10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biaya Biaya

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Biaya
Biaya (cost) adalah segala pengeluaran yang berhubungan dengan hasil
yang diharapkan di masa yang akan datang. Dalam pengertian ekonomi, biaya
tidak lain adalah investasi. Berbeda dengan pengertian ongkos (expenses), yang
diartikan sebagai pengeluaran yang dilakukan untuk manfaat yang telah didapat
saat ini atau yang lalu saat melakukan transaksi (Putong, 2003).
2.1.1
Definisi Biaya
Pengertian biaya secara luas menurut Mulyadi (2005) adalah pengorbanan
sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang
kemungkinan terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam
definisi biaya tersebut, yaitu biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi dan
pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Kuswadi (2005) menjelaskan biaya adalah pengorbanan atau nilai sumber
ekonomis yang dikeluarkan karena memproduksi atau melakukan sesuatu yang
membutuhkan biaya. Biaya mengandung dua unsur yaitu kuantitas sumberdaya
yang digunakan dan harga tiap unit sumber itu. Menurut Supriyono (2007) biaya
adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka
memperoleh penghasilan (revenues) dan akan dipakai sebagai pengurang
penghasilan.
2.1.2 Penggolongan Biaya
Biaya dapat digolongkan dalam dua jenis. Pertama, biaya eksplisit yaitu
segala biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan faktor-faktor produksi.
10
Kedua adalah biaya implisit (tersembunyi), yaitu semua biaya taksiran yang
dimiliki oleh faktor produksi apabila digunakan. Selain itu, biaya dapat
digolongkan menjadi biaya internal yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka
operasional perusahaan dan biaya eksternal yaitu biaya yang seharusnya
ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat operasional perusahaan yang
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya (Putong, 2003).
Penggolongan biaya menurut Supriyono (2007) dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1) Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan perusahaan:
a) Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan semua biaya yang berhubungan dengan
kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi
terdiri dari beberapa komponen biaya, yaitu biaya bahan baku langsung,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead.
b) Biaya Non Produksi
Biaya non produksi dibedakan menjadi tiga macam biaya, yaitu:
i)
Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan penjualan produk. Biaya ini meliputi biaya untuk
melaksanakan fungsi
penjualan, penyimpangan produk
jadi,
pengemasan dan pengiriman barang, pemberian kredit dan
pengumpulan piutang dan pembuatan faktur atau administrasi
penjualan.
11
ii) Biaya Administrasi dan Umum
Biaya administrasi umum merupakan biaya yang terjadi dalam
rangka penentuan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan
perusahaan secara keseluruhan.
iii) Biaya Keuangan
Biaya keuangan adalah semua biaya yang terjadi dalam fungsi
keuangan seperti biaya bunga.
2) Penggolongan biaya sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap aktivitas
atau volume
a) Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai
tingkatan tertentu. Biaya satuan berubah berbanding terbalik dengan
perubahan volume kegiatan. Semakin tinggi volume kegiatan semakin
rendah biaya satuan dan sebaliknya jika volume kegiatan semakin rendah
maka biaya satuan semakin tinggi.
b) Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Semakin besar volume kegiatan,
maka semakin tinggi jumlah total biaya variabel dan sebaliknya semakin
rendah volume kegiatan, maka semakin rendah jumlah total biaya
variabel. Biaya satuan pada biaya variabel bersifat konstan karena tidak
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.
12
c) Biaya Semi Variabel
Biaya semi variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sesuai
dengan perubahan
volume kegiatan, tetapi
perubahannya tidak
sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan maka semakin besar jumlah
biaya total dan sebaliknya jika volume kegiatan semakin rendah maka
semakin rendah biaya totalnya, namun perubahannya tidak sebanding.
3) Penggolongan biaya sesuai dengan objek atau pusat biaya yang dibiayai
a) Biaya Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang manfaatnya dapat diidentifikasi
kepada objek atau pusat biaya tertentu.
b) Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang manfaatnya tidak dapat
diidentifikasi kepada objek atau pusat biaya tertentu atau biaya yang
manfaatnya dapat dinikmati oleh beberapa objek.
