prinsip kesyariahan dalam pembiayaan syariah

advertisement
Maltuf Fitri
PRINSIP KESYARIAHAN
DALAM PEMBIAYAAN SYARIAH
Maltuf Fitri
Abstrak
Perkembangan perbankan syariah dalam periode tahun 2007-2013 terus menunjukkan
kinerja yang menakjubkan. Berbagai indikator keuangan seperti total nilai aset dan
jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun terus mengalami peningkatan. Begitu
juga dengan tingkat kinerjanya yang digambarkan dari perolehan laba yang dibukukan
oleh perbankan dan unit-unit pembiayaan syariah juga mengalami pertumbuhan yang
positif. Menggeliatnya kegiatan perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari
meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat untuk mengakses jasa layanan perbankan
syariah. Hal ini setidaknya juga dapat digambarkan dari keberadaan kantor perbankan
syariah dan unit-unit pembiayaan syariah yang tersebar di hampir seluruh wilayah tanah
air hingga ke pelosok. Dibandingkan dengan perbankan konvensional, praktek perbankan
syariah memiliki perbedaan yang sangat mendasar yaitu tidak menempatkan uang sebagai
komoditas perdagangan, penetapan suku bunga dalam transaksi perbankan sangat
dilarang karena riba, tidak ada unsur time- value of money dan balas jasa atas penggunaan
dana menerapkan prinsip bagi hasil. Untuk memberikan edukasi dan perlindungan
kepada nasabah (masyarakat) perlu adanya analisa prinsip-prinsip kesyariahan pada
praktek perbankan syariah.
Kata Kunci : Perbankan Syariah, Prinsip Syariah, Bagi Hasil, Riba
Pendahuluan
Dinamika kegiatan pembiayaan berbasis syariah di Indonesia terus
menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Berdasarkan data Bank
Indonesia, jumlah jaringan kantor perbankan dan unit-unit pembiayaan syariah
selama periode tahun 2007 hingga tahun 2013 mengalami pertumbuhan yang
menakjubkan. Pada tahun 2007, jumlah kantor perbankan dan unit-unit
pembiayaan syariah sebanyak 782 kantor, dan tahun 2013 telah bertambah
menjadi 2.990 kantor. Indikator lain yang juga patut dicermati adalah
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 57
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
pertumbuhan dana pihak ketiganya. Pada tahun 2007, nilai outstanding dana
pihak ketiga (DPK) perbankan dan unit-unit pembiayaan syariah sebesar Rp
28.012 miliar, kemudian hingga tahun 2013 telah mencapai sebesar Rp.
183.534 miliar. Secara akuntansi peningkatan DPK ini akan berimplikasi pada
total nilai asetnya, dan seperti dalam perkembangan DPK, total asset
perbankan dan unit-unit pembiayaan syariah di Indonesia juga tumbuh cukup
tinggi. Pada tahun 2007, total nilai aset perbankan dan unit-unit pembiayaan
syariah sebesar Rp 36.538 miliar, dan tahun 2013 telah berubah menjadi
sebesar Rp. 242.276 miliar.
Dari sisi operasional, meskipun mengalami siklus yang fluktuatif namun
secara keseluruhan selama periode yang sama kinerja perbankan dan unit-unit
pembiayaan syariah di Indonesia tiap tahunnya terus membukukan laba yang
signifikan serta mengalami pertumbuhan laba positif. Pada tahun 2007
perolehan laba yang berhasil dibukukan perbankan dan unit-unit pembiayaan
syariah sebesar Rp 540 miliar. Perolehan laba ini memang bisa dikatakan masih
relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah lembaganya. Tetapi seiring
meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan berbasis
syariah, laba yang berhasil dibukukan perbankan dan unit-unit pembiayaan
syariah hingga tahun 2013 telah mencapai sebesar Rp 3.278 miliar.
Tabel 1
Perkembangan Jumlah Kantor dan Indikator Keuangan Perbankan dan Unit
Usaha SyariahTahun 2007- Agustus 2013 (BI:2014)
Keterangan
Kantor (Unit)
Dana Pihak
(miliar Rp)
Ketiga
Laba (miliar Rp)
Total Aset (miliar Rp)
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
782
1.024
1.223
1.763
2.101
2.610
2.990
28.012
36.852
52.271
76.036
115.415
147.512
183.534
540
432
791
1.051
1.475
2.541
3.278
36.538
49.555
66.090
97.519
145.467
195.018
242.276
Sumber :Statistik Perbankan Syariah – Bank Indonesia.
