MANAJEMEN LABA, RELEVANSI, DAN DECISION USEFULNESS

advertisement
MANAJEMEN LABA, RELEVANSI, DAN DECISION USEFULNESS:
SEBUAH TINJAUAN KRITIS ATAS REGULASI AKUNTANSI
Arif Widyatama
STIE Panca Bhakti Palu
surel: [email protected]
ABSTRACT
This article discusses about the accounting scandals that occurred this decade is due to the effect of earnings
management. The management company will attempt to profit management techniques for various purposes, namely for the benefit of opportunistic and realistic. However, although the views of management
motivation background doing earnings management, this article would like to see from the corner of the
decisions made by stakeholders, especially shareholders. The existence of earnings management conducted
by the management then it can degrade the reliability of the financial statements that would have an impact
on the relevance of the financial statements as a basis for decision making in this regard the decision
usefulness. On the other hand it is also a critique of accounting regulations that have been applied to both
companies already listed on the Indonesia Stock Exchange and are not associated with credibility in the
financial statements.
Keywords: Accounting Scandal, Earnings Management, The reliability, relevance, Decision Usefulness,
Regulatory Accounting
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya masa depan perusahaan tergantung pada keputusan yang dihasilkan
oleh manajemen dengan melihat apa yang telah dilakukan. Manajemen selaku pengelola
perusahaan harus melaporkan informasi yang
terkait dengan kegiatan perusahaan berupa
laporan keuangan. Lebih lanjut, laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan memuat mengenai semua hal yang terjadi dalam
perusahaan pada periode tersebut. Namun,
menjadi sebuah pertanyaan besar mengenai
apakah manajemen selaku pengelola perusahaan akan melaporan seluruh informasi yang
tersedia di perusahaan kepada stakeholder dalam hal ini pemerintah, kreditur, karyawan,
dan khususnya shareholder yang bertindak sebagai pemilik perusahaan. Sehingga dengan
adanya pengungkapan informasi yang dilaku
kan oleh manajer selaku pihak pengelola perusahaan maka keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak stakeholder dalam hal ini
pemerintah, kreditur, karyawan dan shareholder selaku prinsipal sesuai dengan keadaan
perusahaan yang sebenarnya dan kemudian
laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dikatakan bermanfaat untuk
pengambilan keputusan.
Namun hal tersebut ternyata tidak sepenuhnya ungkapkan oleh manajemen selaku pihak yang mengetahui informasi yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan. Di sisi lain,
Shareholder dan pihak berkepentingan seperti
pemerintah, karyawan bahkan publik ingin
seluruh informasi yang berupa laporan keuangan perusahaan dapat diungkapkan secara penuh (full disclosure) oleh manajemen.
Lebih lanjut, prinsipal maupun pihak-pihak
| 99 |
yang berkepentingan dapat membuat keputusan sesuai dengan keadaan perusahaan yang
sebenarnya. Dikarenakan jika terjadi kesalahan
pengambilan keputusan baik itu pihak stakeholder dalam hal ini pemerintah, karyawan,
maupun masyarakat serta pihak shareholder.
Seperti kejadian skandal akuntansi yang pernah dialami berbagai perusahaan dalam
beberapa dekade ini.
Skandal-skandal akuntansi seperti yang
terjadi pada kasus-kasus perusahaan dalam
beberapa dekade ini seperti kasus Enron,
WorldCom, Xerox dan mayoritas perusahaan
besar lain di Amerika Serikat (Cornett et al,
2006; Sulistiawan et al,. 2011) disebabkan karena penyajian laporan keuangan yang tidak
mencerminkan keadaan perusahaan sebenarnya. Laporan tahunan dan laporan keuangan
disajikan oleh perusahaan sebagai salah satu
informasi yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban
pihak manajer terhadap pengelolaan sumber
daya pemilik, serta merupakan informasi yang
memungkinkan bagi pihak-pihak di luar
manajemen, mengetahui kondisi perusahaan.
Laporan tahunan dan laporan keuangan
merupakan salah satu acuan bagi para pengambil keputusan terutama bagi pemerintah,
karyawan, masyarakat maupun shareholder.
Hal ini disebabkan tidak lain karena para pihak
yang berkepentingan itu tidak mampu mengakses informasi-informasi yang terdapat dalam
perusahaan sehingga hampir dapat dikatakan
laporan tahunan dan laporan keuangan merupakan satu-satunya jalan bagi pemerintah,
karyawan, masyarakat, maupun shareholder
untuk mengambil keputusan terkait dengan kinerja perusahaan. Namun sejauh mana informasi yang dapat diperoleh sangat tergantung
pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari
laporan tersebut.
Skandal akuntansi seperti yang terjadi
pada berbagai perusahaan besar dewasa ini
| 100 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
telah memberikan dampak yang begitu besar
pada dunia akuntansi. Sehingga berbagai pertanyaan terkait dengan kredibilitas laporan keuangan sebagai acuan dalam pengambilan
keputusan patut dipertanyakan. Seperti yang
diketahui bahwa komponen penting dalam
laporan keuangan yang seringkali dijadikan
sebagai alat untuk menginformasikan kinerja
perusahaan adalah laba dan nilai buku. Laba
memiliki nilai relevansi bila secara statistik berhubungan dengan harga saham: penurunan
dan peningkatan laba berhubungan dengan
penurunan atau kenaikan harga saham (Ball
dan Brown: 1968).