2.2
Biaya Produksi Jangka Pendek
Biaya produksi menurut Mulyadi (2005) adalah biaya-biaya yang terjadi
untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual. Djojodipuro
(1991) menjelaskan bahwa biaya produksi adalah biaya penggunaan berbagai
faktor produksi bagi perusahaan. Biaya produksi adalah pengeluaran, tetapi tidak
semua pengeluaran merupakan biaya produksi. Untuk menjadi biaya tersebut,
maka suatu pengeluaran harus memenuhi beberapa syarat. Syarat tersebut adalah
tak dapat dihindarkan, dapat diduga, dan dapat dinyatakan secara kuantitatif.
Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya
produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan
13
demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau
semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu
jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2009).
Nuraini (2009) juga menerangkan bahwa terdapat dua kategori biaya
produksi, yaitu biaya produksi jangka pendek dan biaya produksi jangka panjang.
Biaya produksi jangka pendek meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya berubah
(variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
menghasilkan sejumlah output tertentu, besarnya tetap tidak tergantung dari
output yang dihasilkan. Biaya seperti ini biasa disebut dengan biaya overhead atau
biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable cost). Dalam produksi jangka
panjang, semua biaya adalah biaya berubah. Biaya berubah adalah biaya yang
besarnya berubah-ubah tergantung dari sedikit banyaknya jumlah output yang
dihasilkan. Biaya ini sering disebut dengan biaya langsung atau biaya yang dapat
dihindari (avoidable cost)
Dari pengertian tentang biaya dalam jangka pendek maka perlu pula
dijelaskan bahwa besarnya keuntungan dapat diperoleh dari pemanfaatan biayabiaya tersebut adalah TR-TC dimana TR adalah total revenue (penerimaan total),
sedangkan titik pulang pokok (BEP) tercapai bila TR = TC.
2.3
Studi Kelayakan
Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam memutuskan untuk
menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak
dalam penilaian ini adalah kemungkinan gagasan suatu usaha yang akan
dilaksanakan memberikan manfaat (benefit) baik dalam arti finansial maupun
sosial (Ibrahim, 2003).
14
Gittinger (1986) menyebutkan bahwa kriteria yang dapat digunakan
sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah
kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah
nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaatmanfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan
manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek.
Analisis proyek memiliki beberapa tujuan diantaranya: 1) untuk
mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu
proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yatu dengan menghindari
pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian
terhadap peluang investasi yang ada sehingga dapat memilih alternatif proyek
yang paling menguntungkan, dan 4) menentukan prioritas investasi (Umar, 2003).
Salah satu kriteria dalam analisis kelayakan adalah net present value (NPV). NPV
suatu proyek adalah selisih antara nilai sekarang manfaat dengan arus biaya.
Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan.
Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:
1) NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar
modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal atau dengan kata lain,
proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.
2) NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat
dilaksanakan.
3) NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang
digunakan atau dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya
tidak dilaksanakan.
15
Suatu proyek menghadapi ketidakpastian karena dipengaruhi perubahanperubahan baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran yang akhirnya akan
mempengaruhi tingkat kelayakan proyek. Analisis sensitivitas bertujuan untuk
melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan
atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat
(Kadariah, 2001). Pada umumnya proyek-proyek yang dilaksanakan sensitif
berubah-ubah akibat empat masalah yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan
pelaksanaan, dan hasil (Gittinger, 1986).
