Draft Pergub Petunjuk Teknis Perencanaan Struktur Bangunan

advertisement
Draft Pergub Petunjuk Teknis Perencanaan Struktur Bangunan Gedung Bukan Rumah Tinggal
Bab Struktur Bawah
Sub Bab : Penyelidikan Tanah
Lingkup
1. Persyaratan Penyelidikan
Tanah
Catatan
Pasal 1
Persyaratan Penyelidikan Tanah
Penyelidikan tanah harus memenuhi persyaratan:
(1) Laporan penyelidikan tanah mencakup penyelidikan lapangan dan analisis
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Warna Biru adalah
usulan penambahan
laboratorium yg dipertanggung jawabkan oleh tenaga ahli Pemegang IPTB
maupun perbaikan
Geoteknik.
ayat
Penyelidikan lapangan sekurang kurangnya mencakup uji CPT dan Boring.
Cone Penetration Test (CPT) perlu dilakukan diantara masing-masing titik
Warna Merah
pengeboran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) di atas.
adalah materi yg
CPT sebagaimana dimaksud pada pasal 3 (tiga) di atas sekurang-kurangnya
perlu
dilakukan 1 titik untuk setiap jarak …….m antara masing-masing pengeboran
dikonfirmasikan dg
tanah.
TPKB
Dalam hal ditemukan keraguan atas klasifikasi jenis tanah di lapangan Dinas
dapat memerintahkan dilakukan seismik test.
Penyelidikan tanah harus dilakukan sesuai dengan rencana bangunan gedung Warna hitam adalah
yang akan didirikan sehingga dapat ditetapkan jumlah dan kedalaman titik materi asli hasil
bor,jenis tes, jumlah tes lapangan dan tes laboratorium untuk keperluan transformasi
perencanaan fondasi, galian, dan struktur bawah.
sebelumnya atas SK
Penyelidikan Tanah di lapangan harus dilaksanakan sampai dengan kedalaman Ka Dinas no 50
lapisan tanah yang akan terpengaruh oleh pelaksanaan struktur dan/atau fondasi.
(8) Jumlah titik bor minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Minimum dilakukan 3 (tiga) titik bor. dalam interval radius ....m pada daerah
perencanaan
b. Untuk luas tapak bangunan lebih besar dari 2500m2 minimum dilakukan 5
(lima) titik bor yang ditempatkan pada keempat sudut dan tengah-tengah
rencana bangunan.
(9) Kedalaman masing-masing titik bor minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Harus mencapai kedalaman dimana pertambahan tegangan pada lapisan
tanah kurang dari 10% dari tegangan efektif lapangan dan sekurangkurangnya mencapai kedalaman .......m., atau
b.
c.
d.
e.
f.
Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar telapak fondasi, atau
Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar menara bangunan, atau
Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar telapak basemen, atau
Harus mencapai kedalaman fondasi tiang ditambah minimal 6m.
Kedalaman yang menentukan adalah kedalaman terbesar dari ayat (3) a-d di
atas, akan tetapi tidak perlu lebih dalam dari 120m.
(10) Pengujian di laboratorium harus mencakup pengujian CU triaxial apabila
dilakukan penggalian hingga kedalaman 2 (dua) lapis besmen atau lebih.
(11) Pengujian di laboratorium harus mencakup pengujian CU triaxial apabila
dilakukan penggalian dan uji konsolidasi hingga 200% tegangan rencana.
(12) Pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium dilakukan pada
kedalaman sebagaimana tercantum pada ayat (5).
(13) Apabila pengambilan contoh tanah tak terganggu tak memungkinkan atau tidak
dimungkinkan maka dapat dilakukan pengujian lapangan yang sesuai.
(14) Apabila pengambilan contoh tanah tak terganggu tak memungkinkan atau tidak
dimungkinkan maka dapat dilakukan pengujian pressuremeter dan/atau PCPT.
(15) Untuk setiap site yang tergolong Jenis Tanah Khusus menurut SNI tentang
gempa yang berlaku (site dengan kondisi tanah pasir lepas jenuh yang berpotensi
mengalami likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka harus dilakukan
tes seismic downhole atau tes seismik sejenis.
(16) Untuk setiap site yang tergolong Jenis Tanah kohesif lunak (Su<25kPa,
wn>=40%, PI>20) dengan ketebalan lebih dari 3 m maka harus dilakukan tes
seismic downhole atau tes seismik sejenis.
(17) Tes seismik downhole atau tes seismik sejenis ini harus dilakukan sampai
kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan
informasi profil kecepatan rambat gelombang geser (Vs).
(18) Tes seismik yang dimaksudkan pada ayat (5) di atas harus dilakukan minimum
pada 2 (dua) titik pengujian yang berbeda, dengan kedalaman minimum masingmasing titik 30 meter.
(19) Plate bearing test harus dilakukan terhadap bangunan dengan rencana pondasi
plat atau rakit.
(20) Plate bearing test sebagaimana dimaksud pada ayat (19) mengacu kepada SNI
yang berlaku.
(21) Dalam hal SNI yang berlaku belum tersedia uji Plate Bearing harus mengacu
kepada standar ASTM.
2. Pumping Tes
Pasal 2
Apabila diperlukan, penyelidikan tanah harus mencakup pengujian pemompaan air
tanah (pumping-test) pada lokasi bangunan.
Pasal 3
Pengujian pemompaan air tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 6 harus
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
(1) Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk jenis struktur
bawah dan dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik yang memiliki Izin
Pelaku Teknis Bangunan.
(2) Jenis dan detail pengujian pemompaan air tanah harus sesuai dengan kebutuhan
untuk struktur bawah.
(3) Pengujian harus dapat memberikan rekomendasi untuk sistem pekerjaan
pengeringan air (dewatering) yang mencakup sifat aquifer, permeabilitas,
transmisivitas, prakiraan debit dan head loss untuk kondisi di lokasi bangunan.
3. Analisis parameter tanah
Pasal 4
Profil dan Analisis Parameter Tanah
Profil dan analisis parameter tanah yang disampaikan dalam laporan penyelidikan
tanah sekurang-kurangnya harus meliputi :
(1) Profil tanah untuk perencanaan (design profile) harus mewakili kondisi lapisan
tanah , khususnya parameter-parameter tanah untuk perencanaan fondasi
(2) Muka air tanah
(3) Daya dukung tanah untuk jenis fondasi yang disarankan
(4) Parameter tanah untuk analisis penurunan bangunan jangka pendek dan jangka
panjang
(5) Parameter tanah untuk analisis dinding penahan tanah untuk kondisi baik
undrained maupun drained.
Pasal 5
Pengujian Laboratorium
(1) Dalam melakukan analisis parameter tanah, setiap Pengujian laboratorium
dilakukan untuk mengungkap index properties tanah dan engineering properties
tanah.
(2) Data indeks properties harus mencantumkan berat volume tanah, kadar air,
Usulan Pasal
specific gravity, void ratio, limit plastis, indeks plastisitas dan undrained shear
strength, undrained cohesion.
(3) Data Engineering properties tanah sekurang-kurangnya harus mencantumkan
nilai swelling potential, swelling pressure, compressibility, shear strength, …….
4. Klasifikasi Tanah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Pasal 6
Klasifikasi Jenis Tanah (Site) dan Analisis Site-Specific Response
Perencana harus menyampaikan perhitungan secara jelas mengenai klasifikasi
Jenis Tanah (site), sesuai SNI 03-1726 versi terakhir yang berlaku.