Masalah akan terjadi ketika relevansi
laba dan nilai buku sebagai alat pengukur
kinerja perusahaan ketika diperhadapkan dengan praktek real earnings management2 yang
hampir atau sulit dibedakan dengan earnings
management yang dilakukan manajer. Relevansi laba suatu perusahaan tentang kegiatan
operasi yang dilakukan yang terindikasi melakukan earnings management dan terlebih lagi
kepada real earnings management yang mengarah kepada tindakan kecurangan akuntansi
seharusnya akan lebih rendah dari perusahaan
yang tidak melakukan earnings management
maupun real earnings management. Akibatnya,
para pelaku pasar maupun pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan terkait dengan nilai laba perusahaan akan berpindah ke nilai buku dalam proses penilaiannya terhadap suatu perusahaan, walaupun
dapat dikatakan kalau nilai buku perusahaan
belum dapat menjamin cerminan keadaan perusahaan yang sebenarnya jika ternyata ada
perlakuan earnings management atau bahkan
real earnings management.
Hal ini dikarenakan realitasnya antara
manajemen selaku agent sering terjadi asimetry
information dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban kepada shareholders ataupun kepada stakeholders dalam hal ini peme-
rintah, karyawan, kreditur maupun masyarakat sehingga. Sebagai contoh dalam hubungannya dengan program bonus, perikatan
utang, dan kos politis, eksekutif perusahaan
melakukan manajemen laba (Watts and
Zimmerman, 1986). Tindakan tersebut diambil
manajemen karena alasan-alasan yang terkait
dengan perilaku oportunistik ataupun kontrak
efisien dalam suatu hubungan keagenan.
Tindakan manajemen tersebut juga dapat
mempengaruhi kualitas informasi dalam
jangka pendek.
Dampak yang dihasilkan sangat besar
terhadap kualitas informasi yang dicerminkan
oleh laporan keuangan yang dihasilkan oleh
perusahaan. Jika ditelusuri lebih lanjut terkait
kualitas informasi adalah mengenai bagaimana
asymetry information yang terjadi dalam
perusahaan tersebut disebabkan agency problem. Agency problem timbul karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang
maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik
(prinsipal), namun di sisi yang lain manajer
juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak
demi kepentingan terbaik prinsipal (Jensen dan
Meckling, 1976).
Asymetry information yang terdapat antara
manajemen (agent) dengan pemilik (prinsipal)
memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen
laba (earnings management) untuk menyesatkan
pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja
ekonomi perusahaan. Sehingga dari beberapa
fenomena tersebut patut dipertanyakan fungsi
dari regulasi akuntansi yang notabenenya berfungsi untuk melindungi hak-hak dari share
holder dan stakeholder (Subroto: 2007). Ketika
regulasi akuntansi tersebut tidak mampu me| 101 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
lindungi hak-hak shareholder dan stakeholder
maka dapat dikatakan bahwa regulasi tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya sehingga
perlu dilakukan perubahan. Sehingga regulasi
akuntansi yang saat ini berlaku masih dapat
dipertanyakan tingkat relevan maupun reabilitas yang terdapat pada SFAC 2 apakah masih
dapat memenuhi kedua karakteristik primer
dari kualitas informasi laporan keuangan. Atau
masih dapat memenuhi karakteristik kualitatif
laporan keuangan yang terdapat pada SFAC
8 yaitu relevan dan faithfulness representation
sebagai pengganti dari SFAC 2. Akibat yang
dihasilkan dari hal tersebut adalah pada pengambilan keputusan yang diambil oleh berbagai
pihak dalam hal ini shareholder dan stakeholder.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut
maka penulis mencoba untuk mengangkat sebuah masalah yang akan diungkapkan dalam
paper ini terkait dengan perilaku earnings management yang dilakukan oleh manajemen
untuk meningkatkan baik itu reputasi, penawaran saham umum perdana dan berbagai
motivasi lainnya terkait apakah laporan keuangan tersebut masih dapat dijadikan acuan
bagi shareholder ataupun stakeholder sebagai
acuan dalam pengambilan keputusan (decision
usefulness). Terdapat juga berbagai pertanyaan
mengenai manajemen laba terkait dengan
pengambilan keputusan. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya perlakuan manajamen laba yang dilakukan oleh manajer maka
hampir dapat dipastikan reabilitas atau bahkan faithfulness representation dari laporan keuangan yang dilaporkan manajer selaku pengelola perusahaan kepada shareholder dan stakeholder selaku pengguna dalam pengambilan
keputusan akan tidak relevan dengan keadaan
perusahaan yang sebenarnya. Sehingga hal
tersebut dapat mengaburkan relevansi dari laporan keuangan yang dihasilkan. Hal ini juga
dapat menjadi sebuah pertimbangan bagi para
shareholder, stakeholder, bahkan mungkin standar
setter dalam membuat sebuah standar sehingga
nantinya kejadian seperti kasus Enron, World
Com dan kasus lainnya yang terkait dengan
manajemen laba tidak akan terjadi lagi, sehingga akan merugikan berbagai pihak. terutama pengguna laporan keuangan.
PEMBAHASAN
Manajemen Laba dalam Bingkai Teori
Agensi
Teori Agensi merupakan salah satu teori
dasar yang sering digunakan untuk menjawab
berbagai pertanyaan yang sering terjadi di perusahaan terutama dalam hal asimetry information. Argument penulis juga didukung oleh
pendapat Jensen & Meckling (1976) yang
menyebutkan bahwa salah satu pihak yang
bertugas sebagai pemilik perusahaan disebut
prinsipal bertugas mendelegasikan agen atau
manajer untuk melakukan pekerjaan seperti
yang diinginkan oleh prinsipal. Pada hubungan delegasi ini menurut Jensen & Meckling
(1976) dalam hubungan metafora sebuah hubungan kontrak. Teori keagenan berkaitan dengan menyelesaikan dua masalah yang dapat
terjadi pada lembaga terkait. Permasalahan
pertama adalah masalah lembaga yang muncul ketika (a) keinginan atau tujuan pokok dan
konflik agen dan (b) sulit atau mahalnya biaya
yang dikeluarkan bagi prinsipal untuk meverifikasi apa yang telah agen lakukan. Pada permasalahan ini mengungkapkan bahwa pada
setiap entitas baik bisnis maupun publik akan
terjadi konflik antara shareholder dan manajer.
