FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN GULA

advertisement
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
ISSN :
2086-6011
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN GULA DI INDONESIA
Suriani1) dan Juliansyah Putra2)
1)Dosen
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
FE Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2)Alumni
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga gula domestik, harga gula
impor, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk terhadap permintaan gula di
Indonesia. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan model
regresi linear bergand. Hasil estimasi menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi sehingga didapati bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan gula di Indonesia antara lain harga gula domestik, harga gula
impor, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa gula adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Hal ini dijelaskan dari jumlah
permintaan terhadap gula lebih besar daripada jumlah produksi gula. Sehingga gula impor
diperlukan untuk menutupi kekurangan produksi gula domestik. Faktor yang signifikan
pengaruhnya pada permintaan gula adalah jumlah penduduk yang berdasarkan pada
pengujian secara statistik. Sedangkan harga gula domestik, pendapatan per kapita tidak
signifikan secara statistik.
Keywords : Permintaan Gula, Harga gula, Pendapatan Per kapita dan Jumlah Penduduk
1. Pendahuluan
Berdasarkan
data Demografi
resmi pemerintah,
Kata Kunci : Bonus
kiprah koperasi secara kuantitatif menunjukkan grafik yang terus meningkat. Aktivitas
koperasi berkembang di berbagai wilayah
nusantara. Namun secara kualitatif, partumbuhan koperasi masih perlu dipertanyakan.
Tanpa bermaksud memperbandingkan hasil
usaha koperasi dengan BUMN atau BUMS,
fakta menunjukkan bahwa nilai kontribusi
koperasi dibandingkan dengan kedua pelaku
ekonomi tersebut masih jauh tertinggal.
Masih rendahnya nilai pendapatan ekonomis
koperasi tersebut menempatkan lembaga ini
hanya menjadi sektor marjinal dalam per-
ekonomian nasional, dan keberadaannya pun
kadang kurang diperhitungkan.
Indonesia pada periode tahun 1930-an
pernah menjadi negara pengekspor gula
terbesar di dunia (pada tahun 1930 produksi
gula pasir mencapai sekitar 3 juta ton)
namun, mulai sekitar tahun 1967 hingga saat
ini telah berubah menjadi negara pengimpor
gula yang cukup besar di dunia (Pambudy,
2003). Produksi gula dalam negeri semakin
tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi
dalam negeri sejak tahun 1986, sehingga
kekurangan tersebut harus ditutupi dengan
gula impor yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Hal ini membuat pemerintah
memiliki kekhawatiran besar atas impor gula
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
1
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
pasir yang tinggi, yang dipandang sebagai
ancaman terhadap kemandirian pangan.
Kemandirian pangan merupakan hal
penting bagi negara berkembang yang berpenduduk besar dengan daya beli masyarakat
yang rendah seperti Indonesia. Angka
ketergantungan impor telah mencapai 47
persen tahun pada periode 1998-2002, naik
pesat dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelum krisis keuangan di Indonesia. Pada
tahun 2005, impor gula mencapai 1,5 juta
ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan
dalam negeri. Kini Indonesia telah menjadi
negara pengimpor gula terpenting di dunia
setelah rusia. Impor yang tinggi serta harga
internasional yang murah telah mempersulit
posisi sebagian besar perusahaan gula (PG)
atau firms untuk bertahan dalam industri
gula
nasional
(IGN),
apalagi
untuk
berkembang (Sawit, dkk, 2004).
Ketika
pemerintah
memberlakukan
kebijakan impor yang liberal yaitu pada saat
perjanjian letter of intent (LOI) tahun 1998
pemerintah tidak lagi memberlakukan bea
masuk yang mampu melindungi industri dan
petani tebu di Indonesia, sehingga pasar gula
domestik langsung bersaing dengan pasar
gula impor yang jelas lebih baik dari kondisi
pasar gula domestik. Impor dalam jumlah
yang cukup besar dan harga gula pasir impor
relative lebih murah dapat mempengaruhi
harga gula pasir di pasar domestik.
Kestabilan harga gula pasir di pasar domestik
pada tingkat yang dapat menguntungkan
produsen (industri gula) dan layak bagi konsumen, merupakan suatu hal yang penting
untuk menjamin kelangsungan hidup industri
gula dan mendorong kenaikan produksi gula
nasional, serta untuk menjamin terpenuhi
kebutuhan akan gula sebagai salah satu
bahan pokok masyarakat (Churmen, 2001).
Konsumsi gula pasir Indonesia saat ini
mencapai 14,23 kilogram per kapita per
tahun, dan diperkirakan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan per kapita masyarakat dan
perubahan pola konsumsi. Karena pada
umumnya semakin maju suatu negara maka
peran gula pasir sebagai sumber kalori akan
semakin besar (Winarno, 1990).