Apabila mencermati ilustrasi data-data indikator di atas, maka cukup
jelas geliat potensi pasar pembiayaan syariah di Indonesia memiliki peluang
untuk terus tumbuh. Atau bila ditarik lebih jauh dalam pengertian derivatif dari
58 |
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Maltuf Fitri
perspektif dua pihak yaitu masyarakat selaku pengguna jasa layanan dan
industri keuangan syariah selaku pelaku operatornya maka peningkatan
permintaan jasa layanan keuangan syariah (pasar) akan direspon perbankan dan
unit-unit pembiayaan sya’riah dengan terus menambah unit-unit layanannya
(pelaku pasar).
Begitu dinamisnya perkembangan industri perbankan syariah di
Indonesia terdapat beberapa faktor pendorong yang mendukungnya, salah satu
faktor pendorong tersebut menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim
Alasmsyah, adalah adanya beberapa produk perundangan yang memberikan
kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti:
(i) UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun
2008 tentang Surat Berharga syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No. 42 tahun
2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang
dan Jasa. Lahirnya UU Perbankan syariah mendorong peningkatan jumlah
BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari
dua tahun (2009-2010).1
Dengan semakin besarnya perhatian dan dukungan pemerintah
terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah maka bukan tidak mungkin
lembaga keuangan syariah tidak hanya sekedar menjadi pilihan alternatif bagi
masyarakat yang membutuhkan layanan perbankan atau pembiayaan berbasis
syariah tetapi dapat menjadi pilihan utama. Pendapat ini bukan tanpa dasar
mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia.
Namun terlepas dari argumentasi tersebut, apabila mencermati pola
perkembangan yang terjadi sampai saat ini dimana keberadaan lembaga
keuangan syariah begitu banyak jumlahnya dalam berbagai skala tingkatan
pelayanan dan hampir tersebar di semua wilayah Indonesia maka ada satu hal
yang tetap perlu menjadi perhatian dan pertanyaan mendasar adalah apakah
perbankan dan unit-unit pembiayaan syariah tersebut telah menerapkan prinsip
syariah secara benar. Hal ini setidaknya menjadi dasar perenungan awal atau
kasar mengingat masih cukup banyak bank yang memiliki unit layanan
Halim Alamsyah, “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan
Dalam Menyongsong MEA2015”, Makalah yang disampaikan dalam Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli
Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8, Jakarta, 2012
1
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 59
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
perbankan syariah tetapi bisnis intinya tetap mengandalkan layanan perbankan
konvensional (non syariah). Karenanya atas kondisi ini sejumlah pihak
mempertanyakan dinamika perkembangan perbankan syariah di Indonesia
yang begitu menggairahkan ini sebenarnya lebih merupakan fenomena apa ?
Satu hal harus dijaga atas wacana ini adalah tetap mengkritisi dengan
nilai-nilai ukuran kebenaran. Oleh karena itu hal yang paling obyektif dan
mendasar agar kebenaran itu tetap terjaga adalah dengan melakukan analisis
prinsip kesyariahan dari layanan pembiayaan yang berbasis syariah. Dalam
makalah ini penulis ingin membahas prinsip-prinsip nilai dan dasar yang harus
dipenuhi dalam menjalankan atau melaksanakan kegiatan pembiayaan berbasis
syariah.
Konsep dan Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Agama Islam memiliki konsepsi nilai sebagai dasar kebenaran yang
mengatur semua bidang kehidupan manusia secara komprehensif dan
universal, baik itu dalam hubungan vertikal dengan Sang Pencipta (habl min
Allāh) maupun hubungan secara horizontal sesama manusia (habl min an-nās).
Adapun tiga nilai dalam ajaran Islam tersebut meliputi :
1. Akidah: komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas
keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang
muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata
untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat
amanah dari Allah.
2. Syariah: komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang
muslim baik dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang
muamalah(hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang
menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai
bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan
perniagaan disebut muamalah maliyah.
