Mencari Fisika Islam - Khilafah Arts Network

advertisement
Ketika para Seniman Orang-orang Beriman
Dr. Fahmi Amhar
Apa yang terbayang bila ada berita bahwa ada saudara
kita menjadi artis atau hidup sebagai seniman? Hidup
mewah sebagai selebriti? Atau sebaliknya tidak punya
pekerjaan yang jelas dan awet serta jauh dari komunitas
orang-orang beriman? Semua ini adalah stereotip para
seniman. Apapun jenisnya.
Adalah menarik untuk mendapatkan realitas bahwa pada
zaman keemasannya, negara Islam bukanlah sebuah
negeri yang dingin dan kaku. Di sana, selain terdapat
banyak ulama mujtahid yang membuat hidup jadi terarah,
lalu para ilmuwan dan insinyur yang membuat hidup lebih
mudah, juga bertebaran para seniman yang membuat
hidup lebih indah. Dan eloknya lagi, para seniman ini
adalah orang-orang yang beriman, yang menjadikan iman
sebagai poros hidupnya, bukan sebaliknya!
Secara umum, dunia seni dapat dibagi dalam 5 macam:
(1) seni rupa; (2) seni sastra; (3) seni suara – termasuk
musik; (4) seni gerak – termasuk balet atau akrobat; (5)
seni gabungan, misalnya theater.
Ketika aliran naturalis yang menggambar atau membuat
patung hewan atau manusia diharamkan, para perupa
muslim dapat tetap menuangkan kreativitasnya dalam
bentuk-bentuk abstrak yang memerlukan jiwa seni dan
kemampuan matematis yang lebih tinggi, misalnya dalam
bentuk kaligrafi yang rumit yang juga tertuang pada
karpet atau keramik, arsitektur masjid yang canggih, atau
taman kota yang simetri.
Bentuk seni rupa yang
membawa pemirsanya serasa mi’raj ke dimensi spiritual,
dimensi ilahiyah.
Lafaz Basmallah untuk
membentuk burung bangau
pelajaran bahasa Arab secara komprehensif. Barangsiapa
hafal 1000 bait tersebut, dia telah belajar dan menguasai
nahwu, sharaf dan balaghah sekaligus.
Seni suara dapat digunakan untuk terapi mental. Bacaan
al-Qur’an dapat dilantunkan dengan suara yang indah
untuk suasana apapun, sedih ataupun gembira.
Rasulullah membolehkan lagu dan musik dimainkan untuk
mengiring acara gembira seperti walimah nikah. Semula
yang berkembang adalah nasyid, konsert vokal tanpa
instrumen – atau di Barat dikenal dengan “Accapella”.
Berbagai lirik nasyid yang penuh makna diciptakan untuk
berbagai peringatan, misalnya Maulid Nabi.
Konon
Salahuddin al-Ayyubi mengadakan sayembara untuk itu,
agar masyarakat ingat kembali pada Sirah Nabawiyah
dengan cara yang indah dan menyenangkan. Kiat ini
dilakukan untuk memperkuat kembali kaum muslim dalam
menghadapi tentara Salib.
Namun dalam instrumen musik, umat Islam tak hanya
mengenal rebana sebagai satu-satunya alat musik yang
sudah dikenal di zaman Nabi. Khilafah Islam mewarisi
berbagai alat musik bangsa-bangsa yang ditaklukannya
sekaligus memperkayanya dengan alat-alat musik baru.
Sekalipun ada ikhtilaf di antara para fuqoha dari yang
menghalalkan dan mengharamkan musik, tokoh Al-Farabi
tetap meneliti dan menciptakan berbagai alat musik yang
sebelumnya tidak dikenal, seperti piano.
Dia juga
menemukan hubungan matematis antara tinggi tiap nada
dan hubungan ritme dengan kejiwaan seseorang.
Dalam hal seni gerak, seni akrobat sudah diterima oleh
Rasulullah, bahkan beliau telah menyaksikan pertunjukan
suatu tim dari Habasyah bersama Ummul Mukminin
Aisyah di masjid. Seni gerak ini kemudian berkembang
pesat di kalangan shufi, seperti halnya kaum Darwish di
Turki, yang mendapatkan semacam perasaan “ectasse”
ketika berputar-putar ratusan kali sambil berzikir.
Kaligrafi pada dinding
masjid Alhambra, Spanyol
Dunia sastra juga menggelora dengan karya-karya yang
menggugah. Berbagai hikayat dari zaman pra Islam
dimodifikasi dan diberi semangat iman. Karya sastra yang
paling legendaris tentu saja adalah “Kisah 1001 malam”,
dengan tokoh ratu Persia Syahrazad yang setiap malam
tak lelah mendongeng kisah-kisah fantastis seperti Aladin,
Ali Baba atau Sinbad ke suaminya Raja Syahriar, dan baru
berhenti saat adzan Shubuh pada titik yang membuat
orang penasaran. Setelah 1001 malam, ada perubahan
sikap yang signifikan dari Raja Syahriar, yang semula
dikenal sebagai raja yang paranoid, yang karena takut
dikhianati, selalu menyingkirkan istrinya pada hari kedua
pernikahannya. Namun Syahrazad berhasil mengubah
kebiasaannya itu dengan sebuah dongeng yang indah.
Karya sastra juga sering dirangkai untuk memberikan
pelajaran. Ibnu Malik membuat puisi 1000 bait yang
dikenal dengan “Alfiah Ibnu Malik” untuk memberikan
Tarian sufi
Sedang seni teater dikenal baik yang dimainkan oleh
orang maupun dalam bentuk boneka – yang di Indonesia
kemudian berkembang dalam bentuk wayang. Seni ini
sudah dikenal di masa Abbasiyah kira-kira 1000 tahun
yang lalu dengan mengambil episode dari sejarah Islam.
Para khalifah Utsmaniyah, termasuk Sulaiman al-Qanuni
juga dikenal sangat antusias menonton sandiwara boneka.
Yang menarik dari semua ini adalah sebuah fakta, bahwa
kaum muslim mempelajari dan menerjemahkan bukubuku seni dari berbagai penjuru, memodifikasinya dan
mengembangkannya. Namun mereka tak pernah merasa
perlu mempelajari dan menerjemahkan buku-buku hukum,
meski dengan alasan akan dimodifikasi.
Ini karena
mereka paham, bahwa sebagai sumber hukum, Qur’an
dan Sunnah sudah sempurna, dan tak mungkin orang
tersesat selama berpegang pada keduanya.
Download