Permasalahan tersebut menimbulkan ketidakpercayaan bagi prinsipal sebagai pemilik perusahaan. Akibat hal tersebut akhirnya prinsipal harus segera memverifikasi mengenai apa
yang telah dilakukan oleh manajer dalam perusahaan tersebut.
Kedua adalah masalah pembagian risiko
| 102 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
yang timbul pada saat pokok dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dalam
hal ini masalah yang risiko yang dihadapi
antara prinsipal dan agen adalah prinsipal
ingin risiko yang dihadapi itu besar sehingga
jika prinsipal memiliki risiko yang besar maka
harapannya return yang diterima juga besar.
Namun hal ini berbeda dengan agen yang tidak
menyukai risiko. Dimana hal ini prinsipal
dapat mengurangi risiko yang dihadapi dengan cara mendiversifikasi saham yang ditanamkan dalam perusahaan ke perusahaan
lain, sehingga jika perusahaan tersebut mengalami kerugian maka terdapat perusahaan lain
yang mendukung atau memiliki return untuk
menutupi kerugian tersebut. namun kondisi
yang berbeda dihadapi oleh manajer. Yang jika
perusahaan mengalami kerugian maka manajer tersebut tidak memiliki “cadangan” atau
jaminan bahwa manajer tersebut dapat kembali bangkit seperti dulu. Hal ini yang menjadi
problem atau sebuah dilema yang dihadapi
oleh manajemen dalam menjalankan perusahaannya. Sehingga manajemen tersebut harus
melakukan hal yang terbaik bagi perusahaan.
Penulis berpendapat pada titik ini juga merupakan salah satu motivasi seorang manajer
untuk mempertahankan posisi di perusahaan,
maka seorang manajer tersebut melakukan
manajemen laba.
Manajemen Laba
Manajer mempunyai kepentingan kuat
dalam pilihan kebijakan akuntansi. Berdasarkan hal itu, manajer dapat memilih kebijakan
akuntansi dari sekumpulan kebijakan (contohnya GAAP), maka alamiah jika kita menduga
kalau mereka akan memilih kebijakan yang
dapat memaksimalkan utilitas mereka dan
atau nilai pasar dari perusahaan. Hal ini dapat
disebut sebagai manajemen laba (earnings man-
agement). Pemahahaman terhadap manajemen
laba penting bagi akuntan, karena hal ini memudahkan perbaikan pemahaman terhadap
kegunaan pendapatan bersih, baik untuk pelaporan kepada investor maupun untuk pengadaan kontrak. Berikut terdapat berbagai definisi mengenai manajemen laba yang dikemukakan oleh para ahli:
a.
Scott (2009) mengemukakan sebuah definisi dari manajemen laba adalah sebagai
berikut: Manajemen laba adalah pilihan
bagi manajer akan kebijakan akuntansi
untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik;
b.
Healy dan Wahlen (1999), manajemen
laba terjadi ketika manajer menggunakan
pertimbangan (judgment) dalam pelaporan
keuangan dan penyusunan transaksi
untuk merubah laporan keuangan, dengan
tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders
tentang kinerja ekonomi perusahaan atau
untuk mempengaruhi hasil perjanjian
(kontrak) yang tergantung pada angkaangka akuntansi yang dilaporkan; dan
c.
Wang dan Campbell (2012) menyebutkan
manajemen laba umumnya dipahami
sebagai upaya oleh orang dalam perusahaan untuk melindungi posisi mereka dan
keuntungan dengan memanipulasi informasi keuangan yang diberikan kepada
orang luar. Hal ini sering mengambil bentuk perataan laba atau manipulasi pendapatan.
d.
Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan
maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja
untuk memperoleh beberapa keuntungan
pribadi.
Lebih lanjut disebutkan menurut Scott
(2009) pilihan kebijakan akuntansi diinterpre
tasikan cukup luas. Meskipun pembagian jalur
ini masih belum tepat, tapi hal ini memudahkan pembagian pilihan kebijakan akuntansi kedalam dua kategori. Pertama adalah pilihan
kebijakan akuntansi itu sendiri, seperti amortisasi garis lurus versus amortisasi saldo menurun, atau kebijakan untuk pengakuan pendapatan (revenue). Kategori lainnya adalah akrual
diskresioner, seperti cadangan untuk kerugian
kredit, jaminan, nilai persediaan dan timing
serta jumlah item-item luar biasa seperti penangguhan dan cadangan untuk reorganisasi.
Sejatinya earnings management memilik
banyak interpretasi dan sulit dibedakan dengan earnings management. Hampir dapat dikatakan kedua konsep tersebut memiliki perbedaan yang sangat kecil terutama dalam teknikteknik yang digunakan dalam earnings management dan real earnings management. Pada
artikel ini memuat mengenai tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dengan melalui teknik-teknik manajemen lagi yang
nantinya dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan. Dimana menurut Lo (2007) manajemen laba memiliki banyak kesamaan dengan
kualitas laba. Lo (2007) berpendapat bahwa
manajemen laba tidak cukup untuk menjamin
kualitas laba tinggi (atau angka akuntansi berkualitas tinggi lebih umum), karena faktor lain
berkontribusi terhadap kualitas laba. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perlakuan manajemen laba maka kualitas laba
yang diharapkan mungkin tidak akan seperti
ekspektasi para shareholder dan stakeholder.