3. Akhlak: landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya
sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang
menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah
60 |
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Maltuf Fitri
sebagaimana hadis Nabi saw yang menyatakan, “Tidaklah aku diutus kecuali
untuk untuk menyempurnakan akhlak mulia”.
Dari ketiga nilai tersebut, di dalam Islam terdapat cukup banyak
ketentuan yang menjadi acuan dalam melakukan kegiatan ekonomi antara lain
meliputi sebagai berikut:2
• Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar, bukan
sebagai komoditas yang diperdagangkan apalagi untuk kegiatan spekulatif.
• Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat al-Qur’an tentang
pelarangan riba yang terakhir yaitu surah al-Baqarah [2]:278-279 secara tegas
dinyatakan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa-sisa riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada
memperbuatnya ketahuilah ada peperangan dari Allah dan RasulNya
terhadapmu dan jika kamu bertobat maka untukmu pokok-pokok hartamu.
kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya.”
• Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada
segelintir orang dan Allah sangat tidak suka terhadap orang yang menimbun
harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang
mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih
besar dibanding jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang
menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi sebagai khalifah yang
menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung
didalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesar-besar
kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
• Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan waJib dilakukan
sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja -yang berarti siap menghadapi
resiko– dapat memperoleh keuntungan atau manfaat (bandingkan dengan
2
Ahmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, Jakarta: Bank Indonesia, 1999
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 61
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa
resiko).
• Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus
dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa
paksaan dari pihak manapun.
Fungsi Bank Dalam Prinsip Syariah
Fungsi Bank dalam konsepsi syariah menurut Muhamad Syafi’i Antonio
meliputi: fungsi bank syariah sebagai manajemen investasi, fungsi bank
syariah sebagai investasi, fungsi bank syariah sebagai jasa-jasa keuangan, dan
fungsi bank syariah sebagai jasa sosial.3 Keempat fungsi bank tersebut diatas
apabila diuraikan secara operasional adalah :
• Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana
yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar
prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
• Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik
dana/sahibul mal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh
pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi)
• Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
• Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan
penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optional)
Aspek Kelembagaan Bank Dalam Prinsip Syariah
Pengertian syariah (UU No. 10/1998) adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana
dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah. Sedangkan perbankan syariah adalah sistem pelayanan
perbankan yang berdasarkan syariah (hukum) Islam. Dimana untuk
memulainya perlu dilandasi sebuah kesepakatan (akad) yang merupakan
3
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press,
2001
62 |
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Maltuf Fitri
keterikatan antara bank syariah dan nasabahnya yang merupakan dasar untuk
melakukan transaksi di bank syariah.
Akad keterikatan yang dimaksud dalam prinsip syariah disini adalah
menempatkan posisi bank syariah dan nasabah bank syariah dalam relasi azas
kemitraan, keadilan, dan transparan, bukan relasi antara peminjam dan
pemberi pinjaman. Selanjutnya berangkat dari prinsip ekonomi berdasarkan
Islam dan azas kemitraan maka transaksi perbankan syariah harus memenuhi
sejumlah unsur sebagai berikut :
1. Tidak mengandung unsur riba.
2. Tidak mengenal konsep “time-value of money”
3. Tidak memiliki potensi mencelakai/membahayakan pihak lain maupun diri
sendiri,
4. Tidak ada unsur penipuan (gharār)
5. Tidak ada unsur judi (maisīr).
Prinsip Produk Layanan Perbankan Syariah
Secara umum produk jasa layanan perbankan terdiri atas kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana (kredit). Hal yang sama juga
dilakukan oleh bank syariah dimana terdapat produk giro, tabungan dan
deposito untuk layanan simpanan dan produk pembiayaan untuk layanan
penyaluran dana. Perbedaan mendasar produk-produk layanan perbankan
syariah bila dibandingkan dengan bank konvensional adalah terletak pada
prinsip ketentuan yang ditetapkan.
