Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Strategi Komunikasi
Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi
untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendi,
2008:29).
2.1.1 Onong Uchjana Effendi
Menurut Effendi, (2008:29) dalam buku yang berjudul “Dinamika
Komunikasi” menyebutkan bahwa: “Strategi komunikasi merupakan panduan dari
perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi
(communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai
tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana
operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan
(approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi.”
2.1.2 Anwar Arifin
Sementara itu menutut Arifin (1984:10) dalam buku “strategi komunikasi”
menyatakan bahwa: “Sesungguhnya suatu strategi adalah keseluruhan keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi
merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi
(ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan,
6
guna mencapai efektifitas. Dengan strategi komunikasi ini berarti dapat ditempuh
beberapa cara memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan
pada diri khalayak dengan mudah dan cepat”.
2.1.3 Totok Mardikanto
Menurut
Mardikanto,
(2010:196)
“strategi”
digunakan
untuk
mendefinisikan rancangan oprasionalnya yang akan dipilih untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan dan kegiatannya.
Bertolak dari pemahaman tentang pengertian “strategi” tersebut, strategi
komunikasi pembangunan diartikan sebagai: “Perencanaan komunikasi yang
dijadikan
pedoman
tentang
arah
dan
langkah
operasionalnya,
dengan
menggunakan metoda yang terpilih dalam rangka perubahan perilaku individu dan
masyarakat, melalui interaksi yang setara antar pemangku kepentingan
pembangunan, dalam guna perbaikan mutu hidup mereka sendiri dan perbaikan
serta pelestarian lingkungan fisik (dan sosial) masyarakatnya.
Dari beberapa pengertian strategi komunikasi di atas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa strategi komunikasi pada dasarnya menggunakan tahap
yang harus dijalankan yakni, tahap perencanaan atau langkah-langkah awal dan
tahap menejemen atau pelaksanaan yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan
sesuai dengan situasi dan kondisi.
Perencanaan
komunikasi
adalah
sebuah
dokumen
tertulis
yang
menggambarkan tentang apa yang harus dilakukan yang berhubungan dengan
komunikasi dalam pencapaian tujuan, dengan cara apa yang dapat dilakukan
sehingga tujuan tersebut dapat dicapai, dan kepada siapa program itu ditujukan,
7
dengan peralatan dan dalam jangka waktu berapa lama hal itu bisa dicapai, dan
bagaimana cara mengukur (evaluasi) hasil-hasil yang diperoleh dari program
tersebut (Cangara, 2013: 45).
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
diterapkan (Handoko, 2012:8).
Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen,
semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga alasan
utama diperlukan manajemen (a) Untuk mencapai tujuan. Manajemen dibutuhkan
untuk mencapai tujuan organisasi; (b) Untuk menjaga keseimbangan di antara
tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga
keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang
saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi,
seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur, pelanggan, konsumen, supplier,
serikat kerja, assosiasi perdagangan, masyrakat dan pemerintah; (c) Untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan
banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan
efektifitas (Handoko, 2012:6).
2.2 Komponen Strategi Komunikasi
Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus
dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap
pertanyaan dalam Rumus Lasswell (Effendy, 2008: 29-30). Lasswell menyatakan
8
bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab
pertanyaan berikut:
a.
Who (Siapakah komunikatornya?),
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau
pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari
dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai,
organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau
dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender atau encoder
(Cangara,
2007:24).
b.
Say what (Pesan apa yang dinyatakan?),
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan
cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu
pengetahuan, hiburan, informasi nasihat atau propaganda. Dalam bahasa
Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content atau
information (Cangara, 2007:24).
c.
In which channel (Media apa yang digunakannya?),
Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan
pesan dari sumber kepada penerima (Cangara, 2007:25).
d.
To whom (Siapa komunikannya?),
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.
Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok,
partai atau Negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah,
9
seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut
audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa
keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada
penerima jika tidak ada sumber (Cangara, 2007:26).
e.
With what effect (Efek apa yang diharapkan?),
Pengaruh atau efek adalah perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan,
dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.
Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang
(Cangara, 2007:26).
