90 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Pada penelitian

advertisement
90
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini penutur menceritakan mengenai legenda Ke’ Lesap
yang ada di Bangkalan. Legenda tersebut merupakan salah satu sastra lisan yang
berkembang di daerah tersebut.
Penutur merupakan orang asli Bangkalan yang tinggal di kota Bangkalan.
Penutur bukanlah penutur tunggal legenda Ke’ Lesap ini. Dalam pertunjukkannya,
penutur mendongengkan legenda ini tanpa melakukan ritual khusus. Hal ini
dikarenakan legenda Ke’ Lesap bukanlah legenda yang bersifat sakral. Tidak
diperlukan waktu dan tempat yang khusus untuk proses penyampaiannya.
Proses pemerolehan cerita ini bukanlah kegiatan yang sakral dan memiliki
syarat. Penutur bukanlah keturunan dari Ke’ Lesap maupun salah satu tokoh yang
ada dalam legenda Ke’ Lesap. Penutur merupakan orang rujukan dari Dinas
Kebudayaan Kabupaten Bangkalan. Selain itu, penutur merupakan seorang
budayawan yang dianggap lebih memahami kebudayaan Bangkalan. Proses
transmisi legenda ini dilakukan oleh penutur saat masih kecil. Penutur
menyampaikan bahwa legenda ini di dapatkan ketika penutur bersekolah di
Sekolah Rakyat. Pertunjukkan pertama yang disaksikan adalah ketika guru di
sekolahnya menceritakan legenda tersebut. Kemudian pertunjukkan berikutnya di
dapatkan ketikan penutur mendengarkan cerita legenda tersebut dari kakek penutur
sendiri ketika berada di rumah.
91
Komposisi yang diciptakan oleh penutur terdiri dari tokoh dan latar legenda
tersebut terjadi. Dalam legenda ini terdapat tokoh utama dan tokoh sampingan. Ke’
Lesap, Rato Bangkalan, dan Nye Pocong merupakan tokoh utama dalam legenda
ini, sedangkan beberapa tokoh sampingan adalah Abdi Keraton, Pate Bangkalan,
Tande’, Rato Sumenep, Rato Pamekasan, dan Rato Sampang. Sedangkan
komposisi latar yang diciptakan oleh penutur adalah Bangkalan, Desa Pocong,
Dhuko, Pajudan, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang.
Beberapa formula ditemukan dalam legenda ini. Penutur membuat formula
penyebutan berulang nama tokoh sebagai penegasan bahwa mereka-merekalah
yang berperan dalam legenda ini. Formula nama tokoh tersebut adalah nama tokoh
Ke’ Lesap, Rato Bangkalan, dan Nye Pocong. Kemudian penutur juga
menggunakan formula nama tempat, yaitu Madura, Bangkalan, Desa Pocong,
Dhuko, Pajudan, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang.
Selain formula nama tokoh dan nama tempat, dalam legenda ini juga
terdapat formula mengenai penggunakan sebuah kata Kana’. Formula tersebut
digunakan oleh penutur saat penutur menyatakan sebuah baris secara retorika.
Formula kata kana’ pada baris retorika dalam legenda ini terdapat pada baris ke-3,
12, 156, 174, dan 189. Tujuan baris retorika tersebut untuk mempertegas cerita
yang disampaikan serta untuk membangun percakapan dengan penonton.
Dalam legenda ini, terdapat formula penggunaan kata jareya. Penutur
memiliki pola khusus dalam penggunaan kata tunjuk ini, sebagian besar,
penggunaan kata tunjuk ini digunakan penutur setelah menyebutkan sebuah nama
tokoh dan nama tempat. Kata jareya merupa kan kata tunjuk yang berarti itu.
92
Formula kata jareya ini, tidak semua formula pengulangan merupakan kata yang
sama, namun ada beberapa bentuk penggunaan kata tunjuk itu dalam bentuk lain
(sinonim). Misalkan kata reya, ajiya, jiya, dan areya.
Kemudian penutur juga menggunakan kata sambung pas. kata yang
dinihilkan. Pada penggunaan kata pas sebagai kata sambung, kata pas memiliki
arti lalu atau
kemudian. Hal tersebut menyatakan sebuah urutan cerita yang
disampaikan oleh penutur. Terdapat dua pola dalam penggunaan kata pas ini,
yaitu sebagai kata sambung juga sebagai kata yang dinihilkan.
Penutur menggunakan bahasa eje’-iye dalam proses penyampaian cerita
tersebut. Akan tetapi penutur memiliki sebuh formula yang digunakan mengenai
penggunaan bahasa. Penutur akan mengubah penggunaan bahasa dari enje’-iye
menjadi bahasa enggi-enten atau enggi-bunten ketika penutur menanggapi atau
member keterangan mengenai Raja Bangkalan (Rato Bangkalan).
Pada penelitian ini, ditemukan bahwa penutur memiliki formula ketika
menyebutkan nama tokoh atau nama tempat ketika pertama kali dengan tujuan
memperkenalkan tokoh atau daerah tersebut.
Dari formula-formula tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa katakata dari formula tersebut bernuansa kerajaan. Hal ini dikarenakan koposisi cerita
yang disajikan penutur memiliki tokoh-tokoh dan tempat-tempat mengenai
kerajaan. Tema pokok tersebut memiliki beberapa sub tema, yaitu anak Raja,
pencarian, petunjuk, pertemuan, dan pemberontakan.
93
6.2 Saran
Legenda Ke’ Lesap merupakan salah satu legenda yang berkembang di
Bangkalan. Selain legenda ini, masih banyak lagi satra lisan yang ada dan belum
terdokumentasikan. Penelitian legenda Ke’ Lesap ini merupakan penelitian aspek
kelisanan menggunakan teori Albert B. Lord. Alangkah lebih baik jika penelitian
selanjutnya tidak hanya sekedar mendokumentasikan, melainkan juga melakukan
penelitian lebih dalam.
Download