2.4
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro
PLTMH biasa disebut mikrohidro, adalah suatu pembangkit listrik kecil
yang menggunakan tenaga air di bawah kapasitas 200 kW yang dapat berasal dari
saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi
terjun (head) dan debit air. Umumnya PLTMH adalah pembangkit listrik tenaga
air jenis run-off river head diperoleh tidak dengan cara membangun bendungan
besar, tetapi dengan mengalihkan sebagian aliran air sungai ke salah satu sisi
sungai dan menjatuhkannya lagi ke sungai yang sama pada suatu tempat dimana
head yang diperlukan sudah diperoleh. Dengan melalui pipa pesat air diterjunkan
untuk memutar turbin yang berada di dalam rumah pembangkit. Energi mekanik
dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah
generator. PLTMH sebagai sumber energi terbarukan dikembangkan di banyak
negara termasuk Indonesia, karena beberapa keuntungan yaitu:
1) Berdasarkan aspek teknologi terdapat keuntungan dan kemudahan pada
pembangunan dan pengelolaan PLTMH dibandingkan pembangkit listrik
jenis lain, yaitu:
16
a) Konstruksinya relatif sederhana
b) Mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang
c) Dapat dioperasikan dan dirawat oleh masyarakat desa
d) Biaya operasi dan perawatan rendah.
2) Selain dapat menyediakan listrik untuk kebutuhan rumah tangga, kehadiran
PLTMH juga dapat menyediakan energi yang cukup besar dan dapat
dimanfaatkan kegiatan-kegiatan produktif terutama pada siang hari ketika
beban listrik rendah.
Berdasarkan sudut pandang ini kelebihan PLTMH
yaitu:
a) Meningkatkan produktivitas dan aktivitas ekonomi masyarakat melalui
munculnya atau meningkatnya produktivitas industri kecil rumah tangga
b) Menciptakan lapangan-lapangan kerja baru di desa.
3) Pengoperasian PLTMH menuntut adanya suatu lembaga tersendiri yang
menjalankan fungsi-fungsi pengelolaan dan perawatan. Lembaga tersebut
akan menambah keberadaan lembaga yang sudah ada di desa dan secara tidak
langsung dapat menjadi media pengembangan kapasitas masyarakat dalam
pengelolaan kelembagaan dan pelayanan publik.
4) PLTMH ramah terhadap lingkungan karena tidak menghasilkan polusi udara
atau limbah lainnya dan tidak merusak ekosistem sungai. Penyediaan listrik
menggunakan PLTMH akan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil
(misalnya minyak tanah dan solar) untuk penerangan dan kegiatan rumah
tangga lainya. Selain itu tambahan manfaat langsung yang dirasakan oleh
masyarakat dari sumberdaya air diharapkan dapat mendorong masyarakat
17
untuk memelihara daerah tangkapan air demi menjamin pasokan air bagi
kelangsungan operasi PLTMH.
2.4.1
Keberlanjutan PLTMH
Teknologi yang handal dan ketersediaan tenaga air yang terus-menerus
merupakan syarat mutlak bagi keberlanjutan PLTMH. Selain itu, sejauh mana
PLTMH dapat berkelanjutan juga bergantung pada kemauan dan kemampuan
masyarakat pengguna dalam melakukan dan membiayai pengelolaan serta
pemeliharaan.
Kemauan masyarakat pengguna untuk terlibat dan membayar cenderung
dipengaruhi oleh sejauh mana layanan PLTMH sesuai dengan harapan mereka.
Pendekatan terbaik sehingga PLTMH dapat dibangun, dikelola dan memberikan
layanan yang sesuai dengan harapan masyarakat adalah pendekatan partisipatif,
yaitu melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan mulai dari
perencanaan, pembangunan sampai pengoperasian (KESDM, 2010).
Berdasarkan pandangan dari sisi ekonomi, kehadiran layanan listrik dapat
memberikan dampak positif kepada masyarakat melalui dua cara: pertama,
penghematan pengeluaran untuk energi dibandingkan dengan jika tidak ada
pasokan listrik; dan kedua, peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif
yang memanfaatkan pasokan listrik.
Dampak positif ini pada akhirnya akan
meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam membiayai pengelolaan dan
pemeliharaan. Oleh karena itu, setidaknya terdapat empat aspek yang saling
berkaitan dan perlu diperhatikan dalam pengembangan PLTMH, yaitu:
18
1) Aspek Teknik
PLTMH
bukanlah
teknologi
yang
tergolong
rumit.