Pola dari Manajemen Laba
Berikut terdapat beberapa pola dari manajemen laba yang telah dikemukakan oleh
Scott (2009):
1. Taking a bath
Hal ini dapat terjadi selama periode stress
atau yang berkaitan dengan pengorgaVol. 2 No. 2 Desember 2014 | 103 |
nisasian kembali/reorganisasi, termasuk
mempekerjakan CEO yang baru, jika perus ahaan harus melaporkan kerugian,
maka manajemen merasa terpaksa untuk
melaporkan kerugian dalam jumlah besar,
sehingga mereka melaporkan sedikit kerugian pada poin ini. Konsekuensinya mereka
akan menangguhkan aset, menyediakan
biaya yang dapat diperkirakan di masa
depan, dan secara umum “clear the decks”.
2. Income minimization
Bentuk ini mirip dengan “taking a bath”,
tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode
laba yang tinggi dengan mempercepat
penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak
berwujud dan mengakui pengeluaranpengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud,
biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi
untuk biaya eksplorasi.
3. Maksimisasi income.
Berasal dari PAT, manajer mungkin terlibat dalam pola maksimisasi income bersih
yang dilaporkan untuk tujuan bonus,
menyediakan hal ini tidak berarti menempatkan mereka diatas cap. Perusahaan
yang mendekati pelanggaran perjanjian
hutang juga dapat memaksimalkan income.
4. Income Smoothing/Perataan Laba.
Income smoothing merupakan pola manajemen earning yang paling menarik. Healy,
1985 dalam Scott (2009) berpendapat
bahwa manajer mempunyai insentif untuk
melakukan income smoothing sehingga
mereka paling tidak tetap berada diantara
| 104 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
bogey dan cap. Lebih lanjut, jika manajer
adalah penentang resiko, maka mereka
lebih menyukai aliran bonus yang kurang
variabel sehingga perlu melakukan income
smoothing bersih.
Manajer juga mampu memengaruhi
nilai pasar dari saham perusahaan mereka dengan manajemen laba. Contoh, mereka ingin
menciptakan kesan laba yang mulus dan berkembang sepanjang waktu. Berdasarkan efisiensi pasar sekuritas, hal ini mengharuskan
mereka menggunakan informasi dari dalam.
Jadi manajemen laba dapat menjadi sarana untuk mengkomunikasikan informasi dalam dari
manajemen ke investor. Pertimbangan ini
mengarah pada kesimpulan yang menarik dan
mungkin mengejutkan bahwa hanya sedikit
dari manajemen laba yang merupakan hal
yang bagus. Tentu saja, aspek efisiensi dari
manajemen laba terlalu dikedepankan, karena
manajemen laba itu mengurangi reliabilitas.
Selain menurunkan reabilitas dari laporan keuangan dikarenakan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya, maka hal ini tentu saja dapat menurunkan
tingkat relevansi dari laporan keuangan yang
dihasilkan. Menurut Scott (2009) Pengguna
laporan keuangan tersebut dkarenakan seperti
yang diketahui bahwa peranan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
berguna khususnya dalam pengambilan keputusan investasi oleh investor. Walaupun terdapat pendapat yang dikemukakan oleh Scott
bahwa terdapat beberapa kondisi yang memberikan pendapat bahwa ada faktor-faktor
subjektif yang dilakukan oleh individu dalam
hal ini manajer harus membuat keputusan
tanpa berdasarkan laporan keuangan seperti
Single-Person Decision Theory. Akan tetapi bila
dipandang dari sudut stakeholder bukan hanya
berasal berasal dari laporan keuangan namun
menurut penulis terdapat informasi-informasi
di luar dari laporan keuangan itu yang dapat
menjadi sebuah point penting dalam pengambilan keputusan.
Motivasi untuk Melakukan Manajemen
La ba
Penelitian Healy yang direfer oleh Scott
(2009) yang menerapkan manaj amen laba
diterapkan pada kontrak bonus. Namun
manajer dapat terlibat dalam manajemen laba
untuk berbagai alasan lain. Sekarang kita akan
mempertimbangkan beberapa motivasi lain
untuk manajemen laba yaitu:
1. Motivasi kontrak lainnya
Kontrak utang biasanya tergantung pada
variabel akuntansi, yang timbul dari masalah moral hazard antara manajer dan pemimpin dianalisis. Untuk mengendalikan
masalah kontrak pinjaman jangka panjang, biasanya pembatasan untuk melindungi terhadap tindakan oleh manajer
yang bertentangan dengan kepentingan
kreditur terbaik seperti pinjaman dividen
berlebihan tambahan atau membiarkan
modal kerja atau pemegang saham jatuh
ekuitas ditentukan tingkat bogey yang semuanya melemahkan keamanan pemberi
pinjaman yang ada.
Manajemen laba untuk tujuan perjanjian
diperkirakan oleh hipotesis perjanjian
utang dari teori akuntansi positif. mengingat bahwa pelanggaran perjanjian dapat
membebankan biaya berat, manajer perusahaan akan diharapkan untuk menghindarinya.
2. Untuk temuan laba investor dan menjaga
reputasi
Investor laba harapan dapat dibentuk dalam berbagai cara. misalnya mereka mungkin didasarkan pada pendapatan untuk
periode yang sama tahun lalu, atau pada
pengamat atau perkiraan perusahaan.
perusahaan yang laporan lebih besar dari
yang diharapkan biasanya menikmati
harga saham yang signifikan, karena investor merevisi ke atas probabilitas dari
kinerja masa depan yang baik laba. sebaliknya perusahaan yang gagal memenuhi
harapan mengalami penurunan harga
saham yang signifikan.
3. Penawaran umum perdana (IPO)
Menurut definisi, perusahaan membuat
penawaran umum perdana (IPO) tidak
memiliki harga pasar mapan. ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana
menghargai saham perusahaan tersebut.
