IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A

advertisement
IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK
ABU AL A’
LA AL-MAUDUDI
DALAM DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk memenuhi persyaratan
Gelar Sarjana Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MUHAMMAD IQBAL
NIM: 101033221838
Program Studi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1427 H/2006 M
‫ا‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ـ‬
‫ـ‬
“
Al
a
ht
e
l
a
hme
n
g
u
j
iki
t
as
e
c
a
r
as
e
r
i
u
sd
a
l
a
md
u
ah
a
l
:
Pertama, Ia telah membiarkan
manusia bebas, akan tetapi justru setelah memberikannya kebebasan
itu Ia ingin melihat apakah manusia menyadari atau tidak kedudukan yang sebenarnya
itu. Kedua, Ia ingin melihat apakah manusia bersedia percaya pada Allah sedemikian
rupa sehingga mau mengorbankan jiwa atau hartanya sebagai
p
e
ng
a
n
t
ia
p
ay
a
n
gt
e
l
a
hd
i
j
a
n
j
i
ka
n
“
Al-Maududi.
PERSEMBAHAN
Skripsi dan Kesarjanaan ini Penulis Persembahkan teruntuk; Yang
terhormat Ayahanda DR. K.H.D. Silahuddin, M.A dan Ibunda Ny. Enok Maemunah serta
keluargaku tercinta
Segala pengalaman telah membimbing Ananda menempuh jalan hidup yang diguratkan taqdir
’
aMustajabmu untuk Ananda Agar
Ayah....engkau hembuskan semangat dan alunan indah Do
senantiasa Ananda yakin akan Kebesaran Yang Maha Kuasa
Ibu... engkau bisikkan Harapan dan Cita-cita Mulia tuk Ananda
Agar senantiasa Ananda Tegar dan Islah dalam mengarungi kehidupan fana ini
Cinta kasih dan sayangmu tuk Ananda tidak akan pernah terganti oleh Apapun di hati ini
Ayahanda....Ibunda....Kaulah Inspirasiku
Inilah kenangan terbaikku untukmu
ii
TERUNTUK:
Kekasih Setia Penulis, Adinda Silvia Rahmah
Kepadamu Pula Skripsi ini Ku Persembahkan
Sayangku...
Waktu bukanlah detak detik jarum jam
Bagiku... Waktu adalah debar dan detak jantungku
Dimana dalam setiap denyutnya kau hadir di sana Dan
tak sedikit pun aku kehilangan waktu
Karena setiap hembusan nafasku...adalah rindu...milikmu
Indahnya...belajar mengerti
Bagaimana seharusnya hati ini mencintai dan dicintai
Hi
n
g
g
a.
S
e
n
a
n
t
i
a
s
ak
u
t
a
b
u
r
k
a
nb
e
r
j
u
t
ad
o
’
ad
a
l
a
ms
e
t
i
a
pt
e
p
i
a
nr
i
n
d
u Agar
tetap mengalir rasa itu
Rasa...dimana kau dan aku menyatu
Menjadi satu dalam mimpi...dalam rindu...dalam angan...dan harapan
Beruntung aku memilikimu Sandaran...dan
harapan masa depan
Semoga...hatimu cukup teguh seperti waktu untuk
tetap memiliki...mencintai...dan menyayangiku
Apapun....adanya aku
Kakanda
PEDOMAN TRANSLITERASI
‫ا‬
‫ا‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ث‬
‫ج‬
‫ح‬
‫خ‬
‫د‬
‫ذ‬
‫ﺭ‬
‫ز‬
‫س‬
‫ش‬
‫ص‬
=
=
=
=
=
=
=
tidak dibaca
a
b
t
ts
j
h
=
=
=
=
=
=
=
kh
d
dz
r
z
s
sy
=
sh
‫ض‬
‫ط‬
‫ظ‬
‫ع‬
‫غ‬
‫ف‬
‫ق‬
‫ك‬
‫ل‬
‫ﻡ‬
‫ﻥ‬
‫و‬
‫ـ‬
‫ه‬
‫ء‬
‫ي‬
Vocal Pendek :
=
=
=
=
=
=
=
dh
th
zh
‘
gh
f
q
=
=
=
=
=
=
=
k
l
m
n
w
h
…’
…
=
y
Vocal Panjang :
______
(fathah)
= a
______
(kasrah)
= i
__ ___
(dhammah) = u
‫______ا‬
=
a
______
=
i
‫______ و‬
=
u
‫ى‬
Kata Sandang :
Diftong :
‫ل‬
‫ا‬
qamariyah
= al
‫______ و‬
=
au
‫ل‬
‫ا‬
syamsiah
= sesuai dengan
bunyi
‫ى‬
______
=
ai
‫______ و‬
=
uw
(u pada akhir kata)
‫ى‬
=
iy
(i pada akhir kata)
______
KATA PENGANTAR
‫ا‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ـ‬
‫ـ‬
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat-Nyada
l
a
m wuj
udt
a
uf
i
khi
da
y
a
hs
e
r
t
a‘
i
na
ya
h-Nya kepada penulis, sehingga
karenanya selesailah penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda mulia Nabi
Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari
bantuan serta dorongan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta selama penyusunan sampai selesai penulisan skripsi ini.
2. Bapak Nawirudin, MA yang telah dengan sungguh-sungguh memberikan
bimbingan selama penyusunan dan penulisan skripsi ini sampai selesai.
3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tuntunan
dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan
4. Bapak Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
5. Bapak Syamsuri, MA Ketua Jurusan Program Studi Pemikiran Politik Islam
vi
6. Ibu Dra. Hj.Hermawati, MA dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA selaku ketua
dan sekretaris Panitia Ujian, Bapak Dr. Masykur Hakim selaku Penguji I dan
Bapak Agus Nugraha selaku Penguji II, yang senantiasa membangkitkan nalar
sekaligus menggoncang rasionalitas penulis dalam meneliti lebih jauh materi
politik Islam dan juga dalam memberikan semangat dan kemudahan kepada
penulis selama menjalani perkuliahan dan detik-detik Ujian Munaqosah yang
menegangkan.
7. Yang terhormat Ayahanda tercinta Dr. K.H.D. Silahuddin, MA dan Ibunda
tercinta Ny. E. Maemunah,y
a
ngs
e
n
a
nt
i
a
s
ame
mbe
r
i
ka
ndor
onga
ns
e
r
t
ado’
a
restu terutama cinta dan kasih sayangnya kepada Ananda selama penulisan
skripsi ini, ~tiada terkira jasa dan pengorbananmu tuk ananda, kini
kepadamu kesarjanaan ini kupersembahkan~ Robbigfirli Waliwalidayya
Warhamhuma Kama Robbayani Shaghira. Takkan pernah Ananda lupakan
pe
s
a
nmut
uks
e
l
a
l
ume
ng
uc
a
pka
n“Bismillah “da
l
a
m me
l
a
k
uk
a
ns
e
s
ua
t
u
pekerjaan. Ayah...Ibu... Kaulah Inspirasiku...
8. Adik-adikku tercinta, Muhammad Ihsan Fauzy, Ira Nadya Octavira,
Muhammad Haikal Rahmatullah, Muhammad Rijaluddin Hakim, Muhammad
Hi
l
a
lFa
t
hur
a
hma
n,ya
ngs
e
na
nt
i
a
s
ame
mb
e
r
i
ka
ns
e
ma
ng
a
tda
ndo
’
ake
pa
da
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Kekasih Setia Penulis, penghibur hati pelipur lara, Silvia Rahmah “
Te
t
e
h”
yang senantiasa menjadi tumpuan hati penulis dikala resah dan kalut yang
vii
sekaligus menjadi tempat berbagi rasa terutama dalam menyelesaikan skripsi
ini. ~Semoga hatimu cukup teguh seperti waktu untuk tetap memiliki,
mencintai dan menyayangiku... apapun adanya aku~ Cinta dan kasih
sayangmu begitu berarti untukku. Kepadamu pula skripsi ini kupersembahkan
10. Ke
l
ua
r
g
at
e
r
hor
ma
tda
r
i“
teteh”Ba
pa
kK.H. Hamdun Ahmad, M.A beserta
Ny. Endah Huwaida. Dikala mengingat mereka, senantiasa hadir Semangat
dan cinta kasih mereka hingga membuat penulis selalu tegar dalam menulis
skripsi ini. Tidak luput pula tuk A Daden, Teh Ai, Teh Ade, A Jajat, Lisda,
Iqbal dan Fakri. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan.
11. Pe
ngur
usPond
okPe
s
a
nt
r
e
nUl
umulQur
’
a
n,t
e
r
u
t
a
maBa
pa
kUs
t
a
dzUj
a
ng
Saepudin, S.Pd.I dan adik-adik santri yang selalu membantu penulis dalam
proses terjelmanya skripsi ini, terutama untuk Dede Kobong, Saleh Sandriana,
Isan, Ira, Ikal, Ijal, Ilal.
12. Teman- teman kos-an 87 yang pernah bikin film dokumenter, Abdul Manaf,
Ginanjar, dan Pak Dukun, Hilman, de-el-el, canda tawa kalian semua selalu
memberikan semangat bagi penulis dalam mengarungi hari-hari di kos-an.
Terutama untuk Bapak Ibrahim beserta Ibu Pemilik Kos yang senantiasa
memberikan fasilitas kamar untuk penulis.
13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan serta partisipasi positif dalam
proses terjelmanya skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan tuntas.
viii
14. Sahabat karib diskusiku di bangku kuliah PPI kelas B, Wahyu, Ramdhan,
Manaf, Agus, Ajid, Susan, Adi, kuharap tali silaturahmi kita tidak putus
15. Semua sahabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis serahkan, semoga Allah SWT
membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik., Amin ya mujibassailin
Jakarta, 13 Juli 2006
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………
i
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………
iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN.......................................................
v
KATAPENGANTAR…………………………………………………………………
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI..................................................................................
x
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
xi
BAB
BAB
I
II
PENDAHULUAN…………………………...……………………… . .1
.
A. Latar Balakang Masalah……………………………………… . .1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………………
10
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………
10
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan…………………………
11
E. Sistematika Penulisan……………………………………………
12
DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI………………
14
A. Biografi Abu al-A’
l
a al-Maududi…………………………………
14
B. Posisi Abu al-A’
l
a al-Maududi dalam Kancah Pemikiran Politik
Islam………………………………………………………………
xi
23
C. Karya-karya Abu al-A’
l
a al-Maududi……………………………
26
1. Risalah Intelektual Abu al-A’
l
a al-Maududi……………. .
26
2. Karya-karya Abu al-A’
l
a al-Maududi……………………
BAB
III
29
ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK ABU
AL’
ALA AL-MAUDUDI…………………………………………….… 30
A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’
l
a al-Maududi………………… 30
B. Ijtihad Al-Maududi Dalam Pemikiran Politik Islam………….…
1. Konsep Theo-Demokrasi…….……………………………
…
33
33
2. Khilaf
a
h‘
Al
aMi
n
haj al-Nubuwwah……………………… 37
3. Pa
nda
ng
a
nt
e
n
t
a
ngNe
ga
r
aI
s
l
a
m………….
……………… 39
BAB IV
PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A’
LA AL-MAUDUDI DAN
DALAM
IMPLEMENTASINYA
KEHIDUPAN
KONTEMPORER……………………………………………….
……
A. Negara dan Pemerintahan…………………………………………
.
45
45
1. Kepala negara dan pemilihannya…………………….…… 47
2. Penguasa dan Persyaratannya………………… .
………… 50
3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya………….………
57
4. Konsep Islam mengenai Kedaulatan…………….………
62
5. Kewarganegaraan…………………………………… .
…
64
xii
B. Relevansi Pemikiran Politik al-Maududi dengan masa Depan
Pemikiran Politik Islam………...……………………………….
.. 69
C. Telaah Kritis………………………………………………………
71
1. J
ama’
ata
lI
s
l
ami
; Revolusi Damai………………………
71
2. Gerakan Revolusi ....................................………………… 78
BAB
V
PENUTUP………………………………………………………………
82
A. Kesimpulan ………………………………………………………
82
B. Saran-Saran…………………………………………………… . 83
DAFTARPUSTAKA………………………………………………………………… 84
xiii
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ditinjau dari kacamata teori politik modern atau teori politik sekuler, teori
politik Islam seperti yang dikembangkan oleh Maududi kelihatan unik, bahkan
mungk
i
n“
ga
nj
i
l
”
.Keunikan atau katakanlah keganjilan teori politik Maududi terletak
pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan
Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam tatanan
sistem politik modern pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat. Dalam kenyataannya, kata-k
a
t
a”
kedaulatan rakyat” s
e
r
i
ng k
a
l
i
menjadi kata-kata kosong karena partisipasi rakyat dalam kebanyakan negara
demokrasi hanyalah dilakukan empat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilu,
sedangkan kendali pemerintah sesungguhnya berada di tangan sekelompok kecil
penguasa yang menentukan seluruh kebijaksanaan dasar negara. Sekelompok
penguasa itu bertindak atas nama rakyat, sekalipun sebagian pikiran dan tenaga yang
mereka kerahkan bukan untuk rakyat, tetapi hanyalah untuk melestarikan kekuasaan
yang mereka pegang dan untuk mengamankan vested interests mereka sendiri.
Tampaknya Maududi s
a
ng
a
t me
ma
ha
mi pr
a
kt
e
k“
kedaulatan
rakyat”
sebagaimana yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Siapapun yang sedikit
mendalami praktek demokrasi memang akan menyadari bahwa yang paling sering
berlaku adalah hukum besi oligarki (the iron law of oligarchy), yaitu bahwa
2
sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan berbagai kebijaksanaan
politik, sosial dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya
aspirasi rakyat yang sebenarnya. Juga tidak boleh kita lupakan bahwa kelompok
oligarch tersebut, yang berkuasa atas nama rakyat, selalu berusaha memperpanjang,
bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan yang dipegangnya
dengan selubung ideologi tertentu, dengan dalih konsensus nasional dan tindakantindakan semacam, dan pada saat yang sama para oligarch tersebut memojokkan
setiap oposisi yang menentang legitimasi pemerintahannya dengan tuduhan-tuduhan
subversi dan disloyalitas pada Negara. Di samping itu Maududi juga pasti sangat
memahami bahwa suara mayoritas yang biasanya menentukan dalam sistem
demokrasi, dapat menjurus kepada kesalahan–kesalahan fatal, karena mesin
propaganda yang digerakan oleh pemerintah dapat saja menceritakan suara mayoritas
1
y
a
ng“
t
e
l
a
hd
i
a
t
ur
”
.
Itulah sebabnya mengapa Maududi tidak bergairah menyetujui demokrasi
seperti yang dipraktekkan oleh kebanyakan negara modern, yang ternyata sistem
politik yang dianggap modern itu gagal menciptakan keadilan sosio-ekonomi, sosiopolitik dan juga keadilan hukum. Jurang lapisan kaya dan lapisan miskin tetap
menganga lebar, hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai pada formalitas empat
atau lima tahun sekali dan, dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum
hanyalah mereka yang datang dari lapisan atas, sedangkan bagi rakyat kebanyakan,
1
Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam,
penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan: 1984), cet. ke- I. h.20
3
rule of law tetap merupakan selogan kosong tanpa dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari dalam negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi (seperti
misalnya negara –negara Barat yang mengagungkan demokrasi), bahkan juga negaranegara marxis yang menyebut dirinya sebagai demokrasi rakyat (pe
op
l
e
’
s
democracy).2
Penolakan Maududi terhadap teori kedaulatan rakyat bukan terutama
berdasarkan bukti-bukti praktek demokrasi terlalu sering menyeleweng, namun
terutama berdasar pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran yang menunjukan
bahwa otoritas dan souverenitas tertinggi ada di tangan Tuhan. Di samping itu Tuhan
sajalah yang berhak memberikan hukum (law-giver) bagi manusia. Manusia tidak
berhak menciptakan hukum, menentukan apa yang boleh (halal) dan apa yang
terlarang (haram). Hukum di sini berarti norma-norma dasar bagi penciptaan
masyarakat yang adil dan sejahtera. Bukan hukum-hukum administratif atau hukumhukum lalu lintas dan lain sebagainya.
2
Maududi secara meyakinkan telah menunjukan kelemahan teori kedaulatan rakyat seperti
yang dipraktekkan dalam demokrasi sekuler Barat. Di atas telah diterangkan bahwa sebagian besar
rakyat tidak ikut dalam proses pemerintahan dan legislasi atau pembuatan hukum karena secara
teoretis mereka telah mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para wakil rakyat lewat sistem
pemilihan umum. Para wakil rakyat membuat dan memberlakukan hukum atas nama rakyat. Akan
tetapi karena politik dan agama telah dipisahkan sama sekali sebagai akibat sekularisasi, masyarakat
pada umumnya dan mereka yang aktif dalam bidang politik pada khususnya tidak lagi menganggap
penting moralitas dan etik. Di samping itu mereka yang dapat mencapai puncak-puncak kekuasaan
dalam negara biasanya adalah orang-orang yang berhasil mempengaruhi massa rakyat lewat tekanan
kekuasaan, propaganda palsu atau uang. Dalam kenyataannya, para pemimpin ini bekerja dan berjuang
bukan untuk kesejahteraan rakyat yang telah memilihnya, namun pertama-tama dan terutama untuk
kepentingan kelompok atau kelasnya (sectoral or class interest) dan tidak jarang para pemimpin ini
memaksakan kehendaknya kepada rakyat di negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi
sekuler ( Inggris, Amerika, dan lain-lain.) yang dianggap sebagai surga demokrasi sekuler. Lihat Al
Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah
Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h. 26-27
4
Tuntutan untuk menggali kembali landasan konsep hak-hak asasi manusia
yang kelak menjadi dasar demokrasi, telah kembali menjadi wacana praksis yang
terus menerus. Abu al-‘
Al
a Al-Maududi, salah seorang pemikir terbesar dari dunia
Islam dan pakar yang sangat besar pengaruhnya terhadap rakyat di berbagai penjuru,
telah membahas masalah ini dalam konteks pedoman Tuhan yang terkandung dalam
’
a
nda
nSunnah melalui koridor bukan Demokrasi melainkan Theo-Demokrasi.3
Qur
Namun sebenarnya, Al-Maududi menyimpan sebuah proyek raksasa, yang
merupakan sebuah keinginan untuk mengimplementasikan pemikirannya, yang pada
muaranya menjelma dalam koridor Negara Pakistan melalui J
ama’
atalI
s
l
amy
. Hal
ini yang mendorong Maududi mencari solusi sosio politik menyeluruh yang baru,
untuk melindungi kaum muslimin. 4
Al-Maududi dalam formula strategi implementasi pemikiran politiknya
s
e
r
i
ng
ka
l
ime
mpe
r
guna
ka
ni
s
t
i
l
a
h“
Revolusi“unt
ukme
nunj
uka
npe
r
ub
a
ha
nr
a
di
ka
l
yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukan pilihannya kepada proses
3
Abu a
l‘
Al
a al Maududi menciptakan istilah theo-demokrasi untuk menyimpulkan konsep
politik dan pemerintahan dalam Islam. Secara esensial, theo-demokrasi Islam itu berarti bahwa Islam
memberikan kadaulatan kepada rakyat, akan tetapi kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi oleh
norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat terbatas dibawah
pengawasan Tuhan, atau a limited popular soverignty under the suzerainty of God seperti diistilahkan
ol
e
hAb
ua
l‘
Al
a
.Ma
ududi
,Khilafah dan kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam,
penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h.24
4
Sisa terakhir pemerintahan Muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun
berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan Muslim. Dia berkesimpulan, selama
berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang
mengaburkan ajaran sejatinya karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada
pemerintah saat itu, namun tidak digubris.Thariq Ramadhan, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr
sampai Nasr dan Qardhawi, (Jakarta : PT Mizan Publika), h. 228
5
atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern
untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam studi kritis tentang Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dan Revolusi
Musthafa Kemal di Turki, Al-Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner
dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan
revolusioner kontemporer adalah dugaan bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi
dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu
perubahan radikal untuk kebaikan akan tercapai.