Rumus Lasswell ini tampaknya sederhana saja, tetapi jika kita kaji lebih
jauh, pertanyaan “Efek apa yang diharapkan”, secara implisit mengandung
pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut ialah:
f.
When (Kapan dilaksanakannya?),
g.
How (Bagaimana melaksanakannya?),
h.
Why (Mengapa dilaksanakan demikian?)
Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting,
karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan
komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni:
Information (informasi), persuasion (persuasi), instruction (instruksi).
2.3 Komunikasi Persuasif
Dimuka telah dikemukakan bahwa komunikasi bersifat informatif dan
persuasif, bergantung kepada tujuan komunikator. Dibandingkan dengan
komunikasi informatif, komunikasi persuasif lebih sulit sebab, jika komunikasi
10
informatif bertujuan hanya untuk memberi tahu komunikasi persuasif bertujuan
untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku. Istilah persuasi (persuasion)
bersumber pada perkataan Latin persuasio. Kata kerjanya adalah persuadere
yang berarti membujuk, mengajak, atau merayu (Effendy, 2008:21).
2.3.1 Perencanaan Komunikasi Persuasif
Agar komunikasi persuasif itu mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu
dilakukakn perencanaan yang matang. Perencanaan dilakukan berdasarkan
komponen-komponen proses komunikasi sebagaimana diutarakan dimuka.
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif itu berikut ini adalah teknikteknik yang dapat dipilih (Effendy, 2008:22-24):
a.
Teknik asosiasi
Teknik
asosiasi
adalah
penyajian
pesan
komunikasi
dengan
cara
menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik
perhatian khalayak.
b.
Teknik integrasi
Yang dimaksud dengan integrasi disini ialah kemampuan komunikator untuk
menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan. Ini berarti bahwa,
melalui kata-kata verbal atau nonverbal, komunikator menggambarkan bahwa
ia “senasib” dan karena itu menjadi satu dengan komunikan.
c.
Teknik ganjaran
Teknik ganjaran (pay-off technique) adalah kegiatan untuk mempengaruhi
orang lain dengan cara mengiming-iming hal yang menguntungkan atau yang
menjadikan harapan.
11
d.
Teknik tataan
Yang dimaksudkan dengan tataan disini sebagai terjemahan dari icing adalah
upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa, sehingga enak didengar
oleh pesan tersebut.
Teknik tataan atau icing technique dalam kegiatan persuasi ialah seni menata
pesan dengan imbauan emosional (emotional appeal) sedimikian rupa,
sehingga komunikan menjadi tertarik perhatiannya.
e.
Teknik red-herring
Istilah red-herring sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sebab
red-herring adalah nama ikan yang hidup di Samudera Altantik Utara. Jenis
ikan ini terkenal dengan kebiasaannya dalam membuat gerak tipu ketika
diburu oleh binatang lain.Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasif,
teknik red-herring adalah seni seorang komunikator untuk meraih
kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah
untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang
dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh dengan menyerang lawan. Jadi
teknik ini dilakukan pada saat komunikator berada dalam posisi yang
terdesak.
2.3.2
Pentahapan Komunikasi Persuasif
Demi berhasilnya komunikasi perlu dilaksanakan secara sistematis.
Tamaknya suatu formula yang biasa disebut AIDDA dapat dijadikan landasan
pelaksanaan. Formula AIDDA merupakan kesatuan singkatan dari tahap-tahap
komunikasi persuasif. Penjelasannnya adalah (Effendy, 2008:25) :
12
A
-
Attention
-Perhatian
I
-
Interest
-Minat
D
-
Desire
-Hasrat
D
-
Decision
-Keputusan
A
-
Action
-Kegiatan
Berdasarkan formula AIDDA itu, komunikasi persuasif didahului dengan
upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya
bicara dengan kata-kata yang merangsang, tetapi juga dalam penampilan
(appearance) ketika menghadapi khalayak.
Apabila perhatian sudah berhasil dibangkitkan, kini menyusul upaya
menumbuhkan minat. Upaya ini bisa berhasil dengan mengutarakan hal-hal yang
menyangkut kepentingan komunikan. Karena itu komunikator harus mengenal
siapa komunikan yang menghadapinya.