Mungkin informasi akuntansi keuangan
termasuk dalam prospektus adalah sumber informasi yang bermanfaat.
Selain itu terdapat juga motivasi earnings
manajement yang dikemukakan oleh beberapa
ahli termasuk Healy (1985) mengenai motivasi
bonus yang dilakukan oleh manajer terkait dengan manajemen laba.
Motivasi bonus merupakan dorongan
manajer perusahaan dalam melaporkan
laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba
tersebut. Manaj er perusahaan dengan
rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada
periode berjalan. Alasanya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak ada
penyesuaian untuk metode yang dipilih.
Penelitian Healy (1985) menggunakan
pendekatan program bonus manajemen,
yaitu bahwa manajer akan memperoleh
bonus secara positif ketika laba berada di
antara batas bawah (bogey) dan batas atas
(cap).
Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 105 |
Selain itu terdapat beberapa motivasi lain
yang dilakukan oleh manajer terkait dengan
manajemen laba. Seperti yang dikemukakan
oleh Mulford & Comiskey (2010) menunjukkan
motivasi lain manajer melakukan manajemen
laba adalah untuk menaikan saham pada saat
penawaran saham perdana, maksimalisasi
bonus, pencegahan atas pelanggaran perjanjian pinjaman, serta untuk memenuhi peramalan consensus analysis.
The Decision-Usefulness Approach
Pendekatan decision usefulness untuk teori
akuntansi mengambil sudut pandang pada
“jika kita tidak dapat mempersiapkan secara
teoritis laporan keuangan yang benar, paling
tidak kita dapat mencoba membuat biaya historis menjadi lebih bermanfaat. Kita harus
memberi perhatian lebih pada pemakai
laporan keuangan dan kebutuhan keputusan
mereka”. Menurut Scott (2009) peranan laporan keuangan adalah menyediakan informasi
yang berguna khususnya dalam pengambilan
keputusan investasi oleh investor. Dengan
menggunakan pendekatan decision usefulness,
seorang akuntan dalam mempersiapkan informasi yang berguna harus tahu bagaimana investor membuat keputusan yaitu dengan mempertimbangkan dua hal berikut:
1. Siapakah pengguna laporan keuangan?
Yang jelas terdapat beberapa pengguna laporan keuangan. Adalah sangat membantu jika kita menggolongkannya kedalam
beberapa kelompok antara lain: investor,
pemberi pinjaman, manajer dan pemerintah. Kelompok ini disebut konstituen
akuntansi.
2. Apa masalah keputusan dari pengguna
laporan keuangan? Dengan memahami
masalah dalam pengambilan keputusan
pengguna laporan keuangan, akuntan
akan lebih baik dalam memenuhi kebutuh| 106 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
an informasi yang diperlukan para pengguna tersebut. Laporan keuangan yang
disiapkan, disesuaikan dengan keperluan
khusus penggunanya. Hal ini diharapkan
akan membawa pada pengambilan keputusan yang lebih baik.
Namun, untuk mengetahui jenis masalah
dalam pengambilan keputusan pengguna laporan keuangan tidaklah mudah. Akuntan
harus memahami logika berfikir mereka. Menurut Scott (2009) cara yang bisa dilakukan antara
lain dengan menggunakan teori ekonomi dan
keuangan yaitu teori pengambilan keputusan
individu (single-person theory of decision) dan
teori investasi (theory of investment).
a. Teori Keputusan Orang Tunggal (SinglePerson Decision Theory)
Teori ini mengambil sudut pandang dari
seorang individu yang harus membuat keputusan dalam ketidakpastian, berarti teori ini
tidak digunakan jika kondisi sudah ideal. Kondisi ideal adalah kondisi di mana karakter ekonomi sudah sempurna dan pasar sudah komplet atau sepadan dari kekurangan informasi
asimetri dan rintangan lain menjadi wajar dan
operasi pasar efisien. Teori ini masih relevan
pada akuntansi karena laporan keuangan
menyediakan tambahan informasi yang berguna untuk banyak keputusan. Jadi, simpulannya teori ini merupakan pilihan yang bagus untuk mulai memahami bagaimana individu membuat keputusan rasional di bawah
ketidakpastian.
Untuk bisa dikatakan berguna, suatu
informasi harus mampu membantu memprediksi return investasi di masa depan. Bagaimana laporan keuangan berbasis historical
cost membantu penggunanya? Yaitu dengan
membantu prediksi bahwa adanya bad news
atau good news yang terkandung di dalam
laporan keuangan, akan tetap ada di masa
mendatang. Ada dua jenis cara menggunakan
informasi keuangan untuk prediksi harapan
return investasi masa depan:
1.
Dengan menggunakan informasi pendapatan bersih saat ini
Current Financial Statement (good news or
bad news in net income) prediksi future
earning power
prediksi future expected return
-*
-*
2.
Dengan menggunakan informasi arus kas
saat ini
Current Financial Statement (good news or
bad news in cash flow) prediksi future cash
flow prediksi future expected return
-*
-*
Dengan demikian, berdasarkan teori
keputusan, dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan berbasis historical cost masih bermanfaat bagi investor meskipun laporan tersebut tidak melaporkan secara langsung aliran
kas masa depan berbasis perhitungan nilai sekarang (present-value-based).
b. Teori investasi (theory of investment)
Teori investasi (theory of investment)
merupakan teori yang mempelajari tentang
komitmen atas sejumlah dana atau sumber
daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan pada masa yang akan datang.
Misalnya seorang investor membeli sejumlah
saham saat ini dengan harapan memperoleh
keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen pada masa yang akan
datang. Sebaliknya tujuan investasi tersebut
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
investor.