Perencana harus menyampaikan profil lapisan-lapisan tanah sampai kedalaman
minimum 30 meter, dimulai dari permukaan tanah asli.
Apabila pengeboran yang dilakukan melebihi 30 meter atau sampai kedalaman
maksimum pengeboran maka perencana harus menunjukkan bahwa tidak ada
kondisi lapisan tanah di kedalaman lebih dari 30 meter yang dapat menyebabkan
klasifikasi site termasuk site yang lebih buruk.
Untuk bangunan gedung dengan jumlah lapis lebih dari 50 lapis harus dilakukan
tes seismic downhole atau tes seismik sejenis dan analisis site-specific response
dengan hasil berupa respon spektra desain
Apabila lokasi bangunan yang termasuk pada klasifikasi Jenis Tanah Khusus
sesuai SNI yang berlaku maka harus dilakukan tes seismic downhole atau tes
seismik sejenis dan analisis site-specific response dengan hasil berupa respon
spektra desain.
Untuk suatu site yang dipertimbangkan terklasifikasi antara lunak dan sedang,
maka harus dilakukan analisis site-specific response dengan metodologi sesuai
standar yang berlaku dan di bawah tanggungjawab ahli geoteknik yang memiliki
Izin Pelaku Teknis Bangunan Geoteknik.
Analisis site-specific response harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan
karakteristik gerakan tanah dengan kandungan frekuensi yang berbeda-beda
yang dapat datang dari suatu sumber gempa jauh (far field dari subduksi di
Selatan Jawa) ataupun gempa dekat (near field dari strike slips/shallow crustals),
minimal 4 input-motion yang digunakan dalam analisis.
Respon spektra desain harus direkomendasikan dari hasil analisis site-specific
response untuk menentukan jenis tanah dalam menganalisis struktur bangunan
akibat gaya-gaya gempa.
Catatan
(1)
SNI 031726 (3 parameter
dari 3 pengujian)
mempertimbangka
n tingkat akurasi /
kepastian,
sebelumnya 2
parameter dari 2
tes
5. Penanggung jawab
pelaksanaan penyelidikan
tanah
Pasal 7
Penanggung Jawab Geoteknik
Usulan Pasal
(1) Setiap laporan hasil penyelidikan tanah harus ditanda tangani oleh pemegang
IPTB bidang geoteknik.
(2) Setiap pelaksanaan pekerjaan penyelidikan tanah yang dapat berpotensi
mengganggu lingkungan seperti pengujian pemompaan air tanah dan pekerjaan
penyelidikan tanah berupa tes seismic harus diawasi oleh pemegang IPTB bidang
geoteknik
Sub Bab : Perencanaan Pondasi
Lingkup
1. Daya dukung,
kapasitas & FK
pondasi
Catatan
Pasal 8
Perencanaan Fondasi
(1) Analisis perencanaan fondasi yang harus dilakukan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Penetapan parameter tanah untuk perencanaan fondasi
b. Penetapan daya dukung jenis fondasi rencana
c. Penetapan penurunan elastis dan penurunan konsolidasi fondasi rencana
d. Pengaruh kelompok tiang fondasi terhadap daya dukung dan deformasi
e. Analisis detail kelompok tiang terhadap kombinasi beban axial, lateral, dan momen dengan
kombinasi statik dan dinamik.
f. Penetapan konstanta pegas aksial sistem fondasi rencana.
g. Tekanan tanah lateral, statik maupun seismik, serta akibat pekerjaan galian dan timbunan.
h. Interaksi antara tanah-fondasi dan bangunan di atasnya, baik terhadap beban statik dan dinamik.
i. Analisis debit untuk pekerjaan pengeringan air, serta pengaruhnya terhadap daya dukung dan
penurunan lokasi sekitar.
j. Analisis untuk tanah yang mempunyai sifat khusus, seperti tanah lunak (Su < 25 kPa, PI >20, wn
≥ 40%), tanah ekpansif, tanah urugan tinggi.
k. Analisis likuifaksi untuk tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi
l. Kadar sulfat dalam tanah harus diperhitungkan dalam perencanaan pondasi yang menggunakan
bahan beton.
m. Penentuan kadar sulfat diperoleh dari data hasil penyelidikan tanah.
Warna Biru adalah usulan
penambahan maupun perbaikan
ayat
Warna Merah adalah materi yg
perlu dikonfirmasikan dg TPKB
Warna hitam adalah materi asli
hasil transformasi sebelumnya
atas SK Ka Dinas no 50
(2) Konsep desain fondasi dan beban kapasitas pada fondasi
a. Semua unsur dan struktur fondasi direncanakan kekuatannya berdasarkan teori kekuatan batas
yang berlaku dan harus memenuhi prinsip perencanaan kapasitas (capacity design).
b. Kapasitas fondasi pada saat gempa kuat (maksimum) harus diambil sebesar daya dukung
ultimate yang diverifikasi dengan hasil percobaaan pembebanan statik. Penentuan kombinasi
pembebanan pada desain fondasi harus berdasarkan Tabel 4 sampai dengan Tabel 9 berikut:
Tabel 4. Kombinasi pembebanan kondisi gravitasi
No
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
SF
1
1
1
1
-
-
-
-
2,5
2
0,9
-
-
-
-
1
-
2,5
3
0,9
-
-
-
-
-
1
1,25
Tabel 5. Kombinasi pembebanan kondisi gempa nominal
No
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1
1
1
±1
±0,3
-
-
2
1
1
1
±0,3
±1
-
-
3
1
1
1
±1
±0,3
1
-
4
1
1
1
±0,3
±1
1
-
5
0,9
0,9
-
±1
±0,3
1
-
6
0,9
0,9
-
±0,3
±1
1
-
Pijin aksial tiang boleh diambil 1.5 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan statik
Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 6.25mm
Tabel 6. Kombinasi pembebanan kondisi gempa maksimum
Catatan :
68 (2) b.
Terminologi
Ultimate dalam geoteknik
perlukah diperjelas dalam
pasal untuk menghindari
perbedaan persepsi.
68 (2) b.
Kombinasi
pembebanan tidak terdapat
didalam SK Ka. Dinas no 50
No
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1
1
1
±1xf
-
-
-
2
1
1
1
-
±1xf
-
-
3
0,9
0,9
-
±1xf
-
1
-
4
0,9
0,9
-
-
±1xf
1
-
Pijin aksial tiang boleh diambil 2 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan statik
Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 13 mm
No
Tabel 7. Kombinasi pembebanan kondisi gravitasi untuk penulangan tiang
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1,4
1,4
-
-
-
-
-
2
1,4
1,4
-
-
-
1,4
-
3
1,4
1,4
-
-
-
-
1,05
4
1,2
1,2
1,6
-
-
-
-
5
1,2
1,2
1,6
-
-
1,2
-
6
1,2
1,2
1,6
-
-
-
1,05
7
0,9
-
-
-
-
1,4
-
8
0,9
-
-
-
-
-
1,05
No
Tabel 8. Kombinasi pembebanan kondisi gempa nominal untuk penulangan tiang
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1,2
1,2
1
±1
±0,3
-
-
2
1,2
1,2
1
±0,3
±1
-
-
3
1,2
1,2
1
±1
±0,3
1
-
4
1,2
1,2
1
±0,3
±1
1
-
5
0,9
0,9
-
±1
±0,3
1
-
6
0,9
0,9
-
±0,3
±1
1
-
Tabel 9. Kombinasi pembebanan kondisi gempa maksimum untuk penulangan tiang
No
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1,2
1,2
1
±1xf2
0
1
-
2
1,2
1,2
1
0
±1xf2
1
-
3
0,9
0,9
-
±1xf2
0
1
-
4
0,9
0,9
-
0
±1xf2
1
-
c. Faktor reduksi kekuatan elemen-elemen struktur fondasi harus diambil sesuai dengan SNI yang
berlaku.
d. Hubungan antara pondasi tiang dan pile cap harus dapat berperilaku daktail
Pasal 9
Perencanaan Fondasi
(1) Fondasi Telapak (Footing)
Perencanaan fondasi telapak sekurang-kurangnya harus meliputi analisis sebagai berikut:
a. Tegangan kerja pada bidang kontak dasar Fondasi dengan tanah di bawahnya akibat pengaruh
kombinasi beban
b. Tegangan geser pada bidang kontak dasar fondasi akibat beban lateral
c. Perhitungan balok penghubung (sloof/tie beam) dan pengaruh differential settlement
d. Pengaruh uplift
e. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau dinding
geser.