Tahap berikutnya adalah memunculkan hasrat pada komunikasi untuk
melakukan ajakan, bujukan, atau rayuan komunikator. Disini imbauan emosional
(emotional appeal) perlu ditampilakan oleh komunikator, sehingga pada tahap
berikutnya komunikan mengambil keputusan untuk melakukan suatu kegiatan
sebagaimana diharapkan daripadanya.
2.3.3
Sifat Komunikasi
Cara bagaimana kita berkomunikasi (how to communicate), kita bisa
mengambil salah satu dari dua jenis komunikasi berdasarkan sifatnya (Effendy,
2008:31-32) :
a.
Komunikasi tatap muka (face-to-face-communication),
13
Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek
perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. Dengan saling
melihat, kita sebagai komunikator bisa mengetahui pada saat berkomunikasi,
apakah komunikasi memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita
komunikasikan. Jika umpan baliknya positif, kita akan mempertahankan cara
komunikasi yang kita pergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik
tetap menyenangkan kita. Bila sebaliknya, kita akan mengubah teknik
komunikasi kita sehingga komunikasi kita berhasil.
b.
Komunikasi bermedia (mediated communication),
Pada umumnya banyak digunakan untuk komunikasi informatif karena tidak
begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku. Lebih-lebih media massa.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa kurang sekali
keampuhannya dalam mengubah tingkah laku komunikan. Walaupun
demikian tetap ada untung-ruginya. Kelemahan komunikasi bermedia ialah
tidak persuasif, sebaliknya kekuatannya dapat mencapai komunikan dalam
jumlah yang besar.
2.3.4 Peran Komunikator
Keefektifan
komunikasi
tidak
saja
ditentukan
oleh
kemampuan
berkomunikasi, tetapi juga oleh diri si komunikator. Fungsi komunikator –
sebagaimana ditegaskan di muka – ialah pengutaraan pikiran dan perasaannya
dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap,
pendapat, atau perilakunya (Effendy, 2008:16-21).
14
1.
Etos Komunikator
Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah nilai
diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi
(affection), dan konasi (conation). Kognisi adalah proses memahami (process
of knowing) yang bersangkutan dengan pikiran; afeksi adalah perasaan yang
ditimbulkan oleh perangsang dari luar; dan konasi adalah aspek psikologis
yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan.
Dimuka telah disinggung bahwa ciri efektif-tidaknya komunikasi ditunjukkan
oleh dampak kognitif, dampak afektif, dan dampak behavioral yang timbul
pada komunikan.
Etos tidak timbul pada seseorang dengan begitu saja, tetapi ada faktor–faktor
tertentu yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kesiapan (preparedness),
Seorang komunikator yang tampil di mimbar harus menunjukkan kepada
khalayak, bahwa ia muncul didepan forum dengan persiapan yang matang.
Kesiapan ini akan tampak pada gaya komunikasinya yang menyakinkan.
b. Kesungguhan (seriousness),
Seorang komunikator yang berbicara dan membahas suatu topik dengan
menunjukkan kesungguhan, akan menimbulkan kepercayaan pihak
komunikan kepadanya.
c. Ketulusan (sincerity),
Seorang komunikator harus membawakan kesan kepada khalayak, bahwa
ia berhati tulus dalam niat dan perbuatannya. Ia harus berhati-hati untuk
15
menghindarkan kata-kata yang mengarah kepada kecurigaan terhadap
ketidak-tulusan komunikator.
d. Kepercayaan (confidence),
Seorang komunikator harus senantiasa memancarkan kepastian. Ini harus
selalu muncul dengan penguasan diri dan situasi secara sempurna. Ia harus
selamanya siap menghadapi segala situasi.
e. Ketenangan (poise),
Khalayak cenderung akan menaruh kepercayaan kepada komunikator yang
tenang dalam penampilan dan tenang dalam mengutarakan kata-kata.
Ketenangan ini perlu dipelihara dan selalu ditunjukkan pada setiap
peristiwa komunikasi menghadapi khalayak.