Pada dasarnya, keputusan investasi
adalah trade off antara return dan resiko (Jones,
1998 dalam Scott, 2009). Return adalah hasil
yang diperoleh dari modal yang kita investasikan. Return dibedakan menjadi 2, expected return (return yang diharapkan terjadi di masa
depan) dan realized return (return actual yang
terjadi di masa lalu). Risk (resiko) adalah kemungkinan bahwa return actual tidak akan
sama dengan return yang diharapkan (expected
return). Return dan risk mempunyai hubungan
yang positif, semakin besar risiko yang harus
ditanggung, semakin besar return yang harus
dikompensasikan.
Beberapa teori dalam pengambilan keputusan (decision usefulness approach) di atas menjelaskan mengenai hal-hal yang penting dan
harus diperhatikan dalam membuat sebuah
keputusan baik oleh pemerintah, karyawan,
kreditor, masyarakat dan bahkan shareholder
selaku pemilik perusahaan. Menurut decision
usefulness approach menggunakan data-data
keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan yang dipublikasi oleh perusahaan.
Dengan kata lain laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan
oleh pihak stakeholder dan shareholder dalam
proses pengambilan keputusan. Apabila reabilitas yang dimiliki oleh laporan keuangan rendah maka hampir dapat dipastikan laporan
keuangan tersebut tidak relevan dikarenakan
laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan keadaan perusahaan sehingga relevansi
dalam pengambilan keputusan dapat dikatakan juga akan dapat menjebak para stakeholder
maupun shareholder.
Manajemen Laba dan Pengambilan
Keputusan Stakeholder: Sebuah Tinjauan
Kritis
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa manajemen laba merupakan pilihan bagi manajer akan kebijakan akuntansi
untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik.
Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 107 |
Yang dimana laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajer terkait dengan apa yang terjadi di perusahaan dapat dikatakan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya walaupun ada beberapa pendapat
yang mendukung bahwa manajemen laba
merupakan tindakan yang wajar dikarenakan
sesuai dengan legalitas standar yang berlaku.
Namun penulis bercermin pada beberapa
skandal akuntansi yang terjadi sebelumnya seperti pada kasus Enron, WorldCom, Xerox dan
beberapa skandal akuntansi lainnya sudah
memberikan bukti bahwa dengan adanya
perlakuan manajemen laba dalam hal ini adalah real management yang dilakukan oleh manajer maka hampir dapat dipastikan laporan
keuangan yang dihasilkan oleh manajer tidak
mencerminkan keadaan perusahaan yang
sebenarnya. Dikarenakan menurut pendapat
penulis jika laporan keuangan yang dihasilkan
manajer tersebut sudah mengalami manajemen laba dijadikan acuan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh stakeholder maka dapat dipastikan skandal-skandal akuntansi tersebut tidak akan terjadi. Sehingga hal ini mengundang berbagai pertanyaan apakah dengan
adanya manajemen laba maka laporan keuangan yang dihasilkan sudah berkualitas sehingga relevan untuk digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat jalur hubungan yang terjadi
antara manajemen laba dan pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh stakeholder
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1 Hubungan Antara Manajemen Laba
Fleksibilitas
Standar
Kualitas Laporan
Keuangan
Relevansi
Pengambilan
Keputusan
Stakeholder
Manajemen Laba
dan
Pengambilan
Keputusan
| 108 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa
manajemen laba dapat mempengaruhi pengambilan keputusan (decision usefulness) yang
akan dilakukan oleh para stakeholder terutama
investor dalam menanamkan saham atau berbagai keputusan lain terkait dengan data akuntansi yang telah diperoleh. Menurut penulis dengan adanya manajemen laba yang dilakukan
oleh manajer selaku pengelola perusahaan
maka hal tersebut dapat menurunkan salah
satu karakteristik kualitatif SFAC 2 yakni reabilitas laporan keuangan perusahaan yang sekarang diganti menjadi SFAC 8 yakni faithfulness
representation. Lebih lanjut dikatakan jika
mengacu pada SFAC 8 maka manajemen laba
tersebut akan menurunkan kualitas dari laporan keuangan. Hal tersebut dapat menurunkan kredibilitas laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, sehingga jika digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan oleh
stakeholder terutama untuk para investor dalam hal investasi maka hampir dapat dipastikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Secara tidak langsung
hal ini dapat merugikan stakeholder yang menggunakan laporan keuangan perusahaan tersebut sebagai dasar keputusan. Sejatinya laporan keuanga yang dihasilkan oleh manajer
harus dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya sehingga berbagai keputusan yang terkait dengan data-data akuntansi
perusahaan yang tercermin melalui laporan
keuangan dapat dilakukan dengan tepat.
Walaupun terdapat berbagai kelebihan dari
adanya manajemen laba seperti dapat meningkatkan reputasi maupun keuntungan lainnya
jika perusahaan tersebut ingin melakukan IPO.
Akan tetapi jika dipandang dari segi
pengambilan keputusan maka hal ini dapat
menjadi sebuah kritikan tajam terkait dengan
konsep manajemen laba itu sendiri. Apakah
harus dipertahankan untuk meningkatkan keuntungan dari sisi perusahaan ataukah konsep
manajemen laba ini harus ditekan seminimalisir agar nantinya keputusan yang akan
diambil oleh berbagai pengguna atau stakeholder sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
pengguna. Pendapat penulis ini didukung oleh
Scott (2009). Dimana menurut Scott (2009) tindakan manajemen laba tersebut dapat menurutkan reabilitas laporan keuangan dan nantinya dapat menurunkan relevansi laporan keuangan tersebut. selain itu menurut Scott
(2009) laporan keuangan yang dihasilkan
menyediakan informasi yang berguna khususnya dalam pengambilan keputusan investasi oleh investor. Dengan menggunakan pendekatan decision usefulness, seorang akuntan
dalam mempersiapkan informasi yang berguna harus tahu bagaimana investor membuat
keputusan.
yang bersifat monopoli atau mendekati monopoli. Sehingga dapat dipastikan regulasi
merupakan salah satu cara agar hak dari investor yaitu memperoleh informasi yang benar
dapat tercapai. Akan tetapi dengan adanya
konsep manajemen laba maka terdapat berbagai pertanyaan yang timbul terkait dengan
integritas regulasi akuntansi yang dapat dilihat
pada gambar berikut.