(2) Fondasi Rakit
Perencanaan fondasi rakit sekurang-kurangnya harus meliputi analisis sebagai berikut
a. Kelayakan pemodelan struktur rakit
b. Tegangan kerja yang timbul pada bidang kontak dasar fondasi dengan tanah di bawahnya akibat
pengaruh kombinasi beban
c. Perhitungan sloof (tie beam) dan pelat fondasi
d. Perhitungan penurunan (settlement) elastis dan konsolidasi
e. Perhitungan uplift (gaya angkat)
f. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau dinding
geser
(3) Fondasi Tiang
Perencanaan fondasi tiang sekurang-kurangnya harus meliputi analisis sebagai berikut
a. Distribusi beban pada masing-masing tiang fondasi
b. Daya dukung tiang fondasi
c. Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-beam terhadap differential settlement
d. Efek kelompok tiang fondasi
e. Pengaruh beban lateral pada kepala tiang fondasi
f. Langkah-langkah pengaman tiang fondasi pada keadaaan “satu kolom satu tiang Fondasi” dan
“satu kolom dua tiang fondasi”
g. Settlement elastis dan konsolidasi
h. Perhitungan differential setlement.
i. Pengaruh uplift (gaya angkat) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh pengaruh gempa
j. Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau dinding geser
k. Sambungan tiang fondasi kecuali dengan sistem yang telah melalui serangkaian test
(4) Fondasi Tiang-Rakit (Pile-Raft)
Perencanaan fondasi tiang-rakit (pile-raft) sekurang-kurangnya harus meliputi analisis sebagai
berikut:
a. Distribusi beban pada masing-masing tiang
b. Daya dukung fondasi tiang-rakit
c. Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-beam terhadap differential settlement
d. Efek kelompok tiang
e. Pengaruh beban lateral pada kepala tiang
f. Settlement elastis dan konsolidasi
g. Gaya angkat (uplift) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh pengaruh gempa
h. Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau dinding geser
i. Sambungan tiang kecuali dengan sistem yang telah melalui serangkaian tes
(5) Penggunaan sistem fondasi yang merupakan gabungan antara fondasi tiang dan fondasi rakit
diperkenankan dengan memperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut :
a Tiang fondasi yang digunakan bersifat tiang friksi (friction pile)
b Sekurang-kurangnya 75 % beban yang bekerja pada fondasi harus bisa ditahan oleh daya
dukung izin salah satu sistem dari sistem gabungan tadi baik oleh fondasi tiang atau oleh Fondasi
rakit.
c Dalam analisis rakit bertiang, dalam hal kepentingan fondasi tiang, beban yang dipikulkan pada
rakit harus dihitung dengan seksama dan tidak boleh lebih besar dari 25% dari beban total yang
ada, kecuali dapat didukung atau dibuktikan dengan suatu analisis detail interaksi tanah-tiangrakit yang rasional.
d Distribusi gaya-gaya yang masuk ke sistem fondasi tiang dan fondasi rakit harus dilakukan
dengan metoda numerik yang rasional.
e Pada penggunaan tiang fondasi yang tidak berfungsi sebagai fondasi tiang permanen, maka
Perencana harus bisa menunjukkan bahwa pada saat tiang tidak dibutuhkan, tiang tersebut harus
sudah gagal terlebih dahulu.
f Penurunan bangunan yang menggunakan sistem fondasi tiang-rakit tidak boleh lebih dari 15 cm,
kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa struktur bangunan mampu mendukung
penurunan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan.
Besaran ini bisa dilampaui apabila dapat dibuktikan tidak akan terjadi hal-hal negatif pada
bangunan tersebut sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya.
g Apabila dianggap perlu, pada penggunaan sistem fondasi tiang-rakit, Pemerintah Daerah Provinsi
DKI Jakarta bisa meminta untuk dilakukan pelaksanaan instrumentasi pada sistem fondasi ini
untuk mengamati perilaku sistem tersebut.
(6) Untuk Perencanaan fondasi tiang-rakit, harus dilakukan analisis detail menggunakan metoda
numerik yang rasional guna mendapatkan distribusi gaya-gaya yang masuk ke fondasi tiang dan
fondasi rakit. (?Klarifikasi pemodelan?)
(7) Tiang Bor yang Dilaksanakan dengan Sistem Wash-boring tidak diizinkan.
(8) Franki Pile
(9) Perencanaan pondasi tiang prestress harus memperhitungkan hilangnya tegangan prestress pada
pelaksanaan konstruksi akibat pemotongan tiang akhir untuk penyesuaian leveling.
Pasal 10
Daya Dukung, Kapasitas dan Faktor Keamanan Fondasi
(1) Penentuan Besar Daya Dukung dan Kapasitas fondasi Tiang
a. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan beban gravitasi saja harus dihitung dengan cara
yang rasional berdasarkan parameter-parameter tanah, yang direkomendasikan dari analisis
parameter tanah hasil suatu penyelidikan tanah, dengan syarat bahwa ketika fondasi itu dibebani
dengan 2 kali kapasitas izin tersebut dalam uji pembebanan, fondasi itu masih menunjukkan sifat-
Catatan Pasal 69
Ayat (7) : Diperlukan penjabaran
lebih lanjut ketentuan teknis
perencanaan tiang bor
Ayat (8) : Diperlukan penjabaran
lebih lanjut ketentuan teknis
perencanaan tiang franki dll.
Catatan Pasal 70
sifat elastik (tidak mencapai keruntuhan).
b. Kapasitas izin tersebut pada ayat 1 (satu) huruf a ditentukan berdasarkan hasil uji pembebanan,
yaitu diambil sama dengan setengah dari beban percobaan yang masih menunjukkan perilaku
fondasi yang bersifat elastik (tidak mencapai keruntuhan).
c. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban gempa
rencana nominal adalah diperkenankan sebesar 1,5 kali kapasitas izin pada pemikulan beban
gravitasi saja.
d. Kapasitas fondasi pada pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kuat
(maksimum), adalah sebesar kapasitas ultimate fondasi atau agar konsisten dengan Tabel 6 yaitu
sebesar 2,0 kali kapasitas izin pada pemikulan beban gravitasi saja.
(2) Penentuan Faktor Keamanan (FK) untuk Daya Dukung Tiang fondasi harus sesuai dengan tabel 10
dan harus memenuhi deformasi yang diizinkan.
(3) Perencanan daya dukung pondasi harus menggunakan prinsip beban kerja dengan faktor keamanan
(4) Faktor keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat diatas merupakan faktor keamanan global.
