Dalam pengecoran suatu pelat pada bangunan bertingkat, jalan

advertisement
PERBANDINGAN FRAME SCAFFOLDING DAN MODULAR SCAFFOLDING
DALAM SEGI BIAYA
(Studi kasus: Pembangunan Box Underpass (BUP) Ciawi Tol BOCIMI Bogor)
oleh :
Tri Wijayanto1, Titik Penta Artiningsih2, Wiratna Tri Nugraha3
ABSTRAK
Dalam pengecoran suatu pelat pada bangunan bertingkat, jalan dan jembatan,
diperlukan penyangga yang kuat sebagai penahan bekisting pelat lantai. Tujuan
dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kebutuhan perancah dan
membandingkan efisiensi biaya perancah jenis frame scaffolding dan modular
scaffolding pada proyek pembangunan box underpass (BUP) tol BOCIMI Bogor
mengingat keduanya memiliki harga dan kapasitas yang berbeda.
Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini dengan mendapatkan luasan
pekerjaan pengecoran pelat yang nantinya sebagai area luasan scaffolding, lalu
mendapatkan kapasitas scaffolding yang juga disesuaikan dengan pembebanan di
lapangan dengan menggunakan aplikasi structure analysis program (SAP), dengan
demikian dapat diketahui apakah scaffolding tersebut kuat atau perlu perkuatan untuk
menahan beban di lapangan juga menghitung kekuatan balok penahan bekisting apakah
kuat menahan beban dengan panjang bentang sesuai dengan jenis scaffolding. Lalu
menghitung waktu pelaksanaan scaffolding dari hasil studi di lapangan. Kemudian dapat
dibandingkan efisiensi dari kedua jenis scaffolding tersebut dalam segi biaya terkait
waktu dan kekuatan scaffolding.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penggunaan modular scaffolding lebih murah
yaitu sebesar Rp.300.730.680,00 (Tiga Ratus Juta Tujuh Ratus Tiga Puluh Ribu Enam
Ratus Delapan Puluh Rupiah) sedangkan frame scaffolding adalah Rp.603.216.000,00
(Enam Ratus Tiga Juta Dua Ratus Enam Belas Ribu Rupiah) dan juga waktu pemasangan
modular scaffolding adalah 51 dan frame scaffolding adalah 69 hari, sehingga dapat
disimpulkan penggunaan modullar scaffolding lebih efisien.Kata
Kunci: Perbandingan, Scaffolding, Perancah
1. PENDAHULUAN
Seperti diketahui sekarang negara kita
sedang giat melaksanakan pembangunan
sarana prasarana dan infrastruktur seperti
gedung-gedung
bertingkat
tinggi,
perumahan, pembangunan industri, jalan
dan lain sebagainya karena perkembangan
dan pertumbuhan kebutuhan manusia di
masa
sekarang
yang
kebanyakan
menggunakan beton bertulang sebagai
material utamanya.
Dalam merencanakan suatu kontruksi
beton diperlukan perencanaan yang baik
agar diperoleh beton yang baik dan
memenuhi syarat, baik dari segi kualitas
dan kuantitas. Namun yang perlu
diperhatikan juga dalam perencanaan
konstruksi beton adalah efisiensi dalam
proses pengerjaan agar diperoleh hasil
pekerjaan yang efisien, seperti dalam
pemilihan perancah/scaffolding yang tepat
dalam merencanakan konstruksi beton.
Perancah, seperti frame scaffolding dan
modular scaffolding adalah alat dalam
pengerjaan konstruksi beton yang berguna
untuk menunjang pelat atau balok
sementara yang dibutuhkan bekisting
untuk dapat menyalurkan beban dari
beton yang dicor dan membentuk beton
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
1
sesuai rencana. Karena itulah pemilihan
perancah dalam perencanaan konstruksi
beton sangat penting mengingat sifat dan
kapasitas perancah yang berbeda-beda.
2. DASAR TEORI
2.1. Pengertian Perancah
Perancah
merupakan suatu struktur
sementara
yang
digunakan
untuk
menyangga manusia dan material dalam
konstruksi atau perbaikan gedung dan
bangunan besar lainnya. Perancah
merupakan konstruksi sementara yang
memungkinkan pelaksanaan konstruksi
permanen setelahnya. Istilah “perancah”
sering disamakan dengan “scaffolding”
sejak zaman dahulu ketika mulai
menggunakan kuda-kuda pada saat
mendirikan pelat.