Sejak perusahaan gula diambil alih oleh
pemerintah Indonesia (setelah kemerdekaan
RI) secara perlahan kinerja industri gula
menurun. Meskipun demikian industri gula
masih bertahan hidup dan merupakan
ISSN :
2086-6011
industri yang dapat memberikan penghidupan yang terhormat bagi banyak pihak
karena industri gula banyak mendapatkan
proteksi dan subsidi dari pemerintah. Laju
peningkatan produksi masih lebih rendah dari
konsumsi gula sehingga kebutuhan impor
makin besar (Masyuhuri, 2005). Seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk, maka
permintaan akan gula ini juga mengalami
peningkatan. Konsumsi yang semakin bertambah ini harus segera direspon pemerintah
tentang bagaimana penyediaannya (dari
produksi dalam negeri, impor atu keduanya)
untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang
terus meningkat pemerintah telah melakukan
berbagi usaha mendorong peningkatan
produksi gula dalam negeri melalui berbagai
kebijakan.
Produksi gula pasir dalam negeri semakin
tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kekurangan tersebut harus
ditutupi gula impor yang terus meningkat lagi
dari tahun ke tahun sejak 1990. Periode
tahun 1991-2001, industri gula Indonesia
mulai menghadapi berbagai masalah yang
signifikan. Salah satu indikator masalah
industri gula Indonesia adalah kecenderungan
volume impor yang terus meningkat dengan
laju 16,6 persen per tahun. Hal ini terjadi
karena ketika konsumsi terus meningkat
dengan laju 2,96 persen per tahun, produksi
gula dalam negeri menurun dengan laju 3,03
persen per tahun. Bahkan pada lima tahun
1997-2002 produksi mengalami penurunan
dengan laju 6,14 persen per tahun. (DGI
dalam Susila, 2005).
Ketergantungan impor yang tinggi terjadi
karena inefisiensi pada industri gula yang
menjadi kendala utama belum bisa teratasi
meskipun berbagai upaya telah ditempuh dan
bahkan beban cukai telah dihapuskan
seluruhnya pada tahun 1995 di mana cukai
seluruhnya ditanggung oleh pemerintah atau
pemerintah tidak mengenakan cukai lagi.
Sapuan, 1998 mengemukakan bahwa intervensi yang dilakukan pemerintah pada
umumnya merupakan upaya untuk mencukupi kebutuhan gula bagi masyarakat dengan
harga terjangkau dan sekaligus menjaga
keberlangsungan industri gula nasional.
Pemerintah menerapkan kebijakan pergulaan
meliputi berbagai aspek, yaitu bidang
produksi, bidang pemasaran, bidang harga,
dan bidang pemenuhan kebutuhan gula.
Intervensi ini juga merupakan salah satu
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
2
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
penyebab inefisiensi pada industri gula di
Indonesia. Proteksi yang dilakukan pemerintah selama ini ternyata tak mampu menahan
laju impor gula yang terus meningkat.
Berdasarkan
latar
belakang
yang
dikemukakan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh harga gula domestik,
harga gula impor, pendapatan per kapita,
dan jumlah penduduk terhadap permintaan
gula di Indonesia. Adapun yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana harga gula domestik,
harga gula impor, pendapatan perkapita, dan
jumlah penduduk mempengaruhi permintaan
gula di Indonesia.
2. Landasan teoritis
Dari segi ilmu ekonomi pengertian
permintaan
sedikit
berbeda
dengan
pengertian yang digunakan sehari-hari.
Menurut pengertian sehari-hari, permintaan
diartikan secara absolut yaitu menunjukkan
jumlah barang yang dibutuhkan, sedangkan
dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti apabila didukung oleh daya beli
konsumen yang disebut dengan permintaan
efektif. Jika permintaan hanya didasarkan
atas kebutuhan saja dikatakan sebagai
permintaan absolut (Nicholson, 1995).
Kemampuan membeli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu, pendapatan
yang dibelanjakan dan harga barang yang
dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan
yang dapat dibelanjakan oleh seseorang
berubah, maka jumlah barang yang diminta
juga akan berubah. Demikian juga halnya
apabila harga barang yang dikehendaki
berubah maka jumlah barang yang dibeli
juga akan berubah (Sudarsono, 1990).
Dalam analisis ekonomi diasumsikan
bahwa permintaan suatu barang sangat
dipengaruhi oleh harga dari barang itu
sendiri
(ceteris
paribus).
Permintaan
seseorang atau masyarakat terhadap suatu
barang ditentukan oleh banyak faktor, antara
lain; harga barang itu sendiri, harga barang
lain yang mempunyai kaitan erat dengan
barang tersebut, pendapatan masyarakat,
cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk
maka dapat dikatakan bahwa permintaan
terhadap suatu barang dipengaruhi oleh
banyak variabel (Nicholson, 1991). Teori
permintaan diturunkan dari perilaku konsu-
ISSN :
2086-6011
men dalam mencapai kepuasan maksimum
dengan memaksimumkan kegunaan yang
dibatasi oleh anggaran yang dimiliki.