Gerakan revolusioner Barat di atas menurut Al-Maududi temasuk gerakan
yang sifatnya jahiliyah. 5 Islam menurutnya berusaha untuk membawa revolusi total
dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan
petunjuk Tuhan. Revolusi ini mulai dengan memberikan manusia serangkaian
kepercayaan, pandangan hidup, konsepsi realitas, skala baru dari nilai-nilai,
keterikatan moral yang segar, dan transformasi motivasi dan pribadi. Ini membuka
proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan
individu, yang membawa
5
individu itu mengembangkan
masyarakat imani.
Maududi mempergunakan istilah Jahiliyah sebagai antitesis
terhadap Islam. Ia
memperghunakan istilah itu untuk menunjuk semua pandangan dunia dan sistem berfikir, kepercayaan
dan perbuatan yang menolak kekuasaan Allah dan petunjukNya. Lih Mukti Ali, Alam Pikiran Islam
Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998), h.254
6
Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha untuk membawa
perubahan sosial pada arah yang dikehendaki. 6
Usaha ini bermaksud untuk membina kembali kehidupan manusia secara utuh
dan membawa kepada berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, kepada
penegakkan orde baru, suatu orde yang dalam bentuk idealnya disebutkan oleh AlMaududis
e
ba
g
a
i“Khilaf
a
h‘
al
a Minhaj Al-Nubuwah”y
a
kn
ik
e
k
hi
l
a
f
a
ha
na
t
a
spol
a
ke-Nabi-an, dan menjadi pola yang ideal dari orde sosial politik, di mana umat
Muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam
konteks kekinian dan kedisinian. 7
Situasi dewasa ini dalam pandangan Al-Maududi, bahwa masyarakat Muslim
berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah
saw yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafaur
Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan
dari khilafah kepada monarkhi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada
peranan agama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat
penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan sadar atau tidak sadar pemisahan
antara agama dan politik pun terjadi. 8
6
Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1967), h. 39.
7
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998)
h.255
8
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 33-35
7
Al-Maududi telah berusaha sekeras-kerasnya untuk mengembangkan program
komprehensif yang akan mengubah dunia menjadi suatu masyarakat dan negara Islam
yang ideal. Organisasi yang ia pimpin, Jama’
atalIslami merupakan alat utama yang
dengan itu ia berusaha untuk melaksanakan program raksasa ini.
Sebelum membahas rencana itu, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk
memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Al-Maududi. Pertimbangan itu adalah
bahwa kaum intelektual memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap
masyarakat umat manusia terutama dalam masyarakat modern. Ia menekankan bahwa
Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini, apabila
manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam,
orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai
kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk
kepemimpinan.9
Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga
dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu masyarakat, orangorang yang perbuatannya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas
mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga
mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif
dalam kehidupan manusia.
9
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhammad al Baqir, (Bandung Mizan
1996) h. 69-72
8
Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam
bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi
dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari
tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah
kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu
sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai
dengan persiapan moral dan material yang penuh. 10 Hal ini melibatkan tiga langkah
pendahuluan :
Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan dengan konflik antara Islam
dengan jahiliyah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan
langsung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui
bentuk-bentuk jahiliyah, sumber-sumber darimana ia tumbuh, dan segi-segi
yang sensitif di mana ketegangan dan konflik terdapat antara Islam dan
jahiliyah. Sumber-sumber kelemahan dalam kehidupan Muslim kontemporer
juga harus diteliti, dan diagnosis yang tepat harus dilakukan hingga orang
dapat memperoleh kejelasan tentang penyakit utama yang diderita masyarakat
muslim dalam suatu periode sejarah tertentu.
Tujuan pokok dari usaha intelektual ini adalah untuk memperkukuh strategi
yang didasarkan kepada analisis tersebut, hingga prinsip-prinsip Islam sekali
lagi terlaksana dalam kehidupan muslim
10
Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1967), h. 18.
9
Guna mempersiapkan strategi yang realistis adalah juga penting untuk
meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Adalah hanya
dalam evaluasi sendiri dan penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber
mental, moral dan material yang ada, maka rencana untuk kebangkitan Islam
kembali bisa dilakukan. Usaha itu harus memanfaatkan cara-cara dan jalan
yang paling efektif untuk mencapai tujuan proyek raksasa tersebut. 11
Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa Al-Maududi telah berhasil
menempatkan kajian Islam pada dimensi epistemologis dan ideologisnya. Keduanya
terkait erat dengan corak Fundamentalisme sebagai faktor pembentuknya. Dan hal
inilah yang menurut penulis sangat perlu dibahas berkaitan dengan pola dan formula
pemikiran politik Islam yang disodorkan al-Maududi
yang bisa jadi menambah
khasanah pertimbangan sistem politik yang berkembang saat ini.
Namun demikian, Al-Maududi telah memberikan kontribusi besar bagi
munculnya kajian-kajian kritis atas Islam, khususnya melalui temuan-temuan
metodisnya. Karena itu, para pemikir muslim pasca dirinya bisa mengambil pelajaran
s
e
k
a
l
i
g
usme
l
a
k
uk
a
nkont
e
ks
t
ua
l
i
s
a
s
ia
t
a
s“
simbiosis mutualistik”a
nt
a
r
aI
s
l
a
m da
n
budayanya masing-masing.
11
h.256
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998)
10
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Fokus utama skrips
ii
nia
da
l
a
h“
I
mpl
e
me
nt
a
s
iPe
mi
k
i
r
a
n Pol
i
t
i
kI
s
l
a
m
Maududida
l
a
m Di
na
mi
k
aPo
l
i
t
i
kKont
e
mpor
e
r
”
.Da
l
a
m s
kr
i
ps
ii
ni
,di
r
umus
ka
nke
dalam beberapa sub masalah yaitu : (1) bagaimana corak dan konsep pemikiran
politik Islam Maududi? (2) bagaimana Implementasi Pemikiran politik Maududi
dalam kehidupan politik kontemporer ? (3) apa relevansi gagasan autentisitas AlAl
a AlMaududi bagi masa depan pemikiran Islam dan dimana Posisi Abu al-‘
Maududi dalam kancah politik Islam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini, secara khusus adalah mengangkat nilai
lA’
l
a al Maududi yang
positif sejarah perjuangan tokoh Islam masa lalu yakni Abu a
merupakan kontribusi positif atas percaturan politik kontemporer.
Secara metodologis tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam
Al-Maududi.
2. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pola implementasi pemikiran
politik Al-Maududi dalam menghadapi dinamika politik kontemporer
3. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi gagasan autentisitas Al-Maududi
bagi masa depan pemikiran Islam dan sekaligus mengetahui dimanakah
posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam
11
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Pembahasan mengenai Al-Maududi mempunyai keterkaitan erat dengan dua
macam disiplin ilmu yakni, Pertama, menyangkut ilmu ketatanegaraan, dan kedua
sangat berkaitan erat dengan ilmu Agama Islam, yakni berkenaan dengan wacana
Pemikiran Politik Islam. Dalam pembahasan, kedua pendekatan keilmuan itu
dituangkan secara terpadu, hingga pembahasannya menjadi terfokus.
Lingkup pembahasan diarahkan sekitar pembentukan nalar politik Al
Maududi yang berkaitan dengan karakter dasar pemikiran Al-Maududi, kebijakan
politiknya, situasi dan kondisi politik pada masa itu, serta kondisi lingkungan yang
ada pada waktu itu. Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana telah dirumuskan dalam
pembatasan masalah, maka masalah pokok tersebut akan diuraikan dengan membahas
corak dan konsep politik Islam Al-Maududi, implementasi pemikiran politik AlMaududi, relevansi gagasan Al-Maududi bagi masa depan politik Islam dan Posisi
Abu al-‘
Al
a Al-Maududi dalam kancah politik Islam.
Pada akhir pembahasan akan dirumuskan kesimpulan yang bersifat menjawab
masalah pokok di atas setelah terlebih dahulu dikemukakan isi pembahasan.
Penelitian terhadap masalah dilakukan melalui library research. Literatur sejarah yang
mencatat perjuangan gerakan politik Al-Mududi dijadikan sumber utama, terutama
sekali yang lebih fokus membahas pemikiran dan gerakan Al-Maududi seperti bukubuku karya Al-Maududi serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan hal
tersebut. Buku-buku yang membahas politik dan ilmu hukum, juga dijadikan sumber
12
komplementer dalam penelitian. Buku-buku tulisan orientalis pun dipakai sebagai
bahan serta data yang bersifat komparatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
yang fokusnya adalah analisa dan pemberian makna data.
Metode yang akan digunakan untuk membahas berbagai aspek pembahasan
adalah metode deskripsi. Metode deskripsi digunakan untuk menguraikan kondisi
politik Islam pra Al-Maududi hingga terciptanya gagasan Al-Maududi di Pakistan
ama’
a
talI
s
l
ami
.
Juga digunakan metode
melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu J
induktif yakni ketika menguraikan gagasan utama dari Al-Maududi. Dengan melalui
metode induktif segala makna yang terkandung pada materi penelitian diangkat
menjadi sebuah kesimpulan dari wacana penelitian
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan bab per
bab, kemudian dijelaskan dalam sub-sub bab tema pembahasannya. Adapun
sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri atas sub-sub bab yang
menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab kedua penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang Abu al- A’
l
a AlMaududi
”ya
ngme
l
i
put
ibi
og
r
a
f
i
,ba
i
ky
a
ngbe
r
s
i
f
a
tpr
i
ba
dima
upuns
o
s
i
a
l
.Ba
bi
ni
13
juga membahas risalah intelektualnya dan karya-karya Al-Maududi sejauh terkait
dengan gagasan politiknya
Bab
ketiga
penulis
menjelaskan
tentang
anatomi
dan
kerangka
pemikiran politik Abu al-A’
l
a al-Maududi yang meliputi dasar pemikiran
politiknya dan juga ijtihad Abu al-A’
l
a al-Maududi dalam pemikiran politiknya.
Bab keempat merupakan inti pembahasan tentang Pemikiran Politik Islam
Al-Maududi. Bab ini merupakan evaluasi kritis penulis atas pemikiran Al-Maududi,
s
e
k
a
l
i
g
uspr
oye
kb
e
s
a
r
ny
a “
I
mpl
e
me
nt
a
s
iPe
mi
ki
r
a
nPol
i
t
i
kI
s
l
a
m”
.Eva
l
ua
s
ii
ni
terdiri atas kritik konsep pembaharuannya tentang sistem kenegaraan Is
l
a
m‘
theodemokrasi’s
e
ka
l
i
g
u
se
k
s
pl
i
ka
s
ia
t
a
sdi
me
ns
ii
d
e
ol
og
i
sda
npr
a
k
s
i
sda
r
ipe
mi
ki
r
a
nAl
Maududi kemudian menimbang relevansi gagasan pembaharuan tersebut bagi masa
depan pemikiran Islam dan posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi dari masalah yang dibahas
dan disertai saran-saran ihwal studi lebih lanjut tentang Implementasi Politik Islam
dalam pemikiran Abu al-A’
l
a Al-Maududi.
14
BAB II
DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI
A. Biografi Abu al-A'la al-Maududi
Sayyid1 Abu al-A'la Al-Maududi merupakan salah seorang pemikir dan
perombak sosial terbesar dalam dunia Islam. Beliau dilahirkan di Aurangabad
(Hiderabad, Deccan, India), pada tanggal 25 September 1903 dan memulai karier
kemasyarakatannya sebagai seorang wartawan pada tahun 1920.2
Ayah Abu al-A'la al-Maududi, Ahmad Hasan yang dilahirkan pada tahun
1855 M di Delhi, berasal dari keluarga terhormat yang silsilah keturunannya dapat
ditelusuri sampai kepada Nabi Muhammad Saw Keluarga Abu al-A'la al•Maududi
telah mempunyai tradisi kepemimpinan spiritual yang terkenal sejak lama karena
sebagian besar dari nenek moyangnya merupakan pemimpin dari tarekat-tarekat yang
terkemuka. Nenek moyang Abu al-A'la al-Maududi datang ke anak benua
Indo-Pakistan sejak lahir abad ke - 13 H atau abad ke 15 M. Sedangkan Ibu Abu
al-A'la al-Maududi yang bernama Sayyidah Ruqayyah, adalah putri bungsu dari
Mirza Qurban Ali Bik. Mirza adalah keturunan Turki dan berprofesi sebagai tentara,
di samping sebagai pujangga dan sastrawan. 3
1
Sayyid artinya Tuan; nama gelar kehormatan atau sebutan kepada orang Arab keturunan
Nabi Muhammad saw. Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, (Jakarta :Balai Pustaka, 1995). h. 885
2
Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),
h.6
3
Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.102
15
Nama Maududi memang dikenal luas baik dikalangan orang-orang Islam
maupun kalangan orang-orang di luar Islam. Di antara mereka ada yang memuji dan
tidak sedikit pula yang mencibir keilmuan beliau. Guru pertama Maududi adalah
ayahnya sendiri yang pernah berprofesi sebagai pengacara yang taat beragama.
Ayahnya, Ahmad Hasan, sendiri pernah belajar di Universitas Aligarh, 4 (Universitas
yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan Sayyid Ahmad Khan)5 tetapi hal itu
tidak berlangsung lama karena pola pendidikan di Universitas tersebut sangat
kebarat-baratan. Ketika dia menjalankan profesinya sebagai pegacara, dia sangat teliti
dalam memilih pelanggannya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan akhlak Islami dan hati nuraninya sehingga dia ditinggalkan oleh para
pelanggannya. Dengan demikian berhentilah dia dari profesi tersebut. Setelah itu
beliau hanya memusatkan pada pengajaran dan pendidikan anaknya. Maududi
memulai pendidikanya di rumah sampai tamat tingkat dasar. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasar tersebut, dia melanjutkan studinya di madrasah Fauqaniyah yang
memadukan pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam tradisional. Dia
4
Aligarh adalah gerakan yang merupakan kelanjutan dari usaha pembaruan Sayyid Ahmad
Khan di bidang Pendidikan. Didirikan pada tahun 1875 di Aligarh, India dengan tujuan untuk
meningkatkan pendidikan di kalangan umat Islam. Gerakan ini muncul setelah meninggalnya Sayyid
Ahmad Khan tahun 1988. lembaga ini dikembangkan dan namanya kemudian diganti dengan
“Moha
mmad
e
nAngl
o-Or
i
e
n
t
alCol
e
g
e
”( MAOC ), kemudian namanya berubah lagi diganti dengan
“
Uni
v
e
s
i
t
yo
fAl
i
ga
r
h”. Universitas ini dikenal sebagai pusat gerakan pembaruan Islam di India. Lihat :
Ha
s
a
nMu’
a
r
i
fAmba
r
y(
e
t
.
a
l)Esiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.120
5
Sayyid Ahmad Khan ( w. 1898 ) tokoh reformer dan modernis berkebangsaan India yang
menyerukan agar bangsa India mengambil ide-ide dari Barat. Beliau mendirikan “Mohammade
n
Anglo-Or
i
e
nt
alCol
e
ge
” yang kemudian diganti namanya menjadi “Uni
v
e
r
s
i
t
a
sAl
i
gar
h“
,Ha
s
a
n
Mu’
a
r
i
fAmb
a
r
y(
e
t
.
a
l
)Esiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.213
16
dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikan pendidikannya tepat
pada waktunya dengan mendapatkan ijazah Maulawi 6
Selanjutnya Maududi berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi, tetapi
keadaan ekonomi dan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk menyebabkannya
tidak bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Maududi ikut berpindah
bersama ayahnya ke Hyderabad, dimana dia dapat melajutkan pendidikannya di Dar
al-Ulum, di Deoband, suatu lembaga yang banyak mencetak ulama-ulama
kharismatik di India pada masa itu. Pendidikan Maududi hanya berlangsung selama
enam bulan karena harus merawat ayahnya yang akhirnya meninggal dunia.
Meskipun pendidikan formal Maududi terhenti, dia terus menerus belajar sendiri
untuk menambah ilmu. Hal ini bisa terjadi karena didukung oleh kemampuannya
dalam menguasai beberapa bahasa asing. Selain menguasai Urdu sebagai bahasa
Ibunya, Maududi juga memahami dengan baik bahasa Arab, Persia7 dan Inggris.
