II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Persepsi 1. Definisi

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Persepsi
1. Definisi Persepsi
Secara etimologi persepsi berasal dari Bahasa Latin perceptio yang berarti
menerima atau mengambil. Persepsi adalah suatu proses dengan mana
berbagai stimuli dipilih, diorganisir dan diinterpretasikan menjadi informasi
yang bermakna. Stimuli adalah input dari obyek tertentu yang dilihat oleh
seseorang melalui satu atau beberapa panca inderanya.
Menurut Mulyana (2000: 168) persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan
penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandianbalik (decoding) dalam proses komunikasi. Kimbal Young (Walgito, 1986: 89)
mengatakan persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktivitas merasakan,
menginterpretasikan dan memahami objek, baik fisik maupun sosial.
Schiffman dan Kanuk (Suryani, 2012) mendefinisikan persepsi sebagai proses
dimana dalam proses tersebut individu memilih, mengorganisasikan dan
mengintepretasikan stimuli menjadi sesuatu yang bermakna.
15
Menurut Rakhmat (2004: 51) mengungkapkan bahwa persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah
memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Menurutnya ada
tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia,
yaitu pencatatan indra, pengenalan pola dan perhatian.
Rakhmat (2004: 37-43) juga menglasifikasikan ke dalam tiga komponen yaitu
komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen
afektif yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis.
Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang
diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisioal, yang
berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak, yaitu:
1.
Komponen afektif (sikap)
a.
motif sosiogenis, sering juga disebut sekunder sebagai lawan motif
primer (motif biologis). Peranannya dalam membentuk perilaku
sosial bahkan sangat menentukan. Berikut ini klasifikasi sosiogenis
menurut Melvin H. Marx yaitu:
- Kebutuhan organisme seperti motif ingin tahu, motif kompetensi
dan motif kebebasan,
- Motif sosial seperti motif kasih sayang, motif kekuasaan dan
motif kebebasan.
b.
Sikap
- Kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.
- Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi.
16
- Sikap relative lebih menetap.
- Sikap
mengandung
nilai
menyenangkan
atau
tidak
menyenangkan.
- Sikap timbul dari pengalaman.
c.
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh
gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis.
2.
Komponen kognitif (pengetahuan)
Menurut Holer (1978) dalam Rakhmat kepercayaan adalah komponen
kognitif. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang
gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah”
atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Sedangkan
menurut Asch (1959) kepercayaan di bentuk oleh pengetahuan,
kebutuhan dan kepentingan.
3.
Komponen konatif (penilaian)
Terdiri dari kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku
manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan.
Sedangkan kemauan adalah sebagian tindakan yang merupakan usaha
seseorang untuk mencapai tujuan
Selanjutnya Slamento (2013: 102) menjelaskan persepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia, melalui
persepsi
manusia
terus
menerus
mengadakan
hubungan
dengan
lingkungannya, hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera
penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium. Robbins (2002)
mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu proses
17
dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera
mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Selanjutnya Robbins
juga mengungkapkan bahwa:
“Seseorang yang melihat sesuatu sasaran dan berusaha
menginterpretasikan apa yang dilihat, interpretasi itu sangat
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu yang melihat
karakteristik yang memengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian,
motif kepentingan, pengalamanan masa lalu serta harapan”.
Persepsi yang terbentuk terkadang adalah perasaan senang dan tidak senang
yang menurut David O’ Sears sebagaimana dikutip Sarwono (2002: 7)
disimpulkan sebagai persepsi positif adalah prasangka positif bahwa seseorang
cenderung menyukai atau mendukung sesuatu, sedangkan persepsi negatif
adalah prasangka negatif dimana seseorang cenderung tidak menyukai atau
tidak mendukung sesuatu.
Pengertian persepsi menurut para ahli di atas berbeda-beda. Tetapi dapat
diketahui bahwa persepsi merupakan suatu bentuk dari pandangan seseorang
terhadap suatu objek tertentu, membentuk citra orang lain dimata seseorang.