(5) Reduksi Kapasitas Tiang fondasi untuk Kelompok fondasi Tiang harus direduksi oleh Perencana
dengan meninjau kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Lapisan tanah.
b. Jumlah tiang fondasi.
c. Dimensi tiang.
d. Konfigurasi tiang.
e. Jarak antar tiang.
f.
Panjang tiang.
g. Pembebanan siklik dan non-siklik.
Tabel 10. Faktor Keamanan untuk fondasi Tiang
Metode
Menentukan
Faktor Keamanan Minimum
Kondisi Beban
Daya Dukung
Teoritis atau
empiris yang
sudah diverifikasi
1.
Beban Tetap, Beban
Hidup, dan Tekanan
Air
Tekan
Tarik
2.50
2.50
Catatan : Pd SK KD 50 terdapat
komentar atas penerapan
metode LFRD, penggunaan FK
yg berbeda, faktor setlement pd
kapasitas izin p tiang
dengan
loading test
static
2.
Beban Tetap, Beban
Hidup Gempa
Rencana dan Banjir
50 thn
1.67
1.67
Teoritis atau
empiris yang
sudah diverifikasi
dengan
1.
Beban Tetap, Beban
Hidup, dan Tekanan
Air
3.00
3.00
2.
Beban Tetap, Beban
Hidup Gempa
Rencana
2.00
2.00
uji PDA(**)
dan Banjir(*)
(*)
Banjir rencana yang perlu diperhitungkan adalah banjir periode ulang 50 tahunan
(**) PDA = Pile Driving Analyzer
Pasal 11
Perencanaan sistem fondasi dan besmen harus memperhitungkan gaya uplift dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
(1) Kondisi air permukaan
(2) Jenis lapisan tanah
(3) Tinggi muka air tanah maksimum dengan memperhatikan fluktuasi muka air tanah selama usia
rencana
(4) Kondisi bangunan ataupun pelaksanaan bangunan
2. Penurunan
Pondasi
3. Subgrade
Modulus
4. Perhitungan
sistim pondasi
& konstanta
pegas tanah
Pasal 12
Penurunan Bangunan
(1) Perencana harus melakukan analisis/perhitungan penurunan (settlement) bangunan, baik untuk
jangka waktu pendek (penurunan elastik/immediate) maupun jangka waktu panjang (penurunan
konsolidasi).
(2) penurunan bangunan harus diperhitungkan terhadap pengaruh beban bangunan-bangunan di
sekitarnya dengan penurunan jangka panjang dibatasi sampai maksimum 15 cm dan penurunan
diferensial antara 2 titik terdekat pada denah bangunan tidak memberikan sudut lebih dari 1 : 300.
Pasal 13
Subgrade Modulus
(1) Penggunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau pressuremeter-test atau dari
analisis penurunan (immediate dan konsolidasi) harus dilakukan dengan penyesuaian berdasarkan
pertimbangan dimensi konstruksi fondasi, kondisi lapisan tanah, dan beban yang bekerja.
(2) Proses analisis harus dilakukan dengan proses iterasi hingga tercapai konvergensi subgrade
modulus yang digunakan dengan subgrade modulus dari deformasi yang didapat.
(1)
(2)
(3)
(4)
5. Hubungan Pile
& Pile Cap
Pasal 14
Perhitungan Sistem fondasi dan Konstanta Pegas Tanah
Perencanaan detail, tie-beam, pile-cap, large pile-cap, rakit/tiang-rakit, dan lantai besmen harus
memperhitungkan konstanta pegas tanah
Konstanta pegas harus memperhitungkan baik total maupun beda settlement (immediate dan
konsolidasi) yang telah dihitung dari kondisi lapisan-lapisan tanah dan sistem fondasi.
Perencanaan harus memperhitungkan distribusi nilai konstanta pegas pada areal large pile-cap atau
rakit sebagai konsekuensi dari adanya beda settlement tersebut. Dengan demikian untuk suatu
sistem large pile-cap atau rakit, dishing-effect termodelkan secara representatif.
Perhitungan detail struktur large pile-cap, atau rakit yang menggunakan pegas sebagai reaksi tanah
atau sistem tanah-fondasi tiang, maka proses iterasi untuk memenuhi kompatibilitas distribusi
penurunan didapatkan dari hasil perhitungan penurunan dan perhitungan struktur dengan pegaspegas serta dapat dimodelkan dengan bantuan software untuk mendapatkan hasil tingkat akurasi
yang lebih baik.
Pasal 15
Hubungan Pile dengan Pile-Cap
Note :
Structural damage to column &
beam start at 1:150
Cracking of brick panel at 1;300
(1) Perencanaan harus dapat menunjukkan perilaku dan kekuatan hubungan pile dengan pile-cap
mempunyai daktilitas yang baik, dimana pada kondisi beban lateral nominal gempa dikalikan f2
(sesuai ketentuan yang berlaku)
(2) Gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan Pile dengan Pile-Cap harus mampu ditahan oleh
tulangan terpasang.
6. Kombinasi tipe
pondasi pada
suatu kolom
7. Perencanaan
basemen
Pasal 16
Kombinasi Tipe Fondasi pada Suatu Kolom
Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal untuk mendukung
suatu kolom tidak diperbolehkan kecuali bisa dibuktikan dengan teori yang bisa dipertanggung jawabkan
serta didukung data-data dan metode test yang sesuai.
Pasal 17
Perencanaan Besmen
(1) Perencanaan besmen sekurang-kurangnya harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Dinding besmen, khususnya terhadap tekanan lateral statik dan seismik;
b. Sistem pemikul dinding besmen, khususnya terhadap tekanan ke atas (uplift);
c. Sistem pemikul lantai besmen ;
d. Analisis dan Perencanaan pile-cap, tie-beam, atau rakit (raft) dan lantai besmen berdasarkan
informasi deformasi atau konstanta pegas tanah atau sistem fondasi.
e. Kemantapan besmen secara keseluruhan, apakah diperlukan bobot pengimbang (counterweight), jangkar tanah atau tiang tarik untuk mengimbang uplift dan/atau momen guling akibat
gempa.
(2) Tekanan tanah Statik pada dinding besmen sebagaimana tercantum pada ayat 1 butir a, adalah
sebagai berikut:
a. Tekanan tanah pada dinding besmen harus diperhitungkan berdasarkan keadaan terburuk
selama masa layan bangunan, yakni minimal sebesar tekanan tanah “at rest” Ko (dengan
parameter tanah kondisi drained untuk tanah lempung jenuh). Tekanan tanah aktif hanya boleh
diperhitungkan pada masa konstruksi; dalam hal ini berlaku bagi konstruksi penahan tanah
sementara.
b. Tekanan tanah pasif boleh diperhitungkan menahan dorongan akibat tinggi tanah yang berbeda
antara dua sisi penahan tanah, hanya apabila sistem fondasi dan struktur dapat mengakomodasi
deformasi lateral yang diperlukan untuk membangun tekanan tanah pasif tersebut.