Perancah
sudah
digunakan selama 5000 tahun, sejak
manusia ingin membangun sesuatu yang
lebih tinggi daripada yang dapat mereka
capai.
2.2. Persyaratan Scaffolding
Semua sistem perancah/scaffolding harus
diperiksa oleh inspektur K3 (keselamatan
dan kesehatan kerja) sebelum digunakan
di tempat kerja untuk memastikan
kepatuhan
dengan
persyaratan
keselamatan.
Pemeriksaan
harus
dilakukan setiap minggu, dan dicatat hasil
pemeriksaannya, menempatkan label
(sistem penandaan) setiap perancah untuk
mengidentifikasi perancah yang aman dan
tidak aman.
2.3. Pemasangan dan Pembongkaran
Scaffolding
Menurut Fransiska (2015), syarat
pemasangan scaffolding:
a. Mendirikan
dan
membongkar
scaffolding
yang
benar
harus
dilakukan hanya dengan disetujui
scaffolders yang memiliki sertifikat
yang sah
b. Semua perancah harus dilengkapi
dengan pegangan tangan untuk
memastikan keamanan saat berada di
ketinggian untuk mencegah personil
jatuh.
2.4. Jenis Scaffolding
Menurut Gunanusa Utama Fabricators
(2010), ada beberapa jenis scaffolding
yang saat ini banyak digunakan pada
pekerjaan konstruksi bangunan, antara
lain:
a. Modular scaffold, adalah scaffolding
yang seluruh perlengkapannya dibuat
secara pabrikasi, termasuk rangka
menyilang
b. Frame scaffold, adalah rangka
scaffolding yang dibuat secara
pabrikasi, termasuk rangka menyilang
dan perlengkapannya
c. Independent
scaffold,
adalah
scaffolding yang dilengkapi dengan
tiang sebanyak dua atau lebih
dihubungkan satu dengan yang lain
secara melintang dan membujur
d. Hanging scaffold, adalah independent
scaffolding yang digantungkan pada
salah satu struktur tetap dan tidak
dapat diangkat dan diturunkan
e. Mobile scaffold, adalah scaffolding
yang berdiri sendiri dan dapat
berpindah, dan dilengkapi roda pada
bagian bawah tiang
f. Single
pole
scaffold,
adalah
scaffolding yang terdiri dari tiang satu
deret disambung dengan ledger,
putlog diikat pada ledger dan
diperkuat pada salah satu dinding
struktur tetap atau bangunan
g. Scaffolding
overhead,
adalah
scaffolding yang dipasang di suatu
ketinggian tertentu pada bagian luar
suatu bangunan, sifatnya dibangun ke
atas atau ke bawah, berdiri sendiri
dengan bantuan batang penopang
2.5. Frame Scaffolding
Perancah frame atau (frame scaffolding)
adalah perancah yang sering ditemui pada
proyek pembangunan gedung bertingkat
pada umumnya, yaitu perancah rangka
yang dibuat secara pabrikasi termasuk
rangka menyilang dan perlengkapannya.
Walupun dibuat di pabrik tetapi dapat
dirangkai
di
lokasi
pembanguan
konstruksi karena terdiri dari beberapa
komponen.
Secara
teoritis
frame
scaffolding memiliki kapasitas atau
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
2
mampu menahan beban 2500 kg setiap
titik tiang pada framenya.
Komponen-komponen yang ada dalam
satu scaffolding adalah rangka main frame
atau walk-thru frame, diagonal bracing
atau cross brace, adjustable jack atau
jack base, brace locking (pen), joint pin,
catwalk atau deck atau platform, dan Uhead.
Bentuk struktur frame scaffolding secara
umum terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu:
a. Frame 0.90 m (MF-1209)
b. Frame 1.70 m (MF-1217)
c. Frame 1.90 m (MF-1219)
Gambar 2. Modular scaffolding
Pada dasarnya komponen-komponen pada
modular scaffolding sama seperti pada
frame
scaffolding
tetapi
tidak
menggunakan frame pada perancah
utamanya
melainkan
menggunakan
batang vertikal, horizontal, dan diagonal
brace yang disatukan atau dikaitkan
dengan ringlock dan clamp.