Berdasarkan
pengalaman, PLTMH relatif mudah dipahami dan dioperasikan oleh masyarakat
perdesaan. Meskipun demikian PLTMH membutuhkan pemeliharaan khusus agar
tetap dapat beroperasi secara layak dalam jangka panjang. Pada dasarnya ada dua
hal yang menentukan kelayakan teknis dari operasional PLTMH, yaitu: (1)
pemilihan teknologi, (2) standarisasi dan jaminan pemeliharaan.
2) Aspek Ekonomi
Berdasarkan rentang waktu, keberlanjutan PLTMH sebagai solusi
permanen pasokan listrik bagi suatu lokasi setidaknya dipandang dengan dua cara.
Pertama yaitu keberlanjutan operasi PLTMH sampai berakhir umur pakainya.
Kedua yaitu keberlanjutan layanan listrik setelah itu.
Semua biaya yang dibutuhkan untuk mempertahankan keberlanjutan
PLTMH harus dapat dipenuhi oleh pendapatan PLTMH yang idealnya hanya
bersumber dari iuran listrik yang dikumpulkan dari masyarakat pengguna. Oleh
karena itu, besarnya iuran atau tarif listrik seharusnya ditentukan berdasarkan
besarnya biaya yang harus dikeluarkan.
3) Aspek Sosial
Pembangunan PLTMH dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat
sangat relevan dengan kebijakan desentralisasi penyediaan energi (listrik)
perdesaan. Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk
meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya material dan
non material yang penting. Masyarakat memiliki potensi baik dilihat dari sumber
daya alam maupun dari sumber sosial dan budayanya.
19
Social preparation dalam pengembangan program listrik perdesaan perlu
dilaksanakan mengingat masyarakat memiliki ‘kekuatan’ yang bila digali dan
dikembangkan akan dapat menjadi kekuatan yang besar untuk pengentasan
kemiskinan. Masyarakat yang tentunya lebih memahami kebutuhannya sendiri
perlu difasilitasi agar lebih mampu mengenali permasalahan-permasalahannya
sendiri dan merumuskan rencana-rencananya serta melaksanakan pembangunan
secara mandiri dan swadaya.
Dalam kaitannya dengan pengembangan listrik perdesaan, pembangunan
dan pengelolaan sumberdaya alam (dalam hal ini adalah sumberdaya air) oleh
masyarakat lokal merupakan media pengembangan rasa percaya diri masyarakat,
yang akan menjadi dasar utama kemampuan kemandirian masyarakat tersebut.
Pengalaman program listrik perdesaan di beberapa negara berkembang
menunjukkan bahwa pengembangan kapasitas masyarakat lokal merupakan unsur
penting dalam keberlanjutan program.
Dalam proses pemberdayaan masyarakat dan pembangkitan kemandirian,
partisipasi merupakan komponen yang sangat penting. Tumbuhnya partisipasi
masyarakat akan menjadi jaminan berlangsungnya pembangunan energi perdesaan
secara berkelanjutan. Untuk itu perlu strategi pendampingan masyarakat yang
dapat memaksimalkan tingkat partisipasi.
Ada empat hal yang mempengaruhi persiapan sosial dari operasional
PLTMH, yaitu: (1) Partisipasi Masyarakat, (2) Pola Pemanfaatan Listrik, (3)
Pengembangan Kelembagaan dan (4) Dukungan Kelembagaan.
20
4)
Aspek Sumberdaya Alam
Keberlanjutan PLTMH ditentukan dukungan potensi sumberdaya alam
yang ada, terutama ketersediaan air sungai sebagai sumber energi primer bagi
PLTMH. Ketersediaan air sungai sangat tergantung pada konservasi catchment
area (wilayah tangkapan air) dari hulu sungai tersebut. Lingkungan hidup yang
terjaga dan terpelihara akan menjamin kelestarian sumberdaya air dan menjamin
pasokan energi primer bagi PLTMH.
