Menjawab Tantangan Perubahan Iklim Regional di

advertisement
Menjawab Tantangan Perubahan
Iklim Regional di Nusa Tenggara Timur
dengan Budidaya Padi Metode SRI
(System of Rice Intensification)
“Penerapan metode SRI di Baumata unggul karena masyarakat dilibatkan dalam menganalisis ekologi
dan perubahan iklim melalui analisis penerapan teknologi telemetri, sehingga masyarakat menjadi lebih
memahami manajemen pertanian yang tangguh terhadap perubahan iklim.”
Lokasi demplot program Proyeksi Iklim dan Strategi Adaptasi Budidaya Padi SRI di Desa Baumata, Nusa Tenggara Timur
Terletak kurang lebih 17 kilometer dari Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur, Desa Baumata merupakan
sebuah desa yang memiliki pesona wisata di kawasan timur Indonesia. Daerah ini memiliki sumber mata air
alami, yang digunakan sebagai sumber air industri (air minum dan PDAM), serta untuk wisata yang mengaliri
kolam renang Baumata yang tersohor akan keasriannya.
Akan tetapi, semakin menjauh dari lokasi sumber mata air, akses terhadap air tersebut semakin sulit.
Sebagaimana tampak di lokasi pelaksanaan kegiatan “Proyeksi Iklim dan Strategi Adaptasi Budidaya Padi
SRI (System of Rice Intensification) terhadap Perubahan Iklim Regional dengan Pendekatan Model Integrasi
Iklim-Tanaman-Tanah-Air di Nusa Tenggara Timur” di Desa Baumata dan Desa Tarus yang dilakukan oleh
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, FTP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, melalui pendanaan
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).
Di desa tersebut, sumber air yang tersedia
belum mampu memenuhi kebutuhan seluruh
petani di Desa Baumata yang terdiri atas kurang
lebih 533 Kepala Keluarga (KK) dengan 2.442
jiwa yang 95% mata pencaharian penduduknya
adalah bertani. Infrastruktur irigasi permanen
masih sedikit dan jalur irigasi di areal persawahan
masyarakat dibuat tidak permanen, sehingga bisa
diubah-ubah sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Semakin jauh lokasi sawah dengan sumber mata
air, maka potensi resiko gagal panennya semakin
besar. Hal ini menjadi tantangan utama bagi para
petani di sana.
Rata-rata hasil panen padi di Baumata
adalah 12 ton per hektar jika cuaca baik dan lokasi
sawah dekat dengan sumber air. Jika lokasi sawah
semakin jauh dari mata air dan cuaca kering, maka
hasil panen berkurang hingga separuhnya yaitu
sekitar 6 ton per hektar. Pada tahun 2015, dari 146
Masyarakat Desa Baumata sedang menanam bibit padi di lokasi
demplot program FTP UGM - ICCTF
hektar lahan pertanian di Baumata, 34,5 hektar
gagal panen tanpa menghasilkan apapun. Selebihnya menghasilkan tetapi tidak maksimal. Hal ini dipicu oleh
terjadinya kekeringan/ kekurangan air sejak tiga tahun terakhir.
Perubahan iklim menyebabkan peningkatan kelangkaan sumber daya air dan kompetisi penggunaannya
yang dapat mengubah pola tanam di Indonesia. Hal ini mengakibatkan mutu hasil pertanian, khususnya
padi, yang diperoleh kurang memuaskan, bahkan gagal panen dikarenakan kurangnya pemahaman dalam
mempelajari karakteristik iklim dan perubahan cuaca yang ekstrem akibat pemanasan global. Oleh karena
itu, pendekatan yang efektif adalah dengan menyesuaikan sistem usaha tani dengan kondisi iklim setempat.
Penyesuaian dapat dilakukan salah satunya dengan menganalisis dan menerjemahkan data iklim dan cuaca.
Menanggapi anomali iklim dan cuaca tersebut, tim dari UGM memperkenalkan sistem SRI. SRI
merupakan sebuah inovasi metode berkelanjutan untuk pertumbuhan tanaman dengan menggunakan bibit
berumur muda (7 hari setelah pembenihan), jarak tanam lebar, pupuk organik, irigasi terputus-putus, dan
beberapa penyiangan, yang memiliki produktivitas padi lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan sistem
konvensional. Sistem konvensional menggunakan bibit umur lebih panjang (25 hari setelah pembenihan),
penggenangan air secara terus-menerus, jarak tanam rapat, dan pemakaian pupuk kimia yang tinggi. Metode
SRI ini menjawab persoalan masyarakat petani di Baumata dan Tarus yang terkendala persediaan air untuk
irigasi pertanian.
Pada saat ICCTF mengunjungi lokasi program, di sana sedang diselenggarakan sosialisasi kepada
petani untuk mengenalkan sistem budidaya padi menggunakan metode SRI sebagai salah satu upaya adaptasi
terhadap perubahan iklim di bidang pertanian. Di lokasi Baumata dan Tarus, masing-masing terdiri atas dua
demplot. Satu demplot ditanami padi dengan sistem SRI dan demplot lainnya ditanami padi dengan sistem
konvensional sebagai pembanding. Hal ini dilakukan untuk uji coba sekaligus membandingkan hasil dan
keunggulan produksi padi yang menggunakan sistem SRI dengan sistem konvensional di daerah tersebut.
Untuk memantau dan merekam data cuaca, di setiap demplot tersebut dipasang sebuah telemetri.
Sementara itu, agar hasil telemetri tersebut dapat diterapkan, UGM mengembangkan sebuah teknologi aplikasi
untuk menganalisis iklim mikro seperti hujan, suhu, kelembapan tanah yang dapat diakses oleh kelompok tani
di lokasi program. Data dari telemetri akan diperbaharui setiap hari selama program berlangsung sehingga
memungkinkan untuk dievaluasi pada hari yang sama. Aplikasi ini memiliki potensi yang besar untuk dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum ke depannya.
Gotong royong penanaman bibit padi dengan sistem SRI
Pemasangan Telemetri di demplot pertanian desa Baumata
Metode tanam SRI unggul karena hemat air, hemat biaya, hemat waktu, ramah lingkungan, dan hasil
panen tinggi. Dalam kegiatan ini, masyarakat dilibatkan dalam menganalisis ekologi dan perubahan iklim melalui
analisis penerapan teknologi telemetri, sehingga masyarakat menjadi lebih memahami manajemen pertanian
yang tangguh terhadap perubahan iklim. Dengan demikian, kegiatan ini sekaligus mendorong kemandirian
kelompok tani dalam menentukan metode pertaniannya mulai dari proses pembibitan, penyimpanan, hingga
pendistribusian hasil pertanian. Kebanyakan wilayah di Indonesia yang sudah menerapkan metode SRI,
belum dipadukan dengan analisis telemetri sebagaimana dikembangkan di Baumata dan Tarus. (AFD)
Download