Gambar 1. Frame scaffolding
2.6. Modular Scaffolding
Modular scaffolding adalah scaffolding
yang seluruh perlengkapannya dibuat
melalui pabrikasi, termasuk rangka yang
menyilang atau biasa juga disebut
ringlock scaffolding. Modular scaffolding
yaitu perancah dengan bahan utama
batang atau pipa yang disusun dengan
pengikat ringlock atau clamp sehingga
mempermudah pemasangan dan lebih
kokoh. Dengan diameter dan ketebalan
pipa yang lebih besar dari frame
scaffolding membuat modular scaffolding
memiliki kapasitas yang lebih besar dari
frame scaffolding, yaitu mampu menahan
beban hingga 6000 kg per titik atau
batang vertikal tiap susunannya.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data
Data Primer
Data primer didapat dengan cara
melakukan pengamatan di lapangan, yaitu
pelaksanaan proyek pembuatan box
underpass Ciawi. Data jenis dan dimensi
perancah yang digunakan yaitu frame
scaffolding dengan dimensi lebar 120 cm
dan tinggi 193 cm
Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh
dari kontraktor pelaksana, meliputi data
penawaran
dari
tiap
perusahaan
penyewaan perancah yang diajukan ke
kontraktor dan gambar teknis pada lokasi
pekerjaan box underpass.
3.2. Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian
diolah dalam suatu perhitungan untuk
memperoleh hasil studi yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah analisis data
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan luasan lokasi pekerjaan
Luasan yang diperoleh adalah luasan
permukaan pelat pada box underpass
Ciawi yang mana luasan tersebut akan
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
3
digunakan untuk menghitung volume
pengecoran pelat box underpass.
2. Menentukan jenis scaffolding yang
digunakan
Pada proyek ini untuk menentukan
jenis scaffolding yang digunakan
yaitu dengan meninjau luasan
permukaan pelat yang nantinya akan
dilaksanakan pengecoran dengan cara
mencari berat jenis dari tiap bahan
kemudian dikalikan dengan volume
pengecoran.
Dari
situ
dapat
disimpulkan jenis scaffolding yang
cocok untuk digunakan pada proyek
ini.
3. Menghitung pembebanan material
dan bekisting
Data beban yang ditahan oleh
scaffolding atau data teknis material
didapat dari berat jenis material
tersebut. Untuk mendapatkan beban
bekisting tentunya harus menghitung
jarak balok pembagi pada bekisting
yang berkaitan dengan jumlah balok
pembagi. yaitu:

Harga dari tiap scaffolding baik frame
scaffolding dan modular scaffolding
tentunya memiliki harga yang
berbeda. Data tersebut didapat dari
perusahaan
yang
mengajukan
penawaran/borongan
scaffolding
kepada proyek Bocimi.
7. Membuat kebutuhan biaya scaffolding
Untuk mendapatkan efisiensi harga
yaitu
dengan
cara
membuat
kebutuhan biaya untuk scaffolding
dari jenis frame scaffolding dan
modular scaffolding. Sehingga dapat
dievaluasi dari kedua jenis scaffolding
mana yang lebih efisien dalam segi
harga untuk proyek pembangunan box
underpass Ciawi Bocimi Bogor.
3.3. Diagram Alir Analisis Data
M maks
[MPa] ............ 1
Wx
dimana:
σ : tegangan lentur kayu
Mmax : momen lentur yang terjadi
Wx : momen perlawanan dari
penampang
4. Menghitung jarak balok penyangga
pada bekisting
Sama halnya dengan balok pembagi,
balok penyangga pun harus dihitung
karena berhubungan langsung dengan
U-head pada scaffolding yang
berkaitan dengan jarak tiap batang
atau frame scaffolding.
5. Menghitung jarak efisien tiap batang
atau frame
Jarak tiap batang atau frame pada
scaffolding adalah yang menentukan
efisiensi dari scaffolding tersebut
yangmana berkaitan dengan jumlah
scaffolding tersebut. Dan harus sesuai
dengan jarak balok pembagi agar
pembagian jarak dapat sama rata.