(3) Tekanan tanah seismik sebagaimana tercantum pada ayat 1 butir a, adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh gempa pada dinding besmen harus diperhitungkan dengan menggunakan tekanan
tanah akibat beban gempa sesuai klasifikasi site yang berlaku.
b. Beban gempa yang digunakan adalah beban yang telah memperhitungkan adanya amplifikasi
seismik dari batuan dasar (baserock) ke level dinding besmen.
c. Tekanan tanah seismik tidak perlu melebihi tekanan pasif tanah pada kondisi gempa.
d. Metode analisis yang digunakan harus rasional dan mempunyai rujukan yang layak, serta
memperhitungkan kondisi lingkungan.
e. Distribusi beban lateral akibat gempa yang umumnya lebih besar pada level atas besmen dan
menurun sebagai fungsi kedalaman besmen perlu diterapkan untuk perhitungan struktur dinding
besmen ini.
f. Beban gempa yang digunakan harus sesuai dengan beban gempa struktur atas, dan bila
digunakan LRFD (Load Resistance Factor Design) untuk struktur atas, maka besaran tekanan
lateral kerja tadi boleh direduksi dengan membagi beban struktur atas dengan faktor beban yang
sesuai dalam analisis struktur atas.
g. Tekanan air pada dinding dan dasar besmen harus ditetapkan berdasarkan tinggi muka air
maksimum yang mungkin terjadi selama masa layanan bangunan.
h. Dalam menetapkan tinggi muka air maksimum, harus dipertimbangkan adanya air permukaan
dari aliran air hujan dan banjir, jenis lapisan tanah, serta kondisi bangunan serta pelaksanaan
bangunan.
i. Apabila tidak dapat ditunjukkan dengan data yang akurat dan analisis yang lengkap, maka muka
air tanah harus diletakkan pada elevasi banjir di lokasi proyek, dengan catatan elevasi tersebut
tidak boleh lebih rendah dari permukaan tanah sebelum bangunan ini dibuat.
8. Analisis tanah
khusus
Pasal 18
Analisis Tanah Khusus
(1) Perencanaan fondasi tiang bangunan pada struktur tanah yang memiliki sifat khusus seperti tanah
sangat lunak, tanah ekspansif, tanah urugan tinggi, dan lapisan tanah yang berpotensi mengalamai
likuifaksi seperti lahan reklamasi, harus memuat analisis tanah khusus dan analisis potensi likuifaksi
dan teknik perbaikan tanah atau teknik penanggulangannya.
(2) Apabila dalam lapisan tanah 30 meter paling atas terdapat lapisan pasir urai jenuh, maka harus ada
analisis potensi likuifaksi serta sistem fondasi harus diperitungkan terhadap beban liquifaksi dan
sebaran lateral (lateral spread).
(3) Dalam perencanaan bangunan gedung dengan periode getar panjang lebih besar dari 2 detik serta
terletak pada tanah dengan jenis lempung lunak dengan ketebalan sekurang-kurangnya 3 meter
pada kedalaman 30 meter dari permukaan tanah, maka dalam perencanaan pondasi harus
dilakukan analisis terhadap interaksi tanah-pondasi-struktur.
9. Analisis detail
elemen2 sistim
pondasi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
10. Perhitungan dg
program
komputer
Pasal 19
Analisis Detail Elemen-elemen Sistem Fondasi
Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah lateral, harus dilakukan
terhadap gaya gravitasi, gempa, angin, dan beban khusus baik dari struktur atas, maupun terhadap
tekanan tanah, beban air banjir, dan beban lain yang dilimpahkan pada sistem fondasi tersebut dan
hasil analisis harus menunjukkan bahwa daya dukung kapasitas masih mencukupi serta deformasi
tanah tidak melampaui batas yang diizinkan.
Apabila letak elemen sistem fondasi cukup dekat (jarak horisontal masih satu order of magnitude
dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi tersebut harus diperhitungkan dalam
analisis, dengan mencakup pengaruh non-linearitas serta pengaruh non-elastik.
Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah lateral, harus dilakukan
dengan menggunakan cara-cara yang lazim dalam praktek.
Sambungan antara elemen tiang fondasi dan pelat, balok, dan kepala tiang, harus memenuhi
persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja pada sambungan tersebut dan harus
mampu menahan beban gempa kuat serta memenuhi persyaratan daktilitas.
Tiang atau pelat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan memperhitungkan faktor korosi.
Detail penulangan fondasi tiang harus memenuhi persyaratan dalam aturan tentang konstuksi beton,
serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan distribusi beban kerja sepanjang dinding tiang.
Pasal 20
Perhitungan dengan Program Komputer
(1) Apabila analisis geoteknik untuk perencanaan fondasi, sistem penahan galian, dinding besmen,
ataupun interaksi tanah-struktur menggunakan program komputer, maka harus ada penjelasan
mengenai program yang digunakan, meliputi asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan,
parameter-parameter tanah yang digunakan.
(2) Program komputer yang diterima untuk dipergunakan dalam analisis pondasi dan geoteknik di
Provinsi DKI Jakarta adalah APILE ver.... , LPILE ver.... , SHAFT ver.... , GROUP ver..... , SLOPE/W
ver..... , SIGMA/W ver.... , SEEP/W ver.... , PLAXIS ver.... , SETTLE/G ver.... Dan SAFE ver.....
(3) Program komputer lain ataupun program sebagaimana tercantum pada ayat (2) dalam versi yang
berbeda dapat diterima sepanjang perencana dapat menjelaskan dan dibuktikan dengan sekurangkurangnya dengan 2 program komputer sebagaimana tercantum pada pasal (2).
(4) Input dan output komputer harus disertakan dalam pengajuan ijin dan diberikan penjelasan lengkap
mengenai hasil perhitungan komputer tersebut yang dijadikan sebagai dasar untuk Perencanaan.
(5) Input komputer disampaikan dalam format yang dapat langsung di jalankan pada program
komputer dimaksud
(6) Kelengkapan input komputer berupa salinan atas Input komputer sebagaimana dimaksud pada ayat
diatas dituangkan dalam format pdf.
11. Gambar2
perencanaan
pondasi/
struktur bawah
Pasal 21
Gambar-gambar Perencanaan Fondasi/Struktur Bawah
Gambar-gambar Perencanaan fondasi/struktur bawah sekurang-kurangnya harus meliputi:
a. Lay-out/denah dan potongan
b. Jarak antar tiang
c. Tulangan poer (pile-cap) dan tie-beam
d. Tulangan dinding penahan /dinding besmen
e. Detal-detail yang perlu
f.
Hubungan dengan lantai/dinding besmen
12. Uji pembebanan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
UJI PEMBEBANAN
Pasal 22
Uji pembebanan fondasi perlu dilakukan pada saat:
a. Uji pembebanan pada phase pendahuluan atau sebelum pelaksanaan, sebagai dasar
perencanaan untuk penentuan daya dukung fondasi yang dilakukan pada saat sebelum
perencanaan dilaksanakan atau sebagai konfirmasi kebenaran dasar perencanaan yang
lokasinya dipilih pada kondisi tanah yang terburuk di lapangan.
b. Uji pembebanan pada phase pelaksanaan, sebagai pembuktian besarnya daya dukung rencana
pada sistem fondasi, struktur penahan tanah dan bagian struktur bangunan terpenuhi yang
lokasinya dipilih pada pelaksanaan pekerjaan yang terburuk di lapangan.
Apabila hasil uji pembebanan tidak memenuhi daya dukung dalam perencanaan, maka harus
diadakan peninjauan kembali perencanaan berdasarkan hasil uji pembebanan tersebut.
Prosedur dan interpretasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM edisi
terakhir. (?)
Hasil uji pembebanan harus dibuat dan ditandatangani oleh tenaga ahli yang meliliki IPTB Geoteknik
serta dievaluasi oleh perencana struktur.
Besarnya beban pada uji pembebanan minimal 200% dari beban rencana
(6) Prosedur & interpretasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan SNi yg berlaku.
