Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model

advertisement
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1
Hasil Belajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Menurut (Djamarah, 2002:13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengamatan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Menurut Slameto, dalam (Hamdani, 2010:20) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan itu bersifat relatif dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan
perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Menurut pengertian secara psikologis,
belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Thursan Hakim, dalam Hamdani (2010) mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya
pikir dan lain-lain.
Menurut Hamdani (2010:21) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan. Misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Belajar akan lebih baik jika subjek belajar
mengalami atau melakukannya tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu
sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh
lingkungan. Belajar sering diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman
pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan.
Menurut Winkel dalam Purwanto (2013:39) belajar adalah aktivitas mental/psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, ketarampilan dan sikap. Perubahan itu diperoleh melalui
5
6
usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan
merupakan hasil pengamatan. Menurut Purwanto (2013: 38) belajar merupakan proses
dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan
dalam perilakunya.
Berdasarkan pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah aktivitas seseorang dalam usaha perubahan serta peningkatan kualitas tingkah
laku diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungannya.
2.1.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Kata hasil belajar sering disebut dengan prestasi belajar. Hasil adalah prestasi dari
suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.
Prestasi belajar pada bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa
yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotorik setelah mengikuiti proses
pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang
relevan. Jadi, prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu (Hamdani, 2010).
Menurut Purwanto (2013:54) hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi
setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Menurut
Hamalik (2001) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan
prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.
Berdasarkan pengertian hasil belajar tersebut di atas maka disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil kerja belajar seseorang yang diperoleh atau dicapai dengan
kemampuan yang optimal dalam tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan
materi pelajaran pada satu pokok bahasan dan dinyatakan dalam skor atau nilai.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang
diharapkan sesuai dengan tujuan intruksional yang ingin dicapai. Belajar merupakan suatu
proses sehingga pencapaian hasil belajar setiap orang tidak sama. Ada yang berhasil ada
juga yang kurang berhasil atau bahkan gagal. Seorang siswa yang belajar dengan
sungguh-sungguh adakalanya hasilnya kurang memuaskan namun siswa lain yang asal-
7
asalan malah hasilnya bagus. Hal tersebut dikarenakan belajar dipengaruhi oleh banyak
faktor baik yang ada pada diri siswa ataupun di luar individu.
Menurut Hamdani (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).
Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Intern
Adalah faktor yang berasal dari siswa. Faktor ini antara lain sebagai beriikut: 1)
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan Untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang dihhadapinya, 2) Faktor jasmaniah atau fisiolagis, 3) Sikap yaitu
suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang, benda dengan suka,
tidak suka atau acuh, 4) Minat adalah suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan
dan mengingat sesuatu secara terus menerus, 5) Bakat adalah kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang, 6)
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
b.
Faktor Ekstern
Menurut Slameto dalam Hamdani (2010) faktor ekstern yang mempengaruhi
belajar adalah sebagai berikut: 1) Faktor keluarga: adanya rasa aman, perhatian orang tua
membuat seseorang terdorong untuk belajar secara efektif dan menambah motivasi
belajar. 2) Faktor sekolah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, dan keadaan gedung, 3)
Faktor masyarakat: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat.
2.1.2
Pengertian Matematika
Menurut
Wahyudi, & Kriswandani (2013)
Istilah “matematika” berasal dari
Bahasa Yunani, “matein” atau ”manthenein” yang berarti mempelajari. Kata “matematika”
juga diduga erat hubungannya dengan kata dari bahasa sansekerta, “medha” atau “widya”
yang berarti kepandaian, ketahuan atau intelenjensia. Matematika adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan
menggunakan simbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari
emosi. Matematika adalah ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-
8
ilmu yang lain sehingga penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsepkonsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini.
Menurut Subarinah dalam Wahyudi, & Kriswandani (2013) menyatakan bahwa
matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol
yang padat arti dan semacamnya adalah sebuah sistem matematika yang dapat
digunakan untuk mengatasi persoalan-persolan nyata. Metematika juga berguna untuk
membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang
sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan.
Menurut Hudoyo yang dikutip Aisyah dalam Wahyudi, & Kriswandani (2013)
bahwa matematika berkenan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubunganhubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep
abstrak. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif dan dapat
digunakan untuk mendidik dan melatih untuk berpikir secara logis. Sementara menurut
kerangka dasar dan struktur kurikulum 2006 (KTSP) bahwa matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai
peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu
dasar yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan ilmu yang lain yang dapat digunakan
untuk mendidik dan melatih pola pikir logis dalam pemecahan masalah sehari-hari.
2.1.3
Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi
interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno,
2004). Sementara itu menurut Darsono dalam Hamdani (2010) bahwa pembelajaran
adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal
dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari.