Dengan berbekal bahasa tersebut, dia mampu menerima pelajaran dan bimbingan dari
ulama-ulama yang berkompeten. 8
Setelah pendidikan formal Maududi terputus, dia menjadikan jurnalisme
sebagai mata pencahariannya. Pada tahun 1918, dia telah menyumbangkan
6
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Press, 1993), h. 159
7
Persia adalah bahasa yang digunakan oleh warga Iran. Merupakan bahasa dari etnis Persia
dan merupakan etnis terbesar yang ada di Iran ( 63 % ), lihat : Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam,
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1986 ) cet ke-1, h.172
8
Dengan kemampuannya berbahasa Arab, dan Urdu dengan baik pada usia empat belas
tahun, dia sudah bisa menerjemahkan Al-Mi
r
’
a
tAl
-Jadidah (wanita modern) karya Qasim Amin, dari
bahasa Arab ke Urdu., Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998),
h.103
17
tulisan- tulisan kepada surat kabar setempat yang berbahasa Urdu. Pada usia tujuh
belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur dan kemudian redaktur
al-Jami'ah, Delhi , satu di antara surat kabar Muslim India abad ke 19-20 yang paling
populer. Tahun 1929, saat beliau berusia dua puluh enam tahun, beliau menerbitkan
karyanya yang cemerlang dan monumental, al-Jihad fi al-lslam (Perang Suci dalam
Islam). Buku ini belum pernah terdapat sebelumnya dalam literatur Islam dan tiada
bandingannya sekalipun dalam bahasa Arab. Belakangan Abu al-Ala al-Maududi
pindah dari Delhi ke Hyderabad (Deccan) dan pada tahun 1932 mulai menerbitkan
Tarjuman al-Qur'an jurnal bulanan yang dipersembahkan guna kebangkitan Islam.
Jurnal ini telah memelopori kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India. 9
Pada tahun 1937, Dr Muhammad lqbal 10 menulis surat kepada Abu al-A'la al Maududi untuk pindah ke Punjab dan bekerja sama dengannya dalam karya riset
raksasa rekonstruksi dan kodifikasi yurisprudensi Islam. Korespondensi ini diikuti
dengan dua perternuan antara kedua tokoh tersebut. Akhirnya diputuskan babwa Abu
al-A’
l
a al-Maududi harus pindah ke Punjab dan memimpin suatu lembaga riset Islam
Dar al-Islam. Abu al-A'la al-Maududi meninggalkan Hyderabad dan tinggal di
Punjab pada bulan Maret 1938. Akan tetapi takdir menentukan lain, Dr. Muhammad
9
Buku Tarjuman Al-Qur
’
an merupakan buku yang mendapatkan sambutan hangat dari
kaum Muslim sekaligus menegaskan bahwa al-Maududi merupakan tokoh yang sangat dihormati
karena keluhuran intelektualnya, Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan,
1998), h.106
10
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1876 ( 1291 H ) dari keluarga golongan
menengah Punjab, India. Pergi ke Lahore untuk meneruskan studinya hingga maraih gelar Master.
Usia 29 tahun ia melanjutkan studinya di bidang filsafat Universitas Cambridge, Inggris. Dua tahun
kemudian melanjutkan studinya di Munich Jerman Barat dan meraih gelar Ph.D. tesisnya yang
terkenal adalah The Development of Metafisich in Persia, lihat : Harun Nasution (et al), Ensiklopedi
Islam Indonesia, (Jakarta: Djembatan, 1992 ) cet ke-1, h.933
18
lqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan meninggalkan tugas yang maha
berat yang seharusnya digarap bersama. Oleh karena itu Maududi terpaksa pindah
meninggalkan Punjab untuk kemudian pindah ke Lahore, dimana dia menjadi staf
pengajar pada Fakultas Ushuluddin di Islamiyah College tanpa bayaran.11
Setelah itu, tepatnya pada tahun 1948, Maududi pernah menyampaikan lima
buah ceramah lewat Radio Pakistan, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Islam
bukan hanya di Pakistan melainkan juga di seluruh dunia. Ceramah tersebut
mencakup lima bidang pokok dalam kehidupan umat Islam, yaitu bidang moral,
politik, sosial, ekonomi dan spiritual. Kelima ceramah tersebut kemudian diterbitkan
oleh Islamic Research Academy dalam bentuk buku yang diberjudul Islamic Way of
Life.12
Di Lahore, Abu al-A'la al-Maududi juga bekerja selama hampir dua tahun
sebagai Dekan Fakultas Theologi, Islamia College, Lahore, Tahun 1941 beliau
mengorganisasikan Gerakan Renaisans 13 J
a
ma
’
a
ta
l
-Islami 14 dan terpilih sebagai
ketuanya. Setelah pembagian India - Pakistan, beliau mencanangkan gerakan
11
Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’
l
a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin
Malik, (Bandung: Risalah, 1984 ), h.5
12
Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’
l
a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin
Malik, (Bandung: Risalah, 1984 ), h.16
13
Gerakan Renaisan adalah gerakan pembangunan dan pengembangan kembali keilmuan
untuk menghadap masa depan. Lihat : Anton M. Moelyono dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: PT Balai Pustaka, 1988 ) , cet ke-1, h. 741
14
J
ama’
atal
-Islami adalah partai revivalis Islam di Pakistan. Organisasi ini merupakan salah
satu gerakan Islam tertua dan paling berpengaruh dalam perkembangan revivalisme Islam di seluruh
dunia Islam umumnya dan di Pakistan khususnya. Organisasi ini didirikan di Lahore, Pakistan pada
tanggal 26 Agustus 1941. Dalam format besarnya, Ja
ma
’
a
ti
n
id
i
be
n
t
u
ku
nt
u
kme
ny
a
i
n
giLi
g
aMu
s
l
i
m
dalam memimpin gerakan di pakistan, khususnya setelah resolusi Lahore tahun 1940 yang diusulkan
oleh Liga Muslim untuk menciptakan negara Muslim yang terpisah dari India, lihat : Jhon Esposito,
Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 42
19
Konstitusi Islam dan Jalan Kehidupan Islam, kemudian Beliau ditahan pada tanggal 4
Oktober 1948. Setelah dua puluh bulan dalam penjara, beliau dibebaskan pada bulan
Mei 1950. Sekali lagi, pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis
selebaran gelap yang sebenarnya tidak terlarang. Vonis ini diremisi menjadi hukuman
seumur hidup, yang berarti kurungan ketat selama empat belas tahun. Tanggal 28
April 1955 dengan keputusan Mahkamah Agung beliau dilepaskan. Sekali lagi, pada
tanggal 6 Januari 1964 beliau ditahan untuk ketiga kalinya, ketika Jama’
at al Islami
dilarang oleh Ayub Khan,15 tanggal 9 Oktober 1964, beliau dibebaskan oleh
Pengadilan Tinggi Punjab. Keempat kalinya, beliau ditahan pada tanggal 29 Januari
1967 karena menentang rezim Ayub Khan untuk merayakan Idul Fitri sebelum ru'yah
al-hilal. Akibat adanya petisi tertulis, pemerintah membebaskan Abu al-A'la al
Maududi setelah 2,5 bulan ditahan pada tanggal 15 Maret 1967. 16
Abu al-A’
l
a al-Maududi mulai menulis karyanya Tafhim al-Qur'an (Ke Arah
Pemahaman al-Quran) pada bulan Februari 1942. Ini merupakan karya paling
revolusioner dan mengejutkan di zaman itu. Buku ini diselesaikan enam jilid setelah
memakan waktu tiga puluh tahun empat bulan, tepatnya selesai pada tanggal 7 Juni
1972. Tafsir yang ditulis Maududi ini merupakan yang terbesar yang dipersiapkannya
selama tiga puluh tahun. Ciri-ciri utama tafsir ini adalalah menyajikan arti dan risalah
al-Qur'an dengan berbagai problema sehari-hari, baik secara individual maupun
15
Ayub Khan (w.1969 ) adalah Jenderal Angkatan Bersenjata Pakistan, menjadi kepala
negara tahun 1958. John Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung : Mizan. 2001), h. 116
16
Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),
h.7
20
secara kolektif maupun sosial. Dia berusaha menjelaskan ayat-ayat Allah dalam
konteks pesan yang menyeluruh.
Pada tahun 1937, dia mulai betul-betul memperhatikan soal-soal politik. Mulai
tahun itu dia terlibat lebih mendalam dan langsung. Ketika itu, India telah mendekati
titik-titik kemerdekaan setelah kira-kira 150 tahun dikuasai oleb kerajaan Inggris.
Pada saat itu, pengaturan konstitusional masa depan India yang merdeka telah
menjadi perdebatan berbagai partai di India yang menentang Inggris. Dalam keadaan
seperti itu, Maududi menyadari akan bahaya besar yang akan mengancam eksistensi
kaum Muslimin.17
Menurutnya, umat Islam India dan umat-umat lain, terutama umat Hindu,
bukanlah bangsa yang sama. Dengan tegas dia menyatakan bahwa kaum Muslimin
memiliki identitas dan kebangsaan sendiri, yaitu Islam. Lebih jauh lagi dia
mengungkapkan bahwa kaum Muslimin bersatu bukan karena ikatan ras, 18 geografis,
bahasa, kepentingan bersama, ekonomi atau budaya, melainkan karena komitmen
mereka untuk mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Maududi menolak
keras paham nasionalisme, 19 karena sangat merugikan dan memojokkan Islam.
17
Cha
r
l
e
sJAda
ms
,“
Maududi dan Negara Is
l
a
m”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika
Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo
i
c
eofr
e
s
ur
ge
n
t
I
s
l
am”,
(Jakarta : CV.Rajawali, 1987 ), cet ke-1 h. 115
18
Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik suatu rumpun bangsa. Lihat :
Anton M. Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 729
19
Nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri yang
dibatasi oleh suku, bangsa dan wilayah teritorial. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 610., Dengan runtuhnya Gerakan Khilafah pada tahun 1924,
kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap Nasionalisme yang
diyakininya saat itu karena dia berpendapat bahwa Nasionalisme menyesatkan orang Turki dan Mesir
yuang menyebabkan mereka morongrong kesatuan Muslim dengan cara menolak imperium
21
Maududi menolak faham demokrasi 20 dan sekuler21 yang dinyatakannya sebagai
faham yang bertentangan dengan agama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk
tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim
yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam
perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India dan para pendukung
nasionalisme. Karena hal itulah, akhirnya Maududi memulai usaha pembaharuan
Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jama'at al-Islami di Lahore pada
bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir (pemimpin) sampai tahun 1972. 22
Pada tanggal 28 Maret 1953, Maududi ditangkap dan dipenjarakan
sehubungan dengan tulisannya yang berjudul “
The Qadiani Problems" Tulisan
Maududi ini bertujuan untuk mendukung tuntutan rakyat yang menginginkan agar
‘
Ut
s
ma
ni
a
hda
nk
e
kha
l
i
f
a
ha
nMus
l
i
m.Li
h
.Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung
: Mizan, 1998), h.105
20
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang segenap rakyatnya diberikan kesempatan
untuk turut serta dipemerintahan dengan perataraan wakilnya. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 195., Adapun pernyataannya dengan faham
demokrasi, dia melontarkan kritikan keras, karena menurutnya faham itu hanya akan menjadi tirani
mayoritas. Jika kaum Muslimin menerima faham tersebut, mereka akan hancur dan kehilangan
identitasnya.lihat Cha
r
l
e
sJAda
ms
,“
Maududi dan Ne
ga
r
aI
s
l
am”, dalam John L Esposito (ed.),
Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voi
c
eo
f
resurgent Islam, h. 115
21
Sekuler adalah faham kenegaraan yang menghendaki suatu kesusilaan atau budi pekerti
tidak berdasarkan ajaran agama atau pemerintahan yang tidak mengikatkan ajaran agama sebagai
landasan negara, Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka), h. 797, Maududi mengkritik faham sekularisme karena suatu tatanan sosial tanpa agama
tidak dapat diterima dan bertentangan dengan Islam. Dia menegaskan bahwa suatu sistem
pemerintahan sekuler, secara teoritis akan mengambil sikap netral tersebut dalam prakteknya tidak
akan pernah terwujud di India, Karena pemerintah hanya akan bersikap sekuler terhadap
kelompok-kelompok agama minoritas, yaitu tidak membantu ataupun menekan mereka dan sebaliknya
akan membantu dan mendukung agama mayoritas. lihat Cha
r
l
e
sJAda
ms
,“
Maududi dan Negara
I
s
l
am”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari
buku aslinya yang berjudul “Voi
c
eofr
e
s
u
r
ge
nt
I
s
l
am, h. 117
22
Cha
r
l
e
sJAda
ms
,“
Maududi dan Negara Islam”
,d
a
l
a
m John L Esposito (ed.), Dinamika
Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo
i
c
eofr
e
s
ur
ge
n
t
Islam, h. 119
22
orang-orang Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok minoritas, alias
non-Muslim dalam Konstitusi Pakistan, tetapi pemerintah tidak menerima tuntutan
tersebut bahkan Maududi dituduh oleh pemerintah sebagai penghasut. Berkaitan
dengan peristiwa itu, Maududi oleh pengadilan darurat dijatuhi hukuman mati ditiang
gantungan. Ketika mendengar vonis pengadilan itu, Maududi sedikit pun tidak
be
r
g
e
t
a
r
,ba
hk
a
ns
e
ba
l
i
knyadi
ab
e
r
ka
t
a
:“
Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun
dapat mencegah saya darinya; dan jika ajal belum tiba, mereka tidak dapat
menggiring saya ke tiang gantungan meskipun mereka menggantung diri mereka
sendiri unluk menggantung saya".23 Karena desakan dan protes yang berdatangan
dari umat Islam baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya pemerintah terpaksa
mengubah keputusan dan menggantikannya dengan hukuman empat belas tahun
penjara.24
Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh
Pengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah
dibatalkan.25 Meskipun sering dipenjara, perjuangannya tidak pernah terhenti demi
tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan.
Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai
kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Qur'an dan al Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Maududi selama enam puluh tahun
23
Lihat Al Maududi dalam Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman
Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.3
24
Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’
l
a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin
Malik, h. 27
25
Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),
h.52
23
berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat
beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York.
Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus
berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan
ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat
kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan
ajaran Islam.
B. Posisi Abu al-A’
l
a al-Maududi Dalam Kancah Pemikiran Politik Islam
Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat memperhatikan terhadap doktrin
dan ajaran Islam, Maududi selalu berusaha untuk
membangun paradigma
pemikirannya berdasarkan al-Qur'an dan al-Sunnah. Seperti kita ketahui bahwa Abu
al-A'la al Maududi termasuk ulama yang berpikiran fundamentalis, yang berpendapat
bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna.
Dalam hal ini Munawir Sadjali dalam analisisnya berpendapat bahwa terdapat
tiga aliran dalam umat Islam tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan.
Aliran pertama
berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam
pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan,
tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan
pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.
Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa :
24
1.
Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya
terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik.
Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya
kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu
atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat.
2.
Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani
adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar
Muhammad saw dan nempat al-Khulafa al-Rasyidin.
Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid
Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling vokal adalah Maulana Abu
a
lA’
l
a al Maududi.
Aliran Kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian
Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini
Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya,
dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia
dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur; dan Nabi tidak pernah dimaksudkan
untuk mendirikan dan mengepalai negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini
antara lain Ali Abd Raziq dan Dr. Thaha Husein.
Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang seba
lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga
menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya
25
mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian
bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat
tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini
yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang
pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi
Manzil al-Wahyi26
Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi
termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan
Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk
dalam hal ketatanegaraan.
Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif
hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau
sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash
syari'ah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan
oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan
kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan
untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad. 27
Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi
berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan.
26
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Press, 1993), h. 1-2
27
Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),
h.53
26
Kedua kelompok itu mengklaim sebagai
pembaharuan
mereka
berbeda.
Kaum
reformis atau pembaharu,
fundamentalis
termasuk
tetapi
Maududi
mengusahakan agar Islam pada masa klasik dapat diterapkan kembali. Dengan
de
mi
ki
a
n,ke
l
ompoki
nil
e
bi
hc
oc
okd
i
s
e
buts
e
ba
gi“
pe
mur
ni
’
”da
r
i
pa
dape
mba
ha
r
u,
sedangkan yang merupakan pembaharu adalah kaum modernis. 28 Jadi dalam hal ini
ini kita bisa mengambil gambaran bahwa posisi al-Maududi dalam dinamika politik
saat itu berada pada posisi ~atau bisa kita sebut sebagai tokoh~ Fundamentalis.
Akan tetapi terdapat pula perbedaan antara Maududi dengan pemikiran kaum
fundamentalis yang lain. Hal ini dikarenakan Maududi telah melakukan pembaharuan
dalam bidang kenegaraan. Di bidang ini, terdapat beberapa konsep Maududi yang
membedakannya dengan kaum konservatif maupun dengan kaum modernis. Misalnya
konsep kedaulatan Tuhan dalam negara Islam. Pemahaman ini memunculkan faham
theo-demokrasi, yaitu kekuasaan Tuhan berada ditangan umat Islam yang
melaksanakannya sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Dalam konsep khilafah,
Maududi berpendapat bahwa bukan hanya kepala negara yang menjadi khalifah,
melainkan semua orang baik laki-laki maupun perempuan.
C. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi
1. Risalah Intelektual Abu al-A’
l
a al-Maududi
Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan
karya-karya besar khususnya bagi pembaharuan dunia pemikiran Islam. Maududi
28
Harun Nasution, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: UI Press, 1989 ), h. 96
27
juga aktif dalam berbagai pergerakan yang merupakan manifestasi dari setiap buku
yang berhasil ia buat. Adapun buku-buku yang berhasil ia buat meliputi berbagai
disiplin ilmu, yaitu: tafsir, hadits, hukum, teologi, filsafat, sejarah dan berbagai
bidang ilmu lainnya.
Dalam mempelajari risalah pemikiran Maududi tidak bisa dihilangkan
kh
a
s
a
n
a
hs
e
j
a
r
a
hpe
mi
ki
r‘
J
a
ma
l
ud
i
na
lAf
gha
ni
’y
a
ngme
nj
a
dit
okohu
t
a
maya
ng
memancarkankan bias difergen pemikiran Islam. Beliau salah satu tokoh yang
menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai
problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad
kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan
warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap
Barat di lain pihak, Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam, yang
menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan akal,
aktivisme politik, serta kekuatan Islam, Afghani mampu dan mempengaruhi kaum
Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam
gagasan Barat begitu saja. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya
ketika berada di Mesir dan India, dua wilayah yang menjadi perintis pembaruan
Islam, maka tidak bisa dipungkiri juga bahwa Maududi pun terinspirasi oleh
pemikiran murni dan hegemonik dari Afghani.
