kawula muda.
Gambar 8. Kiri: satelite view lokasi Senayan (sumber: http://maps.google.com. Diunduh pada 24 Juni 2013 pukul 22:32) Kanan: kawasan
perkantoran elit di Jl. Jend. Sudirman yang berdekatan dengan site Music Clubhouse (sumber:http://mynetbizz.com. Diunduh pada 24 Juni 2013
pukul 22:40)
Fasilitas auditorium, bagian dinding dan langit-langit dirancang secara khusus karena diperlukan untuk membuat tata
suara pada interior menjadi maksimal. Pada langit-langit, reflektor akustik yang menggunakan material keras digunakan
dengan cara digantung untuk memantulkan suara-suara yang datang dari panggung ke penonton agar tidak merambat
lebih jauh lagi ke atas langitan, hal ini juga meminimalisir terjadinya kebocoran suara ke luar ruangan (Lord &
Templeton, 1996: 122). Penggantungan reflektor dibuat miring sesuai dengan sudut datang pantulan yang mengarah
pada target pantulan yaitu penonton. Sedangkan, pada area panggung sebaiknya menggunakan kerangka atau shell agar
suara yang berasal dari panggung terpantul dengan baik ke area penonton. (Forsyth, 1985: 290)
Gambar 9. Skema tampak samping pantulan akustik pada auditorium Music Clubhouse. (Sumber: pribadi)
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4
Jovandy Octodevara
Gambar 10. Skema tampak atas pantulan dan penyerapan akustik pada auditorium Music Clubhouse. (Sumber: pribadi)
Arah suara
Penyerapan suara
Sumber suara
Refleksi suara
Tata cahaya pada auditorium juga harus sesuai dengan kebutuhan, dimana area panggung memerlukan pencahayaan
yang megah dan dapat dikustomisasi, sedangkan area penonton memerlukan dua macam penerangan; terang saat
pertunjukan belum mulai dan temaram saat pertunjukan berlangsung.
Implementasi karakter musik pop digunakan melalui konsep, dimana secara visual, presentasi musik pop dewasa yang
bersifat elegan (atau bercita rasa tinggi). Serta secara visual interior Music Clubhouse tidak menggunakan banyak
ornamen, juga menggunakan warna-warna gelap dan material yang mengkilap, yang kerapkali dipakai dalam presentasi
musik pop dewasa.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
4. Penutup / Kesimpulan
Gambar 11. Denah khusus perancangan Music Clubhouse. (Skala fit to paper. Sumber: pribadi)
Area yang terlihat pada denah khusus diatas meliputi area lobby utama, auditorium, cafe, coffeeshop dan auditorium
lounge, area ini merupakan area yang tergolong publik dalam fasilitas Music Clubhouse, bentuk-bentuk yang
merepresentasikan musik pop dewasa, yaitu mengalun secara lembut, sehingga visualisasi nya menjadi bentuk-bentuk
cenderung melengkung. Sebagian bentuk juga mewakili bentuk-bentuk alat musik yang cenderung melengkung, seperti
biola dan grand piano.
Gambar 12. Gambar denah, tampak dan perspektif ruang auditorium (Skala fit to paper. Sumber: pribadi)
Gambar diatas merupakan gambar denah, tampak serta perspektif ruang auditorium, memperlihatkan beberapa
treatment akustik pada langit-langit yang menggunakan reflektor akustik dengan finishing laminate surface, sedangkan
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6
Jovandy Octodevara
treatment akustik pada dinding menggunakan material penyerap suara dengan rockwool insulation dan finishing kain
berwarna coklat gelap. Warna-warna yang digunakan cenderung berwarna gelap untuk mendukung kesan mature dari
musik pop itu sendiri, namun pada area panggung, acoustical shell yang berfungsi sebagai reflektor menggunakan
warna ochre yang cenderung lebih cerah dari area penonton, hal ini dilakukan karena panggung merupakan fokus dari
ruang auditorium. Tata cahaya khusus digunakan untuk area panggung, dengan lampu soft spot beamlight dipancarkan
dari langit-langit dan digantung menggunakan track.
Gambar 13. Gambar tampak dan perspektif area lobby utama (Skala fit to paper. Sumber: pribadi)
Gambar diatas merupakan gambar tampak dan perspektif dari area lobby utama, pada area ini, dinding kaca merupakan
elemen interior yang mendominasi, hal ini dilakukan agar pemandangan taman dari luar gedung dapat terlihat. Selain
itu, pola lantai yang cenderung melengkung merupakan representasi dari bentuk grand piano yang elegan.
Gambar 14. Gambar perspektif area auditorium lounge (Sumber: pribadi)
Pada area auditorium lounge diatas dapat dilihat warna coklat tua yang menjadi warna utama, karena antara auditorium
dan lounge-nya diinginkan adanya suatu tone warna yang sama. Pada area ini, sofa-sofa digunakan untuk menunggu
saat konser akan dimulai dan terdapat juga ticket booth untuk menjual tiket pertunjukan yang berlangsung di
auditorium. Pada area ini pencahayaan umum digunakan melalui downlight dan general light, hal ini dilkaukan karena
fungsi dari lounge ini bukan untuk relaksasi sehingga pencahayaan yang digunakan ialah pencahayaan umum.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7
Simpulannya, dalam perancangan Music Clubhouse, visualisasi dari aliran musik adalah hal penting yang harus hadir
pada elemen-elemen interiornya. Hal ini dilakukan agar hasil perancangan menjadi sesuai dengan target pengguna serta
fungsi dari fasilitas Music Clubhouse ini sendiri.
Ucapan Terima Kasih
Artikel ini didasarkan kepada catatan proses perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain
Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Imam Santosa, M.Sn.
Daftar Pustaka
Barron, Michael. 1995. Auditorium Acoustics and Architectural Design. London, Inggris: Chapman & Hall
Browne, R.B & Browne, P. 2001. The Guide to United States Popular Culture. New York, Amerika Serikat: Popular Press
Forsyth, Michael. 1985. Buildings for Music: The Architect, the Musician, and the Listener. Cambridge, Inggris:
Cambridge University Press
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta, Indonesia: Penerbit Erlangga
Lord, Peter & Templeton, Duncan. 1996. Detail Akustik. Jakarta, Indonesia: Penerbit Erlangga
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 8
Download