Matematika
sekolah
terdiri
atas
bagian-bagian
yang
dipilih
untuk
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta
berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan itu, mata
pelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar menekankan pada pembentukan
9
nalar/logika, sikap dan keterampilan yang terkandung dalam setiap pembelajaran
matematika. Matematika SD digunakan untuk membekali siswa dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama
(Wahyudi, & Kriswandani. 2013:11).
2.1.3.1 Hakekat Pembelajaran Matematika SD
Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk
berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dalam batasan pengertian
pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
(kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika sekolah. Dari
pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika
adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang
selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan kegiatan belajar,
dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu
bidang studi dalam pelajaran (Wahyudi, & Kriswandani, 2013: 13).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kurikulum 2006) yang berakarkan pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa potensi siswa
harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa
dituntut untuk mampu: 1) Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan, 2)
Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya, 3) Melakukan
kegiatan pemecahan masalah, 4) Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada
orang lain. Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar
matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun
pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung
kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran,
memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan
keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran
matematika
pada
tingkatan
pendidikan
dasar
terutama
pembelajaran matematika di tingkat SD diharapkan mengembangkan kreativitas dan
kompetensi siswa sehingga guru hendaknaya dapat menyajikan pelajaran yang efektif dan
efisien sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa sehingga menciptakan kondisi belajar
10
yang bermakna. Belajar bermakna adalah belajar memahami apa yang sudah diperoleh
dan dikaitkan dengan keadaan lain sehingga yang ia pelajari akan lebih dimengerti. Belajar
bermakna akan terjadi apabila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka dalam setiap penyelesaian masalah (Heruman dalam
Wahyudi, & Kriswandani, 2013).
Dari uraian hakekat pembelajaran matematika di SD dapat dikatakan bahwa guru
dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang
menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran
yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di
rumah.
2.1.3.2 Tujuan Matematika di SD
Tujuan matematika dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum 2006 (KTSP)
tingkat Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang telah ditetapkan oleh pemerintah
yaitu:
a.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar kondep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
b.
Menggunakan pemalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
c.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Menurut Aisyah (dalam Wahyudi, & Kriswandani, 2013:12) Tujuan umum dan
khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan pelajaran matematika di sekolah jelas
memberikan gambaran belajar tidak hanya dibidang kognitif saja tetapi meluas pada
bidang psikomotor dan afektif.
11
Berdasarkan uraian hakekat dan tujuan pembelajaran di SD, bahwa guru
merupakan faktor penting terhadap keberhasilan pembelajaran matematika. Siswa
merupakan subjek belajar sedangkan matematika merupakan objek belajar sehingga guru
harus mengedepankan paradigma belajar untuk menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif dan tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai.
2.1.4
Creative Problem Solving
2.1.4.1 Pengertian Creative Problem Solving
Menurut Pujiadi (2013) Model Creative Problem Solving (CPS) dimulai tahun
1940-an oleh Alex Osborn yang mempelajari masyarakat dari agen periklanannya BBD&O,
untuk melihat mengapa beberapa orang lebih kreatif dari pada yang lain, dan kemudian
digunakan diperusahaan, pemerintah, dan grup nirlaba diseluruh dunia.
Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang
melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang
diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa
dapat
melakukan
keterampilan
memecahkan
masalah
untuk
memilih
dan
mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir,
keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Saminanto, 2012).
Menurut Karen dalam Rosalin yang dikutip Zainab (2012) model Creative Problem
Solving (CPS) adalah suatu metode pembelajaran yang berpusat pada keterampilan
pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Guru hendaknya dapat
merangsang siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan
keterampilan proses dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. CPS terdiri dari
problem solving yaitu bagian dari pemikiran analitis (analytical thinking) dan kreativitas
siswa.
Problem Solving merupakan bagian dari CPS. CPS menurut Wikipedia adalah
proses mental menciptakan solusi dari masalah. CPS menurut Pepkin yang dikutip Zainab
(2012) adalah Representing process dimensions in a natural, rather than in a contrived
way. Undergoing a transformation from a prescriptive to a descriptive approach. Becoming
more flexible and responsive to task, contextual, personal, methodological and metacognitive consideration.
12
Dari pengertian creative problem solving dapat disimpulkan bahwa
creative
problem silving adalah suatu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru untuk
melatih siswa dalam memilih dan mengembangkan tanggapan untuk menemukan solusi
atau pemecahan suatu masalah secara kreatif sehingga dapat memperluas proses berpikir
siswa.
