pengadaan tanah untuk kepentingan umum

advertisement
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam
sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problemaproblema rumit. Indonesia, yang memiliki daratan (tanah) yang sangat luas, telah
menjadikan persoalan tanah sebagai salah satu persoalan yang paling urgen diantara
persoalan lainya. Maka tak heran, pasca Indonesia merdeka, hal pertama yang dilakukan
oleh pemuka bangsa dikala itu adalah proyek “landreform” ditandai dengan diundangkannya
UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disingkat
UUPA.1
Selanjutnya UUPA beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya menjadi acuan bagi
pengelolaan administrasi pertanahan di Indonesia, termasuk dalam kegiatan pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Pembangunan
fasilitas-fasilitas
umum
memerlukan
tanah
sebagai
wadahnya.
pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah apabila persediaan tanah
masih luas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah tanah merupakan sumber daya
alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia
saat ini telah banyak dilekati dengan hak (tanah hak), sementara tanah negara sudah
sangat terbatas persediaannya.
Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk
kepetingan umum di atas tanah negara, oleh karena itu jalan keluar yang ditempuh adalah
dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” tanah (oleh pemerintah dalam
1
Achmad Rusyaidi H, PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM : Antara Kepentingan Umum
dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, 2009.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
1
rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut
dengan pengadaan tanah.2
UUPA sendiri memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan
menentukan : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti
kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.3
Pembangunan yang tengah giat dilakukan pemerintah saat ini kerap kali berbenturan
dengan masalah pengadaan tanah. Agar tidak melanggar hak pemilik tanah, pengadaan
tanah tersebut mesti dilakukan dengan memerhatikan prinsip-prinsip kepentingan umum
(public interest) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal inilah yang akan
dibahas lebih jauh dalam tulisan ini.
PENGERTIAN
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Sebelumnya,
pembangunan
untuk
di
Indonesia
kepentingan
pengadaan
umum
4
tanah
khususnya
yang dilakukan
oleh
bagi
pelaksanaan
pemerintah
maupun
pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal tersebut
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 Angka 3. Namun, dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari
Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005, maka pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan
untuk
kepentingan
umum
yang dilakukan
oleh
pemerintah
maupun
pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Selain Pengadaan tanah, perlu juga diketahui pengertian tentang kepentingan
umum, mengingat pengadaan tanah di Indonesia senantiasa ditujukan untuk kepentingan
umum. Memberikan pengertian tentang kepentingan umum bukanlah hal yang mudah.
Selain sangat rentan karena penilaiannya sangat subektif juga terlalu abstrak untuk
memahaminya. Sehingga apabila tidak diatur secara tegas akan melahirkan multi tafsir
yang pasti akan berimbas pada ketidakpastian hukum dan rawan akan tindakan sewenang-
2
Pasal 1, Keppres 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi
Pembangunan.
3
4
UUPA Pasal 16.
Pasal 1 Angka 3, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
2
wenang dari pejabat terkait. Namun, hal tersebut telah dijawab dalam Perpres No 36 Tahun
2005 yang kemudian dirampingkan oleh Perpres 65 Tahun 2006 dimana telah ditentukan
secara limitatif dan konkret pengertian dari kepentingan umum yaitu :
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di
ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan
sanitasi;
b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;
c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan
lain-lain bencana;
e. Tempat pembuangan sampah;
f.
Cagar alam dan cagar budaya;
g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
DASAR HUKUM
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sejak tahun 1961 sampai dengan
sekarang telah berlaku Undang-undang No. 20 Tahun 1961, kemudian dilanjutkan dengan
kebijakan pemerintah melalui PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) No. 15 Tahun 1975,
kemudian dicabut dan diganti dengan Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Kepentingan Umum. Namun dengan berlakunya ketentuan tersebut dalam
proses pelaksanaannya tetap menimbulkan konflik dalam masyarakat. Untuk itu perlu dikaji
ulang keberadaan dari Keppres No. 55 Tahun 1993 dan dikaitkan pula dengan Undangundang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25
Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.5
Pengadaan tanah kemudian diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Sampai dengan
saat ini Indonesia belum memiliki Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang
Pengadaan Tanah.