Decision
Usefulness
Conseptual
Framework
SFAC 1 & SFAC 2
Integritas Regulasi
Akuntansi?
SFAC 8
IASB Concept
Pengambilan
Keputusan
Stakeholder
Manajemen Laba
Tinjauan Kritis atas Regulasi Akuntansi
dalam Perspektif Manajemen Laba
Regulasi yang dilakukan oleh pemerintah
dilakukan melalui undang-undang, peraturan
pemerintah, kepu-tusan menten atau keputusan lembaga pemerintah lain yang mengatur
mengenai organisasi profesi dan haknya untuk
berpraktik publik serta persyaratan pengungkapan dalam pelaporan keuangan perusahaan, Regulasi yang dilakukan oleh profesi
akuntansi sendiri berupa regulasi penentuan
dan pemonitoran standar akuntansi dan pengauditan (Scott: 2003). Dengan adanya regulasi
maka diharapkan sebuah kehidupan atau secara khusus dalam pelaporan keuangan pihakpihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan tersebut dapat tercapai serta dapat
dilindungi dari perilaku-perilaku opportunistik
manajemen. Seperti yang diungkapkan oleh
Subroto (2007) Tujuan diadakannya regulasi
pada umumnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat konsumen agar
tidak dirugikan oleh perusahaan penyedia jasa
Fleksibilitas
Kualitas Laporan
Keuangan
Relevansi
Gambar 2 Model Hubungan Manajemen Laba
dan Regulasi Akuntansi
Berdasarkan gambar tersebut maka dapat dijelaskan sebuah alur keterkaitan antara
manajemen laba terhadap integritas laporan
keuangan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa menurut penulis serta terdapat
beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan bahwa dengan adanya manajemen laba
maka hal tersebut dapat faithfulness representation dari laporan keuangan sehingga dapat
menurunkan relevansi yang dimana kita ketahui relevansi merupakan rerangka konseptual dalam hal ini adalah SFAC 8. Laporan
keuangan tersebut harus memuat karakteristik
kualitatif laporan keuangan yakni relevansi
dan representative faithfulness. Jika suatu laporan keuangan tidak memenuhi karakteristik
Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 109 |
kualitatif dari laporan keuangan maka hampir
dapat dipastikan laporan keuangan tersebut
tidak bermanfaat. Karena sejatinya karakteristik kualitatif laporan keuangan tersebut dibuat
pada dasarnya untuk kebermanfaatan. Sehingga
jika regulasi akuntansi yang telah dibuat tidak
memiliki asas kebermanfaat bila ditinjau dari
relevansi maka regulasi tersebut patut dipertanyakan. Regulasi akuntansi tersebut menjadi
sebuah pertanyaan ketika perhadapkan dengan konsep manajemen laba. Manajemen
laba yang di sisi lain memiliki keuntungan bagi
perusahaan terutama jika perusahaan tersebut
ingin reputasi perusahaan menjadi baik. Akan
tetapi akan muncul berbagai pertanyaan apakah laporan keuangan tersebut masih dapat
dijadikan acuan atau masih dapat dikatakan
kredibel sebagai dasar pengambilan keputusan. Seperti kasus IPO yang dilakukan oleh
Facebook belakangan ini, pada awal IPO saham yang dimiliki sangat mahal akan tetapi
setelah beberapa hari proses IPO saham yang
dimiliki justru anjlok sehingga para investor
merasa dirugikan.
Oleh karena itu, adanya perlakuan manajemen laba yang dilakukan manajemen terkait dengan laporan keuangan, maka hampir
dapat dipastikan reabilitas dari laporan keuangan tersebut masih perlu dipertanyakan.
Serta menurut Scott (2009) jika reabilitas dari
laporan keuangan tersebut menurun maka dianggap laporan keuangan tersebut tidak relevan jika digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (decision usefulness). Pengaruh
manajemen laba terhadap SFAC 8 sebagai konvergensi IFRS ini masih belum bisa dibuktikan
di Indonesia, sehingga pengaruhnya masih belum dapat diputuskan. Namun, bila melihat
berbagai penelitian mengenai dampak IFRS terhadap nilai menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Iatridis & Rouvolis (2010) di Greece
menunjukkan bahwa The change in ûrm book
value secara positif signifikan mengikuti per
ubahan IFRS yang dilakukan di Negara tersebut. Namun, dapat dikatakan baru sedikit
| 110 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
penelitian mengenai dampak IFRS mengenai
relevansi sehingga untuk kasus-kasus di Indonesia masih perlu dijelajahi lebih mendalam.