Dalam sistem syariah kegiatan penghimpunan dana menerapkan prinsip
Wadi’ah dan pinsip Mudharabah. Sementara untuk penyaluran dana menganut
prinsip Jjual Beli dan prinsip Bagi Hasil. Uraian analisa dari prinsip-prinsip
produk layanan perbankan syariah adalah sebagai berikut.
a) Penghimpunan Dana
1. Prinsip Wadī’ah dalam produk giro dan tabungan adalah akad titipan
murni dari pihak pemilik barang/dana kepada pihak penerima
kepercayaan untuk menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan.
Dalam prinsip ini : (1) pihak yang menerima titipan tidak boleh
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 63
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. (2)
pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai
penitipan. Aplikasi dalam perbankan syariah adalah simpanan giro wadi’ah
dan tabungan wadiah dengan ketentuan: (1) sifatnya merupakan
simpanan, (2) simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau sesuai
kesepakatan, (3) tidak ada imbalan yang dari bank yang dipersyaratkan
kecuali dalam bentuk pemberian (athāya) yang bersifat sukarela dari bank.
Namun apabila berdasarkan kewenangannya prinsip Wadiah dibedakan
dalam 2 jenis yaitu menjadi wadi’ah yad dhamānah yang berarti penerima
titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk
didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan
imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil
setiap saat diperlukan, sedang di sisi lain wadi’ah yad amānah tidak
memberikan
kewenangan
kepada
penerima
titipan
untuk
mendayagunakan barang/dana yang dititipkan.
2. Prinsip Mudhārabah dalam produk tabungan dan deposito adalah akad
penyimpanan dana dengan nisbah yang disepakati pada awal akad untuk
bagi hasilnya. Dalam prinsip ini (1) nasabah bertindak sebagai ṣāhib al-māl
atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudhārib atau pengelola
dana, (2) bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk
didalamnya mudhārabah dengan pihak lain, (3) modal harus dinyatakan
dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang, (4) pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening, dan (4) Mudhārib menutup biaya operasional
tabungan/deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang
menjadi haknya. Prinsip Mudhārabah berdasarkan kewenangannya
dibedakan 2 jenis yaitu mudhārabah mutlaqah dimana mudharib diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang
dikehendaki. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank
dalam menggunakan dana yang dihimpun. Sedangkan jenis yang lain
adalah mudhārabah muqayyaddah dimana arahan investasi ditentukan oleh
pemilik
dana
sedangkan
mudharib
bertindak
sebagai
pelaksana/pengelola.
64 |
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Maltuf Fitri
b) Penyaluran Dana
1. Pengertian prinsip Jual Beli di sini menekankan bahwa dalam perbankan
syariah mengandung beberapa kebaikan, antara lain tujuan pembiayaan
selalu diberikan kepada sektor riil karena yang menjadi dasar nilai adalah
barang yang diperjual-belikan. Begitu juga dengan harga yang disepakati
tidak berubah/tetap sampai akhir akad. Jenis prinsip jual beli terdiri atas
Murābahah, Salam dan Istishnā’.
Murābahah
Adalah akad jual beli barang tertentu antara penjual dan pembeli dimana
dalam transaksi jual beli tersebut penjual menyebutkan jenis barang yang
akan dijual termasuk harga pembelian ditambah keuntungan yang diambil
penjual Murābahah dapat dilakukan secara tunai dan secara angsuran.
Secara operasional prinsip murabahah ini adalah bank membeli barang
terlebih dahulu yang dibutuhkan nasabah dan menjual kepada nasabah
sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
Produk layanan perbankan syariah yang menerapkan prinsip ini adalah
pembiayaan untuk keperluan investasi.
Salam
Adalah pembelian barang dengan penyerahan dilakukan kemudian
setelah ada pembayaran di awal. Secara operasional prinsip salam adalah :
(1) akad jual beli barang pesanan (muslam fīh) antara pembeli (muslam)
dengan penjual (muslam ilaih), (2) spesifikasi (jenis, macam ukuran,
jumlah, mutu) dan harga barang disepakati diawal akad dan pembayaran
dilakukan dimuka secara penuh, (3) apabila bank bertindak sebagai
pembeli, kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang (Salam Paralel). Produk layanan perbankan syariah dengan prinsip
Salam adalah untuk produksi agribisnis atau industri sejenis lainnya.