Ditingkat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), pengadaan tanah diatur dalam
Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
5
Syafruddin Kalo, Reformasi Peraturan Dan Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, 2004.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
3
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
BENTUK-BENTUK PENGADAAN TANAH MENURUT HUKUM AGRARIA INDONESIA
Pada prinsipnya Hukum Agraria Indonesia mengenal 2 (dua) bentuk pengadaan
tanah yaitu :
1. Dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah (pembebasan hak
atas tanah) ;
2. Dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah.
Perbedaan yang menonjol antara pencabutan hak atas tanah dengan pembebasan
tanah ialah, jika dalam pencabutan hak atas tanah dilakukan dengan cara paksa, maka
dalam pembebasan tanah dilakukan dengan berdasar pada asas musyawarah.
Sebelumnya oleh Perpres No 36 Tahun 2005 ditentukan secara tegas bahwa bentuk
pengadaan tanah dilakukan dengan cara pembebasan hak atas tanah dan dengan cara
pencabutan hak atas tanah. Namun dengan dikeluarkannya Perpres No 65 Tahun 2006,
hanya ditegaskan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan cara pembebasan. Tidak
dicantumkannya secara tegas cara pencabutan hak atas tanah di dalam Perpres No.
65/2006 bukan berarti menghilangkan secara mutlak cara pencabutan tersebut, melainkan
untuk memberikan kesan bahwa cara pencabutan adalah cara paling terakhir yang dapat
ditempuh apabila jalur musyawarah gagal . Hal ini ditafsirkan secara imperatif dimana jalur
pembebasan tanah harus ditempuh terlebih dahulu sebelum mengambil jalur pencabutan
hak atas tanah.
Jika pada Perpres No. 36 Tahun 2005 terdapat kesan alternatif antara cara
pembebasan dan pencabutan, maka pada Perpres No.65 Tahun 2006 antara cara
pembebasan dan pencabutan sifatnya prioritas-baku. Ini agar pemerintah tidak sewenangwenang dan tidak dengan mudah saja dalam mengambil tindakan dalam kaitannya dengan
pengadaan tanah. Artinya ditinjau dari segi Hak Asasi Manusia (HAM), Perpres No 65 Tahun
2006 dinilai lebih manusiawi jika dibandingkan peraturan-peraturan sebelumnya.
Selain bersifat lebih manusiawi, Perpres No 65 Tahun 2006 juga memberikan suatu
terobosan kecil yaitu dengan dicantumkannya pasal 18A. Pasal 18A menentukan apabila
yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada di atasnya yang haknya dicabut tidak
bersedia menerima ganti rugi sebagaimana ditetapkan, karena dianggap jumlahnya kurang
layak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar
menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan Pemerintah
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
4
Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi
Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di
Atasnya. Ketentuan Pasal 18 A ini mempertegas ketentuan Pasal 8 UU No. 20 Tahun 1961.
Meskipun pengaduan ini sudah ditentukan sebelumnya oleh UU No. 20/1961 namun kurang
memberikan kepastian hukum karena Perpres-Perpres yang ada hanya menegaskan
pengajuan keberatan kepada Bupati/Walikota, Gubernur, atau Menteri Dalam Negeri.
Sehingga dianggap dapat memberikan ruang untuk meminimalisir kesewenang-wenangan
birokrasi eksekutif yang notabene adalah pihak yang paling berkepentingan dalam urusan
ini.
PRINSIP DASAR PENGATURAN PENGADAAN TANAH
Prinsip dasar pengaturan pengadaan tanah yang diatur dalam Perpres No 36 Tahun
2005 Jo. Perpres No 65 Tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007
yaitu :6
1. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dipastikan tersedia tanahnya.