2.1.4.2 Keunggulan Model Pembelajaran Creative Problem Solving
Kelebihan Model CPS sama halnya seperti kelebihan model-model pembelajaran
yang berbasis pada pemecahan masalah pada umumnya. Menurut Sanjaya dalam Pujiadi
(2013) menyebutkan keunggulan-keunggulan tersebut antara lain bahwa pemecahan
masalah merupakan: 1) Teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran, 2) Dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan, 3) Dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, 4) Dapat membantu siswa bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5)
Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, disamping juga dapat mendorong untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya, 6) Bisa
memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (termasuk matematika) pada
dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan
sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja, 7) Dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa, 8) Bisa mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, 9)
Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata, 10) Dapat mengembangkan minat untuk secara terus
menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2.1.4.3 Langkah–langkah Pembelajaran Matematika Model Creative Problem Solving
Menurut Huda (2013) bahwa guru dalam pembelajaran model creative problem
solving bertugas untuk mengarahkan dan merangsang siswa untuk berpikir kreatif dalam
memecahan masalah. Menurut Osborn yang dikutip Cahyono (2008) mengatakan bahwa
CPS mempunyai 3 prosedur, yaitu: 1) menemukan fakta, melibatkan penggambaran
masalah, mengumpulkan dan meneliti data dan informasi yang bersangkutan, 2)
menemukan gagasan, berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang
13
strategi pemecahan masalah, 3) manemukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak
pemecahan masalah. Dua fase proses kreatif dalam pemecahan masalah menurut Von
Oech (1990), yaitu fase imaginatif dan fase praktis. Dalam fase imaginatif gagasan strategi
pemecahan masalah diperoleh, dan dalam fase praktis, gagasan tersebut dievaluasi dan
dilaksanakan. Sementara menurut Karen yang dikutip Cahyono (2008) menuliskan
langkah-langkah creative problem solving dalam pembelajaran matematika sebagai hasil
gabungan prosedur Von Oech dan Osborn sebagai berikut:
1. Klarifikasi masalah
Meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar
siswa dapat memahami tentang penyelesaian yang diharapkan.
2. Pengungkapan gagasan
Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi
penyelesaian masalah
3. Evaluasi dan seleksi
Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok
untuk menyelesaikan masalah
4. Implementasi
Siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah,
kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
Creative Problem Solving (CPS) merupakan variasi pembelajaran berbasis
masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah mulai dari fakta aktual sesuai
dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokuspilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi,
persentase, dan diskusi (Hikmah, & Natsir. 2009).
Berdasarkan pengertian dan langkah-langkah creative problem solving di atas
maka implementasi pembelajaran matematika di kelas melalui model creative problem
solving adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal langkah-langkahnya antara lain: 1) Guru melakukan apersepsi
untuk kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika, 2) Guru menyampaikan
14
tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, 3) Guru menyampaikan cakupan materi
kepada siswa yang akan dilaksanakan, 4) Guru memberikan motivasi kepada siswa
tentang pentingnya pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti pembelajaran langkah-langkah yang ditempuh antara lain: 1)
Guru membimbing siswa membentuk kelompok untuk melakukan diskusi yang terdiri dari
3-4 siswa bersifat permanen, 2) Guru membagikan Lembar kerja Siswa yang berisi materi
permasalahan yang akan dibahas dalam kelompoknya, 3) Dalam kelompok, siswa secara
bersama-sama memecahkan masalah yang tersedia dalam Lembar Kerja Siswa, 4) Guru
membimbing siswa dalam memecahkan masalah. Pada kegiatan berlangsung, guru
melakukan penekanan saat pendampingan siswa dalam menyelesaikan masalah.
Langkah-langkah yang ditempuh siswa adalah:
1. Klarifikasi masalah
Siswa secara berkelompok mengklarifikasi masalah yang diperoleh setelah
guru menjelaskan materi pembelajaran. Siswa diharapkan dapat mengetahui solusi yang
diharapkan dalam Lembar Kerja Siswa tersebut. Dalam tahap ini, masing-masing
kelompok mengajukan pemecahan masalah dari masalah mereka.
2. Pengungkapan gagasan
Siswa masing-masing kelompok mengungkapkan pendapat sebanyak- banyaknya
dengan membuat daftar strategi atau gagasan pemecahan masalah yang dihadapi
sesuai dengan Lebar Kerja.
3. Evaluasi dan seleksi
Setelah dibuat daftar strategi atau gagasan, siswa bersama guru mengevaluasi
dan menyeleksi berbagai gagasan atau strategi pemecahan masalah sehingga
menghasilkan strategi yang optimal.
4. Implementasi
Dalam tahap ini, siswa bersama kelompoknya memutuskan strategi pemecahan
masalah dan melaksanakan strategi yang dipilih dalam memecahkan permasalahan sesuai
dengan pendapat yang diajukan. Setelah pekerjaan selesai, siswa mempresentasikan
hasil kerja bersama kelompoknya didepan kelas sesuai dengan kreativitas untuk
menyampaikan gagasannya. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan untuk
15
menghasilkan solusi yang optimal yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Kemudian
guru memberikan umpan balik dan memberikan quis untuk pemantapan materi.
c. Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran.