(7) Dalam hal SNI dimaksud belum terbit dapat menggunakan standar lain yang diterima di Provinsi
DKI Jakarta yaitu ASTM dan BS
13. Uji pembebanan
pondasi tiang
Pasal 23
Uji Pembebanan pada Fondasi Tiang
(1)
Uji pembebanan pada sistem fondasi tiang disyaratkan terhadap perencanaan struktur bangunan
yang mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Untuk seluruh struktur bangunan sedang dan tinggi
b. Untuk struktur bangunan rendah apabila beban kerja fondasi tiang lebih besar atau sama
dengan 70% dari daya dukung tiang yang diijinkan.
(2)
Jumlah tiang percobaan beban aksial tekan adalah sebagai berikut:
a.
Untuk fondasi tiang bor (bored pile) minimum satu tiang percobaan untuk setiap 75 tiang
yang ukuran penampangnya sama.
b. Untuk fondasi tiang (driven pile) minimum satu tiang percobaan untuk setiap 100 tiang yang
ukuran penampangnya sama.
c.
Untuk fondasi tiang bor yang jumlahnya kurang dari 75 dan atau fondasi tiang pancang
yang jumlahnya kurang dari 100, maka minimal 1 tiang percobaan dilakukan setiap ukuran
penampang yang sama.
d. Untuk tiang yang ditekan (pressed pile) kriteria yang ditentukan harus sama dengan kriteria
untuk tiang bor.
(3)
Uji pembebanan aksial harus dilaksanakan untuk semua jenis fondasi sebagai berikut, kecuali
Perencanaan fondasi dengan S.F. min = 4:
N  1000; Ntest = 1,0 % * N
N  3000; Ntest = 0,8 % * N
N  6000; Ntest = 0,5 % * N
N  8000; Ntest = 0,4 % * N
dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40% test dilakukan pada tahap konstruksi dan 60% bisa pada
sebelum tahap konstruksi.
(4)
Terhadap perencanaan pondasi tiang dengan F.K. = 4 dengan metode wash-boring atau strausspile harus melaksanakan uji pembebanan aksial.
(5)
Besar beban percobaan pada pelaksanan uji pembebanan tiang yang bersifat “used pile” (used pile
= tiang yang akan menjadi bagian dari fondasi bangunan) adalah 200% kali daya dukung rencana
untuk memikul beban gravitasi untuk uji beban aksial, dan 200% kali daya dukung rencana untuk
memikul beban lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana.
Batasan deformasi uji pembebanan pada 200% pembebanan rencana sebagai berikut:
a. 25 mm utk tiang dengan diameter max 80 cm.
(6)
Catatan Pasal 82 ayat (3) :
N  1000; Ntest = 1,0 % * N
1000< N  3000; Ntest = 0,8 %
*N
3000<N  6000; Ntest = 0,5 % *
N
6000<N  8000; Ntest = 0,4 % *
N
N > 8000; Ntest = XXX % * N
(dan 60% bisa pada sebelum
tahap
konstruksi.
Usulan
untuk
di
drop,
untuk
mempermudah
aspek
adminstratif )
b.
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
4% diameter utk tiang > 80 cm.
Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dari pembebanan 200% tidak boleh
melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang berlaku.
Pada kondisi khusus, seperti tiang bor diameter besar dengan panjang > 30 m, di mana
penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan FK yang tinggi atau ada provisi
penurunan tambahan, maka harus melaksanakan instrumented pile test.
Evaluasi hasil pelaksanaan uji pembebanan harus dilakukan dengan minimal 3 cara yang rasional,
di mana hasil yang digunakan adalah diambil dari hasil yang minimum.
Apabila evaluasi hasil uji pembebanan menunjukkan kapasitas ultimate fondasi kurang dari 250%
dari beban rencana, maka pile masih bisa digunakan dengan daya dukung ultimate fondasi hasil uji
pembebanan.
Kapasitas ultimate sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak boleh melampaui reaksi ke fondasi
akibat beban struktur atas pada saat gempa maksimum.
Apabila pile yang dalam loading test dinyatakan gagal, maka masih bisa digunakan bila setelah
dievaluasi menunjukkan bahwa tiang tersebut bukan end bearing pile dan kegagalannya bukan
pada struktur tiang yang dinyatakan melalui PIT (Pile Integrity Test).
Perencana wajib melakukan evaluasi atas hasil pelaksanaan uji pembebanan dengan
menggunakan sekurangnya 3 metode.
(14) Metode-metode evaluasi hasil pelaksanaan uji pembebanan yang diterima di Provinsi DKI Jakarta
adalah ..............
(13)
(15)
(16)
(17)
Jumlah tiang percobaan arah horisontal (lateral) adalah minimal 1 tiang percobaan untuk setiap
tiang yang ukuran penampangnya sama.
Jumlah test lateral dari tiang fondasi adalah 10% dari jumlah test total (test aksial dan lateral)
sebagaimana ditentukan pada ayat (2) dan ayat (12); dengan ketentuan tambahan sebagai berikut
:
a. Minimum satu lateral test harus dilaksanakan
b. Sisa jumlah test lateral harus didistribusi secara proporsional pada tiap dimensi tiang yang
berbeda.
Test lateral sebagaimana dimaksud pada ayat (13) harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Pada semua bangunan yang menggunakan fondasi tiang,
b. Pada bangunan dengan tiang fondasi yang mempunyai beban horisontal rencana > V (=
C*I/R) * beban aksial rencana pada fondasi yang bersangkutan. Di mana V, C, I, R, adalah
faktor-faktor koefisien penentuan besar gaya geser rencana sesuai peraturan perencanaan
bangunan tahan gempa yang berlaku.
c. Uji pembebanan lateral tidak diperlukan apabila terdapat besmen lebih dari 2 (dua) lapis, dan
hasil analisis menunjukkan bahwa daya dukung lateral keseluruhan sistem fondasi dibagi
faktor keamanan masih melebihi beban lateral yang bekerja.
(15) Dalam uji pembebanan yang dilakukan terhadap jenis pondasi tiang, mutu dan karakteristik
pondasi tiang yang digunakan pada uji pembebanan harus sama dg pondasi tiang yg digunakan
dalam pelaksanakan pondasi
Pasal 24
Uji pembebanan lateral yang dilaksanakan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) Pembebanan dilakukan sebesar 200% dari beban izin rencana.
2) Kondisi test adalah dengan free-head
Pasal 25
Beban rencana awal pada uji pembebanan harus didasarkan pada perhitungan analitis yang disesuaikan
dengan parameter tanah, sifat dan jenis pile, kekuatan pile, dan formula beserta Faktor Keamanan yang
harus digunakan.
(1)
(2)
(3)
Pasal 26
Deformasi lateral maksimum pada kepala tiang pada pelaksanaan test (kondisi free-head) harus
memenuhi besaran-besaran :
a. 10 mm pada beban 100% beban rencana.
b. 25 mm pada beban 200% beban rencana
Apabila pada kondisi beban 200% beban rencana ternyata deformasi yang disyaratkan tidak
terpenuhi, maka dapat dilakukan penyesuaian dengan menggunakan kurva beban-defleksi sesuai
syarat-syarat batas yang ditetapkan, sehingga deformasi pada beban rencana dan faktor
keamanan minimum yang ada masih memenuhi syarat.
Pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari batasan di atas pada kondisi gempa kuat atau
beban kapasitas struktur atas diizinkan dengan catatan tidak terjadi plastifikasi pada fondasi tiang.
(4)
Pembuktian tidak terjadinya plastifikasi dilakukan melalui analisis tiang lateral dengan
menunjukan pengaruh-pengaruh kondisi reduksi kelompok dan kondisi fixity.