Maududi tidak pernah mempelajari secara teknis dalam masalah ilmu-ilmu
sosial, tetapi dengan ketekunannya dalam membaca berbagai buku yang membahas
28
berbagai disiplin ilmu tersebut disamping terus mengamati keadan dan kondisi
masyarakat Islam serta perubahan yang dialaminya. Maududi dianggap sebagai
pembaharu besar yang dapat disejajarkan dengan Hasan al-Banna29 di Mesir,
31
Muhammad Natsir30 d
iI
ndone
s
i
a
,Al
iSy
a
r
i
’
a
t
i
dan Mehdi Bazargan 32 di lran dan
masih banyak lainnya. Dalam menentukan pijakan berfikirnya beliau selalu
menyandarkan perhatiannya kepada al-Qur'an dan Hadits yang shahih. Seperti halnya
para mujtahid yang lain, beliau menjadikan ijma (konvensi) dan qiyas (analogi)
kerangka awal dan pijakan berpikirnya.
Uraian-uraian diatas, dapat diketahui betapa besarnya peranan yang dimainkan
oleh Maududi, baik dalam percaturan sosial politik maupun dalam pembaharuan
pemikiran keagamaan baik dinegaranya maupun di dunia Islam pada umumnya. Hal ini
dapat kita lihat dengan karya-karya beliau baik melalui buku yang beliau tulis
sendiri atau hasil ceramahnya yang kemudian dipublikasikan oleh orang lain.
29
Hasan al-Banna (1906-1949 ) adalah pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir, lahir di
Mahmudiyah Iskandariyah, Mesir. Lihat : Jhon L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern,
(Bandung: Mizan, 2001), h. 234
30
Muhammad Natsir (1908-1993 ) adalah cendikiawan, penulis, dan politikus Islam. Seorang
nasionalis yang keras dan idealis Muslim yang konsisten dengan ajaran Islam. Natsir berpendapat
bahwa kembali kepada tradisi Islam klasik yang intelektual dan mengacu kepada kitab suci merupakan
langkah kunci untuk modernisasi masyarakat Muslim. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia
Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h.276
31
Al
iSy
ar
i
’
at
i(1933-1977 ) adalah seorang pemikir Islam sosial yang sangat penting abad
20. Lahir di desa Mazinan tepi gurun pasir Dasht-i-kavir, provinsi Khurasan bagian timur laut Iran.
Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 294
32
Mehdi Bazargan ( lahir 1907 ) adalah pembaharu dan modernis Iran. Ia merupakan salah
satu tokoh oposisi Islam pada era pra dan pasca revolusi. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia
Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 304
29
2. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi
Selama mengarungi perjalanan intelektual, Al-Maududi membuat karya-karya
keilmuan hasil karya dari pemikirannya yang sangat mengagumkan banyak pemikir
dan kaum intelektual di dunia. Di antara karya-karya beliau yaitu :
1. Birth Control, Delhi, Markazy Maktaba Islami, 1980
2. Islamic Way of Life, Pakistan: Islamic Publishing 1987
3. Islam Today, Kuwait: Dar al-Qolam, 1968
4. Islam and Nationalism: an Analysies of the Views of Azad, Iqbal and Maududi,
Kuala Lumpur, 1994
5. Introduction to the Study of the Qur'an, Delhy: Markazy Maktabah Islami, tth
6. Toward Understanding Islam, Lahore: Islamic Foundation, 1966
7. Al-Riba, Jedah: Dar al-Suudiyah, 1987
8. The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publication, 1975
9. Unity of the Muslim Worl'd, Lahore: Islamic Publication 1967
10. Purdah and Status of Women in Islam, Delhy, Markazy maktabah Islami, 1995
11. A Short History of the Revivalism Movement in Islam, Lahore: Islamic
Publication, 19721
12. Usus al-Iqtishad Baina al-Islam wa al-Nuzum al-Mu'ashirah wa Manzilat alIqtishad wa Haluha fi al-Islam, Lahore: Islamic Publication, 1971
13. Our Message, Lahore: Islamic Publication, 1988
14. The Qodiani Problem, Lahore: Islamic Publication, 1979
BAB III
ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK
ABU AL-A’
LA AL-MAUDUDI
A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’
l
a al-Maududi
Elemen dasar dari pola pikir Al Maududi adalah konsepnya tentang
ketauhidan yang sangat kental yang mendarah daging. Memang konsepsinya tentang
Tuhan inilah yang ia tekankan dan ia menganggap bahwa konsepsi itu merupakan
konsepsi tentang Tuhan yang genuine, sebagaimana diterangkan oleh semua Nabi dan
Rasul Allah. Pernyataan "tidak ada tuhan melainkan Allah",1 suatu pernyataan yang
tampaknya hanya mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang Pencipta. Bagian
pertama dari syahadat itu bukan hanya menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai
Pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah, tetapi ia juga
menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang
Maha Kuasa, sebagai yang Maha Pengatur. Sebenarnya hanya Tuhanlah yang
mempunyai hak untuk memberikan perintah yang menuntut manusia untuk beribadat
dan berbakti dan menuntut ketaatan manusia secara total. Dalam hal ini Al-Maududi
merujuk pada ayat al Qur’
an surat al Maidah ayat 1 sebagai berikut :
1
Hendaklah manusia tidak berkeyakinan bahwa selain Allah itu ada Pelindung, sandaran,
yang dapat mencukupi keperluannya. Yang dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan, dapat
mengabulkan permohonan. Karena selain Allah itu tidak memiliki kekuasaaan sedikitpun. Lih
.Muhammad Al-J
a
b’
ba
r
y
,Gerakan Kebangkita Islam, Studi Literatur Gerakan Islam Kontemporer
dan teori dalam berbagai gerakan reformasi Islam, penerjemah Abu Ayyub Al Anshari, (Solo : Duta
Rahmah 1996 ), h.258-259
Ma
s
ya
r
a
ka
ti
nit
e
r
be
nt
ukda
r
iha
s
i
l‘
kont
r
a
k’ya
ngt
e
r
j
a
dia
nt
a
r
ama
nu
s
i
ad
a
nKhaliqnya.3
Gagasan tentang Tuhan ini sangat prinsipil dan menjadi otoritas pertama yang
menjadi dasar dalam mengarungi hidup di dunia. Semua prinsip, hukum, adat
kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori atau
ajaran yang tidak mengacu kepada petunjuk Tuhan diangggap sebagai menolak
kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Maha Esa
yang sebenarnya. Tunduk dan patuh kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup
manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan. 4
Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia
diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya.
Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri
kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai
dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua
kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang
ditentukan oleh-Nya.
Petunjuk Tuhan itu meliputi pengetahuan, kebijaksanaan dan kemurahan
Allah yang tidak terbatas, maka prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam kehidupan
Islam adalah baik dan sehat dan juga tidak bisa dibandingkan ketinggiannya dengan
3
Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),
4
Mukti ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, (Bandung : Mizan, 1998 ), h.244
h.59
33
sistem-sistem lain yang dibuat manusia. Pemikiran dan akal manusia mempunyai
kesanggupan yang besar dalam bidang-bidang tertentu, umpamanya dalam bidang
ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu oleh petunjuk Tuhan
sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip yang adil dan jujur
terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang
membawa kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Kadang-kadang hasil pengetahuan
dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedikitnya untuk bisa
menunjukkan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia. 5
Karena alasan inilah, kerangka dasar pemikiran Maududi selalu diwarnai
dengan cara hidup Islami sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur
’
a
nda
nSunn
a
h
karena lebih baik dan lebih sesuai untuk dapat membawa kepada kebahagiaan
manusia dan usaha untuk mencapai kebutuhannya apalagi keselamatannya di hari
kiamat, lebih daripada sistem-sistem kehidupan yang dibuat oleh manusia baik dulu
maupun sekarang.
B. Ijtihad Al-Maududi dalam Pemikiran Politik Islam
1. Konsep Theo-Demokrasi
Konsepsi Maududit
e
nt
a
ng ne
ga
r
aI
s
l
a
m di
da
s
a
r
ka
na
t
a
ss
y
a
r
i
’
a
h,ya
ng
memberikan prinsip-pr
i
ns
i
pd
a
s
a
r
ny
a
.Da
l
a
m pe
r
s
pe
k
t
i
fs
ya
r
i
’
a
h,me
n
ur
utMa
ududi, ada
empat prinsip yang mendasari negara Islam : mengakui kedaulatan Tuhan,
5
Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1967), h.157
34
mengakui otoritas Nabi, mengakui status perwakilan Tuhan6, dan menggunakan
musyawarah bersama (mutual consultation). Dari titik pandang prinsip-prinsip ini,
kedaulatan yang sebenarnya hanyalah milik Tuhan. Negara hanya berfungsi sebagai
alat politik yang dengannya hukum-hukum Tuhan dijalankan, atau, meminjam
ungkapan Charles Adams, ia tak punya hak untuk membuat atau menegakkan hukum
atas namanya sendiri tapi bertindak sebagai agen dari pusatnya.7
Kalau begitu maka negara Islam yang dikonsepsikan Maududi adalah negara
teokratis. Namun demikian, karena ia juga menekankan prasyarat-prasyarat Islam
bagi musyawarah bersama (syura) di antara umat Islam dalam berbuat, maka negara ini
juga punya sifat demokratis. Bentuk negara demikian paling baik disebut,
sebagaimana disarankan oleh Maududi sendiri, adalah ”t
he
o-d
e
mok
r
as
i
”8, yakni
“
pe
me
r
i
nt
a
ha
nd
e
mok
r
a
t
i
si
l
a
hi
a
h
”di
ma
n
auma
tI
s
l
a
md
i
be
r
ike
da
u
l
a
t
a
nr
a
ky
a
t
terbatas di bawah ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Dengan theo-demokrasi Maududi ingin
mengungkapkan suatu konsep antitesis atas demokrasi Barat sekuler yang
6
Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung
jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil
Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur
semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk
mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas
yang ditentukan oleh-Nya. Lih Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman
Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157
7
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya
“
Al
-Khilafah wa Al-Mu
l
k
”, (Bandung : Mizan ), h. 64
8
Theo-Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan demokrasi Ilahi, karena di bawah
naungan-Nya kaum Muslim telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan.
Dan juga dalam sistem ini diperlukan pola bermusyawarah untuk mufakat yang didasarkan atas alQurán dan Hadits. Lih Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep
Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 160
35
menurutnya didasarkan hanya pada kedaulatan rakyat, dan karena itu bertentangan
dengan Islam. Negara Islam bertumpu pada dua prinsip : kedaulatan (sovereignty)
Tuhan dan perwakilan (vicegerency) manusia. 9
Dalam teorinya yang komprehensif tentang hakikat pemerintahan Islam,
Maududi juga membahas tujuan pemerintahan Islam ini dan juga sifat-sifat dasarnya.
Dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur
’
a
n,mi
s
a
l
nya QS : 57:25; 10 22:41,11 Maududi
menyatakan tujuan positif dari negara Islam, termasuk perlindungan umat manusia
dari eksploitasi atau tirani, menjamin kebebasan, dan membangun sistem seimbang
mengenai keadilan sosial. Negara Islam, menurut Maududi, bersifat universal dan
juga ideologis. Ia universal karena mencakup seluruh aspek kehidupan dan pada
hakikatnya bersifat totalitarian. Ia bersifat Ideologis dalam pengertian bahwa ia
didasarkan atas, atau bekerja demi ideologi tunggal : ideologi Islam (nidzam-aIIslami).12
9
M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 142
10
Dalam Al-Quran Surat Al-Hadiid ayat 25 yang menekankan tentang prinsip keadilan, yakni
sbb : Øö Ó
? öÞáúÇÈ
öÓ
? Ç?
äáÇ ã?æÞ
õí
?öá ?
ä Ç?
Òíöã úáÇ?
æÈ
? ÇÊ
óß
ö áúÇ ?
ãå?Ú
??
ã ÇóäáúÒ?úäóÃ?
æÊ
ö Çóä?
í?
ÈúáÇÈ
ö Çä
ó áóÓ
? Ñ? ÇóäáúÓ
? Ñ?óÃ Ï?Þ
ó áó yang artinya : Sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al-Kitab dan Neraca ( keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
11
Surah Al-Hajj ayat 41 ini menekankan untuk selalu melakukan perbuatan yang baik agar
tercipta kondisi sistem sosial dan kemasyarakatan yang aman dan sejahtera. Ayat tersebut sebagai
berikut : öÑæ?
ã ÃõúáÇ õÉ ?
ÈöÞÇ?
Ú öå á?öáæ? öÑóßúä?
ã úáÇ öäÚ
? Çæ??
å óä?
æ öÝæ?
Ñ?
Ú?
ã úáÇÈ
ö Çæ?
Ñ?
ã óÃæ? óÉÇßó?
ÒáÇ Ç?
æóÊÇ?
Á?
æ óÉÇóá?
ÕáÇ Çæ?
ã ÇóÞóÃ öÖ?
ÑóÃáúÇ íÝ
ö ?
ã?
å Ç?
ä?
ß?
ã ?
äöÅ ?
äíöÐ?
áÇ
yang artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya
me
r
e
k
ame
ndi
r
i
k
ans
e
mb
ahy
ang
,me
n
una
i
k
a
nz
ak
at
,me
n
y
ur
u
hbe
r
bua
ty
an
gma
’
r
u
fda
nme
n
c
e
gah
dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
12
Munawir Sadjali, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta UI
Press, 1993), h.165
36
Dalam pandangan Maududi, ideologi Islam yang dirumuskan dari elaborasi
sistematik atas wahyu al-Qur
’
a
n,di
r
u
mus
ka
nda
l
a
ms
e
ma
nga
tp
e
ny
e
r
a
ha
np
a
dake
Esa-an dan kedaulatan Tuhan. Ia berfungsi sebagai acuan utama bagi sistem sosial,
ekonomi, politik dan budaya dari negara Islam. Karena menurut ideologi Islam,
kedaulatan dan hak untuk membuat hak hanya milik Tuhan. Maududi menjelaskan
bahwa legislasi hukum oleh lembaga-lembaga seperti badan legislatif dan konsultatif
di
ba
t
a
s
iol
e
hs
y
a
r
i
’
a
h.Ma
ududi melihat empat bentuk ijtihad dalam proses legislasi
yang dilakukan oleh badan konsultatif (ia menyebutnya Maj
l
i
sSy
ur
a):t
a’
wi
l
(penafsiran), ijtihad (deduksi), qiyas (analogi), dan istihsan. Untuk membangun
pemerintahan yang berideologi Islam, Maududi melihat perlunya revolusi Islam. Ia
yakin bahwa tidak ada perjuangan untuk mendirikan negara Islam yang berhasil tanpa
revolusi, karena revolusi ini dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim
moral yang sesuai dengan tuntutan ideologi Islam. Keberhasilan revolusi Islam,
menurutnya tergantung pada kondisi dan sikap moral tertentu pendukungnya. Ini
mencakup keyakinan pada ke-Esa-an dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan, pemahaman
yang benar tentang Islam, kesamaan pandangan, kekuasaan hukum yang kuat, dan
pengorbanan secara menyeluruh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan yang
sifatnya individualistik. Revolusi Islam Maududi dapat di tempuh dengan jihad,
berjuang di jalan dan di dalam kehendak Tuhan. Ia menyatakan wajibnya jihad bagi
umat Islam untuk menjaga negara Islam.
37
2. Khilaf
a
h‘
Al
a Minhaj al-Nubuwwah
Dalam Surat An Nur ayat 55 Allah swt berfirman :
óÝóáúÎóÊ?
ÓÇ Ç?
ã óß öÖ?
Ñóà úáÇ íöÝ?
ã?
å?
äóÝöáúÎóÊ?
Ó?
íóá öÊÇ?
ÍöáÇ?
ÕáÇ Çæõáöã ?
Ú?
æ ?
ãõßúäöã Çæõä?
ã Ç?
Á ?
äíöÐ?
áÇ ?
å?
ááÇ ?
Ï?
Ú?
æ
38
Hal ini dilakukan untuk membina kehidupan manusia secara utuh menuju
berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, yang disebutkan oleh Al-Maududi
s
e
b
a
ga
i“Khilaf
ah‘
al
a Minhaj Al-Nubuwah”y
a
knik
e
kh
i
l
a
f
a
ha
na
t
a
spol
ake
-Nabian, yang menjadi pola ideal dari orde sosial politik, di mana umat muslim harus
berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian
dan kedisinian.
Pola Implementasi ini bermaksud mengadakan perubahan total menuju tatanan
I
s
l
a
my
a
ngi
de
a
lda
l
a
mk
or
i
dor“
khilaf
ah‘
al
a minhaj al-Nubuwah”, maka dari itu
terdapat elemen-elemen yang dibutuhkan di antaranya adalah :
a. tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam
bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat pada waktunya. Ini
mengharuskan bahwa konsep-konsep Jahiliyah yang berkembang pada
suatu waktu tertentu harus dipelajari secara berhati-hati, dianalis dan
teliti. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa
sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain
yang disampaikan oleh ideologi yang dibuat oleh manusia yang palsu
menjadi jelas. Ini menuntut usaha intelektual yang keras, sehingga
implementasi teoretis dan praktis dari pandangan Islam tentang dunia
dengan jelas dapat dipahami, dan jalan hidup Islam dalam aneka
ragamnya menjadi jelas.
39
b. Rangkaian moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk
mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya dan melibatkannya dalam
usaha untuk membawa reformasi dan pembinaan kembali. Kebiasaan
sosial, adat istiadat, pendidikan, lembaga sosio-ekonomi dan kekuatan
politik, semua itu harus berada dibawah usaha ini. Kehidupan sosial
harus dibebaskan dari pelbagai macam bi
d’
ah yang bertentangan
dengan jiwa Islam, dan harus dibina kembali supaya sesuai dengan
Sunnah.
c. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al din. Ini berarti
bahwa cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam
konteks perubahan. Pengertian yang jelas tentang cita Islam dan skema
prioritas Islam, dan pembedaan yang teliti antara elemen-elemen yang
esensial dan insidental yang terdapat dalam kehidupan nyata dari umat
Muslim adalah soal yang sulit, yang harus dihadapi. 13
3. Pandangan Tentang Negara Islam
Untuk mengetahui bagaimana pandangan politik dari Maududi tentang Negara
Islam ini, perlu dilihat kembali pada ottobiografinya dan tulisan- tulisannya di
a
n
t
a
r
a
ny
ay
a
ngb
e
r
j
udul“
The Islamic Law and Constitution”y
a
ngbe
r
bi
c
a
r
as
oa
l
politik. Dari tulisannya itu dapat diketahui bahwa eksposisi ideologisnya menangkap
13
h.256
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung : Mizan, 1992),
40
esensi ke Islaman yang menekankan pada pengertian Islam merupakan prinsip moral,
etika, serta petunjuk di bidang politik. Secara rasional dia memandang Islam itu
sebagai ideologis yang holistis seperti
ideologi Barat, secara sistematis dapat
terbentuk dalam gerakan kebangkitan Islam yang khas. 14
Maududi mengemukakan ideologi Islam sebagai pengganti dari ideologi
Barat.