Bahwa dalam rangka terpastikan untuk kepentingan umum tersedianya tanah, maka
Perpres No 36 Tahun 2005 Jo. Perpres No 65 Tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI
Nomor 3 Tahun 2007 mengatur :
a. Kepastian Lokasi (Pasal 39 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007);
b. Adanya penitipan ganti rugi ke pengadilan (Pasal 37 dan 48 Peraturan Kepala BPN-RI
Nomor 3 Tahun 2007);
c. Penerapan UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dengan
Pemberian Ganti Rugi (Pasal 41 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007).
2. Hak-hak dasar masyarakat atas tanah terlindungi.
Dalam rangka memperhatikan hak-hak masyarakat terlindungi, Perpres No 36 Tahun
2005 Jo. Perpres No 65 Tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007,
mengatur :
a. Sosialiasi lokasi (Pasal 8 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007);
b. Adanya penyuluhan tentang manfaat, maksud dan tujuan pembangunan kepada
masyarakat (Pasal 19 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007);
6
Binsar Simbolon, Prinsip Dasar Pengaturan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, hal. 4-6.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
5
c. Pengumuman hasil inventarisasi tanah, bangunan, tanaman, dan benda lain yang
berkaitan
dengan
tanah
guna
memberi
kesempatan
kepada
pihak
yang
berkepentingan untuk mengajukan keberatan (Pasal 23 Peraturan Kepala BPN-RI
Nomor 3 Tahun 2007);
d. Penilaian harga tanah dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga yang professional dan
independen (Pasal 27 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007);
e. Musyawarah penetapan ganti rugi dilakukan secara langsung antara Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemilik tanah (Pasal 31 dan 32
Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007), sedangkan Panitia Pengadaan
Tanah hanya sebagai fasilitator dalam pelaksanaan musyawarah tersebut ;
f.
Adanya hak mengajukan keberatan terhadap bentuk dan besarnya ganti rugi yang
ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah kepada Bupati/Walikota, Gubernur atau
Menteri Dalam Negeri (Pasal 41 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007).
3. Menutup peluang lahirnya spekulasi tanah.
Dalam rangka menutup peluang terjadinya spekulasi tanah Perpres No 36 Tahun 2005
Jo. Perpres No 65 Tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007,
mengatur sebagai berikut :
Jika lokasi tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan
umum, maka pihak ketiga yang bermaksud untuk memperoleh tanah dilokasi tersebut
wajib memperoleh izin tertulis dari Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI
Jakarta (Pasal 9 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007).
TATA CARA PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
1. Persiapan
Instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi
kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta dengan tembusan
disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Permohonan penetapan
lokasi diatur sebagai berikut :
-
Untuk lokasi yang terletak di 2 (dua) Kabupaten/Kota atau lebih dalam 1 (satu)
provinsi diajukan kepada Gubernur.
-
Untuk lokasi yang terletak di 2 (dua) provinsi atau lebih diajukan kepada Kepala
BPN-RI.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
6
2. Pelaksanaan
a. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar.
Khusus pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya lebih dari 1 (satu)
hektar berdasarkan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah
dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006, dibentuk Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten/Kota dengan Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah
DKI Jakarta.
Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota terdiri dari paling banyak 9
(Sembilan) orang dengan susunan sebagai berikut :
1) Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota;
2) Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua
merangkap Anggota;
3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai
Sekretaris merangkap Anggota; dan
4) Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang terkait dengan pelaksanaan
pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.7
Tugas Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota adalah :
1) Penyuluhan kepada masyarakat;
2) Inventarisasi bidang tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman;
3) Penelitian status hak tanah;
4) Pengumuman hasil inventarisasi;
5) Menerima hasil penilaian harga tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga
Tanah;
6) Memfasilitasi
pelaksanaan
musyawarah
antara
Pemilik
dengan
Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah;
7) Penetapan besarnya ganti rugi atas dasar kesepakatan harga yang telah dicapai
antara pemilik dengan instansi Pemerintah yang memerlukan tanah;
8) Menyaksikan penyerahan ganti rugi;
9) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak;
10) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan berkas pengadaan tanah;
7
Yusuf Susilo, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Hal. 4
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
7
11) Menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan
tanah kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta apabila
musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan.8
Panitia Pengadaan Tanah dalam melaksanakan tugasnya diberikan sejumlah dana
yang disebut sebagai biaya operasional dalam rangka membantu pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Biaya Panitia Pengadaan
Tanah tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.02/2008
tanggal 23 April 2008 tentang Biaya Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Biaya operasional tersebut digunakan
untuk pembayaran honorarium, pengadaan bahan, alat tulis kantor, cetak/stensil,
fotocopy/penggandaan, penunjang musyawarah, sosialisasi, sidang-sidang yang
berkaitan dengan proses pengadaan tanah, satuan tugas (satgas), biaya keamanan,
dan biaya perjalanan dalam rangka pengadaan tanah.9
b. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang Luasnya tidak Lebih dari 1 (Satu)
Hektar dan Pengadaan Tanah Selain untuk Kepentingan Umum
Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
adalah pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan Instansi
Pemerintah, yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Khusus untuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih
dari 1 (satu) hektar dan pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum :
-
Dilaksanakan secara langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah
dengan para pemegang hak atas tanah melalui proses jual beli, tukar menukar,
atau cara lain yang disepakati para pihak.10
-
Dapat juga menggunakan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota
dengan mempergunakan tata cara pengadaan tanah yang sama dengan tata cara
pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya lebih dari 1 (satu)
hektar.
-
Bentuk dan besarnya ganti rugi ditentukan dari kesepakatan dalam musyawarah
antara Instansi Pemerintah dengan pemegang hak atas tanah (Pemilik tanah).
-
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas :
Ibid.hal. 5.
Pasal 2, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.02/2008 tentang Biaya Panitia Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
10
Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005.
8
9
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
8
a. Nilai
Jual
Obyek
Pajak
(NJOP)
atau
nilai
nyata/sebenarnya
dengan
memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia;
b. nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang bangunan;
c. nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang pertanian;11
PENILAIAN
Penilaian harga tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum
dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah/Tim Penilai Harga Tanah. Lembaga Penilai
Harga Tanah saat ini dipercayakan kepada Lembaga Penilai Independen yaitu Lembaga
Appraisal yang mendapat lisensi dari Menteri Keuangan dan BPN. Sedangkan untuk
harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan
tanah dilakukan oleh Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang membidangi
bangunan dan/atau benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut.
Tim Penilai Harga Tanah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan NJOP atau nilai
nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman
pada variable-variabel sebagai berikut :
a. Lokasi dan letak tanah;
b. Status tanah;
c. Peruntukan tanah;
d. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan
wilayah atau tata kota yang telah ada;
e. Sarana dan prasarana yang tersedia; dan
f.
Faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.
GANTI KERUGIAN
Permasalahan pokok dalam pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum adalah mengenai penetapan besarnya ganti rugi. Ketentuan
mengenai pemberian ganti rugi ini telah diatur dalam ketentuan hukum tanah di Negara
kita. UUPA mengatur bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa
11
Pasal 15 Ayat (1) Perpres Nomor 65 Tahun 2006
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
9
dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,
dengan member ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang.12
Ganti rugi yang layak didasarkan atas nilai nyata/sebenarnya dari tanah atau
benda yang bersangkutan.13 Pola penetapan ganti rugi atas tanah dinegara kita
ditetapkan
melalui
musyawarah
dengan
memperhatikan
disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi tanah.
harga
14
umum
setempat
Ganti kerugian yang
diberikan dapat berupa :
a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Pemukiman kembali;
d. Gabungan dari dua atau lebih ganti kerugian a, b, dan c;
e. Bentuk lain yang disetujui para pihak.