Program
pelistrikan
perdesaan
melalui
pengembangan
seyogyanya diiringi dengan kegiatan konservasi hutan.
PLTMH
Masyarakat yang
menggunakan PLTMH diharapkan dapat memahami manfaat keberadaan hutan
sebagai catchment area. Dengan demikian, masyarakat juga akan tergerak untuk
menjaga kelestarian hutan, dengan tidak melakukan penebangan liar dan merusak
keanekaragaman hayati yang terdapat di sekitar hutan. Lebih jauh, masyarakat
juga akhirnya dapat mengambil peranan penting untuk menjaga agar hutan tetap
terpelihara.
Pengelolaan sumberdaya alam sebaiknya dilakukan oleh masyarakat
sendiri berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang mereka miliki. Masyarakat
perlu didorong untuk secara mandiri merumuskan aturan-aturan yang kemudian
harus disepakati bersama sehingga semua anggota masyarakat terikat pada aturanaturan itu. Kesepakatan-kesepatakan yang terbentuk di masyarakat demi
kelestarian hutan juga menumbuhkan dan melestarikan kearifan budaya lokal
yang sebenarnya telah dimiliki bangsa Indonesia.
Dalam aturan-aturan yang disepakati tersebut juga perlu dicantumkan
sanksi-sanksi yang diberlakukan bagi mereka yang melanggar sehingga aturan
21
tersebut bisa benar-benar berlaku sebagai norma atau nilai bagi masyarakat.
Kesepakatan konservasi ini jika dilaksanakan secara konsisten dengan penerapan
sanksi yang tegas akan menentukan keberlanjutan operasional PLTMH dari aspek
sumberdaya alam.
2.4.2 Keberlanjutan PLTMH dari Aspek Ekonomi
Empat hal yang mempengaruhi keberlanjutan PLTMH dari aspek
ekonomi, yaitu: (1) pembiayaan pembangunan, (2) pembiayaan pengelolalaan, (3)
penetapan tarif listrik dan (4) pemanfaatan untuk kegiatan ekonomi produktif.
1) Pembiayaan Pembangunan
Pembangunan PLTMH dan sistem penyaluran listrik membutuhkan biaya
yang relatif besar. Pada umumnya biaya pembangunan berasal dari luar
masyarakat
pengguna
karena terbatasnya kemampuan pembiayaan oleh
masyarakat. Kontribusi masyarakat juga tetap diperlukan untuk menekan
kebutuhan biaya. Biaya dari luar dapat berbentuk hibah, pinjaman, ataupun
investasi, sedangkan kontribusi dari masyarakat bisa berbentuk materi, tenaga,
ataupun uang.
Sampai saat ini, sebagian besar dana dari luar untuk pembangunan
PLTMH
berbentuk
hibah.
Artinya
masyarakat
pengguna
tidak
perlu
mengembalikan dana pembangunan. Meskipun demikian, bukan berarti
masyarakat tidak perlu membayar biaya penyusutan nilai asset. Demi
keberlanjutan PLTMH, biaya penyusutan perlu diperhitungkan dalam penetapan
iuran listrik sehingga pada saat PLTMH selesai umur pakainya telah tersedia dana
yang cukup untuk membangun PLTMH baru sebagai pengganti.
22
Pada kasus dana pembangunan berasal dari pinjaman, kemampuan
masyarakat dalam mengembalikan pinjaman dapat menjadi indikasi untuk
diperolehnya lagi pinjaman serupa di waktu mendatang. Begitu juga jika dana
pembangunan merupakan investasi, kembalian investasi yang diperoleh dapat
menjadi indikasi kelayakan investasi serupa. Persoalannya, pembiayaan
pembangunan PLTMH menggunakan dana-dana komersial cenderung tidak layak
secara ekonomis. Untuk itu, perlu diupayakan skema-skema khusus agar PLTMH
dapat dibangun menggunakan dana pinjaman atau investasi.