(5)
Apabila jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dari 4 tiang percobaan, maka maksimal 2
dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk percobaan beban horisontal.
Uji pembebanan lateral harus dilaksanakan pada kepala tiang yang direncanakan (cut-off level).
Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya diizinkan untuk dipakai sebagai pembanding
dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada pasal 29 ayat 2 dengan jumlah maksimal 25%
dari yang disyaratkan.
(6)
(7)
(8)
Terhadap tiang yang dilakukan uji PDA sejumlah 5% dari tiang tersebut harus pula dilakukan uji
statik.
Cat : SK 50, lateral tes utk tanpa
basemen atau basemen dg
pondasi tiang dimana pondasi
tiang utk lateral
Pasal 27
(1) Apabila dalam perencanaan struktur terdapat gaya aksial tarik pada fondasi tiang, maka harus
dilakukan uji beban aksial tarik.
(2) Jumlah uji beban aksial tarik ditentukan 1% untuk setiap 100 tiang yang mengalami aksial tarik atau
sekurang-kurangnya 1 tiang pengujian.
Pasal 28
(1) Prosedur pengujian tiang fondasi baik untuk test pembebanan aksial tekan dan tarik maupun
pembebanan lateral harus mengikuti ketentuan SNI teknis yang berlaku.
(2) Apabila belum ada ketentuan sebagaimana dimakasud pada ayat (1) di atas, maka dapat digunakan
standar teknis lainnya yang berlaku umum.
(3) Ketentuan teknis lain yang diterima Provinsi DKI Jakarta dalam pengujian tiang fondasi adalah
ASTM dan BS.
Pasal 29
(1) Uji pembebanan pada struktur dinding penahan tanah harus dilakukan apabila struktur dinding
penahan tanah menggunakan jangkar (ground anchor).
(2) Beban jangkar yang diizinkan ini tergantung pada panjang bagian ujung kabel jangkar yang di
grouting (bond-length) dan dari jenis tanah di bagian itu.
(3) Uji pembebanan pada dinding penahan tanah harus dievaluasi dari segi prosedur percobaannya dan
dari interpretasi hasilnya yang mengacu pada standar teknis yang berlaku.
(4) Proof test harus dilakukan untuk setiap ground anchor sampai level beban tertentu sesuai standar
teknis yang berlaku.
(5) Apabila belum ada standar teknis sebagaimana dimakasud pada ayat (3) dan (4) di atas, maka
dapat digunakan standar teknis lainnya yang berlaku umum seperti ASTM edisi terbaru atau BS.
Sub Bab : Perencanaan Struktur Bawah dan Galian Tanah
Lingkup
14. Perencanaan
Galian dan
Stabilitas Lereng
Catatan
Pasal 30
Perencanaan Galian, Stabilitas Lereng
(1) Perencanaan galian besmen dalam, harus dianalisis secara terinci mengenai
keamanan galiannya apabila dijumpai salah satu atau lebih kondisi sebagai
berikut :
a
Terdapat bangunan di sekitar zona tekanan aktif tanah
b
Kondisi tanah adalah lempung lunak dan/atau loose uncemented sand
c Kondisi pelaksanaan pembangunan yang menggunakan open-cut dan/atau
ground-anchored wall
d
Bila dilakukan penurunan muka air tanah lebih dari 3.00 m
(2) Untuk analisis perhitungan keamanan galian, tes tanah harus dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a Mencakup Tes triaksial CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran
tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan
total dan tegangan efektif.
b Test konsolidasi harus dilakukan dengan memberikan beban minimum
sebesar 2 (dua) kali beban maksimum yang akan bekerja dan dengan
mengakomodasi peninjauan heave.
c Bagian/daerah pengambilan contoh tanah mencakup kedalaman 1.50 kali
lebar terkecil tapak besmen.
d Apabila pengambilan “contoh tanah tak terganggu” tidak memungkinkan, maka
dapat dilakukan test lapangan yang sesuai
(3) Angka keamanan kemantapan lereng untuk analisis stabilitas galian tanah,
ditentukan sesuai tabel 1.
Tabel 1. Nilai Minimum Faktor Keamanan Statik Lereng Galian
Warna Biru adalah usulan
maupun perbaikan ayat
Warna Merah adalah
dikonfirmasikan dg TPKB
Keandalan Parameter Tanah
Sifat Galian :
Sementara
Cukup
Tetap
Sementara
materi
yg
perlu
Warna hitam adalah materi asli hasil
transformasi sebelumnya atas SK Ka Dinas no 50
Kondisi Lingkungan dan Risiko
Kurang
penambahan
Tetap
Tidak ada hunian manusia
atau bangunan di sekitar
1.30
1.50
1.25
1.30
Banyak bangunan disekitar
1.50
2.00
1.30
1.50
Tabel 2. Nilai Minimum Faktor Keamanan Dinamik Lereng Galian.
Kondisi Lingkungan dan Keandalan Parameter Tanah
Resiko
Kurang
.......................................
.......................................
.......................................
Cukup
a. Perencanaan pekerjaan galian terbuka harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
- Kedalaman maksimum galian…… meter
- Kedalaman muka air tanah lebih dalam dari……… meter dari permukaan
tanah asli
- Jarak bangunan eksisting minimal …….. meter dari pinggir galian
- Kondisi tanah berupa ( tanah lempung? dengan parameter tanah ……. )
- Sudut kemiringan lereng galian maksimal 1: ……
(4) Analisis struktur dinding penahan tanah dengan anggapan keadaan ekses
tekanan air pori terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang mungkin timbul
harus meliputi:
a. Penjelasan sistem yang digunakan
b. Pemodelan dari sistem
c. Pembebanan (termasuk yang berhubungan dengan tahapan galian tanah)
d. Deformasi
e. Kehandalan strukturnya
Dengan FK untuk struktur dinding penahan tanah sementara diambil minimal 1.25
(untuk kondisi terburuk) dan untuk kondisi permanen sebesar = 2.0
(5) Untuk sistem galian yang menggunakan dinding penahan seperti sheet-pile,
soldier-pile, diaphragm-wall, strut, tiebacks, rakers dan lain-lain, maka stabilitas
galian harus ditinjau baik terhadap bahaya kelongsoran global maupun bahaya
heaving, piping dan perubahan muka air tanah untuk setiap tahapan pekerjaan
galian.
(6) Kekuatan elemen-elemen dinding dan bagian-bagiannya termasuk strut, raker,
atau ground anchor harus mampu menahan tegangan dan deformasi yang terjadi.
Nilai Minimum FK dapat diambil sesuai Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Minimum Faktor Keamanan Galian Dengan Sistem Dinding
Penahan
Faktor Keamanan
Item
Keterangan
Kondisi Sementara
Kondisi Tetap
1.30
1.50
1.50
2.00
Stabilitas (Umum)
(Global slope
stability)
Bottom Heave
pada level galian
fondasi
Parameter Tanah
diperoleh melalui
persyaratan yang
ditentukan oleh Ahli
Geoteknik
Bottom Heave
pada tahap
penggalian
fondasi
1.50
1.50
Piping
1.50
2.00
(7) Analisis Heave pada galian
a. Pada galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian harus
dilakukan analisis Angka Keamanan terhadap heave, yaitu sehubungan
dengan kemungkinan naiknya dasar galian, akibat dilampauinya daya
dukung tanah pada taraf dasar galian oleh bobot sendiri lajur tanah selebar
0,707 B yang berbatasan dengan tepi lubang, ditambah dengan beban atas
(surcharge) dan dikurangi oleh tahanan geser sepanjang bidang batas lajur
tanah, dimana B adalah lebar galian.
b. Berhubung dasar galian hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relatif
singkat, jika parameter drained digunakan dalam perhitungan faktor
keamanan, maka FK minimum dapat diambil sebesar 1.25. Untuk analisis
undrained FK minimum adalah tetap sebesar 1.5 sesuai Tabel 1.