Selain berhubungan dasar pengambilan
keputusan, dengan adanya perlakuan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer maka
hal itu menjadi sebuah pertanyaan mengenai
regulasi akuntansi, yang dimana regulasi akuntansi itu seharusnya dapat memberik perlindungan terhadap masyarakat. Seperti yang
dikemukakan oleh Subroto (2007) Tujuan diadakannya regulasi pada umumnya untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sehingga jika regulasi itu sendiri masih
belum dapat melindungi hak-hak publik untuk
memperoleh informasi yang sebenarnya maka
regulasi akuntansi tersebut masih memiliki
banyak celah untuk dimanfaatkan oleh salah
satu pihak sehingga belum mampu untuk
melindungi hak-hak publik itu sendiri. Argument ini dukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Fields et al., (2001) yang mengemukakan bahwa regulasi akuntansi mempengaruhi kualitas dan kuantitas pengungkapan keuangan, yang pada gilirannya akan memberikan implikasi kesejahteraan dan kebijakan,
dalam keberadaan eksternalitas. Akan tetapi
regulasi akuntansi tersebut akan berjalan sesuai dengan mestinya yaitu memberikan implikasi yang positif terhadap kesejahteraan dan
kebijakan bagi kepentingan stakeholder terutama bagi pemegang saham. Namun, dengan
adanya perlakuan manajemen laba ini maka
memberikan sebuah sinyal bahwa dampak positif yang seharusnya diberikan melalui pengungkapan laporan keuangan tidak akan terjadi. Bahkan mungkin dapat dikatakan sebagai
penipuan publik, dikarenakan laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen baik dari
segi reabilitas maupun relevansi tidak akan
mencerminkan keadaan perusahaan yang se-
benarnya. Sehingga menurut penulis regulasi
akuntansi yang telah diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan, maupun yang sudah
listing maupun belum di Bursa Efek Indonesia
harus ditinjau kembali agar perlakuan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tidak
akan terjadi. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan dalam pengambilan keputusan tidak akan salah.
DAFTAR PUSTAKA
KESIM PU LAN
Eisenhardt, K. M. 1989. “Agency Theory: An Assessment and Review”. Academy of Management Review. Vol. 14. No.1. pp 57—74.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
diambil kesimpulan mengenai konsep manajemen laba yang sering dilakukan oleh manajer terkait dengan pertanggunjawaban terhadap pihak stakeholder khususnya pemegang
saham. Manajemen laba tersebut bila dipandang dari asas kebermanfaat dari segi pengambilan keputusan maka hal tersebut tidak
perlu dilakukan. Dikarenakan dengan adanya
manajemen laba maka akan membuat reabilitas dari laporan keuangan menurun sehingga
hal tersebut akan berdampak pada relevansi
dari laporan keuangan tersebut yang juga akan
semakin menurun karena kegiatan perusahaan yang dicerminkan melalui laporan keuangan tidak relevan terhadap kejadian pada
saat laporan keuangan tersebut dilaporkan.
Selain itu, artikel ini juga dapat menjadi
sebuah tinjauan kembali terhadap regulasi
akuntansi yang hingga sekarang digunakan
oleh perusahaan-perusahaan yang telah listing
ataupun belum sebagai dasar penyusunan
laporan keuangan. Regulasi akuntansi sebaiknya ditinjau kembali sehingga tindakan manajemen laba yang dilakukan manajemen tidak
akan terjadi lagi, sehingga nantinya akan merugikan berbagai pihak terkait dalam pengambilan keputusan. Artikel ini juga dapat dijadikan sebuah acuan agar skandal akuntansi
yang pernah terjadi seperti kasus Enron, World
Com, Xerox dan beberapa entitas lain tidak akan
terjadi lagi.
Ball, R. & Brown, P. 1968. An empirical evaluation of
accounting income numbers. Journal of Accounting Research, 6 (2): 159–177.
Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H.
2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. http://
papers.ssrn.com/
Deegan, C. (2004). Financial Accounting Theory. McGrawHill, Australia.
Fazeli, Yasin S. & Rasouli, Habib A. 2011. Real Earnings Management and the Value Relevance of
Earnings. International Research Journal of Finance
and Economics. ISSN 1450-2887 Issue 62 (2011)
Field, et al. 2001. Empirical Research on Accounting
Choice. Journal of Accounting and Economics, 31
(2001) 255-307
Gaffikin, M. (2008). Accounting Theory: Research, Regulation and Accounting Practice. Pearson Education.
Australia.
Healy, Paul M. and J.M. Wahlen. 1999. A Review Of
The Earnings Management Literature And Its
Implications For Standard Setting. Accounting
Horizons 13, 365-383.
Jensen, M.C.; dan Meckling, W.H.. 1976. “Theory of the
Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and
Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3. No. 4.
Kothari. 2005. Performance Matched Discretionary Accrual Measures. Journal of Accounting and Economics 39 (2005) 163–197)
Latridis, George & Rouvolis, Sotiris. 2010. The postadoption effects of the Implementation of International Financial Reporting Standards in
Greece. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation vol 19 pp 55–65
Lo, Kin. 2008. Earnings management and earnings quality. Journal of Accounting and Economics 45 (2008)
350–357
Mulford, Charles W. & Comiskey, Eugene E. 2010.
Deteksi Kecurangan Akuntansi. PPMManajemen. Jakarta
Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 111 |
Schipper,K.,1989. Commentary on earnings management. Accounting Horizons vol 3, pp 91–102.
Scott, W.R. (2000). Financial Accounting Theory. E.Book.
Prentice-Hall, Toronto, Canada.
_______ . (2009). Financial Accounting Theory. PrenticeHall, Toronto, Canada.
Subroto, Bambang. (2007). Regulasi Akuntansi untuk
Mengurangi Asimetri Informasi. Jurnal Aplikasi
Manajemen. Volume 5, nomor 3, desember 2007
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi.1995. Metode
| 112 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
Sulistiawan et al., 2011. Creative Accounting (Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi). Salemba
Empat. Jakarta.
Wang, Yin & Campbell, Michael. 2012. Corporate governance, earnings management, and IFRS: Empirical evidence from Chinese domestically
listed companies. Advances in Accounting, incorporating Advances in International Accounting 28
(2012) 189–192
Watts, R. L,; J. L., Zimmerman. 1986. Positive Accounting
Theory. New Jersey: Prentice-Hall International
Inc.
Penelitian Survey.LP3ES, Jakarta
Download