Menurutnya penyebab kemunduran Islam India adalah British Raj, dia
meminjam konsep dan gagasan Barat untuk menyusun perlawanan Islam terhadap
Barat, demi mengemukakan bahwa Islam itu merupakan sistem sosial –politik yang
efektif untuk
menggantikan sosialisme
dan menentang
kapitalisme. Tidak
mengherankan bila dalam tulisannya terdapat kata-k
a
t
aBa
r
a
ts
e
pe
r
t
i ‘
Re
vol
us
i
I
s
l
a
m,Ne
ga
r
aI
s
l
a
m,da
nI
de
ol
og
iI
s
l
a
m’
.Se
ba
ga
i
ma
naHasan Al-Banna, maka
Maududi juga tidak ingin tasawuf dihapuskan, ia menginginkan membersihkan dari
praktek yang tidak Islami. Tidak seperti Ayatullah Khomeini, yang sangat
memperhatikan pemetaan jalan menuju kekuasaan; sementara Maududi hanya
15
memperhatikan bentuk negara Islam yang berdasarkan pada Sya
r
i
’
a
h.
Pokok-pokok pikiran Maududi tentang kenegaraan, diikuti dengan telaah
mendalam, mengingat dari sekian banyak pemikir politik Islam, hanya Maududi
14
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya Al“
Khilafah wa Al-Mul
k
”, (Bandung : Mizan ), h 9-10
15
Sayyid Vali Reza Nashr, Editor Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung:
Mizan, 1995), h. 109
41
yang menyajikan konsepsi kenegaraan yang lengkap dan rinci. 16 Ada tiga dasar
pokok yang melandasi pikiran Maududi tentang kenegaraan menurut Islam :
a.. Islam adalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk
mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Dengan arti di
dalam Islam terdapat sistem politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam
tidak perlu atau bahkan dilarang meniru sistem Barat. Cukup kembali kepada sistem
Islam dengan menunjuk pada politik semasa Al-Khulafa al-Rasyidin sebagai model
sistem kenegaraan menurut Islam.
b. Kekuasaan tertinggi yang ada dalam istilah politik disebut kedaulatan,
adalah pada Allah, ummat manusia hanyalah sebagai pelaksana dari kedaulatan Allah
tersebut sebagai khalifah-khalifah Allah di Bumi, dengan demikian maka tidak dapat
dibenarkan kedaulatan rakyat, sebagai pelaksana dari
kedaulatan Allah ummat
manusia atau negara harus patuh kepada hukum- hukum sebagaimana yang tercantum
di dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Sedangkan yang dimaksud dengan khalifahkhalifah Allah yang berwenang melaksanakan kedaulatan Allah itu adalah orang lakilaki dan perempuan Islam.
c. Sistem politik Islam adalah sistem universal, tidak mengenal batas dan
ikatan-ikatan geografis, bahasa, dan kebangsaan.
Berlandaskan tiga dasar keyakinan itu, lahirlah konsepsi kenegaraan Islam,
yang pokoknya :
16
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Press, 1993), h. 165
42
1. Sistem kenegaraan Islam tidak dapat disebut demokrasi, karena dalam
sistem ini kekuasaan negara sepenuhnya di tangan rakyat, dalam arti undang-undang
dan hukum yang diundang-undangkan, diubah dan diganti semata-mata berdasarkan
pendapat dan keinginan rakyat. Sistem politik Islam lebih tepat
disebut teokrasi,
meskipun arti teokrasi di sini berbeda dengan pengertian teokrasi di Eropa. Teokrasi
Eropa adalah suatu sistem dimana kekuasaan negara berada di tangan kelas tertentu
(pendeta) yang atas nama Tuhan menyusun undang-undang dan hukum untuk rakyat
sesuai denganke
i
ngi
na
n
k
e
l
a
si
t
u,pe
me
r
i
nt
a
hb
e
r
l
i
ndungd
ibe
l
a
ka
ng“
hukum-
hukum Tuha
n”
.Se
da
ngk
a
nda
l
a
m I
s
l
a
m t
e
okr
a
s
idi
a
r
t
i
k
a
nk
e
ku
a
s
a
a
nTuha
ni
t
u
berada di tangan ummat Islam yang melaksanakannya sesuai apa yang disampaikan
Al- Quran dan Sunnah Nabi. Atau bisa disebut dengan theo-demokrasi, karena dalam
sistem ini Ummat Islam memiliki kedaulatan rakyat yang terbatas.
2. Pemerintah/badan eksekutif hanya dibentuk oleh ummat Islam dan pada
merekalah hak untuk memecat dari jabatan tersebut. Penyelesaian soal-soal
kenegaraan tidak mendapatkan hukum yang jelas dalam Islam, harus diputuskan
menurut kesepakatan ummat. Untuk menafsirkan dan
mengartikan suatu Nash,
adalah merupakan hak ummat Islam seluruhnya yang telah mencapai tingkat
mutjahid. Badan legislatif tidak boleh mengubah satu katapun dari Nash.
3. Kekuasaan Negara dilakukan oleh badan atau lembaga : Legislatif,
Eksekutif dan Yudikatif 17
17
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Press, 1993), h. 166-167
43
Mengenai hubungan Negara dengan warga negara dan hubungan sesama
warga negara; Negara memberikan perlindungan politik serta konstitusi berdasarkan
ba
t
a
s
a
nt
e
r
i
t
or
i
a
lne
g
a
r
a
,da
nt
i
da
kme
nj
a
mi
nme
r
e
kaya
ngt
i
ngga
ld
il
ua
r“
Da
ra
l
I
s
l
a
m”
.Me
nge
n
a
ihukum,Ma
ududi ingin menerapkan hukum Islam yaitu Hudud,
namun hal ini tidak pernah terealisasi sebab Hudud baru bisa terlaksana bila
masyarakat telah
terislamisasi,
pada
kenyataannya
masyarakat
yang
telah
terislamisasikan itu tidak akan menentang agama, maka hudud otomatis tidak
terlaksana. 18
Dengan perancangan negara Islam di benaknya, Maududi menganjurkan
pandangan Islam yang memobilisasi iman berdasarkan kebutuhan aksi politik dan
mencoba merealisasikan Islam menjadi sistem keyakinan yang keras, berdasarkan
ketaatan yang mutlak sesuai kehendak Allah, sehingga dapat menjadi struktur
perintah yang bisa mentransformasikan masyarakat dan politik yang benar-benar
Islami, dia mencoba untuk menafsirkan persoalan pokok seperti : Ilah, Rabb, Ibadah,
dan Diin. Sehingga dalam sisi ekonomi ia berupaya mengembangkan hukum Islam,
soal waris, riba, serta hak pekerja. 19
Dia ingin kehidupan masyarakat kembali mencontoh Rasul dan pemerintahan
Khulafa al-Rasyidin. Meskipun Maududi dalam kiprah politiknya banyak berjasa
dalam mengungkapkan ide politik Islam, menentang pemerintahan resmi, Ayub
Khan, Ziaul-Haq, dan Zulfikar Ali Butho, Maududi mengalami hidup di penjara, ide18
Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.111
19
Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.112
44
ide politiknya hanya sebahagian yang dapat terlaksana dan sebahagian besar ide-ide
yang muluk itu belum terealisasikan olehnya dan oleh orang-orang yang lain yang
mendukungnya. Namun demikian Maududi diakui sebagai pemikir Islam (mujtahid)
yang fundamental dan paling produktif.
20
20
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Press, 1993), h. 170
BAB IV
PEMIKIRAN POLITIK ABU ALA’
LA AL MAUDUDI
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN KONTEMPORER
A. Negara dan Pemerintahan
Dalam kajian ini penulis memfokuskan bahasan khusus pada pemikiran politik
meliputi konsep negara atau pemerintahan, kepala negara, struktur pemerintahan dan
hukum menurut pandangan Maududi. Dari pemikiran yang berawal dari pembenahan
sistem itulah Maududi mempunyai idealisme yang tinggi yaitu menjadikan Islam
sebagai way of life –sebagai jalan hidup –secara totalitas dan harus menjadi pijakan
bagi manusia khususnya bagi ummat Islam. Maududi menghendaki ummat Islam
pada zaman modern ini apabila ingin kembali mengalami kejayaan dan keemasannya
sebagaimana yang telah dilewati pada awal tradisi Islam, maka ummat Islam harus
kembali kepada dua sumber hukum Islam (al-Qur
’
andanas
-Sunnah) secara mutlak
serta mengembalikan sistem pemerintahan yang sedang dijalankan pada abad modern
ini kepada sistem yang telah dibangun Rasulullah SAW dan Khulafa ar-Rasyidin
Dalam formula pemikiran Al Maududi, secara singkat tipe dari negara yang
ditegakkan atas dasar-dasar tauhid (Kemaha Esaan Tuhan) risalah (Kerasulan
Muhammad) dan khalifah seperti tersebut di atas. Al Qur-an pada hakikatnya dengan
jelas mengatakan bahwa maksud dan tujuan dari negara ini ialah menegakkan,
memelihara dan memperkembangkan ma’
r
uf
at(Ing. virtues) yang dikehendaki oleh
Pencipta Alam agar menghiasi kehidupan manusia di dunia ini dan mencegah serta
46
membasmi segala munkarat (Ing. vices), yaitu kejahatan-kejahatan yang ada dalam
kehidupan manusia. Negara dalam Islam bukanlah dimaksudkan untuk administrasi
politik belaka, juga bukan buat dengannya memenuhi kehendak kolektif dari sesuatu
golongan rakyat. Tidak! Islam mewajibkan negara itu supaya menggunakan segala
alat yang ada padanya untuk mencapai cita-cita besar Islam sendiri, yaitu supaya
sifat-sifat kesucian, keindahan, kebaikan, kemenangan dan kemakmuran yang
dikehendaki Tuhan berkembang dalam kehidupan rakyat-Nya digerakkan dan
dihidupkan, dan supaya segala macam penghisapan (exploitasi), kezaliman,
kekacauan dan ketidak-adilan yang dalam pandangan Tuhan bersifat menghancurkan
buat dunia dan merusak kehidupan makhluk-makhluk-Nya, ditindas dan dibasmi. 1
Islam meletakkan kewajiban atas negara, sebagaimana juga atas perorangan
manusia, supaya memenuhi segala perjanjian-perjanjian, kontrak-kontrak dan
kewajiban-kewajiban: supaya mengadakan ukuran dan timbangan yang uniform;
supaya mengingat kewajiban-kewajiban di samping hak-hak, dan supaya jangan
melupakan hak-hak dari orang-orang atau negara-negara lain dalam mengharapkan
mereka memenuhi kewajiban-kewajiban mereka; supaya menggunakan kekuasaan
dan otoritas untuk menegakkan keadilan dan bukan melakukan kedzaliman; supaya
memandang tugas sebagai satu kewajiban suci dan memenuhinya dengan penuh teliti,
dan supaya
menganggap kekuasaan sebagai satu amanat dari Tuhan dan
1
Al Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, ( Jakarta :
Bulan Bintang, 1967 ), h.42
47
mempergunakan kekuasaan itu dengan kepercayaan bahwa pada satu ketika di hari
akhirat ia akan harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya itu kepada
Allah, Rabbal ‘
Alamin, Tuhan sekalian Alam. 2
Dalam membahas pemikiran Al-Maududi mengenai Negara dan Pemerintahan,
penulis akan menguraikannya melalui beberapa sub-bab yang berkaitan dengan
Negara dan Pemerintahan, di ataranya :
1. Kepala Negara dan Pemilihannya
Kepala negara dipilih berdasarkan ketaqwaannya kepada Allah dan mengakui
kedaulatan mutlak Allah serta mengikuti hukum-hukum-Nya. Memiliki kecerdasan
dan mampu menjalankan roda pemerintahan serta memikul tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kepala negara merupakan pemimpin tertinggi yang bertanggung
jawab kepada Allah dan masyarakat yang telah memilihnya. Dalam menjalankan
tugas-tugasnya, kepala negara harus berkonsultasi dengan penasehat-penasehatnya
atau dengan lembaga ahl al-hall wa al-'aqdi. Kepala negara juga ikut andil dalam
berbagai diskusi di dalam lembaga tersebut. Mengemukakan pendapatnya di hadapan
para anggota lembaga, serta mendengarkan pendapat dari anggota yang lain. Akan
tetapi, kepala negara berhak memutuskan sendiri berdasarkan kedudukannya sebagai
kepala negara. 3
2
Al Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta :
Bulan Bitang,,1967), h.43
3
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 252
48
Menurut Maududi, kepala negara tidak harus mengikuti pendapat anggota
lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi sekalipun didukung oleh suara terbanyak. Kepala
negara dapat mengambil pendapat yang didukung oleh suara minoritas dalam
lembaga bahkan mengabaikannya sama sekali. Dengan kata lain, kepala negara
mempunyai hak veto (hak memutuskan perkara)4. Al-Maududi menyandarkan
pendapatnya kepada ayat yang menyuruh sekelompok orang untuk bermusyawarah
dalam menentukan suatu keputusan. Al-Qur'an menyatakan dalam surat Asy Syura
ayat 38 sbb :
ã?
?
å ÇóäúÞ?
Ò?
Ñ Ç?
ã öã ?
æ ?
ã?
å óä?
í?
È ì?
ÑæõÔ ?
ã?
å?
Ñ?
ã óÃ?
æ óÉÇóá?
ÕáÇ Çæ?
ã ÇóÞóÃ?
æ ?
ãöå ?
È?
Ñöá Çæ?
ÈÇ?
ÌóÊ?
ÓÇ ?
äíöÐ?
áÇ?
æ
49
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu5 . Dan jika kamu memiliki tekad yang bulat, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya " (Ali Imron: 159)
Kedua ayat di atas mewajibkan dilaksanakannya. musyawarah dan juga
mengarahkan kepada kepala negara bilamana setelah musyawarah tersebut beliau
telah mengambil keputusan, maka beliau harus menegakkannya dengan tekad yang
bulat dan dengan selalu bertawakal kepada Allah. 6
Selain itu, Maududi menyandarkan pendapat tersebut kepada preseden dimasa
pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidun. Pada masa itu, khalifah dalam memintakan
pertimbangan terhadap suatu masalah, meminta para penasihatnya untuk bersidang dan
bermusyawarah, mereka datang dengan hati yang tulus, kepala terbuka dan dengan
kemampuannya sendiri. Khalifah mengajukan permasalahan untuk dibahas
s
e
c
a
r
abe
b
a
sde
ng
a
nbe
r
ba
g
a
ia
r
g
ume
nt
a
s
iba
i
kd
a
l
a
m be
nt
uky
a
ng“
pr
o"ma
upun
“
k
ont
r
a
"
.Pa
daa
kh
i
r
ny
akha
l
i
f
a
hme
mpe
r
t
i
mba
ngka
nma
nf
a
a
tda
nmudh
a
r
a
tda
r
i
semua argumentasi yang diberikan dalam sidang permusyawaratan itu. Setelah
mempertimbangkannya, khalifah memberikan keputusan akhir, yaitu suatu keputusan
yang secara umum dapat diterima oleh sidang. Jarang terjadi setelah itu orang
menolak atau mengubah keputusan itu, kalaupun ada mereka tetap menghormatinya,
5
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal dunuawiyah lainnya, seperti politik, ekonomi
dan lain-lain.
6
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h.252
50
karena keputusan itu datang dari khalifah. Para penasehat atau para sahabat pada
waktu itu meyakini bahwa khalifah memiliki wawasan dan hikmah Islam yang
dengannya mereka lebih suka memilih dan menerima pendapat khalifah.7
Konvensi para khalifah serta keputusan-keputusan para yuridis (ahli hukum)
terkemuka pada akhirnya memberi kita pedoman untuk menyimpulkan bahwa
tanggung jawab de facto8 semua urusan pemerintahan ada pada kepala negara.
Meskipun kepala negara ini diwajibkan untuk bermusyawarah dengan para
penasehatnya, tetapi dia tidak diwajibkan untuk menerima, mengikuti atau menganut
keputusan atau pandangan berdasarkan mufakat atau keputusan mayoritas mereka.
Dengan kata lain, dia dapat selalu menggunakan hak veto-nya.
2. Penguasa dan Persyaratannya
Dalam upaya menegakkan hukum-hukum Tuhan di suatu negara harus
dibentuk suatu negara yang dibentuk berdasarkan ajaran Islam. Karenanya semua
unsur pemerintah bertanggung jawab dalam mewujudkan berdirinya suatu negara
yang tunduk akan perintah Tuhan dengan selalu menegakkan ajaran-ajaran yang telah
disampaikan Allah melalui Rasul-Nya.
7
`Abd al-Hamid al-Mutawalli, Mabadi Nizam al-Hukm fi al Islam, (Iskandariyaat : Al
Ma’
arif, 1978), h. 243-245
8
De facto artiya menurut keadaan sebenarnya (tentang pengakuan suatu pemerintah), Anton
M. Moelyono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), h. 230
51
Karenanya, selain para pejabat pemerintah yang akan memimpin negara, dia
juga bertanggung jawab serta dapat dipercaya dalam pembuatannya, Maududi
menerapkan syarat-syarat lain, yaitu:
1. Seorang muslim
2. Seorang laki-laki
3. Dewasa dan berakal
4. Warga negara dari negara Islam dimana pemilihan itu berlangsung9
Syarat pertama untuk menjadi penguasa bahwa dia harus seorang muslim
didasarkan atas perintah al-Qur'an untuk memperoleh kekuasaan dari kalangan
Muslim. Firman Allah dalam surat An –Nisaa ayat 59 :
òÁ?
íóÔ íöÝã?Ê
õ?
Ú?
ÒÇóäóÊ?
ä öÅóÝ?
ãõßúäöã öÑ?
ã ó?Ç íöáæõÃ?
æ áó æ?
Ó?
ÑáÇ Çæ?
ÚíöØÃó?
æ?
å?
ááÇ ÇæÚ
?íöØ óÃ Çæõä?
ã Ç?
Á?
äíöÐ?
áÇ Ç?
å?
íóÃÇí
ÇðáíöæúÃóÊ?
ä?
Ó?
ÍóÃ?
æ?
Ñ?
íóÎ ?
ßöáóÐ öÑöÎÂúáÇ öã?
æ?
íúáÇ?
æ öå ?