Berkaitan dengan program pembangunan perdesaan, pengembangan
PLTMH seharusnya dapat mendorong pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini
perlu diupayakan agar muncul swadaya masyarakat di dalam komponen
pembiayaan. Bantuan bersubsidi penuh idealnya hanya digunakan pada kondisi
tertentu. Besarnya kontribusi masyarakat dalam pembangunan PLTMH juga akan
semakin meningkatkan rasa memiliki terhadap sarana yang dibangun.
Rasa
memiliki ini pada akhirnya dapat meningkatkan partisipasi dari masyarakat.
2) Pembiayaan Pengelolaan
Selintas biaya operasional PLTMH terkesan murah karena energi
primernya adalah air yang praktis tidak perlu dibeli. Tetapi biaya perawatan
instalasi pembangkit (bangunan sipil maupun pembangkit listrik) dan jaringan
transmisi ataupun distribusi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi jika
terjadi kerusakan yang mengharuskan perbaikan besar.
Biaya operasional dan perawatan meliputi:
a) Biaya operasional rutin (gaji pengelola, biaya administrasi).
23
b) Pemeliharaan dan perbaikan terjadwal yang besar biayanya seharusnya
sudah dapat diperkirakan sejak awal.
c) Perbaikan kerusakan-kerusakan tidak terduga.
3) Penetapan Tarif Listrik
Keberlanjutan PLTMH akan lebih mungkin tercapai jika pendapatan yang
diperoleh dari iuran pengguna dapat menutupi semua biaya yang harus
ditanggung. Oleh karena itu, tarif listrik perlu ditetapkan sedemikian rupa
sehingga dapat menghasilkan total pendapatan yang diharapkan. Tarif listrik yang
terlalu rendah pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri. Biaya yang
harus ditanggung oleh suatu PLTMH secara garis besar yaitu biaya modal dan
biaya operasional pemeliharaan.
Jika PLTMH dibangun menggunakan dana pinjaman, maka biaya modal
yang harus dibayar berupa angsuran dan bunga pinjaman. Jika PLTMH dibangun
menggunakan dana investasi, maka biaya modal yang harus dibayar berupa
penyusutan dan kembalian (return) untuk investasi. PLTMH yang dibangun
menggunakan dana hibah dapat dianggap sebagai investasi oleh masyarakat
pengguna, sehingga biaya penyusutan dan kembalian investasi tersebut menjadi
milik masyarakat. Akumulasi uang dari penyusutan dan kembalian investasi
tersebut harus dipisahkan. Sedapat mungkin dana tersebut tidak diganggu gugat
karena merupakan dana cadangan untuk investasi kembali ketika PLTMH yang
ada perlu diganti dengan yang baru karena sudah habis umur pakainya.
Biaya operasional dan pemeliharaan terdiri atas biaya operasional rutin,
biaya pemeliharaan dan perbaikan terjadwal dan biaya perbaikan-perbaikan yang
tidak terduga. Informasi-informasi tentang kebutuhan biaya-biaya tersebut perlu
24
dijelaskan kepada masyarakat pengguna agar masyarakat dapat bersikap lebih
bijaksana pada saat musyawarah penetapan tarif. Selain itu penetapan tarif juga
perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain, misalnya daya beli masyarakat,
pemerataan dan rasa keadilan.
4) Pemanfaatan untuk Kegiatan Ekonomi Produktif
Pada umumnya pemanfaatan listrik PLTMH oleh masyarakat perdesaan
adalah untuk penerangan dan hiburan (televisi dan radio) di malam hari.
Penggunaan pada siang hari hampir tidak ada, bahkan kebanyakan PLTMH hanya
dioperasikan pada malam hari.
Penggunaan listrik untuk penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya
bukan berarti tidak memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat.