Dalam hubungan dengan penelitian ini, persepsi merupakan pembentukan
mindseat atau pemikiran seseorang untuk menilai orang lain. Pendapat yang
dirasakan oleh seseorang terhadap suatu objek tertentu, pendapat yang
dirasakan secara langsung. Persepsi merupakan suatu proses bagaimana
seseorang menyeleksi, menilai sesuatu objek.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa persepsi
dapat dilihat atau dapat terjadi melalui menggunakan panca indera manusia
yaitu respon langsung dan seketika dari panca indera manusia dan juga dapat
terjadi atau dilihat melalui budaya, ekonomi, sosial dan psikologi karena
18
proses ini melibatkan organisir dan interpretasi stimuli. Berkaitan dengan
penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap
calon petahana (incumbent), adapun dalam mengukur persepsi masyarakat
peneliti menggunakan indikator dari komponen afektif, kognitif dan konatif.
2. Macam Persepsi
Menurut Mulyana (2000: 171) persepsi terbagi dua yaitu persepsi terhadap
objek (lingkungan fisik dan persepsi terhadap manusia). Persepsi terhadap
manusia lebih sulit dan kompleks, karena manusia bersifat dinamis.
Perbedaan kedua tersebut yaitu:
1) Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan
persepsi terhadap manusia melalui lambang-lambang verbal dan non
verbal. Orang lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit
diramalkan.
2) Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan
persepsi terhadap orang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam
(perasaan, motif, harapan dan sebagainya).
Berdasarkan penjelasan di atas, persepsi sosial adalah proses menangkap
arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam
lingkungan kita. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai
realitas di sekelilingnya. Persepsi sosial merupakan suatu proses yang
terjadi dalam diri seseorang
yang bertujuan untuk mengetahui,
menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik
mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri
orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain
sebagai objek persepsi tersebut.
19
Beberapa prinsip mengenai persepsi sosial sebagaimana dikemukan oleh
Mulyana (2000: 75) sebagai berikut:
1) Persepsi berdasarkan pengalaman yaitu persepsi manusia terhadap
seseorang, objek atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu
berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masa lalu mereka berkaitan
dengan orang, objek atau kejadian serupa.
2) Persepsi bersifat selektif. Setiap manusia sering mendapat rangsangan
indrawi sekaligus, untuk itu perlu selektif dari rangsangan yang
penting. Untuk ini atensi suatu rangsangan merupakan faktor utama
menentukan selektifitas kita atas rangsangan tersebut.
3) Persepsi bersifat dugaan. Persepsi bersifat dugaan terjadi oleh karena
data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak
pernah lengkap.
4) Persepsi bersifat evaluatif. Persepsi bersifat evaluatif maksudnya
adalah kadangkala orang menafsirkan pesan sebagai suatu proses
kebenaran, akan tetapi terkadang alat indera dan persepsi kita menipu
kita, sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi kita dengan
realitas yang sebenarnya.
5) Persepsi bersifat kontekstual. Persepsi bersifat kontekstual merupakan
pengaruh paling kuat dalam mempersepsi suatu objek. Konteks yang
melingkungi kita ketika melihat seseorang, sesuatu objek atau suatu
kejadian sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan
prinsipnya yaitu: kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan,
kecenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri
dari struktur dan latar belakangnya.
Berdasarkan penjelasan prinsip-prinsip persepsi di atas, peneliti dapat
mengaitkan prinsip tersebut dengan judul penelitian ini yaitu persepsi
dapat terjadi dikarenakan pengalaman, seleksi, evaluatif kinerja seseorang
terhadap calon petahana (incumbent), yang dapat memengaruhi perilaku
partisipasi masyarakat dalam pilkada.
20
3.
Persepsi Positif dan Negatif
Menurut Robbins (2002: 14) bahwa persepsi positif merupakan penilaian
individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang
positif atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan
atau dari aturan yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi
individu terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang
negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan
atau dari aturan yang ada.
Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena
adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber
persepsinya, adanya ketidaktahuan serta tidak adanya pengalaman individu
terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya. Penyebab munculnya
persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek
yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta
adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan. Konsep
persepsi positif dan negatif untuk penelitian ini, digunakan untuk
mengukur indikator sikap dan penilaian, sedangkan untuk pengetahuan
penulis menggunakan persepsi tahu dan tidak tahu.
21
4.