6. Mendapatkan penawaran harga
Gambar 3. Diagram alir analisis
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Ruang Lingkup Proyek
Nama Proyek: Pembangunan Jalan Tol
Ruas Ciawi – Sukabumi Seksi 1 (Ruas
Ciawi – Cigombong/Lido) Paket 1 CiawiCiherang Pondok Sta (-0+750) – (4+850)
Lokasi Proyek: Ruas Ciawi – Cigombong
(Sta. 1+322) Jawa Barat
4.2. Studi Kasus
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
4
Berdasarkan bangunan yang menjadi
tinjauan yaitu box underpass Ciawi adalah
proses pembangunan pelat bagian atas
underpass sebagai jalan tol BOCIMI.
Jarak Balok Pembagi 5/7
π‘€π‘šπ‘Žπ‘₯
→ 𝝈
π‘Šπ‘₯
= 360 π‘˜π‘”⁄π‘π‘š
𝝈 =
Dari gambar teknis dapat dihitung luasan
permukaan pelat box underpass, yaitu:
Panjang : 73,5 m
Lebar : 22,5 m (keseluruhan)
Mencari L Balok pembagi
berdasar rumus lendutan:
𝐼 =
1
π‘₯ 𝑏 π‘₯ β„Ž2
12
= 0.08333 π‘₯ 100 π‘₯ 5.832
= 48.6 π‘π‘š2
𝐸 = 60000 π‘˜π‘”⁄π‘π‘š
π‘ž = 3.327
𝑓 =
Gambar 4.
0.540 = 60000 π‘˜π‘”⁄π‘π‘š
4.3. Analisa Perancah
Data yang diperlukan untuk perbandingan
adalah analisa tentang beban yang
diterima perancah, susunan dari masingmasing
perancah,
baik
modular
scaffolding maupun frame scaffolding,
dan juga susunan bekisting, karena kedua
perancah tersebut memiliki jarak yang
berbeda sehingga susunan bekisting juga
berbeda yang tentunya berpengaruh
terhadap berat bekisting yang diterima.
Karena itu harus dihitung terlebih dahulu
pembebanan bekisting. Adapun data kayu
yang digunakan untuk bekisting adalah
sebagai berikut:
Tebal multipleks
: 1,8 cm
Kelas kuat
:V
Tegangan lentur
: 360 kg/cm2
Modulus elastisitas : 60000 kg/cm2
Lebar tinjauan
: 100 cm
Tegangan geser
: 58,65 kg/cm2
π‘žπ‘’ = 1,2 𝐷𝐿 + 1,6 𝐿 = 3.327
5
π‘ž π‘₯ 𝐿4
π‘₯
384
𝐸π‘₯𝐼
𝐿4 16.136 = 605218808
𝐿4 =
605218818
16.635
= 36382255
πΏπ‘šπ‘Žπ‘₯
= 77.664
= 25 π‘π‘š
diambil
Maka untuk balok pembagi pada
bekisting didapat jarak yaitu 25 cm tiap
balok. Pada perencanaan bekisting
digunakan jarak balok pembagi yang
sama, baik pada frame scaffolding
maupun modular scaffolding, karena
menopang pembebanan yang sama yaitu
pelat beton bertulang setebal 100 cm
π‘˜π‘”⁄
π‘π‘š
= 332.70 π‘˜π‘”⁄π‘π‘š2
= 0.333 𝑑⁄π‘š2
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Balok penyangga 6/12
Multiplex tebal 1,8mm
Balok pembagi 5/7
Gambar 5. Jarak antar balok pada bekisting
5
Analisa Frame Scaffolding
Pada frame scaffolding yang akan
dibandingkan di lapangan memiliki
susunan sebagai berikut,
193 cm
pemba
gi 5/7
Tabel 2. Tabel Input Beban pada SAP
berat sendiri
beban
beton
hidup &
peralatan
berat
2400 kg/m3
modulus young
200000 MPa
fc’
24 MPa
poisson ratio
0,3
Dari hasil uji coba tersebut, susunan
frame scaffolding menunjukan bahwa
batang vertical tersebut tidak kuat
menahan beban dengan menunjukkan
indikator batang berwarna merah.
120 cm
180 cm
pemba
pemba
gi 5/7
Gambar 6. Susunan
gi 5/7 frame scaffolding yang
digunakan
Karena tiap perancah memiliki susunan
yang berbeda, sehingga dapat dipastikan
jarak balok penyangga pun akan berbeda.