Setidaknya masyarakat bisa menghemat pengeluaran jika dibandingkan dengan
penggunaan lampu minyak tanah atau generator diesel untuk penerangan. Namun
dampak positif PLTMH akan semakin meningkat jika adanya layanan listrik juga
mendorong
berkembangnya
kegiatan-kegiatan
ekonomi
produktif
yang
memanfaatkan energi listrik pada siang hari. Dampak positif ini pada akhirnya
akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga iuran listrik juga lebih lancar.
Bagi pengelola PLTMH sendiri, termanfaatkannya energi pada siang hari akan
semakin meningkatkan peluang untuk memperoleh pendapatan (Dinas ESDM,
2009)
2.4.3
Analisis Ekonomi Pembangunan PLTMH
Pembangunan
PLTMH
di
Indonesia
pada
umumnya
dibiayai
menggunakan dana-dana hibah. Penggunaan dana pinjaman atau investasi untuk
PLTMH masih belum populer. Begitu juga pembiayaan PLTMH dengan pola
25
swadaya biasanya hanya mampu dilakukan oleh perusahaan swasta ataupun
perorangan yang digunakan untuk kepentingan usaha atau bisnis.
Namun tidak berarti bahwa penggunaan dana investasi atau pinjaman tidak
layak untuk PLTMH. Meskipun skema komersial murni hampir tidak mungkin
diterapkan, masih terdapat alternatif-alternatif lain yang bisa dicoba. Sebagai
contoh perpaduan antara hibah, pinjaman lunak dan pinjaman komersial dengan
grace period (waktu tenggang) yang panjang serta swadaya masyarakat (baik
dalam bentuk material, finansial maupun tenaga).
Analisis kelayakan ekonomi pembangunan PLTMH dimulai dengan
menentukan sifat sumber dana seperti hibah, pinjaman, investasi, swadaya, atau
perpaduan
antara
sumber-sumber
tersebut.
Kemudian
langkah-langkah
selanjutnya adalah sebagai berikut:
a) Menentukan masa pengembalian seluruh investasi (Break Event Point)
b) Merancang pola pengembalian dana (kepada investor, bank atau kas lembaga
pengelola PLTMH)
c) Membuat proyeksi keuangan lengkap dengan cash flow, neraca rugi laba,
Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV)
d) Menentukan rata-rata biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat per bulan
e) Memperkirakan jumlah iuran listrik per bulan yang harus dikeluarkan per
kepala keluarga.
Sumber dana perlu diketahui bentuknya untuk menentukan besarnya dana
yang harus dikembalikan oleh masyarakat setempat melalui pembayaran iuran
bulanan. Pengembalian untuk dana pinjaman meliputi angsuran dan bunga
pinjaman, sedangkan pengembalian untuk dana investasi meliputi penyusutan dan
26
kembalian (return) untuk investasi. PLTMH yang dibangun menggunakan dana
hibah dapat dianggap sebagai investasi oleh masyarakat pengguna. Penjajagan
awal kepada pihak penyandang dana perlu dilakukan untuk menentukan besarnya
bunga, return, dan masa pengembalian. Lebih baik lagi jika kesepakatan dengan
penyandang dana sudah dapat diperoleh sejak awal.
Analisis keuangan harus dibuat untuk beberapa opsi pembangunan yang
layak secara teknis. Pada akhirnya yang menentukan apakah ada atau tidak opsi
pembangunan yang layak adalah masyarakat pengguna.
Meskipun demikian,
dengan membandingkan perkiraan jumlah iuran listrik yang harus ditanggung
masyarakat dan tingkat daya beli yang diperoleh dari hasil studi, sejak awal kita
bisa membuang opsi yang menghasilkan iuran listrik terlalu mahal. Begitu juga
jika sudah ada informasi tentang batas maksimum ketersediaan dana dari
penyandang dana dan besarnya kontribusi masyarakat, kita memiliki pegangan
tentang batas maksimum total anggaran proyek.