Istishna
Adalah akad pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses
untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran
dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap. Jadi perbedaan dengan
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 65
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
Salam hanya pada metode pembayarannya. Salam pembayarannya harus
dimuka sedangkan Istiṣna tidak harus di muka.
2. Prinsip Bagi Hasil
Adalah akad bersama kegiatan usaha yang didalamnya diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah
pihak atau lebih. Jenis bagi hasil terdiri atas Mudhārabah dan Musyarakah.
 Mudhārabah
Akad antara pemilik modal dan pengelola modal untuk memperoleh
keuntungan dengan kesepakatan bahwa pembagian hasil keuntungan
dibagi sesuai nisbah yang disepakati awal akad. Prinsip pembagian hasil
usaha adalah revenue sharing atau profit sharing. Secara operasional pemilik
modal di sini adalah bank dan pengelola modal adalah nasabah.
 Musyārakah
Akad untuk usaha patungan untuk membiayai usaha yang halal dan
produktif. Pembayaran kembali atas dana dari pihak-pihak yang terlibat
dalam pembiayaan proyek tersebut berikut bagi hasil yang disepakati
dapat dilakukan secara bertahap ataupun sekaligus setelah proyek selesai.
Produk layanan perbankan syariah yang sesuai prinsip musyārakah adalah
pembiayaan proyek.
Tabel 2.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
Fungsi dan Kegiatan Manajer Investasi, Intermediary
Bank
Investor, Sosial, Jasa Jasa Keuangan
Keuangan
Unit,
Mekanisme dan Obyek Maisīr, Gharār, Riba, Maisīr, Gharār, Riba,
Usaha
Bathil Dilarang
Bathil Tidak Dilarang
Hubungan
Nasabah
66 |
dgn Kemitraan
Pinjam Meminjam
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Maltuf Fitri
Prinsip Organisasi Perbankan Syari’ah
Salah satu prinsip yang harus mutlak ada di dalam organisasi perbankan
syariah adalah terdapatnya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur
organisasinya. Karena tugas dari DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank
agar tidak menyimpang dari ketentuan atau prinsip syariah yang telah
difatwakan. Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah :
1. Sebagai penasehat dan pemberi saran pada direksi, unit usaha syariah dan
pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
syariah
2. Sebagai mediator antara bank dan pihak-pihak terkait dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan bank syariah.
3. Sebagai perwakilan dalam forum Dewan Syariah Nasional
Penegakan Prinsip Syariah dalam Praktek Perbankan Syariah
Seperti halnya pada bank konvensional salah satu bentuk perlindungan
kepada nasabah, Bank Indonesia (sekarang OJK) membuat ketentuan tentang
indikator penilaian kesehatan bank. Hal yang sama pun juga berlaku pada
perbankan syariah. Namun diluar indikator teknis tentang ukuran kesehatan
bank tersebut ada satu hal pokok yang harus dipenuhi terlebih dahulu dalam
praktek perbankan syariah yaitu apakah terdapat penerapan kesyariahan yang
sesuai menurut hukum Islam. Aspek ini untuk melindungi nasabah
(masyarakat) mengingat prosentase terbesar nasabah perbankan syariah adalah
memang masyarakat yang berniat menggunakan jasa layanan perbankan
berbasis syariah.
Analisa prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan syariah
merupakan upaya penulis untuk memberikan edukasi tentang bagaimana
karakteristik dari perbankan/lembaga keuangan syariah yang sesuai menurut
hukum Islam. Hal ini diharapkan dapat menjadi panduan teknis karena ada
perbedaan yang sangat mendasar dibandingkan dengan praktek perbankan
konvensional. Lebih dari itu apabila pemahaman tentang pengetahuan prinsipprinsip praktek perbankan syariah telah melembaga, masyarakat dapat menjadi
bagian dari kelompok pendorong agar perbankan/lembaga syariah dapat
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 67
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
menerapkan good corporate governance (tata kelola bank) sebagai wujud jaminan
dan keamanan atas kualitas layanan.