Material baja yang digunakan pada
scaffolding jenis ini, dari data yang
didapat dari PT. Multitech Konstruksi
Utama adalah menggunakan pipa
diameter 41,2 mm dan ketebalan 2,0 mm
dengan mutu 240 MPa
Frame scaffolding pada dasarnya
memiliki susunan seperti pada Gambar 6
dengan jarak 1,8 m x 1,2 m dan tinggi
1,93 m. Dengan susunan tersebut maka
didapat ukuran yang nantinya digunakan
sebagai input untuk uji coba atau rekayasa
kekuatan scaffolding
terhadap beban
yang diterima pada saat pelaksanaan.
Gambar 7. Input data material frame
scaffolding pada SAP
Berdasarkan hasil input seperti Gambar 7,
didapat hasil seperti terlihat pada Gambar
8, sehingga diperlukan perkuatan pada
susunan scaffolding dengan merapatkan
jarak tiang vertikal dari yang semula
digeser sejauh setengah bentang dari
batang tersebut, atau dengan kata lain
menggabungkan 2 susunan scaffolding
menjadi satu.
Uji coba tersebut dapat dilakukkan
dengan menggunakan aplikasi SAP untuk
mengetahui apakah susunan tersebut
mampu menahan beban pelaksanaan
pengecoran atau perlu perubahan susunan.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
6
Dari hasil ujicoba tersebut susunan
scaffolding juga berubah sehingga jarak
bekisting mengikuti susunan frame
scaffolding yang telah dimodifikasi.
Jarak balok penyangga 6/12
Jenis kayu
: meranti
Kelas kuat
: II
Tegangan lentur
: 725 kg/cm2
Modulus elastisitas : 100000 kg/cm2
Gambar 8. Hasil uji coba kekuatan susunan
frame scaffolding
Dengan susunan seperti Gambar 9, maka
beban yang diterima oleh batang vertikal
menjadi lebih ringan karena terdistribusi
oleh jarak batang yang lebih rapat.
Gambar 10. Susunan frame scaffoding yang
digunakan
Berdasarkan bangunan yang menjadi
tinjauan yaitu box underpass Ciawi yaitu
adalah proses pembangunan pelat bagian
atas underpass seperti pada gambar 4.2.
maka dapat diketahui luasan permukaan
pelat yang akan dilaksanakan pengecoran.
Gambar 11. Susunan frame scaffolding
potongan melintang
Gambar 9. Hasil uji coba kekuatan dua
susunan frame scaffolding
Setelah diuji coba lagi dengan SAP,
indikator menunjukkan pada batang
vertikal berwarna biru muda dan kuning
berarti batang tersebut aman menerima
beban pelaksanaan.
Dapat
disimpulkan
bahwa
frame
scaffolding menggunakan susunan dengan
jarak antar batang vertical 90 x 60 cm,
seperti pada gambar 4.6. aman menerima
beban.
Gambar 12. Susunan frame scaffolding
potongan memanjang
Dari gambar tersebut dapat diuji coba
rangkaian
scaffolding
dengan
menggunakan bantuan CAD seperti pada
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
7
gambar 8. dan 9. Didapat perhitungan
jumlah
volume
kebutuhan
frame
scaffolding sebagai berikut:
Setelah mendapatkan jumlah volume
kebutuhan frame scaffolding maka dapat
dicari jumlah harga untuk perancah frame
scaffolding.
scaffolding namun rangka utamanya tidak
berupa frame melainkan berupa susunan
batang vertikal, horizontal (ledger), dan
bracing. Modular scaffolding memiliki
banyak jenis ukuran namun yang akan
dipakai untuk perbandingan ini digunakan
modular scaffolding dengani susunan
seperti gambar berikut:
Harga yang digunakan adalah harga sewa,
dari CV. Mitra Usaha Sejati tahun 2016.
Kemudian dapat diketahui total harga
yang diperlukan untuk sewa frame
scaffolding per bulan adalah Rp
201.072.000,00 (dua ratus satu juta tujuh
puluh dua ribu).