15
Sedangkan Perpres No 36 Tahun 2005 Jo. Perpres No 65 Tahun 2006 dan
Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007 menyebutkan makna ganti rugi adalah
penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik sebagai akibat pengadaan tanah
kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik
dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.16 Penentuan
besarnya ganti rugi didasarkan pada hasil kesepakatan pemilik tanah dengan Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah. Hasil kesepakatan tersebut kemudian oleh Panitia
Pengadaan Tanah sesuai dengan tugasnya dituangkan dalam Berita Acara Hasil
Musyawarah, dan selanjutnya menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Besarnya Ganti
Rugi. Musyawarah antara pemilik tanah dengan Instansi Pemerintah yang memerlukan
tanah
tersebut
berpedoman
pada
penilaian
harga
tanah
yang
dilakukan
oleh
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah.
Ganti kerugian menurut Hukum Tanah Nasional ditetapkan menurut nilai
pengganti (replacement value) yang berarti bahwa ganti rugi yang diterima dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh penggantian terhadap tanah dan/atau bangunan
12
Pasal 18, UUPA.
Penjelasan Umum Angka 5, UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan BendaBenda Yang Ada Diatasnya.
14
Pasal 6 Ayat (1), Permendagri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara
Pembebasan Tanah
15 Pasal 13, Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi
Pembangunan.
16 Pasal 1 Angka 11, Perpres Nomor 36 Tahun 2005.
13
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
10
dan/atau tanaman semula dalam kualitas yang minimal setara dengan yang sebelum
terkena pengadaan tanah.
Sesuai dengan Konsepsi Hukum Tanah Nasional yaitu adanya keseimbangan antara
kepentingan umum dan kepentingan perseorangan maka prinsip pengadaan tanah adalah
mewujudkan pengadaan tanah yang memenuhi rasa keadilan, baik bagi masyarakat yang
terkena pengadaan tanah dengan diberi ganti kerugian yang dapat menjamin kelangsungan
hidupnya dan bagi Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk dapat memperoleh
tanah serta perlindungan maupun kepastian hukum.
Guna mewujudkan hal tersebut di atas maka pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum dengan cara pembebasan hak-hak atas tanah masyarakat
haruslah
diatur
dalam
suatu
undang-undang,
yang
mencerminkan
pengakuan
dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya hak-hak keperdataan dan hak-hak
ekonomi yang dimilikinya. Hal tersebut sampai saat ini belum juga dapat diwujudkan di
negara kita. Sampai saat ini Negara kita belum juga memiliki Undang-Undang yang
mengatur secara khusus tentang Pengadaan Tanah, melainkan diatur dengan Peraturan
Presiden. Namun, dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tersebut, dinilai telah sedikit memberikan kepastian hukum dan aturan-aturan pengadaan
tanah yang lebih demokratis, serta sedikit menutup ruang bagi aparat pemerintah untuk
bertindak secara sewenang-wenang.
Sumber-Sumber Informasi :
•
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
•
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan BendaBenda Yang Ada Diatasnya.
•
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
•
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
•
Keputusan
Presiden
Nomor
55
Tahun
1993
Tentang
Pengadaan
Tanah
Untuk
Kepentingan Umum Demi Pembangunan.
•
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.02/2008 Tentang Biaya Panitia Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
11
•
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.
•
Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan
Presiden
Nomor
36
Tahun
2005
tentang
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun
2005
tentang
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan
Pembangunan
Untuk
Kepentingan Umum.
•
Binsar
Siombolon,S.H.,M.Si.,
Prinsip
Dasar
Pengaturan
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Materi Sosialisasi Tata Cara
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, 2009.
•
Yusuf Susilo,S.H.,M.Hum., Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, Materi Sosialisasi Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum, 2009.
•
Yusuf Susilo,S.H.,M.Hum., Aspek Hukum Pertanahan Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Materi Sosialisasi Tata Cara
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, 2009.
•
Achmad Rusyaidi H, PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM : Antara
Kepentingan Umum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, 2009.
•
Syafruddin
Kalo,
Reformasi
Peraturan
Dan
Kebijakan
Pengadaan
Tanah
Untuk
Kepentingan Umum, 2004.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
12
Download