Faktor Yang Memengaruhi Persepsi
Menurut Arifin (2011: 231) faktor yang membuat individu pemberi suara
menyaring semua pengaruh dari luar itu antara lain, keyakinan politik atau
ideologi, persepsi politik, motivasi politik, sikap politik, dan dorongan
politik. Di antara semua faktor itu ternyata bahwa faktor ideologi atau
keyakinan politik, merupakan faktor penangkal yang kuat bagi individu.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi persepsi yaitu faktor personal
dan faktor struktural faktor personal antara lain adalah, proses belajar,
motif, dan kebutuhan, sedangkan faktor struktural meliputi lingkungan,
dan nilai sosial dalam masyarakat. Masyarakat memilih satu partai politik
atau kandidat dari partai politik atau kandidat lain dipengaruhi karena
adanya suatu program yang berkaitan dengan kepentingan sosial atau
kebutuhan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap partai dan kandidat
yang akan dipilih dapat juga dipengaruhi oleh citra politik dari partai
politik atau kandidat sendiri serta isu politik saat kampanye juga dapat
menjadi faktor yang memengaruhi masyarakat dalam menentukan
pilihannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dengan adanya banyak faktor yang
memengaruhi pilihan dari masyarakat untuk menentukan pilihannya, maka
partai politik atau kandidat yang terkait harus mampu dengan cermat
mengkaji faktor yang paling dominan bagi setiap individu atau kelompok
dalam masyarakat. Partai politik atau kandidat harus mampu memahami
masyarakat agar dapat mencari strategi yang tepat untuk menarik perhatian
dari masyarakat.
22
5.
Tipe Pemilih
Nimmo dalam Arifin (2011: 223) mengemukakan empat tipe dalam
pemberian suara dalam pemilihan umum, yaitu:
a. Tipe rasional adalah pemberi suara yang rasional, yang sesungguhnya
merupakan aksional diri, yaitu sikap instrinsik pada setiap karakter
personal pemberi suara yang turut memutuskan pemberian suara
kepada kebanyakan warga negara. Orang yang rasional; (1) selalu
dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif; (2)
memilih alternatif-alternatif secara sadar; (3) menyusun alternatifalternatif dengan cara transitif; (4) selalu memilih alternatif yang
peringkat preferensinya paling tinggi; dan (5) selalu mengambil
putusan yang sama bila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang
sama.
b. Tipe reaktif adalah pemberi suara yang memiliki ketertarikan
emosional dengan partai politik. Ikatan emosional kepada partai
sebagai identifikasi partai, yakni sebagai sumber utama aksi-diri dan
pemberi suara reaktif. Identifikasi dengan partai meningkatkan citra
yang lebih menguntungkan tentang catatan dan pengalamannya,
kemampuan dan atribut personalnya. Dengan demikian, identifikasi
dengan partai meningkatkan tabir perseptual sehingga individu dapat
melihat keuntungan bagi orientasi kepartaiannya. Semakin kuat ikatan
partai itu, semakin dibesar-besarkan proses seleksi dan distorsi
persepsinya.
c. Tipe responsif adalah pemberi suara yang mudah berubah dengan
mengikuti waktu, peristiwa politik dan kondisi-kondisi sesaat.
Meskipun memiliki kesetiaan kepada partai, tetapi afiliasi itu ternyata
tidak memengaruhi perilakunya dalam pemberian suara. Hubungan
dengan pertai lebih rasional ketimbang emosional. Pemberi suara
responsif lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek yang
penting dalam pemilihan umum tertentu, dibanding oleh kesetiaan
jangka panjang kepada kelompok atau partai politik.
d. Tipe aktif adalah pemberi suara yang terlibat aktif dalam
menginterprestasikan peristiwa, isu, partai dan personalitas dengan
menetapkan dan menyusun maupun menerima, serangkaian pilihan
yang diberikan. Para pemberi suara merumuskan citra politik tentang
apa yang diperhitungkan oleh mereka dengan berbagai varian.