Waktu pemasangan frame scaffolding:
waktu masang tiap susunan: 5 menit
(dari interview lapangan)
jumlah: 1240 rangkaian
jam kerja/hari: 8 jam
5 menit x 1240 rangkai
ο€½ 103 jam
60 menit
t1 ο€½ 103 jam : 8 jam / hari ο€½ 13 hari
Gambar 13. Susunan modular scaffolding
yang digunakan
t1 ο€½
Waktu pemasangan bekisting ± 100
m2/hari (dari interview lapangan):
t2 ο€½
1477,35 m 2
ο€½ 15 hari
100 m 2 / hari
Pembongkaran memakan waktu yang
sama dengan waktu pemasangan,
sehingga waktu penyewaan menjadi:
waktu pasang scaffolding = 13 hari
waktu pasang bekisting = 15 hari
waktu pengerasan beton = 28 hari
waktu bongkar scaffolding dan
bekisting = 13 hari
Total 69 hari, sehingga waktu
penyewaan menjadi tiga bulan karena
sistem sewa per 30 hari, dan harga
keseluruhan menjadi Rp. 603.216.000
(dnam ratus tiga juta dua ratus enam
belas ribu rupiah).
Analisa Modular Scaffolding
Pada dasarnya modular scaffolding
memiliki susunan mirip dengan frame
Material baja yang digunakan pada
scaffolding jenis ini, dari data yang
didapat dari Better Industry System
Scaffolding and Wire Mesh adalah
menggunakan pipa diameter 48,3 mm dan
ketebalan 3,25 mm dengan mutu
digunakan 240 MPa.
Susunan modular scaffolding seperti pada
gambar 13 menunjukkan scaffolding yang
digunakan memiliki susunan berukuran
150cm x 150cm x 150 cm. namun untuk
batang vertical memiliki panjang 300cm.
Seperti pada frame scaffolding perlu
dilakukan uji coba menggunakan aplikasi
SAP
untuk
mengetahui
kekuatan
scaffolding tersebut menahan beban yang
diterima.
Setelah diuji coba lagi dengan SAP,
menunjukan bahwa batang vertical
tersebut kuat menahan beban dengan
menunjukkan indikator batang berwarna
biru muda dan hijau.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
8
Gambar 14. Input data material modular
scaffolding pada SAP
Gambar 16. Susunan modular scaffolding
potongan melintang
.
Gambar 17. Susunan modular scaffolding
potongan memanjang
Gambar 15. Hasil uji coba kekuatan susunan
modular scaffolding
Dapat disimpulkan bahwa modular
scaffolding menggunakan susunan dengan
jarak antar batang vertical 100 x 100 x
150 cm, seperti pada gambar 15. aman
menerima beban.
Jarak bekisting antar scaffolding berubah
sehingga perlu dihitung kembali jarak
balok penyangga pada bekisting dengan
ukuran seperti
susunan modular
scaffolding.
Berdasarkan bangunan yang menjadi
tinjauan yaitu box underpass Ciawi yaitu
adalah proses pembangunan pelat bagian
atas underpass seperti pada gambar 15.
maka dapat diketahui luasan permukaan
pelat yang akan dilaksanakan pengecoran.
Dari gambar tersebut dapat diuji coba
rangkaian
scaffolding
dengan
menggunakan bantuan CAD seperti pada
gambar 16. dan 17. didapat perhitungan
jumlah volume kebutuhan modular
scaffolding
Setelah mendapatkan jumlah volume
kebutuhan modular scaffolding maka
dapat dihitung jumlah harga untuk
perancah modular scaffolding
Harga yang digunakan adalah harga sewa,
dari NIKKEN LEASE KOGYO CO;,LTD
tahun 2016. Kemudian dapat diketahui
total harga yang diperlukan untuk sewa
frame scaffolding per bulan adalah Rp.
150.365.340,- (seratus lima puluh juta tiga
ratus enam puluh lima ribu tiga ratus
empat puluh rupiah).
Waktu pemasngan modular scaffolding:
waktu masang tiap susunan: 3 menit
(dari interview lapangan)
jumlah: 693 rangkaian
jam kerja/hari: 8 jam
3 menit x 693 rangkai
ο€½ 34 jam
60 menit
t1 ο€½ 34 jam : 8 jam / hari ο€½ 5 hari
t1 ο€½
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
9
Waktu pemasangan bekisting ± 100
m2/hari (dari interview lapangan):
t2 ο€½
1477,35 m 2
ο€½ 15 hari
100 m 2 / hari
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil analisa maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ditinjau
dari
segi
kekuatan,
menggunakan SAP, maka frame
scaffolding rencana tidak kuat
menahan beban karena menunjukkan
indikator berwarna merah sehingga
perlu ditambah perkuatan setiap
rangkaiannya dengan menyatukan
dua susunan, sedangkan untuk
modular scaffolding tidak perlu
penambahan.