ááÇöÈä
?æõäöã Äú õÊ?
ãõÊúäõß ?
ä öÅ öáæ?
Ó?
ÑáÇ?
æ öå ?
ááÇ ìóáöÅ å?æ?
Ï?
ÑóÝ
Artinya :
“Haior
an
g-orang beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan
taalilah orang-orang yang mempunyai kekuatan dari kalanganmu, jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
dan Rasul-Nya. jika kamu beriman kepada.A11ah dan Rasul-Nya. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatiya " (An -N isa: 59).
Ayat di atas menerangkan bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah dan
Rasul-Nya serta mentati pemimpinnya. Ketaatan kepada pemimpin berbeda dengan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah
9
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 266
52
ketaatan yang bersifat mutlak, sementara ketatan kepada pemimpin bersifat
kondisional.
Hal ini disebabkan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan
ketaatan yang sudah baku. Sebagai hamba-Nya manusia harus mematuhi segala
perintah maupun larangan-Nya sebagai suatu ketaatan yang mutlak dan tidak perlu
menanyakan kembali apa maksud dari perintah maupun larangan yang telah
ditetapkanNya melalui al-Qur'an dan al-Hadits.
Syarat kedua bahwa ia harus seorang laki-laki didasarkan pada salah satu ayat
al-Qur'an. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 34 :
‫ء‬
ِ
+
َ
.
‫ا‬
/َ
0
1َ
َ
‫ﻥ‬2
‫ﻣ‬
ُ
‫ا‬
5
2
6ُ
َ
‫ل‬
+
7َ
‫ا‬
Artinya:
"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita " (An-Nisa: 34)
Ayat di atas merupakan rujukan utama bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi
wanita maupun kaumnya. Hal ini menimbang beberapa kenyataan bahwa laki-laki
bisa diandalkan menjadi seorang pemimpin daripada perempuan. Hal di atas
berkaitan erat dengan kemampuan laki-laki baik dalam menguasai emosi maupun
kekuatan yang ada pada dirinya. Sifat kepemimpinan biasanya muncul pada diri
laki-laki.
Syarat ketiga bahwa ia harus dalam keadaan dewasa dan berakal dijelaskan
dalam al-Qur'an surat An –Nisa ayat 5 :
... َ
‫ء‬
+
8
َ
9
َ
:
‫ا‬
‫ا‬
2
;
ُ
=
ْ
;>
ُ
‫و‬
َ
53
Artinya :
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya10" (An-Nisa: 5)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang pemimpin hendaknya merupakan
orang pilihan memiliki kecerdasan dan kedewasaan. Tidak mungkin suatu kaum
dapat maju jika dipimpin oleh seorang pemimpin yang bodoh.
Dalam mencari pemimpin yang pandai hendaknya masyarakat yang akan
memilih dan memperhatikan betul siapa yang akan menjadi pilihannya. Begitu juga
pemimpin yang pandai harus disertai dengan kejujuran. Sebab kejujuran merupakan
kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Syarat keempat bahwa seorang pemimpin merupakan warga negara dari
negara Islam. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur'an. Firman Allah surat al- Anfal ayat 72
yaitu :
‫ا‬
‫و‬
ُ
?َ
َ
‫ﻧ‬
‫او‬
َ
‫و‬
ْ
‫و‬
َ
‫ا‬
‫َء‬
َ
‫ﻳ‬
B
ِ
5
‫ا‬
‫ِو‬
َ
C
5
0
‫ِا‬
D
E
ِ
‫ﺳ‬Gِ
َ
Hْ
8
ِ
ُ
ِ
9
‫ﻧ‬
ْ
‫أ‬
َ
‫ْو‬
َ
8
ِ
ِ
‫ا‬
2
َ
‫ﻣ‬
ْ
J
َ
‫ا‬
ِ
‫و‬
K
ُ
‫ه‬
َ
+
7َ
َ
‫او‬
‫و‬
ُ
7+
َ
‫ه‬
َ
‫او‬
َ
2
.
ُ
‫ﻣ‬
َ
‫ا‬
‫َء‬
َ
‫ﻳ‬
B
ِ
5
‫ا‬5
‫ِﻥ‬
‫إ‬
/M
5
‫ء‬
َ
ِ
َ
O
ْ
G
ٍ
‫ْﻣ‬
8
ِ
M
ِ
‫ﻳ‬
+
َ
َ
‫ْو‬
َ
ِ
‫ْﻣ‬
P
ُ
+
َ
‫اﻣ‬
َ
‫و‬
+
ِ
7
ُ
8
َ
‫ﻳ‬
ُ
‫ا‬
‫و‬
َ
ْ
2
.
‫ﻣ‬
َ
ُ
‫ا‬
‫ء‬
‫ﻳ‬
َ
B
5
ِ
‫ا‬
‫و‬
ٍ
Q
َ
‫ء‬
ُ
ْ
R
+
َ
‫و‬
ْ
ِ
‫أ‬
U
ِ
T
R
S
ُ
8
ْ
َ
َ
‫و‬
‫أ‬
ُ
+
َ
ُ
ِ
C
5
0
‫ا‬
‫ٌو‬
َ
‫ق‬+
W
َ
‫ْﻣ‬
ِ
8
ُ
.
َ
ْ
َ
‫ْو‬
َ
P
ُ
.
َ
ْ
ٍ
َ
‫ﻡ‬
2
ْ
6/َ
َ
0
1+
َ
5
‫ُإ‬
ِ
?5
ْ
.
‫ُا‬
P
ُ
ْ
0
َ
R
َ
Hِ
َ
‫ﻳ‬
K
‫ا‬Gِ
Hْ
‫آ‬
ُ
‫و‬
ُ
?ْ
َ
.
M
َ
‫ِاﺳ‬
ْ
‫ِﻥ‬
‫إ‬
‫او‬
َ
‫و‬
ُ
7+
ِ
8
َ
‫ﻳ‬
ُ
ٌ
?َ
ِ
َ
‫ﻥ‬2
0
ُ
َ
R
ْ
;
َ
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah dan
berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang yang
memberikan tempat kediaman dan pertolongan
(kepada orang-orang
muhajirin) mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap)
orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban
atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika
mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama,
maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah
10
Orang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum baligh atau orang dewasa yang
tidak dapat mengatur hartanya
54
ada perjanjian antera kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan" (Al-Anfal: 72)
Maksudnya agar pemilih diperuntukan bagi warga yang tinggal di sekitar
pemilihan itu berlangsung. Inilah empat persyaratan hukum yang menentukan apakah
seseorang memenuhi persyaratan atau tidak untuk menjadi anggota Majelis
Permusyawaratan dan jabatan kepala negara Islam. Tetapi masalahnya adalah:
Siapakah di antara orang-orang yang secara hukum memenuhi persyaratan, harus kita
pilih? Dan siapakah yang tidak boleh dipilih untuk jabatan-jahatan penting negara?
Jawaban yang jelas terhadap pertanyaan paling penting ini juga dapat kita temukan
dalam al Quran dan Hadits. Al-Quran menyatakan dalam surat an-Nisa ayat 58 :
55
C
ِ
5
0
‫َا‬
K
.
ْ
1ْ
ِ
P
ُ
‫ﻣ‬
َ
َ
‫آ‬
ْ
‫أ‬
َ
5
‫ِﻥ‬
‫اإ‬
2
H
ُ
‫ﺭ‬
َ
+
R
َ
M
َ
َ
ِ
D
‫ﺋ‬
ِ
+
E
َ
6
َ
‫و‬+
َ
ً
2
R
ُ
Oْ
ُ
‫آ‬
ُ
+
.
َ
0
ْ
R
َ
7َ
َ
‫و‬/َ
W
‫ﻧ‬
ْ
‫أ‬
ُ
‫ٍو‬
َ
‫آ‬
َ
‫ْذ‬
َ
ِ
‫ْﻣ‬
‫آ‬
ُ
+
.
َ
[
ْ
0
َ
\+
َ
5
‫ﻧ‬
‫ُإ‬
ِ
‫س‬+
.
5
‫ا‬+
8
َ
‫ﻳ‬
:
‫أ‬
َ
+
‫ﻳ‬
َ
ٌ
E
ِ
\ٌ
َ
0
ِ
1َ
َ
C
5
0
‫ا‬
5
‫ِﻥ‬
‫إ‬
ْ
‫آ‬
ُ
+
[
َ
;
ْ
‫أ‬
َ
Artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu dimata Allah adalah orang-orang yang paling
bertaqwa " (al-Hujurat: 13)
Ayat di atas menjelaskan bahwa kedudukan manusia adalah sama di sisi Allah
kecuali dibedakan dengan ketaqwaannya. Mengenai salah satu syarat harus seorang
laki-laki yang diajukan oleh Maududi, temyata tidak sepenuhnya dijalankan oleh
beliau. Karena dalam prakteknya, beliau pernah mendukung Fatimah Jinnah, adik
perempuan Ali Jinnah,11 ketika dia mencalonkan diri menjadi presiden Pakistan pada
tahun 1964.
Kenyataan di atas memberikan pengertian bahwa Abu al-A'la al-Maududi
tidak mempersoalkan apakah harus laki-laki atau perempuan yang dibolehkan
menjadi pemimpin. Sebab surat an-Nisa ayat 34:
òÖ?
Ú?
Èìóá?
Ú?
ã?
å?
Ö?
Ú?
È?
å?
ááÇ óá?
ÖóÝÇ?
ã öÈöÁÇ?
Ó?
äáÇ ìóá?
Ú?
äæ?
ã Ç?
æóÞõáÇ?
Ì?
ÑáÇ
Artinya:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita)... " ( an-Nisa : 34)
11
M Ali Jinnah (1876-1948) adalah pemimpin agung dan Gubernur Jandral Pertama di
Pakistan. Lahir di Lahore tahun 1876. Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern.,(Bandung: Mizan,
2001), h. 27
56
Ternyata dari kedua alasan di atas tidak dijelaskan secara pasti akan adanya
larangan atas pencalonan wanita sebagai seorang pemimpin. Adapun yang tersirat dari
kedua dalil di atas adalah kalimat berita yang menerangkan bahwa kaum laki-laki
mempunyai kelebihan dibandingkan kaum perempuan dan bahwa suatu bangsa tidak
akan mendapat kemenangan jika ia dipimpin oleh seorang perempuan.
Selain itu, dalam usaha untuk melangsungkan roda pemerintahan hendaknya
ada musyawarah antara penguasa dengan rakyatnya. Meskipun dalam hal ini Maududi
tidak menjelaskan secara rinci musyawarah yang bagaimana yang seharusnya
dijalankan oleh negara Islam. Maududi hanya menjelaskan bahwa musyawarah dapat
dilakukan secara langsung dengan rakyat atau melalui wakil-wakilnya yang mereka
pilih. Hal ini menunjukkan bahwa betapa ajaran Islam memberikan ruang yang luas
dalam bermusyawarah menurut cara yang mereka anggap paling baik. Al-Qur'an
dalam Surat Ali Imran ayat 159 memang memerintahkan musyawarah. Firman Allah
dalam surat Ali-Imran ayat 59 yaitu:
ã?
?
å úä?
Ú õÝ?
Ú ÇóÝ?
ßöá?
æ?
Í?
äöã Çæ?
ÖóÝúäÇóá öÈúáóÞúáÇ óÙíöáóÛ Ç?
ÙóÝóÊúäõß ?
æóá?
æ ?
ã?
å óá óÊúäöá öå ?
ááÇ ?
äöã òÉ ?
ã?
Í?
Ñ Ç?
ã öÈóÝ
ááÇ ?
?
äöÅ öå ?
ááÇ ìóá?
Ú úá?
ß?
æóÊóÝóÊ?
ã?
Ò?
Ú ÇóÐöÅ óÝöÑ?
ã óÃúáÇ íöÝ?
ã?
å?
ÑöæÇóÔ?
æ?
ã?
å óá ?
ÑöÝúÛóÊ?
ÓÇ?
æ
57
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya " (Ali Imron: 159)
Dalam ayat di atas, tidak dijelaskan bagaimana cara tertentu dalam
bermusyawarah. Ketentuan dalam bermusyawarah dibiarkan begitu saja tanpa
menentukan suatu sistem tersendiri. Ketentuan ini bukanlah sesuatu yang dilupakan,
tetapi merupakan rahmat bagi manusia dan memberikan jalan kepada manusia untuk
dapat memilih mana yang lebih pantas untuk digunakan. Hanya saja, bagaimanapun
cara yang dilakukan untuk musyawarah, dalam permusyawaratan itu sendiri harus ada
jaminan penuh untuk mengeluarkan pendapat secara bebas sejauh tidak bertentangan
dengan nilai-nilai islami. 13
Musyawarah seperti yang telah diajarkan ini
menunjukkan bahwa penguasa tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Jadi pada
dasarnya penguasa dalam menjalankan pemerintahan adalah atas asas kesetujuan
rakyat yang tertuang dalam musyawarah.
3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya
Maududi membagi lembaga negara dalam Islam kepada lembaga legislatif,
eksekutif dan lembaga yudikatif atau lazim hal ini kita sebut dengan trias politica.
Ketiga lembaga tersebut berada di bawah pimpinan kepala negara. Masing-masing
lembaga ini berfungsi secara terpisah serta berdiri sendiri antara satu dan lainnya. 14
13
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya
“
Al-Khilafah wa Al-Mul
k
”, (Bandung : Mizan ), h.115
14
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Press, 1993), h. 174
58
Istilah legislatif dalam Islam menurut Maududi disebut dengan Ahl al-hall wa
Al-'aqdi (Lembaga, Penengah dan Pemberi Fatwa). Lembaga ini berfungsi membuat
hukum yang tidak boleh bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya. Lembaga
ini harus menjunjung tinggi dan mematuhi hukum Allah dan Rasul-Nya. Karenanya,
kekuasaan perundang-undangan yang dimiliki lembaga ini terbatas dalam batas-batas
hukum Allah dan Rasul-Nya. Adapun mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki
oleh para anggota dari lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi ini, Selain mereka harus
memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi o1eh penguasa yang telah disebutkan,
juga harus terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan dalam mentafsirkan
al-Qur'an, iman kepada syari'at dan bertekad bulat untuk mematuhinya, memahami
dengan benar bahasa Arab yang dengannya memungkinkan untuk mengetahui
ajaran-ajaran al-Qur'an dan Sunnah Nabi secara terperinci dan penerapannya. Selain
itu, para anggota Ahl al halli wal-Aqdi harus memahami pendapat para ahli masa
lampau.15
Akan tetapi, persyaratan untuk menjadi anggota lembaga Ahl al-hall wa
al-aqdi, sebagaimana yang dikemukakan Maududi adalah suatu persyaratan yang
tidak mungkin dimiliki secara pribadi pada masa sekarang. Hal ini dikarenakan
luasnya ilmu pengetahuan. Persyaratan ini hanya bisa diperoleh secara kolektif dalam
lembaga yang anggotanya mempunyai keahlian dalam berbagai bidang keilmuan.
15
Al- Maududi, Hukum dan konstitusi, Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h.97-98
59
Untuk itulah, anggota lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi selain Ulama, harus pula terdiri
dari para intelektual, ahli ketatanegaraan, kehakiman, ekonomi, pertanian dan
berbagai bidang keahlian yang lain.16
Lembaga negara lainnya adalah eksekutif menurut Maududi, istilah ulil amri
(pemimpin) dan umara yang terdapat dalam al-Qur'an digunakan untuk menyatakan
lembaga eksekutif yang mana pengelolaannya harus berada di bawah kepala negara.
Kaum Muslimin diperintahkan untuk mentaatinya dengan syarat bahwa lembaga ini
tidak memerintahkan untuk berbuat dosa dan tidak melanggar ketentuan Allah dan
Rasul-Nya.
17
Adapun fungsi dari lembaga eksekutif di antaranya : Pertama, menegakkan
syari'at sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi serta
menyiapkan masyarakat agar menjalankannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kedua, mensejahterakan kehidupan rakyat. 18
Penggunaan istilah ulil amri yang dikemukakan oleh Abu al-A'la al-Maududi
adalah berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 59 yaitu:
60
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan Ulil amri diantara kamu.. "(A I-Nisa: 59)
Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, ketaatan kepada ulil amri
beriringan dengan ketaatan kepada, Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu ketaatan
kepada ulil amri mengikat sebagaimana ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan
ketaatan yang mengikat itu adalah terhadap keputusan hukum yang telah ditetapkan
oleh lembaga legislatif atau lembaga, Ahl al-hall wa al-'aqdi. Beberapa ulama
menyebutnya Ahlul Ikhtiar merekalah yang bertindak sebagai wakil bagi umat secara
keseluruhan dalam menggunakan apa yang menjadi hak murni bagi umat 19
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Abu al-A'la al-Maududi sendiri, apabila
terjadi perbedaan pendapat antara eksekutif atau kepala negara dengan lembaga
legislatif, maka, pada akhirnya kepala negara harus mengikuti pendapat mayoritas
dari anggota lembaga, legislatif atau lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi.
Menurut Maududi, lembaga negara lainnya adalah Yudikatif atau al-Qadha
(pengadilan). Lembaga hukum ini harus mandiri dan bebas dari pengaruh dan tekanan
agar dapat menjatuhkan putusan secara adil dan memiliki kekuasaan tidak terbatas
untuk mengumpulkan semua jenis pembuktian yang dipandang perlu demi
terselenggaranya keadilan tersebut.
19
M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk,
(Jakarta : Gema Insani Press, 2001), h 176
61
Lembaga ini memperoleh wewenang langsung dari syari'at dan bertanggung
jawab hanya kepada Allah. Hakim-hakimnya ditunjuk oleh eksekutif atau pemerintah
dan bertugas melaksanakan pengadilan dan sesuai dengan hukum-hukum Allah dan
Rasul-Nya, serta memiliki kekuasaan untuk membatalkan hukum-hukum dan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif atau Ahl al-hall wa alaqdi, jika ketetapan itu bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.''
Pendapat Maududi ini bertentangan dengan pendapat dia sebelumnya. beliau
mengatakan bahwa lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif adalah terpisah dan
berdiri sendiri. Adanya wewenang lembaga yudikatif untuk membatalkan peraturanperaturan atau undang-undang oleh lembaga legislatif menunjukkan bahwa fungsi
yudikatif lebih dominan dari pada lembaga yang lain. Meskipun Islam tidak
mengharuskan bahwa ketiga lembaga itu legislatif, eksekutif dan yudikatif harus
dipisahkan tetapi tidak ada keharusan bahwa semua lembaga juga harus disatukan. 20
Setelah memperoleh gambaran mengenai adanya kekuatan yudikatif atas
eksekutif dengan kebolehan lembaga ini untuk membatalkan produk hukum legislatif
yang dianggap bertentangan dengan hukum Allah. Akan tetapi, dalam hal ini maududi
tidak memberi pembahasan mengenai persyaratan orang-orang yang berhak
menduduki jabatan dalam lembaga yudikatif ini.