(8) Analisis “Blow-In” pada galian
Untuk perencanaan galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian
harus dilakukan analisis terhadap “blow-in”, dengan FK=1.25.
(9) Untuk galian dengan dinding penahan galian berupa dinding sheetpile, soldier
piles, atau diaphragm wall yang diperkuat dengan ground anchor, maka perlu
dilakukan analisis stabilitas dan kekuatan elemen-elemen ini dengan ketentuan
FK minimum dan Uji Pembebanan sesuai Tabel 3.
.
Tabel 3. Rekomendasi Angka Keamanan Minimum untuk desain angkur tunggal
Angka Keamanan Minimum
Load
Faktor
Kategori Angkur
Tendon
Grout
Interface
Grout/tendon
atau grout/
encapsulation
interface
Angkur sementara dengan umur
layanan tidak lebih dari 6 bulan dan
keruntuhan
tidak
akan
mengakibatkan konsekuensi serius
dan tidak akan membahayakan
keselamatan publik.
1.40
2.00
2.00
1.10
Angkur sementara dengan umur
layanan tidak lebih dari 2 tahun,
walau
konsekuensi
keruntuhan
serius,
tetapi
tidak
akan
membahayakan keselamatan publik
tanpa cukup peringatan.
1.60
2.50*
2.50
1.25
Ground/
* Angka sebesar 2.0 dapat diberikan
jika ada full scale test lapangan.
(10) Sistem fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak boleh mengganggu
stabilitas dan deformasi tanah di lokasi bangunan dan sekitarnya, baik selama
masa pelaksanaan pembangunan maupun selama masa layanan.
(11) Dampak dari sistem fondasi yang mencakup pekerjaan penggalian, pekerjaan
penahan tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang, pemasangan
untuk
Proof
Test
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
15. Ground Anchor
dinding penahan tanah beserta angkur dan elemen penahan lateral terkait, dan
pekerjaan pengeringan air, serta semua elemen yang tercakup dalam sistem
fundasi harus dapat dibatasi sehingga tidak mengakibatkan kegagalan ataupun
deformasi di luar batas yang diijinkan pada fasilitas bangunan di sekitar lokasi.
Beban stabilitas galian dan penahan lateral harus ditinjau terhadap beban yang
berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman
galian.
Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tanah lateral, pemboran
tiang, serta pekerjaan pengeringan air tanah (dewatering) tidak boleh
mengakibatkan terjadinya beban yang melampaui kapasitas semula atau
deformasi di luar batas toleransi fasilitas yang ada di sekitar lokasi.
Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bor atau
tiang beton bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban
tarik yang mungkin akan timbul akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat
berkurangnya tegangan vertikal efektif.
Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya, maka
beban tambahan akibat galian tersebut harus ditambahkan dalam analisis sistem
fondasi terhadap beban lateral.
Gambar-gambar perencanaan struktur dinding penahan tanah harus meliputi:
1) Lay-out/denah dan potongan
2) Dimensi-dimensi struktur berikut sambungan batang penopang (struts) atau
penopang miring (inclined bracing), jangkar tanah (ground anchor) dengan
struktur penahan tanah
3) Detail-detail yang diperlukan
Pasal 31
Pekerjaan Jangkar Tanah (Ground Anchor)
(1) Setiap pekerjaan penguatan stabilitas dinding penahan tanah pada pekerjaan
basemen dapat menggunakan jangkar tanah.
(2) Setiap pekerjaan jangkar tanah harus diawasi oleh tenaga ahli pemegang IPTB
geoteknik.
(3) Penerapan ground anchor tidak boleh melampaui daerah penguasaaan
pekerjaan konstruksi tanpa memperoleh izin pemilik lahan dan bangunan
sekitar serta harus disetujui Dinas.
(4) Penerapan ground anchor yang melampaui daerah konstruksi dan berada
pada prasarana dan sarana umum harus memperoleh izin dari Pemerintah
Provinsi.
(5) Pada perancangan pekerjaan ground anchor panjang bagian pengikat (the
bonded length) tidak boleh kurang dari 5 m. (PTI 1996)
(6) Pada setiap pelaksanaan pekerjaan ground anchor harus dilakukan uji beban
setempat terlebih dahulu.
(7) Pada setiap penggunaan ground anchor permanen harus dilakukan uji
rangkak jangka panjang untuk menentukan besarnya umur kehilangan
tegangan (long term creep testing).
(8) Perencanaan vertical ground anchor sebagai tiang friksi pada pondasi rakit
harus dapat menyajikan analisis komprehensif.
(9) Perencanaan metode kerja dan penggunaan material untuk pekerjaan ground
anchor harus memenuhi SNI yang berlaku.
e.
16. Dewatering
Pasal 32
Pekerjaan Pemompaan Air Tanah (Dewatering)
(1) Setiap pekerjaan dewatering harus direncanakan dan dilaksanakan oleh
tenaga ahli pemegang IPTB geoteknik.
(2) Perencanaan dewatering harus mengutamakan aspek keamanan lingkungan
dan dilakukan berdasarkan parameter-parameter disain dari hasil uji
pemompaan.
(3) Setiap perencanaan dewatering harus memperhitungkan sekurang-kurangnya
debit air tanah dan air hujan yg harus dipompa, jumlah dan kapasitas pompa
yg digunakan, sistim dan jaringan pemompaan, dan besar penurunan tanah
pada radius rencana.
(4) Perencanaan dewatering dapat digantikan oleh analisis perencana yg disertai
bukti dan dasar pertimbangan dengan memperhatikan hasil penyelidikan
tanah dan kondisi lingkungan.
(5) Pelaksanaan dewatering tidak boleh menyebabkan kerusakan akibat
gangguan stabilitas dan/atau deformasi tanah.
(6) Pelaksanaan dewatering tidak boleh menyebabkan gangguan ketersediaan air
bagi masyarakat disekitar lokasi.
(7) Pelaksanaan dewatering yg dapat menyebabkan banjir disekitar lokasi akibat
penyaluran air buangan harus menyediakan penampungan air buangan
sementara.
(8) Pemeriksaan penurunan muka air tanah akibat dewatering dilakukan pada
seluruh area dalam radius pengaruh sesuai hasil uji pompa air tanah.
(9) Penurunan air tanah akib at pekerjaan dewatering harus memenuhi
persyaratan teknis sebagai berikut:
Penurunan air tanah harus dipantau dengan membuat sumur pantau
pada area dalam radius pengaruh.
b. Sumur pantau sekurang kurangnya harus tersedia sebanyak 1 titik pada
masing-masing 4 arah berbeda pada setiap 20 meter jarak sepanjang
radius pengaruh.
c. Pembuatan sumur pantau di luar area pekarangan proyek pembangunan
pada area umum tidak boleh merusak prasarana kota dan tidak boleh
membahayakan kepentingan umum serta harus terlebih dahulu
mendapatkan izin dari Biro Sarana Perkotaan.
d. Pembuatan sumur pantau diluar area pekarangan proyek pembangunan
pada area privat harus dapat sewaktu-waktu ditinjau oleh petugas Dinas.
a.
Download