Ketenangan yang ditunjukkan seorang komunikator akan menimbulkan
kesan pada komunikan bahwa komunikator merupakan orang yang sudah
berpengalaman dalam menghadapi khalayak dan menguasai persoalan
yang akan dibicarakan.
f. Keramahan (friendship),
Keramahan komunikator akan menimbulkan rasa simpati komunikan
kepadanya. Keramahan tidak berarti kelemahan, tetapi pengekspresian
sikap etis. Lebih-lebih jika komunikator muncul dalam forum yang
mengandung perdebatan. Ada kalanya dalam suatu forum, timbul
tanggapan salah seorang di antara yang hadir berupa kritik pedas. Dalam
situasi seperti ini, sikap hormat komunikator dalam memberikan jawaban
16
akan meluluhkan sikap emosional si pengritik, dan akan menimbulkan rasa
simpati kepada komunikator.
Jadi, keramahan tidak saja ditunjukkan dengan ekspresi wajah, tetapi juga
dengan gaya dan cara pengutaran paduan pikiran dan perasaannya.
g. Kesederhanaan (moderation).
Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik, tetapi
juga dalam hal penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyalurkan pikiran
dan perasaan dan dalam gaya mengkomunikasikannya.
2.
Sikap Komunikator
Sikap (attitude) adalah sutau kesiapan kegiatan (preparatory activity). Suatu
kecenderungan pada diri sendiri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan
menuju atau menjauhi nilai-nilai sosial. Dalam hubungannnya dengan
komunikasi yang melibatkan manusia-manusia sebagai sasarannya, pada diri
komunikator terdapat lima jenis sikap, yakni:
a. Reseptif (receptive),
Sikap reseptif berarti kesediaan untuk menerima gagasan dari orang lain,
dari staf pimpinan, karyawan, teman, bahkan tetangga, mertua, dan istri.
Bagi komunikator tidak akan ada ruginya untuk menerima gagasan dari
orang lain, sebab tidak jarang sebuah gagasan yang semula dinilai buruk
dapat dikembangkan sehingga menjadi sebuah gagasan yang bermanfaat.
b. Selektif (selective),
Seperti halnya dengan faktor reseptif, fakor selektif pun penting bagi
komunikator dalam perannya selaku komunikan, sebagai persiapan untuk
17
menjadi komunikator yang baik. Jadi, untuk menjadi komunikator yang
baik, ia harus menjadi komunikan yang terampil. Tetapi dalam menerima
pesan dari orang lain dalam bentuk gagasan atau informasi, ia harus
selektif dalam rangka pembinaan profesinya untuk diabdikan kepada
masyarakat.
c. Dijestif (digestive),
Yang dimaksudkan dengan dijestif disini ialah kemampuan komunikator
dalam mencernakan gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan
bagi pesan yang akan ia komunikasikan. Ia mampu memahami makna
yang lebih luas dan lebih dalam dari yang tersurat, ia mampu melihat
intinya yang hakiki seraya dapat melakukan prediksi akibat dari pengaruh
gagasan atau informasi tadi.
d. Asimilatif (assimilative),
Asimilatif berarti kemampuan komunikator dalam menggoreskan gagasan
atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa
yang telah ia miliki dalam benaknya, yang merupakan hasil pendidikan
dan pengalamannya.
Formulasi dari perpaduan kedua aspek tersebut dikembangkan sehinggga
menjadi konsep, suatu bahan untuk dikomunikasikan.
e. Transmisif (tranmissive).
Transmisif
mengandung
makna
kemampuan
komunikator
dalam
mentramisikan konsep yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif,
dan konatif kepada orang lain. Dengan kata lain perkataan, ia mampu
18
memilih kata-kata yang fungsional, mampu menyusun kalimat secara
logis, mampu memilih waktu yang tepat, sehingga komunikasi yang ia
lancarkan menimbulkan dampak yang ia harapkan.
2.4 Kerangka Pikir
WAYANG KULIT
SAPARAN
MEDIA
RITUAL /
TRADISIONAL
UPACARA
STRATEGI
KOMUNIKASI
GBMT
FAKTOR
KONDUSIF &
PENGHAMBAT
PERENCANAAN &
MANAJEMEN
KOMUNIKASI
GBMT
WAYANG KULIT
BERTAHAN
19
Download