Karena dari sisi masyarakat sebagai pengguna jasa layanan berkeyakinan
penuh bahwa dalam konsepsi perbankan syariah terdapat nilai-nilai :
1. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah
Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola dan memanfaatkannya
harus sesuai ajaran Islam,
2. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta
nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
3. Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun
pengelolaan pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap
akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
4. Ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip
kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola
Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
Sementara dari sisi bank, bahwa agar keyakinan nasabah ini direspon
sebagai pemberian amanah maka kualitas sumber daya manusia yang terlibat
dalam operasional perbankan syariah maka harus memiliki kualifikasi yang
shidiq (benar dan jujur), tablīgh (mengembangkan lingkungan/bawahan menuju
kebaikan), amānah (dapat dipercaya), fathānah (kompeten dan profesional) dan
memiliki komitmen dalam pengembangan SDM secara berkelanjutan.
Penutup
Aspek lain yang perlu menjadi pencermatan guna mengetahui apakah
satu bank syariah telah menerapkan prinsip kesyariahan secara benar adalah
dengan mencermati prinsip dasar akuntansi yang digunakan. Sebagaimana
dalam produk dan skema jasa layanannya, prinsip akuntansi antara perbankan
syariah dan perbankan konvensional juga berbeda. Perbankan syariah
menerapkan prinsip dasar akuntansi bank Islam. Hanya saja pemahaman soal
pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang bersifat sangat teknis sekali
dimana tidak semua masyarakat awam bisa memahaminya. Bagi masyarakat
yang ingin mengetahui satu bank syariah tertentu sudah menerapkan prinsip
68 |
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Maltuf Fitri
dasar akuntansi bank Islam dapat dilihat dari laporan keuangannya untuk
kemudian dikonsultasi kepada yang dapat membaca, menganalisa, memahami
dan memberikan penilaian. Untuk memperoleh laporan keuangan dari bank
syariah tertentu masyarakat dapat mengakses secara on line melalui layanan
informasi yang disediakan oleh OJK, atau melihatnya di papan informasi di
kantor bank syariah yang dimaksud.
Upaya edukasi tentang aspek teknis prinsip dasar akuntansi bank Islam
memang tidak bisa dilakukan secara generik karena untuk memahaminya perlu
pendidikan khusus. Meskipun demikian hal ini bukan berarti menjadi kendala
masyarakat untuk mengurungkan niatnya mengakses jasa layanan perbankan
syariah. Beberapa hal yang tetap dan harus menjadi penekanan dalam
mengakses jasa layanan perbankan syariah adalah :
1. Bank tersebut tidak menempatkan uang sebagai komoditas yang
diperdagangkan
2. Bank tersebut tidak menerapkan suku bunga atas balas jasa layanan
pembiayaan, tetapi dengan bagi hasil atau nisbah marjin yang disepakati di
awal
3. Adanya akad sebagai bentuk keterikatan berdasarkan azas kemitraan,
keadilan, dan transparan,
4. Tidak mengenal konsep “time-value of money”
5. Tidak memiliki potensi mencelakai/membahayakan pihak lain maupun diri
sendiri,
Jika kelima karakteristik tersebut diyakini ada dan telah diterapkan,
Insya Allah bank tersebut sudah menerapkan prinsip dasar akuntansi bank
Islam.
Volume VI/Edisi 1/Mei 2015
| 69
Prinsip Kesyari’ahan dalam Pembiayaan Syariah
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Halim, “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia:
Tantangan Dalam Menyongsong MEA2015”, Makalah yang disampaikan
dalam Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8,
Jakarta, 2012
Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001
Arifin, Zainul, Konsep Operasional Bank Syariah, Jakarta: Rafa Consulting.
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah - Agustus 2013, Jakarta: Bank
Indonesia, 2013
Baraba, Ahmad, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, Jakarta: Bank
Indonesia, 1999
Puspitaningsih, Dewi, “Analisis Aplikasi Prinsip-Prinsip Perbankan Syariah
Terhadap Aspek Penghimpunan Dana dan Aspek Penyaluran Dana
(Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang)”, Skrispsi,
Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Malang, 2010
-------, “Konsep dan Sistem Perbankan Syariah”
http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/BUD
HI_PAMUNGKAS_GAUTAMA/KONSEP_DAN_SISTEM_PERBANKA
N_SYARIAH.pdf, diakses 25 Mei 2015
70 |
Volume VI/ Edisi 1/Mei 2015
Download