2.5
Persepsi
Leavitt (1978) menyatakan bahwa persepsi dalam arti sempit ialah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas
ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu. Persepsi seseorang ditentukan oleh kebutuhan individu yang
mendorong individu berperilaku, dimana perilaku individu tersebut ditentukan
oleh persepsi mereka terhadap lingkungan.
Sarwono (1999) dalam Triani (2009) menyatakan bahwa persepsi
seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah
faktor-faktor yang terdapat dalam individu, seperti jenis kelamin, perbedaan
27
generasi (umur), motif, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Faktor
eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan luar yang mempengaruhi
persepsi seseorang, seperti lingkungan sosial budaya (misalnya suku bangsa) dan
media komunikasi dimana seseorang memperoleh informasi tentang sesuatu.
Effendi (1977) mengungkapkan bahwa persepsi adalah penginderaan
terhadap kesan yang timbul dari lingkungannya. Daya persepsi seseorang dapat
diperkuat oleh adanya pengetahuan dan pengalaman. Semakin sering seseorang
menempatkan diri dalam komunikasi, akan semakin kuat daya persepsinya.
Secara umum persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) diri orang
yang bersangkutan (sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman, dan harapan); (2)
sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan lingkungan).
2.6
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Habibah (2012) adalah dampak
pembangkit listrik tenaga mikrohidro terhadap sosial, ekonomi, dan lingkungan di
Kampung Lebakpicung, Cibeber, Lebak, Banten. Hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa pembangunan PLTMH memberikan berbagai manfaat kepada masyarakat,
terutama listrik untuk penerangan. Dampak langsung adanya PLTMH hanya
dirasakan oleh responden yang memiliki mata pencaharian sebagai tukang
bangunan dan pemilik warung. Pembangunan PLTMH memberikan dampak
terhadap kelembagaan agama, kelembangaan adat, dan kelembagaan formal di
Kampung Lebakpicung. Setelah pembangunan PLTMH (tahun 2011), telah terjadi
penghematan pada total konsumsi energi di Kampung Lebakpicung yaitu sebesar
Rp 1.212.068 per bulan dan telah terjadi surplus pada total pendapatan bersih di
Kampung Lebakpicung yaitu sebesar Rp 5.963.985 per bulan. Setelah
28
pembangunan PLTMH (pada tahun 2011) diketahui terdapat hubungan antara
pendapatan dengan biaya listrik. Surplus pendapatan akan cenderung diiringi juga
oleh peningkatan biaya listrik.
Penelitian yang dilakukan oleh Al-Kindi (2011) adalah analisis tekno
ekonomi mikrohidro untuk desa mandiri energi di Kampung Lebakcipung,
Hegarmanah, Cibeber, dan Lebak Provinsi Banten. Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa tarif per bulan yang digunakan berdasarkan jumlah jenis
barang elektronik yang dipunyai setiap rumah tangga. Total semua iuran adalah
RP 754.000 per bulan. Setelah dihitung analisis biayanya pembangunan PLTMH
di Kampung Lebakpicung tidak layak untuk bisnis, dikarenakan iuran yang
dibayar sangat kecil hanya sebesar Rp 239 per kWh yang seharusnya Rp 1.015 per
kWh. Hal ini disebabkan besarnya biaya awal sebesar Rp 263.600.000 dan biaya
perbaikan sebesar Rp 5.466.000 per tahun. Akan tetapi pembangunan PLTMH
dimaksudkan untuk memberikan pelayanan listrik pada Kampung Lebakpicung
maka masyarakat tidak wajib membayarnya.
Dalam perhitungan NPV, IRR, dan Payback period dilakukan dengan
membuat asumsi. Tarif listrik golongan pelayanan sosial 2200 VA, tarif listrik
untuk rumah tangga 1300 VA dan 2200 VA dianggap sebagai pemasukan
(benefit) dan tarif PLTMH sebagai pengeluaran (cost). Tujuan pengasumsian
untuk mengetahui keuntungan yang didapat oleh masayarakat Kampung
Lebakpicung dibanding dengan tarif PLN.
29
Download