Selain itu menurut Arifin (2011: 224) menemukan di lapangan, adanya satu
tipe lagi yaitu tipe transaksional, yaitu individu-individu yang mengambil
keputusan dari sejumlah opsi, berdasarkan “transaksi”, berupa “hadiah”
atau “fasilitas”. Meskipun simpatisan atau anggota dalam satu partai, ia
23
dapat memilih kandidat partai lain, berdasarkan transaksi yang dikenal
sebagai aplikasi dari “politik uang” yang berlangsung dalam pasar gelap
(black market) politik. Tipe ini jumlahnya sangat banyak di Indonesia,
bukan saja bisa terjadi dikalangan elit, tetapi juga di kalangan orang banyak
terutama kalangan orang-orang miskin dan kurang pendidikan, seperti para
penganggur, preman, pengamen dan banyak lagi.
Terdapat pula khalayak berdasarkan kelas (strata), seperti kelas bawah,
kelas menengah dan kelas atas. Khalayak politik, khususnya calon pemberi
suara dalam pemilihan umum memersepsikan citra diri kelas (strata).
Artinya rakyat akan memberikan suaranya kepada partai atau kandidat
dengan
mengacu
kepada
kelas
sosial
tersebut,
tempat
mereka
mengidentifikasikan diri dan menganggap dirinya sebagai anggotanya.
Klasifikasi yang lain seperti kelompok buruh, pengusaha, petani, nelayan,
cendikiawan, agamawan, perempuan, pemuda dan sebagainya. Kelompokkelompok tersebut merupakan kelompok kepentingan yang memiliki
kebutuhan dan kepentingan yang dijaga dan dilindungi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa setiap
masyarakat dalam hal ini adalah pemilih dalam pemilu, memiliki tipe–tipe
masing-masing
yang
dapat
memengaruhi
persepsi
mereka
untuk
menentukan pilihan mereka dalam pelaksanaan pemilu. Dimana mereka
akan memiliki motif kepentingan masing-masing dan calon yang mereka
pilih nanti akan dapat memberikan keuntungan kepada mereka.
B. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Daerah
24
1. Definisi Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan kepala daerah merupakan suatu proses pemilihan langsung oleh
rakyat, rakyat menyeleksi secara langsung putra-putra terbaik dari daerah
mereka. Mampu memimpin dan membawa daerah mereka menjadi lebih baik
dan lebih maju, sehingga kesejahteraan masyrakat setempat dapat terpenuhi.
Pemilihan kepala daerah merupakan tanggung jawab langsung oleh
masyarakat setempat demi kemajuan daerah mereka masing-masing.
Menurut Cangara (2011: 210) dalam pemilihan kepala daerah seperti gubernur
dan bupati/walikota sejak Indonesia merdeka hanya dipilih melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah setempat, maka menurut Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus dilakukan pemilihan
langsung. Perubahan konstelasi sistem pemilihan ini menyebabkan semua
pihak terutama di kalangan para politisi dan elit daerah harus memasang kudakuda dengan baik jika mau ikut bertarung dalam pemilihan pimpinan daerah.
Suharizal (2011: 34) mengatakan pilkada merupakan perjalanan politik
panjang yang diwarnai tarik-menarik antara kepentingan elit politik dan
kehendak publik, kepentingan pusat dan daerah, atau bahkan antara
kepentingan nasional dan internasional. Mengingat esensi pilkada adalah
pemilu, dimana secara prosedural dan subtansial adalah manifestasi dari
prinsip demokrasi dan penegakkan kedaulatan, maka pilkada sebagaimana
pemilu lainnya layak mendapatkan pengaturan khusus sehingga derajat
akuntabilitas dan kualitas demokratisnya dapat terpenuhi dengan baik. Apalagi
25
pilkada merupakan instrumen penting bagi demokratisasi di level lokal atau
daerah yang menjadi pilar bagi demokratisasi di tingkat nasional.
Menurut Prihatmoko (2005: 1-2) dipilihnya pemilihan kepala daerah secara
langsung mendatangkan optimisme dan pesimisme tersendiri. Pilkada
langsung dinilai sebagai perwujudan pengembalian “hak-hak dasar”
masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam
rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga mendimanisir kehidupan
demokrasi tingkat lokal. Keberhasilan pilkada langsung untuk melahirkan
kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat
sangat tergantung pada kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri.