Siswa secara individu mengerjakan soal evaluasi untuk pemantapan materi dan guru
memberikan poin bagi siswa yang mampu dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan.
Kemudian guru memberikan umpan balik kepada siswa dari hasil pembelajaran yang
dilaksanakan.
2.1.5
Pengaruh Creative Problem Solving Terhadap Hasil Belajar
Menurut Karen yang dikutip Cahyono (2008) model creative problem solving (cps)
terdiri dari tahap klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan seleksi, serta
implementasi. Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif
dalam memecahkan masalah diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan teori belajar Jerome S.
Bruner dalam Wahyudi, & Kriswandani (2013:20) yang menyatakan bahwa dalam belajar
matematika siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik
bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimilikinya.
Setting kelas dalam pembelajaran creative problem solving (cps) terdapat diskusi
kelompok dengan anggota kelompok heterogen berdasarkan kemampuan awalnya. Pada
kegiatan diskusi siswa dapat melakukan aktivitas seperti menginventarisasi berbagai
informasi yang diperlukan, mengkomunikasikan pendapat, menimbang/menerima gagasan
orang lain, atau mengambil suatu simpulan. Semakin tinggi aktivitas yang dilakukan siswa
terkait dengan suatu materi, diharapkan dapat mempertinggi tingkat penguasaan siswa
terhadap materi tersebut.
Dari uraian diatas disimpulkan melalui model creative problem solving (cps) akan
mendorong terjalinnya hubungan yang saling mendukung antara guru dengan siswa atau
antar siswa melalui diskusi. Siswa yang mengalami kesulitan dapat bertanya baik kepada
siswa lain maupun kepada guru, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan hasil belajar yang diperoleh lebih
maksimal.
16
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka Rahma Auliya Sari (2010) yang berjudul
Penerapan model pembelajaran creative problem solving untuk meningkatkan hasil belajar
mata pelajaran IPS siswa kelas VIII SMPN 10 Malang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan nilai rata-rata kelas setelah diberi tindakan. Pada siklus I ratarata hasil belajar siswa sebesar 69,43 dan ketuntasannya 66%. Jumlah ini meningkat
dibandingkan dengan data awal (pra tindakan) yaitu 63,75 dengan nilai ketuntasanya 48%.
Kemudian meningkat pada siklus II sebesar 78,59 dengan nilai ketuntasan 89%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tika Vebrian Tiara Devi (2012) yang berjudul
Pembelajaran model Creative Problem Solving (CPS) untuk meningkatkan keterampilan
proses IPA dan berpikir kreatif siswa kelas VIII-G SMP Negeri 13 Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keterampilan proses IPA dan berpikir kreatif siswa meningkat.
Peningkatan keterampilan proses IPA adalah 5,10% untuk keterampilan mengamati,
0,86% menafsirkan pengamatan, 12,00% menggunakan alat dan bahan, 5,13%
berkomunikasi, dan 13,67% mengajukan pertanyaan. Secara keseluruhan, keterampilan
proses IPA siswa kelas VIII G SMP Negeri 13 Malang mengalami peningkatan dari siklus I
ke siklus II sebesar 7,35%. Keterampilan berpikir kreatif siswa juga mengalami
peningkatan dari 76,92% pada siklus I menjadi 84,61% pada siklus II.
2.3 Kerangka Pikir
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI pada mata pelajaran matematika
perlu diupayakan perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran harus diupayakan
agar siswa yang semula pasif menjadi aktif. Penerapan model pembelajaran creative
problem solving mampu merubah pembelajaran yang semula siswa pasif mengikuti
pembelajaran matematika sehingga prestasi belajarnya rendah menjadi pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, karena model creative problem solving dapat
menantang
kemampuan siswa
dalam menemukan
hal
baru,
berpikir
kritis,
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran, serta
meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga hasil belajar matematika siswa kelas VI SD
Mangunharjo 01 Kecamatan Subah Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014
meningkat.
17
Selanjutnya kerangka pikir penggunaan model pembelajaran creative problem
solving dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:
Kegiatan Belajar Mengajar
Siswa
Guru
Penerapan Model Pembelajaran
Creative Problem Solving
Orientasi Siswa Pada Masalah
Berpikir Kritis
Menantang Kemampuan Siswa
Kolaborasi dalam
Menyelesaikan Masalah
Aktivitas Siswa
Meningkat
Hasil Belajar
Matematika
Siswa Meningkat
Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan permasalahan peneltian, landasan teori dan kerangka
berfikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
“Penerapan model pembelajaran creative problem solving diduga dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas VI Semester I SDN Mangunharjo 01 Kecamatan
Subah Kabupaten Batang “.
Download