2. Dari perhitungan jumlah harga yang
disesuaikan dengan perhitungan
kekuatan, maka penggunaan modular
scaffolding membutuhkan biaya
sebesar
Rp.
300.730.680,00
sedangkan
frame
scaffolding
membutuhkan
biaya
sebesar
Rp.603.216.000,00, maka dapat
disimpulkan dari segi biaya sewa
harga modular scaffolding lebih
murah dibandingkan dengan frame
scaffolding.
Pembongkaran memakan waktu yang
sama dengan waktu pemasangan,
sehingga waktu penyewaan menjadi:
waktu pasang scaffolding = 5 hari
waktu pasang bekisting = 15 hari
waktu pengerasan beton = 28 hari
waktu bongkar scaffolding dan
bekisting = 5 hari
Total 53 hari, sehingga waktu
penyewaan menjadi dua bulan karena
sistem sewa per 30 hari, dan harga
keseluruhan menjadi Rp. 300.730.680
(tiga ratus juta tujuh ratus tiga puluh
ribu enam ratus delapan puluh rupiah).
4.4. Perbandingan frame scaffolding
dan modular scaffolding
Kedua jenis scaffolding ini memiliki sifat
dan karakteristik yang berbeda, seperti
jika dibandingkan dari segi kekuatan
antara frame scaffolding dan modular
scaffolding keduanya memiliki kapasitas
kekuatan yang berbeda, yaitu kapasitas
frame scaffolding lebih kecil dari modular
scaffolding.
Pada
pelaksanaan
di
lapangan, yaitu pada proyek box
underpass
Ciawi,
karena
beban
pelaksanaan cukup berat sehingga
penggunaan frame scaffolding harus
ditambah untuk mendistribusi beban,
sedangkan untuk modular scaffolding
tidak perlu.
Jika dibandingkan dalam segi waktu, dari
hasil observasi dan interview lapangan
untuk modular scaffolding membutuhkan
waktu 3 menit untuk waktu pemasangan,
demikian juga untuk pembongkaran setiap
satu rangkaian scaffolding, sedangkan
frame scaffolding membutuhkan waktu 5
menit
untuk
pemasangan
juga
pembongkaran setiap satu rangkaianya.
3. Dalam segi waktu, pemakaian frame
scaffolding membuthkan waktu 69 hari
sedangkan
modular
scaffolding
membuthkan waktu 53 hari. Maka dapat
disimpulkan dari segi waktu, biaya sewa
modular scaffolding lebih murah
dibandingkan dengan frame scaffolding.
PUSTAKA:
1. Dewobroto, W, 20013, Komputer
Rekayasa
Struktur
Dengan
SAP2000, Dapur Buku, Bandung.
2. Fifthasctyadi Dy, A, 2003,
Perbandingan Sistem Sewa dan
Sistem Beli Pada Penggunaan
Scaffolding, Skripsi, Universitas
Pakuan, Bogor.
3. Fransiska, 2015, Analisis dan
Desain / Perencanaan Struktur
Scaffolding
Sebagai
Alat
Penyokong Bekisting Beton,
Skripsi, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
4. http://web.ipb.ac.id/~lbp/kulon/di
ktat/1.pdf, diunduh pada 15 Mei
2016
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
10
5. http://www.pionart.pl/en/aktualno
sci.php?news=592&wid=53
diunduh pada 15 Mei 2016
6. Pwee
Hong,
Tjoa,
1994,
Konstruksi Kayu, Universitas
Atma Jaya, Yogyakarta.
7. Setiawan A, 2008, Perencanaan
Struktur Baja dengan Metode
LRFD edisi kedua, Erlangga,
Jakarta.
PENULIS
1. Tri Wijayanto., ST. Alumni (2016)
Program
Studi
Teknik
Sipil
Universitas Pakuan Bogor.
2. Dr. Ir. Titik Penta Artiningsih,, MT.
Pembimbing I/Staf Dosen Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Pakuan Bogor.
3. Ir. Wiratna Tri Nugraha., MT.
Pembimbing II/Staf Dosen Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Pakuan Bogor.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
11
Download