20
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 236
62
4. konsep Islam mengenai kedaulatan
Dalam masalah kedaulatan Maududi memberikan pertanyaan mengenai siapa
yang menikmati hak untuk berdaulat di suatu negara Islam. menurutnya, al-Qur'an
memberikan jawaban yang tidak dapat diganggu gugat atas pertanyaan ini. al-Qur'an
menyatakan bahwa kedaulatan dalam semua aspeknya hanya berada di tangan Tuhan.
hanya Dialah yang merupakan pencipta dan penguasa sebenarnya di alam semesta ini.
Karenanya, di tangan-Nyalah hak kedaulatan atas semua mahluk-Nya.
Dalam terminologi sains modern, kata ini digunakan untuk mengartikan
kemaharajaan mutlak atau kekuasaan raja yang paripurna. Kedaulatan memiliki hak
yang tidak dapat diganggu gugat untuk memaksakan perintah–perintah-Nya kepada
semua rakyat dari negara yang bersangkutan dan rakyat ini memiliki kewajiban
mutlak untuk menaatinya tanpa memperhatikan apakah mereka bersedia atau tidak. 21
Dari penjelasan di atas, Maududi memberikan pernyataan bahwa kedaulatan
hanyalah milik Allah semata. Pernyataan ini didasarkan atas dalil-dalil yang
bersumber dari al-Qur'an di antaranya surat Huud ayat 107 yaitu:
63
Ayat di atas menerangkan bahwasannya Allah maha berkehendak, dan hanya
Allah yang dapat melaksanakan setiap kehendak-Nya. tidak ada yang dapat
menentukan kehendak selain Allah.
Dan surat al-Anbiyaa ayat 23 yaitu :
apakah mereka dilahirkan di negara Islam atau telah berhijrah ke negara Islam,
merupakan warga negara Islam dan menjadi saudara antara satu dengan lainnya. 23
Sementara itu,
Maududi
mengartikan dzimmy
adalah semua
kaum
non-muslim yang bersedia tetap setia dan taat kepada negara Islam yang dijadikan
tempat tinggal untuk mencari nafkah, tanpa memperdulikan di negara mana mereka
dilahirkan, untuk para warga negara semacam ini, Islam memberi jaminan
perlindungan kehidupan, nafkah dan kekayaan, serta jaminan kebudayaan, keimanan
dan martabat. Negara hanya menerapkan undang-undang negara terhadap mereka,
negara memberikan hak yang sama dengan kaum Muslimin dalam semua masalah
perdata. Mereka diberi hak yang sama untuk bekerja kecuali dalam jabatan-jabatan
kunci; mereka berhak atas semua kebebasan sipil bahkan untuk masalah-masalah
ekonomi, tidak ada diskriminasi antara kaum muslimin dengan dzimmy. Lebih lanjut,
kaum dzimmy dikecualikan dari tanggung jawab negara yang hanya di khususkan
sepenuhnya bagi semua warga negara Muslim.24 Perbedaan kedua warga negara
tersebut dalam suatu negara Islam secara jujur dikemukakan Maududi termasuk
hak-hak yang diberikan dan yang tidak dapat diberikan kepada warga negara dzimmy.
Dalam negara Islam, hak-hak warga negara Muslim ataupun yang nonmuslim
dijamin dan dipelihara, yaitu:
23
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 269
24
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 271
67
1.
jaminan keselamatan jiwa;
2.
jaminan atas hak milik;
3.
perlindungan atas kehormatan diri;
4.
penjagaan kehidupan pribadi;
5.
hak untuk menolak kedzaliman;
6.
hak menyuruh kepada kebaikan dan melarang kejahatan;
7.
kebebasan berkumpul dan memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan yang
bermanfaat;
8.
hak kebebasan beragama dan berkeyakinan;
9.
hak pertanggungjawaban seseorang hanya pada perbuatan sendiri;
10. hak keamanan dari penindasan keagamaan;
11. hak untuk tidak dilakukan sesuatu tindakan tanpa ada kejahatan yang
dilakukannya;
12. hak untuk mendapat tunjangan dari pemerintah terhadap fakir dan
miskin;
13. perlakuan yang sama terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi 25
Karenanya, sebagai imbalan dari hak-hak warga negara tersebut, pemerintah
dari suatu negara Islam mempunyai hak-hak lainnya terhadap warga negaranya, yaitu:
1.
25
setiap warga negara harus tunduk kepada pemerintahnya
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya
“
Al-Khilafah wa Al-Mu
l
k
”, (Bandung : Mizan ), h.76-81
68
2.
warga negara harus mentaati hukum yang berlaku, berpegang padanya
dan tidak menimbulkan kerusakan terhadap sistem atau aturan-aturannya
3.
setiap warga negara harus memberikan dukungan dan bantuan dari
semua usaha-usahanya yang baik
4.
setiap warga negara harus bersedia mengorbankan jiwa dan raganya serta
harta benda26
Pemikiran Maududi tentang siapa yang dikatakan warga negara dari suatu negara
Islam, jelas menunjukkan bahwa kewarganegaraan seseorang tidak ditentukan oleh
warna kulit, bahasa, kondisi geografis dan agama. Kewarganegaraan seseorang justru
ditentukan oleh kelahiran, yakni setiap orang yang lahir di dalam wilayah kekuasaan
negara Islam atau setiap orang yang memilih bertempat tinggal di wilayah negara
Islam.27
B. Relevansi pemikiran politik al Maududi dengan masa depan pemikiran
Politik Islam
Haruslah diakui nilai peranan yang dimainkan oleh J
ama’
ahI
s
l
ami
ahdi India
Pakistan yang diprakarsai oleh Al Maududi dalam mengkritik ide Barat dan
penyelewengan dari segi ilmiah dan keagamaan. Bantahan terhadap nilai-nilai dan
26
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan,Terjemahan Muhammad Baqir, ( Bandung : Mizan,
1984), h. 81-82
27
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
(Bandung: Mizan 1995), h. 269
69
faham-faham Barat serta faham-faham materialis yang menjadi tumpuan berdirinya
peradaban Barat atau dalam hal ini Mukti Ali menyebutnya dengan corak dan bentuk
peradaban Jahiliyah ternyata mampu menciptakan sistem sosial masyarakat sekaligus
membuktikan bahwa Islam selain Ideal, merupakan entitas efektif yang mengungguli
model Barat. Al Maududi telah mengutamakan cara penyerangan terhadap ide Barat
dalam menghadapinya dengan kekuatan dan kepercayaan, serta mengkritik dan
mengemukakan jalan pemecahannya. Terdapat berbagai macam corak yang luas dari
sebagian atau campuran dari Jahiliyah. Ini terdiri dari pengakuan terhadap adanya
pencipta, tetapi dicampur aduk dengan kepercayaan-kepercayaan yang palsu dengan
mencampur aduk elemen-elemen tertentu dari petunjuk Allah dengan elemen-elemen
lain yang palsu. 28
Islam menolak konsep Jahiliyah dalam segala bentuk dan coraknya karena
dalam mekanisme konsep Islam, sesuatu yang haq (Islam) dan yang bathil
(Jahiliyyah) tidak bisa disatukan dan Islam berusaha untuk membawa revolusi total
dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan
petunjuk Tuhan. Ini membuka proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian
perubahan dalam kehidupan individu, yang membawa individu itu mengembangkan
masyarakat imani. Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha
28
Ilyas Hasan, editor Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan,
1998), h.110
70
untuk membawa perubahan sosial pada arah yang islami secara kaffah seperti zaman
Nabi dan para sahabat 29.
Ti
da
ka
dake
r
a
gu
a
nb
a
hwaJ
a
ma
’
a
ta
lI
s
l
a
midiI
n
di
ada
nPa
ki
s
t
a
na
d
a
l
a
h
salah satu gerakan Islam kontemporer yang terbesar di Asia. Berdiri pada asas
konsepsi keyakinan yang sehat, dan menuntut untuk kembali kepada kebersihan
a
q
i
d
a
hda
nke
j
e
r
ni
ha
ns
y
a
r
i
’
a
t
.Ge
r
a
ka
ni
nit
e
l
a
hme
ma
nt
a
p
ka
ndi
r
id
e
ng
a
n
I
s
l
a
m
me
n
j
a
gahubunga
nny
ade
ng
a
ny
a
ngl
a
i
nbe
r
da
s
a
r
ka
ns
y
a
r
i
’
a
tI
s
l
a
m me
mpe
r
s
i
a
pk
a
n
diri dalam pertarungan yang melibatkannya melawan India, baik di Kasymir maupun
dalam perang Banglades serta telah mengorbankan ribuan putra-putrinya untuk
membela Islam.
Sejak berdirinya sampai hari ini Ja
ma
’
a
ta
lI
s
l
a
myi
t
ut
e
l
a
h me
n
e
mpuh
tahapan, seperti tahapan dakwah dan koreksi. Kemudian tahapan pendidikan dan
penyusunan, lalu tahapan perjuangan dan pertarungan. Sistemnya bersumber pada
kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, serta sejarah kaum salaf yang shaleh radliyallahu
‘
an
humaj
ma’i
n. Sistem itu mencakup :
1. percontohan sebelum perkataan
2. melaksanakan aktivitas dakwah dan segala keperluannya
3. berpegang kuat pada peraturan dakwah
4. me
mpe
r
ha
t
i
ka
np
e
nd
i
di
k
a
nda
nkons
o
l
i
d
a
s
i
/
pe
nyu
s
una
nj
a
ma
’
a
h
29
Syahrin Harahap, Islam Dinamis, Menegakkan nilai-nilai Ajaran Al-Qur
’
a
nd
al
am
71
5. memperhatikan perbaikan masyarakat
6. perbaikan pemerintah
Inilah, dan sesungguhnya tulisan-tulisan dan gaya berjuang al-Maududi yang
ditinggalkan sekarang ini menjadi sumber yang kaya di antara sumber-sumber
pengetahuan dan penyiaran Islam, dan tetap relevan dengan masa depan Politik Islam,
di mana pun dan kapan pun.
C. Telaah kritis
1. J
ama
’
a
t
al
I
s
l
ami ; Revolusi Damai
Untuk mewujudkan ide-ide besarnya dalam menciptakan tatanan masyarakat
yang bernuansakan Islam, Maududi tidak hanya menulis, melainkan juga mendirikan
organisasi Islam yang kemudian menjelma menjadi Partai Islam yang disebut dengan
J
a
ma’
at al Islami yang didirikan pada 26 Agustus 1940 di Lahore. Tidak hanya ideide Maududi, J
ama’
ata
lI
s
l
amiternyata juga realisasi dari ide-ide salah seorang
pemikir besar Pakistan lainya, yakni Muhammad Iqbal.
Sebelum melaju pada pembahasan berikutnya mengenai Ja
ma
’
a
ta
lI
s
l
a
mi
penulis coba deskripsikan beberapa gerakan-gerakan yang bergulir yang melatar
belakangi hadirnya gerakan Ja
ma
’
a
ta
lI
s
l
a
mi
.Da
l
a
m ha
li
niDr
.Ha
f
i
dzMuha
mma
d
a
lJ
a
b’
b
a
r
yme
mba
gidu
age
r
a
ka
n
-gerakan Islam dari sudut pandang sejarah. Pertama
kehidupan Modern di Indonesia, (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogra, 1997), h237
72
gerakan tumbuh sebelum runtuhnya khilafah Islam tahun 1343 H / 1924 M. di
antaranya :
1. Gerakan Salafiyah di Jazirah Arab. Peletak dasar / founding fathernya
adalah Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab lebih kurang tahun 1153 H
2. Gerakan Asy-Syaikh Utsman Faudi di Nigeria dan sekitarnya. Pendirinya
Asy-Syekh Utsman bin faudi lebih kurang tahun 1224 H
3. Gerakan Ahmad bin Irfan di India, lebih kurang tahun 1240 H
4. Gerakan As-Sanusiyah di Libia, pendirinya Al-Imam Muhammad Ahmad
bin Abdullah Al-Mahdi lebih kurang tahun 1297 H
Bagian kedua adalah gerakan yang tumbuh setelah jatuhnya pemerintahan
khalifah Islam. Bagian ini meliputi :
1. Al-Ikhwan Al-Muslimin di Mesir di bawah pimpinan Al-Imam AsySyahid Hasan Al-Banna tahun 1928 M
2. J
a
ma
’
a
hAn-Nur di Turki di bawah pimpinan As-Sy
a
i
khSa
’
i
dAn-Nursi
tahun 1925 M
3. Al-J
a
ma
’
a
hAl
-Islamiyah di India dan Pakistan di bawah pimpinan AsySyaikh Abu Al-A’
l
a Al-Maududi tahun 1941 M
4. Darul Islam di Indonesia di bawah Pimpinan Al-Mujahid Marijan
Kartosuwiryo tahun 1949 M
5. Hizbu At-Tahrir Al-Islami di Palestina didirikan oleh Asy-Syaikh
Taqiyuddin An-Nabhani tahun 1952 M
73
Di sini penulis tidak membeberkan sejarah gerakan tersebut di atas akan tetapi
me
mf
okus
ka
np
a
da ge
r
a
ka
nJ
a
ma
’
a
ta
lI
s
l
a
mi
.Sebagai gerakan Islam, J
ama’
atal
Islami memiliki tujuan yang sangat jelas yaitu: mencapai ridlo Allah dengan cara
penegakan ajaran agama di muka bumi. Keanggotaannya terbuka untuk semua orang.
Namun untuk menjadi anggota J
ama’
a
talI
s
l
amidiperlukan penyaringan yang ketat
dan sangat selektif. Penyeleksian ditujukan untuk membuat fondasi pergerakan agar
sangat kokoh dan tidak goyah. Sebab sebuah gerakan, dalam pandangan Maududi,
jika tidak memiliki lapisan dasar yang kuat dan dengan pandangan yang sangat kuat,
akan sangat gampang dipatahkan. Soliditas pandangan dan wawasan para anggota
J
a
ma’
atalI
s
l
amimenjadi agenda utama gerakan ini. Dan ini sesuai dengan cara
perubahan masyarakat yang diajarkan Maududi. Yakni perubahan yang dilakukan dari
atas (top-down). Sebuah garapan yang mengincar tokoh-tokoh dan bukan massa.
Sebab, dalam pandangan Maududi, perubahan sebuah masyarakat akan gampang
berjalan jika para elit pemikirnya telah mengerti Islam yang benar. Tak heran jika
para pengikutnya berasal dari para golongan terpelajar.
30
Cara seleksi yang ketat ini,
agak sedikit menghambat partai ini untuk menggaet pengikut. Bahkan tak jarang
dianggap eksklusif, karena membidik orang-orang tertentu. Tuduhan ini sebenarnya
ama’
atal
bersumber pada ketidak-mengertian mereka terhadap cara dan tujuan J
Islami.
30
h. 71
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir , (Bandung : Mizan ),
74
Dalam rangka mengadakan perubahan, menurut Maududi, harus diadakan
revolusi Islam (inqalab islami). Namun revolusi yang Maududi maksud bukanlah
revolusi berdarah sebagaimana
yang dilakukan oleh kaum komunis
yang
menginginkan perubahan dalam sekejap mata. Maududi menekankan, revolusi harus
dilakukan dengan cara gradual dan dengan penanaman keyakinan akan kebesaran
Islam. Dalam sebuah pertemuan pada tahun 1945 ia menyatakan bahwa yang dia
maksud dengan revolusi tidaklah mengerahkan seluruh massa. Revolusi yang
dimaksudkan adalah inqilab-i-imamat (revolution in leadership). Dia mengatakan,
yang mengadakan perubahan bukanlah otak masyarakat umumnya, namun para
penggerak masyarakat dan pemimpinnya. Maududi menyatakan, revolusi Islam
adalah sebuah revolusi dengan esensi damai dan tanpa tumpahan darah. Makanya dia
menekankan pendidikan sebagai sarana utama dalam proses revolusi yang pada
muaranya berujung pada terciptanya negara Islam Pakistan31
Dari kenyataan di atas dapat diambil gambaran bahwa Maududi memang tidak
mau berkompromi dalam pembentukan negara Islam Pakistan. Berkompromi di sini
maksudnya bahwa kompromi politik antar berbagai partai dalam majelis untuk
menyusun undang-undang dasar, karena Jama'at al-Islami memang tidak berada
dalam posisi seperti itu. Karenanya kompromi disini harus dipahami dalam kontek
cara perjuangan yang mereka tempuh, yaitu demontrasi dan rapat-rapat umum. Hal
tersebut dipandang efektif dalam mengumpulkan massa dan dapat memperbanyak
31
Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. (Bandung: Mizan, 1998), h.261
75
simpatisan Jama'at al-Islami. Usaha Maududi dalam mewujudkan undang-undang
dasar Islam melalui demontrasi dan rapat-rapat umum, suatu program dengan
rumusan terperinci mengenai "Islam sebagai dasar negara", "Negara Islam", ataupun
"Hukum Islam" memang sulit dijelaskan secara rinci hanya melalui pidato saja,
karenanya Beliau membuat buku Islamic Law and Constitution. 32
Usaha tersebut pada akhirnya dapat membuahkan hasil. Setelah berusaha
selama
tujuh
tahun,
Majelis
Konstituante
Pakistan
akhirnya
mensahkan
"Undang-undang Dasar Republik Islam Pakistan" pada tahun 1956. Prinsip-prinsip
yang dikehendaki J
ama’
atal
-Islami,s
e
p
e
r
t
is
e
but
a
n“
Republik Islam", Islam sebagai
"Ideologi Ne
gar
aPak
i
s
t
an"
,“k
e
daul
at
a
nadadi
t
anganTuh
an"
,pemerintah adalah
“
pemegang amanah Tuhan”,“
syari'ah sebagai hukum t
e
r
t
i
ngg
i
”.33
Menurut Maududi, situasi dewasa ini adalah bahwa masyarakat Muslim
berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah
saw, yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafa
al-Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan
dari Khilafah kepada monarki yang kurang lebih duniawi, dengan akibat-akibat
perubahan yang penting pada peranan ulama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan
32
Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina,
1999), h. 242
33
Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina,
1999), h. 242
76
sadar atau tidak sadar pemisahan antara agama dan politik terjadi. Juga di situ
berkembang pemisahan pemimpin kepada pimpinan politik dan pimpinan agama
dengan ruang lingkup yang terpisah dan wilayah pengaruh sendiri-sendiri.34
Sebagai akibat dari perubahan-perubahan di atas, kehidupan moral rakyat
mulai kacau. Kesetiaan dan keterikatan mereka yang ikhlas menjadi lemah, dan
jurang antara teori dan praktik mulai tampak dan semakin luas yang membawa
kepada pemerkukuhan penyakit moral yang berupa
kemunafikan. Maududi
menganjurkan supaya bacaan Islam itu interpretatif, dengan maksud menggerakkan
keshalehan dan iman, demi aksi politik. Usaha yang luas dilakukan sepanjang sejarah
Muslim untuk membetulkan situasi itu. Tetapi kerusakan itu terus berlangsung hingga
akhirnya umat Muslim bertekuk lutut di bawah kekuasaan kolonial Barat. Pada
periode itu sistem asing dipaksakan kepada umat Muslim dalam semua lapangan
hidup, termasuk dalam bidang pendidikan. Karena sistem pendidikan baru itulah,
maka pemisahan antara agama dan politik dalam kehidupan praktis berangsur-angsur
menjadi pemikiran yang diterima
bagi masyarakat Muslim. Pada Waktu umat
Muslim mengenyahkan belenggu dominasi asing dan mulai hidup sebagai rakyat yang
merdeka, pimpinan negeri-negeri Muslim pada umumnya jatuh ke tangan orang-orang
yang sikap mental dan gaya hidupnya telah dibentuk oleh sistem pendidikan kolonial,
dan pengalaman mereka oleh penguasaan politik. Pemimpin-pemimpin ini sedikit
sekali mempunyai pengertian yang sebenarnya tentang Islam. Mereka sejauh itu hidup
34
Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. (Bandung: Mizan, 1998), h.258
77
di bawah ide-ide dan nilai-nilai non-Islam. Hal ini ditambah lagi dengan beberapa
kelemahan yang diwarisi oleh umat Muslim dari periode-periode sejarah sebelumnya.
Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa tampaknya kelemahan pokok
masyarakat Muslim adalah tidak adanya pengetahuan yang cukup tentang Islam,
kemunafikan, lemahnya nilai-nilai moral Islam, ketegangan antara
pimpinan dan
massa yang dipimpin, dan rusaknya tata sosio-politik Islam. Rakyat umumnya
mencintai Islam tetapi tidak memahami arti dan pesannya secara cepat. Bagaimana
caranya untuk mengobati situasi yang sedemikian itu? jawab Maududi adalah dengan
perantaraan iman dan perjuangan yang terus menerus, membentuk kesatuan,
menyatukan potensi dan kekuatan umat Islam agar kembali terhormat di antara
berbagai umat di dunia. 35
Tampaknya merupakan suatu keharusan untuk memahami dasar-dasar
pertimbangan gerakan Maududi. Di antaranya peranan kaum terpelajar sangat penting
dalam setiap masyarakat umat manusia, terutama dalam masyarakat modern. la
menekankan bahwa Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita
sekarang ini apabila manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas
tentang tatanan Islam, orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual
manusia dan mempunyai kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan
memegang tampuk pimpinan. Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti
yang luas, dan bisa juga dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu
78
masyarakat, orang-orang yang tindak-lakunya dicontoh orang lain dan kata-katanya
diikuti. Secara luas mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka
kebetulan juga mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang
lebih efektif dalam kehidupan manusia. Karena negara mempunyai kontrol terhadap
pendidikan, media massa, kehidupan ekonomi, maka usaha-usaha untuk membawa
perubahan dalam kehidupan manusia pasti akan mengalami kegagalan kecuali apabila
negara itu bekerja sama dalam usaha-usaha itu.
2. Gerakan revolusi
Maududi seringkali mempergunakan istilah "revolusi"36 untuk menunjukkan
perubahan radikal yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukkan
pilihannya kepada proses atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan
revolusioner yang modern untuk menggapai tujuan mereka.37
Dalam studi kritis tentang revolusi Perancis, revolusi Rusia dan revolusi
Mustafa Kemal di Turki, Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner dari
Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan
revolusioner kontemporer adalah dugaan, bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi
35
M Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk, ( Jakarta : Gema
Insani Press, 2001), h. 164
36
Revolusi yang dimaksudkan oleh Maududi adalah usaha gradual dan bertahap, tanpa
menggunakan kekerasan, untuk mengadakan transformasi kehidupan umat Islam, perbaikan ahklak, dan
memperkuat iman serta kepercayaan akan keunggulan ajaran dan pola hidup Islam. Lih. Islam dan tata
negara, Munawir Sadjali. h. 161
37
Mukti ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. (Bandung: Mizan, 1998), h.262
79
dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu
perubahan radikal untuk kebaikan dapat tercapai. 38 Revolusi itu mengabaikan
perubahan manusia itu sendiri: pandangannya, tujuan hidup, dorongan dan
pribadinya. Tetapi Revolusi Islam mencari perubahan yang lebih radikal dan lebih
tuntas, sekaligus dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim moral yang
kondusif
39
Perubahan itu mendorong untuk mempergunakan kebencian dan kekerasan,
dan tidak membatasi mempergunakan kekuatan hanya kepada hal-hal yang tidak bisa
dihindari dan secara moral dapat dibenarkan. Maududi tidak menyetujui apa yang
dikatakan teknik-teknik revolusioner, dan menekankan bahwa kebangkitan Islam
dapat dilakukan dengan Pola "revolusioner" yang lain. Jika tujuan akhir dari taktik itu
adalah untuk membawa perubahan yang menyeluruh, maka untuk mencapai tujuan itu
harus berangsur-angsur dan diperhitungkan. Dari pada menolak sama sekali sistem
yang ada dan berusaha untuk menghancurkannya secara langsung dan total, ia
menganjurkan untuk pendekatan yang berhati-hati. la menghendaki supaya sistem
yang ada itu diteliti secara berhati-hati untuk menemukan apa yang salah yang dengan
itu perlu diubah, dan apa yang baik perlu dipertahankan Lebih dari itu ketika ia
38
Demi mengemukakan bahwa Islam itu merupakan kekuatan sosio-politik yang efektif untuk
menggantikan sosialisme dan menentang kapitalisme bagi itelektual Muslim, Maududi menjelaskan
t
u
l
i
s
a
nd
a
npe
mbi
c
a
r
a
a
n
ny
ad
e
n
ga
ni
s
t
i
l
a
hy
a
ngkh
a
sb
a
r
a
t“revolusi Islam”
,Negara Islam, dan
Ideologi Islam. Lih Para perintis Zaman Baru Islam oleh Ali Rahema. h. 109
39
M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 143
80
mempertimbangkan pendekatan Islam harus revolusioner, itu berarti bahwa tertib
baru yang diinginkan dan akan dibentuk itu harus sama sekali berbeda dari apa yang
ada dan bahwa perubahan itu harus total dan komplit, maka sebenarnya Islam berusaha untuk mendapatkan transformasi itu secara berangsur-angsur dan dengan
perantaraan gerak yang hati-hati dan diperhitungkan.40 Hal ini juga bertentangan
dengan pendapat yang baik oleh orang-orang yang revolusioner maupun tidak
revolusioner, yaitu dengan mempergunakan istilah dewasa ini, seperti "tujuan
menghalalkan cara". Sebaliknya ia menekankan bahwa baik tujuan maupun cara harus
jelas dan baik, karena hanya degan itulah perubahan yang sehat akan terjadi.
Demikian beberapa pikiran yang dapat diperoleh dari tulisan-tulisan yang
begitu banyak dari Abu A'la Maududi. Profesor Wilfred Cantwell Smith mengatakan
bahwa salah satu jasa Maududi ialah bahwa ia sanggup mencarikan dasar-dasar dalam
ajaran Islam secara tertulis tentang segala tindak laku umat manusia.
40
Di antara banyak sebab kegagalan dakwahnya, menurut Maududi, adalah karena tidak
adanya contoh hidup masyarakat islami yang dapat disaksikan oleh mata ( revolusi hening ) dan dia
percaya bahwa kalau saja umat Islam dapat menyaksikan suatu masyarakat yang para anggotanya hidup
mengikuti pola hidup para sahabat nabi yang diliputi semangat, cinta kasih, kejujuran, keadilan dan
kesediaan berkorban untuk kepentingan bersama niscaya mereka akan tertarik kepada ajaran dan pola
hidup Islami
82
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam bab terakhir ini akan disimpulkan berbagai hal yang merupakan
jawaban dari masalah pokok yang menjadi bahasan skripsi, adalah sebagai berikut:
1. Abu al-A'la al-Maududi merupakan tokoh kharismatik yang disegani
dalam memperjuangkan Islam dan mampu memberikan nuansa pemikiran
politik yang dicita-citakan dalam politik Islam. Dia juga telah mampu
menghadirkan politik Islam yang berangkat dari pemahamannya mengenai
al-Qur'an dan al-Hadits
2. Intisari dari teori politik Islam Al-Maududi secara mendasar dimulai sejak
ditinggalkannya sistem ke-khilafah-an dan dipakainya sistem mulk atau
sistem kerajaan dalam politik pemerintahan saat itu. Dari dasar inilah Ia
khilaf
ah‘
al
a
mencoba mengusung konsep theo-demokrasi dengan prinsip “
minhaj al-Nubuwah”, yang kemudian
ia
implementasikan dalam
organisasinya Ja
ma
’
a
h Islamiyah yang kini masih bisa kita lihat
keberadaannya dalam politik pemerintahan Pakistan saat ini.
3. Pola dan formula Pemikiran politik al-Maududi yang tercipta dalam
dinamika masyarakat Pakistan memberikan kontribusi positif terhadap
masa depan politik Islam, di mana Islam dihadirkan sebagai sistem sosial
kemasyarakatan atau bahkan memberikan ekspresi dan bias budaya dalam
83
mengatur
sistem
kemasyarakatan
dan
ketatanegaraan.
Sehingga
mengantarkan Al-Maududime
n
j
a
dif
i
gur“
pemurni”
~a
t
a
u bo
l
e
h ki
t
a
sebut~ fundamentalis dalam sejarah pemikiran Islam melalui gerakangarakan revolusioner yang islami yang masih tetap hangat didiskusikan
kapanpun dan di manapun.
B. SARAN-SARAN
Sebagai saran penulis mensikapi pemahaman Islam dan politik kenegaraan
khususnya dalam konteks pemikiran politik Islam di antaranya:
I.
Sebaiknya partai politik berjuang untuk menegakkan syari'at Islam
sebagai jalan mencari ridla Allah.
2.
Memilih partai yang sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya
ajaran Islam di muka bumi.
3.
Berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkan para politikus untuk
berpegang teguh pada ajaran Islam.
Akhimya penulis berdoa kepada Allah agar apa yang telah kita kerjakan
selama ini khususnya dalam perbaikan-perbaikan dalam bidang politik mendapat ridla
di sisi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qu
r
’
anal
-Kariim
Abduh, Muhammad, Tafsir al-Manar, Mesir: Mathba'at al-Manar, Jilid I dan 5, 1954,
Adams, Charles J, Maududi dan, Negara Islam , dalam John L Esposito (Ed.),
Dinamika Kebangunan Islam, Terjemahan Bakri Siregar dari buku
aslinya yang berjudul "Voices of Resurgent 1slam ", Jakarta: CV.
Rajawali, 1987, cet. ke- I
Ahmad, Khursyid, Islamic Way of 1ife, Lahore: Islamic Publication LTD, tth
_____________& Anshari, Zafar Ishak, Maulana Sayyid Abu al-A'la al-Maududi an
Introduction to His Vision of Islam and 1slamic Revival, dalam
Khursid Ahmad & Zafar Ishak Anshari (Ed.) "Islamic Perpectives
Studies in Honour of Maulana Sayyid Abu al-A'la al--Maududi".
Leicester : Islamic Foundation, 1980, cet. ke-2
Ali, Ahmad Mukti., Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta: Rajawali,
1988, Cet. ke-2
____________, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung : Mizan,
1998 cet ke-4
Azzra, Azyumardi, dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Dinamika Masa Kini, PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002, Jilid 6
85
Azzam, Salim (ed), Concept of Islamic State, penerjemah, Malikul Awal dan Abu
Jalil, Beberapa Pandangan Tentang Pernerintahan Islam, Bandung:
Mizan, 1983, Cet. ke-1
Budiardjo, Meriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama,
2002, cet. ke-12
Donohue, John J dan John L Esposito (ed), Islamic in Transition. Muslim
Perspectives, penerjemah, Machnun Husein, Islam dan Pembaharuan,
Ensiklopedi Masalah-masalah, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, Cet. ke- I
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan
Kitab Suci al-Qur'an Departemen Agama RI. 1988/1989
Echols, John M, and Hasan Shadili, Kamus Inggris - Indonesia, Jakarta: PT.Gramedia
Jakarta, 1989, cet. ke-27
Esposito, John L (ed), Voices of Resurgent Islam, penerjemah, Bakri Siregar,
Dinamika Kebangunan Islam, Watak., Proses dan Tantangan, Jakarta:
CV. Rajawali, 1987, Cet. Ke- I
_____________, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001, cet. ke-2
Gani, Soelistiyani Ismail, Pengantar 1lmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1987, cet. ke-I
Glasse, Cyril, Ensildopedi Islam, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1992, cet. ke- I
Harahap, Syahrin, Islam Dinamis, Menegakkan nilai-nilai Ajaran Al-Qur
’
andal
am
kehidupan Modern di Indonesia,
Yogra, 1997
Yogyakarta : PT Tiara Wacana
86
Hassan, Ahmad, The Concept of Ijma in Islam, Karachi: Islamic Publication, t. tp
Hikam, Muhammad AS, Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, cet. ke- I
Iqbal, Muhammad, Drs, M. Ag., Fiqh Siyasah-Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, cet. ke- I
Jameelah, Maryam, Islam and Modernism, Lahore: Islamic Publication, 1977
_____________, Biografi Abu al-A'la al-Maududi, terjemahan Dedi Djamaluddin
Malik dari buku aslinya "Who is Maoodudi", Bandung: Risalah, 1984
Khan, Qomaruddin, Pemikiran Politik Islam Ibn Taimiyah, penterjemah Ahmad
Wahyuddin, Bandung: Pustaka, 1983
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Lentera, 1999
Ma'arif, Ahmad Syafi'i, IsIam dan Masalah kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985, cet.
ke- I
Madjid, Nurcholis, 1slam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 1992, cet. ke-l
____________, Cita-Cita Politik Islam Modern, Jakarta: Paramadina, 2001, cet. ke- I
Mahendra, Yusril lhza, Modernisme dan fundamentalisme dalam Politik Islam,
Jakarta: Paramadina, 1999, Cet. ke- I
Al-Maududi, Abu al-A'la, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah
Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, Bandung:
Mizan: 1984, cet. ke- I
87
_____________,Hukum dan Konstitusi, Sistem Polilik Islam, penerjemah, Asep
Hikmat, Bandung: Mizan, 1990, cet. ke- I
______________, Human Right in Islam, penerjemah Ahmad Nashir Budiman, Hak
Asasi Manusia dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985, Cet. Ke-1
______________, The Islamic Law and Constitution, penerjemah Asep Hikmat,
Hukurn dan Konstitusi, Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1990,
Cet. Ke- I
_____________, Esensi al-Quran, penerjemah, Ahmad Muslim, Bandung: Mizan,
1984, cet. ke-I
Al-Mawardi, Abu Hasan, Al-Ahkam al-Shulthaniyat, Beirut: Dar al-Fikr, tth
Moeliono, Anton M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, t.tp
Mu'arif, Hasan Ambari, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999
Muhammad Al-J
a
b’
ba
r
y,Ha
f
i
z
h.DR,Gerakan Kebangkitan Islam, Studi Literatur
Gerakan Islam Kontemporer dan teori dalam berbagai gerakan
reformasi Islam, penerjemah Abu Ayyub Al Anshari, Duta Rahmah,
Solo 1996 cet 1
Mujib, Muhammad, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, cet. ke- I
Mutawalli, Abd al-Hamid, Mabadi Nizam al-Hukm fi al-Islam, Iskandariyat: al Ma'arif. 1978, cet. Ke- 4
Nasution, Harun., Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1973, Cet, Ke-3
88
___________, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1989
___________, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Djambatan, 1992, cet. ke-2
Noer, Deliar, Pengantar Ke Pemikiran Politik, Jakarta: CV. Rajawali, 1983, Cet. ke-1
___________, Gerakan Modern IsIam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES,
1980, Cet. ke- I
Al-Qardhawi, Yusuf., Fiqh Siyasi, Kairo: Dar al-Qolam, 1996
Al-Qasimi, Ali Yusuf, A1-Mu’
z
amal
-Arabi al-Asasi, Beirut: Al-Rous, t. tp
Rahman, Fazlur., Metode dan Alternatif, Neomodernisine lslam, penerjemah, Taufik
Adnan Amal, Bandung: Mizan, 1989, Cet. Ke-2
____________, Islam, Chicago: The University of Chicago Press, 1982, Cet. ke-2
____________, Islam dan Modernitas, tentang Trasformasi Intelektual, penerjemah
Ahsin Muhammad, Bandung : Pustaka, 1995, cet ke-2
Rahnema, Ali, Para Perintis Zaman Baru Islam, terjemahan dari Pioneers of Islamic
Revival, terbitan Zed Book Ltd, 7 Cinthia Street, London, 1994,
Bandung ; Mizan, 1998
Rais, M. Dhiauddin, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk,
Jakarta : Gema Insani Press, 2001
Rauf, Abdul, Al-Quran dan Ilmu Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1970. Cet. ke- I
Sardar, Ziauddin, The Future of Muslim Civilization, penerjemah, Rahmani Astuti,
Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Bandung: Mizan, 1986,
cet. ke- I
8
9
Ash-Shadr,
Sayyid
Muhammad
Baqir,
Introduction
to
Islamic
Political
System, terjemah: Arif Mulyadi, Sistem Politik Islam, Jakarta:
Lentera Basritama, 1987, cet. ke-2
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta:
UI Press, 1990, cet. ke- I
Syamsuddin, M Din, Islam dan Politik Era Orde Baru, Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 2001
Sucipto, Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi,
Jakarta : Penerbit Hikmah, 2003, cet ke-1
Download