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, memberikan
peluang kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam politik, agar
terciptanya demokrasi dalam menjalankan pemerintahan. Pilkada merupakan
suatu bentuk dari penerapan demokrasi di Indonesia, pilkada dilakukan untuk
memilih orang-orang yang akan memiliki jabatan-jabatan ditingkat lokal atau
daerah. Pilkada yang dilakukan secara langsung oleh masyarakat dalam
pemilihan umum untuk memilih orang-orang yang akan mewakili mereka
dalam menjalankan pemerintahan.
2. Kekuasaan Kepala Daerah
Menurut Kaloh (2009: 123) pola kekuasaan kepala daerah secara berturut
tampak sebagai berikut: kekuasaan keahlian, kekuasaan resmi, kekuasaan
paksaan, kekuasan koneksi, kekuasaan keteladanan dan kekuasaan informasi,
26
sedangkan imbalan menempatkan posisi terendah. Yang dijelaskan sebagai
berikut:
a. Kekuasaan Keahlian
Kepala daerah dalam memimpin organisasi administrasi daerah lebih
mengandalkan keahlian dalam bidang tugas dan tanggung jawabnya.
Kekuasaan keahlian adalah kekuasaan yang timbul karena keterampilan
atau kecakapan serta pengetahuan yang dimiliki seorang pemimpin yang
dengan keahlian dan kecakapan sehingga menimbulkan kepatuhan dan
rasa
hormat
bawahan,
yang pada
gilirannya
memermudah
dan
memerlancar kerja bawahan yang dipimpinnya.
b. Kekuasaan Paksaan
Kekuasaan paksaan bertumpu pada rasa takut bawahan masih cukup
diandalkan oleh pimpinan pemerintahan. Menonjolnya kekuasaan paksaan
kepala daerah disebabkan oleh faktor ikutan dari dominannya kekuasaan
resmi. Setiap kebijaksaan kepala daerah merupakan penjabaran dari
peraturan perundang-undangan maupun kebijaksanaan atasan ternyata
kurang mendapat dukungan positif dari bawahan sehingga mendorong
penerapan kekuasaan paksaan, walaupun disadari bahwa kekuasaan
paksaan bukan pendekatan efektif untuk menggerakkan bawahan.
c. Kekuasaan Koneksi
Kepala Daerah dalam memimpin menerapkan kekuasaan koneksi
walaupun dilakukan berdasarkan kepentingan yang bersifat insidentil.
Dalam arti kekuasaan koneksi digunakan atau tidak, akan tergantung
situasi yang dihadapi. Kepala Daerah sebagai pejabat politis, di mana
kekuasaan koneksi cukup menonjol, dalam arti diperlukan dalam
27
mendukung kepemimpinannya, terlebih lagi jika masa jabatan pertama
akan berakhir sementara masa jabatan kedua sebagai Kepala Daerah masih
menjadi obsesi. Para kepala daerah diperoleh informasi bahwa banyaknya
jaringan kerja dapat memerluas dukungan terhadap kepemimpinannya.
d. Kekuasaan Keteladanan
Sifat keteladanan seperti kepribadian yang jujur, satunya kata dengan kata
perbuatan, taat pada agama, gaya hidup sederhana yang dimiliki oleh
pemimpin tersebut dapat menarik simpati bawahan dan pengakuan staf
terhadap pimpinan.
e. Kekuasaan Informasi
Kedudukan
kepala
daerah
sebagai
pimpinan
puncak
organisasi
administrasi daerah menempatkannya pada posisi pusat informasi. Dalam
arti setiap informasi yang berkaitan dengan tugas organisasi diketahui oleh
kepala daerah.
f. Kekuasaan Imbalan
Kepala daerah bahwa kemampuan pemimpin untuk meningkatkan
kesejahteraan berupa pemberian penghargaan/imbalan bagi bawahan
sangat penting.
C. Kerangka Pikir
Persepsi merupakan sesuatu yang dapat dilihat atau dapat terjadi melalui
menggunakan panca indera manusia yaitu respon langsung dan seketika dari
panca indera manusia dan juga dapat terjadi atau dilihat melalui budaya, ekonomi,
sosial dan psikologi karena proses ini melibatkan organisir dan interpretasi stimuli.
Berkaitan dengan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi
28
masyarakat terhadap calon petahana (incumbent), adapun dalam mengukur
persepsi masyarakat peneliti menggunakan indikator dari komponen afektif,
kognitif dan konatif.
Menurut Arifin (2011: 232) pemberi suara mengalihkan pilihannya dari satu partai
kepada partai lain atau dari kandidat satu kepada kandidat lain disebabkan karena
adanya atribut sosial dan demografi. Artinya, pemberi suara menjatuhkan pilihan
kepada partai atau kandidat tertentu yang memiliki program, yang berkaitan
dengan kepentingan sosial dan demografinya. Pemberi suara akan menjatuhkan
pilihannya kepada kandidat sesuai dengan citra jabatan sosial baginya. Pada
umumnya pemilih mencari abstrak seperti, kedewasaan, kejujuran, kecerdasan,
kesungguhan, kegiatan dan energi. Dengan kata lain, pemilih akan mencari
pahlawan politik untuk dipilih menduduki jabatan tertentu.
Rakhmat (2004: 37-43) juga menglasifikasikan ke dalam tiga komponen yaitu
komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif
yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Komponen kognitif
adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
Komponen konatif adalah aspek volisioal, yang berhubungan dengan kebiasaan
dan kemauan bertindak, yaitu:
1.
Komponen afektif (sikap)
2.
Komponen kognitif (pengetahuan)
3.
Komponen konatif
Menurut Robbins (2002: 14) bahwa persepsi positif merupakan penilaian individu
terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau sesuai
dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada.
29
Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap objek atau
informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan yang
diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada.
Petahana (incumbent) pada pemilihan secara langsung menjadi hal yang sering
terjadi di Indonesia, yang menghasilkan sebuah kemenangan atau kekalahan bagi
petahana incumbent tersebut. Untuk meraih simpati agar mendapatkan suara
terbanyak maka diperlukan pemikiran cerdas dan cara yang elegan oleh petahana
(incumbent) tersebut dalam memengaruhi penilaian dari masyarakat.
Untuk memudahkan penelitian, maka penulis menggambarkannya dalam bagan
sebagai berikut:
30
Persepsi (masyarakat):
1. Kognisi
(Pengetahuan)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
etnis/suku
agama
daerah asal
gender
isu/citra calon
figur calon
motif
kepentingan
h. program.
2. Afeksi (Sikap)
a. popularitas
b. pengalaman
kerja
c. kemandirian
ekonomi
d. menyelesaikan
masalah
e. partai
pendukung.
3. Konatif
(Penilaian)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
Tahu
Tidak
Tahu
Positif
Negatif
adil
tegas
teladan
tanggung
jawab
jujur
kharismati
sederhana
ekonomi
kesehatan
pendidikan
infrastruktur
jalan
listrik
kesejahteraan
masyarakat.
Positif
Negatif
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan penjelasan bagan kerangka pikir di atas, maka dapat diketahui dalam
penelitian ini peneliti mengungkapkan persepsi masyarakat yang dalam kaitan
penelitian ini adalah persepsi masyarakat Kecamatan Buay Bahuga Kabupaten
Way Kanan. Penilaian masyarakat terhadap kinerja calon petahana (incumbent)
selama menjabat sebagai Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Way Kanan, yang
akan memengaruhi persepsi pemilih dalam mengikuti Pilkada serentak Tahun
2015 ini.
31
Mengungkapkan penilaian dari masyarakat di Kecamatan Buay Bahuga
Kabupaten Way Kanan terhadap calon petahana (incumbent) dimana masyarakat
yang dalam hal ini adalah pemilih, memiliki persepsi atau penilaian serta
pengalaman masing-masing terhadap kinerja calon petahana (incumbent) selama
menjabat sebagai kepala daerah. Setiap pemilih yang memiliki persepsi masingmasing dapat membentuk persepsi positif atau negatif. Pemilih akan memiliki
persepsi positif apabila pemilih merasa puas dengan kinerja atau program yang
dijalankan oleh calon petahana (incumbent), sedangkan persepsi negatif akan
terbentuk apabila pemilih merasa tidak puas dengan kinerja yang telah dilakukan
oleh petahana (incumbent) selama menjabat sebagai kepala daerah.
Download