Sudarsono
(1990),
mengelompokkan
kerangka pemikiran Marshall bersifat parsial
karena berdasarkan konsep ceteris paribus di
mana permintaan dianggap sebagai kurva.
Sementara itu Walras lebih bersifat general
karena memasukkan semua variabel yang
mempengaruhi jumlah barang yang diminta,
dan secara matematis dapat digambarkan
dalam bentuk umum sebagai berikut :
Qd = f (Pd, Ps, Pk, ……., Y, e)
di mana :
Qd : jumlah barang yang diminta
Pd : harga barang yang diminta.
Ps : harga barang substitusi.
Pk : harga barang komplementer.
Y:
pendapatan konsumen yang tersedia
untuk dibelanjakan.
e:
faktor lain yang tidak diteliti.
Sejalan dengan pemikiran Walras,
beberapa ahli mengemukakan pendapatnya.
Lipsey, Steiner dan Purvis (1993) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan (determinant of
demand) adalah :
1) Harga komoditi itu sendiri.
2) Rata-rata penghasilan rumah tangga.
3) Harga komoditi yang berkaitan.
4) Selera (taste).
5) Distribusi pendapatan di antara
rumah tangga.
6) Besarnya populasi.
Kaidah permintaan dapat dinyatakan
dalam cara yang paling sederhana sebagai
berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit
barang diminta jika dibandingkan dengan
harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat
harga komoditi rendah, maka lebih banyak
yang akan diminta jika dibandingkan dengan
saat harga tinggi (ceteris paribus). Jadi
kaidah permintaan mengatakan bahwa
kuantitas yang diminta untuk suatu barang
berhubungan terbalik dengan harga barang
tersebut (ceteris paribus) pada setiap tingkat
harga (Miler, 2000). dan apabila pendapatan
bertambah, maka bagian yang akan
dibelanjakan oleh konsumen juga akan
bertambah, sehingga jumlah barang yang
bisa dibeli oleh konsumen akan meningkat.
Peningkatan penghasilan masyarakat
akan meningkatkan daya beli masyarakat
terhadap barang konsumsi termasuk dianta-
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
3
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
ranya gula. Konsumsi gula Indonesia yang
masih lebih rendah dari rata-rata konsumsi
gula dunia masih berpotensi untuk terus
meningkat seiring peningkatan pendapatan
per kapita. Pergeseran kurva permintaan
gula ke arah kanan akan terjadi.
Dalam permintaan gula di Indonesia ada
beberapa penyebab dan memiliki peran
penting dalam pertanian di mana masing–
masing faktor–faktor yang mempengaruhi
permintaan gula (Diesy, 2006).
a. Harga barang itu sendiri
Sesuai dengan hukum permintaan,
jumlah barang yang diminta berubah secara
berlawanan dengan perubahan harga. Cara
lain untuk mengekspresikan prinsip ini adalah
kurva permintaan itu mempunyai nilai
kemiringan negatif. Perubahan harga secara
nominal menyebabkan pergerakan sepanjang
fungsi permintaan tertentu, dan pergerakan
tersebut ditunjukkan oleh perubahan jumlah
yang diminta secara berlawanan. Jadi,
perubahan harga barang itu sendiri mengakibatkan berubahnya jumlah yang diminta
(quantity demanded), kurva permintaan
tidak berubah.
b. harga gula impor.
Impor adalah suatu perdagangan dengan
cara memasukkan barang dari luar negeri ke
dalam wilayah pabean misalnya ke dalam
wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku (Bank Indonesia,1994). Jika ditelaah lebih lanjut, kegiatan
mendatangkan barang maupun jasa dari luar
negeri dapat dipandang sebagai suatu fungsi
permintaan. Oleh karena itu Indonesia yang
juga melakukan impor baik terhadap barangbarang maupun jasa yang dihasilkan oleh
negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu permintaan terhadap barang dan
jasa tersebut.
c. Pendapatan Per kapita.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum
tentu menjamin kemakmuran yang tinggi
pula bagi masyarakat, karena mungkin
pertumbuhan penduduknya cukup tinggi
pula. Tingkat pertumbuhan pendapatan
perkapita lebih menunjukkan perkembangan
kemakmuran, sebab bila dilihat dari sudut
konsumsi, berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang
dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi
kualitasnya.
Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara. variabel
ISSN :
2086-6011
yang
digunakan
untuk
menghitung
pendapatan perkapita adalah pendapatan
nasional dan jumlah penduduk. Secara
matemati rumus perhitungan pendapatan per
kapita adalah (Alam, 2004):
Pendapatan per kapita=
Pendapatan Nasional Bruto (GNP)
Jumlah Penduduk
d. Jumlah penduduk.
Teori Malthus mengatakan bahwa jumlah
penduduk senantiasa bertambah banyak
sementara pertumbuhan produksi tidaklah
banyak sehingga salah satu solusi terbaik
adalah adanya pengendalian jumlah penduduk. Malthus sangat khawatir terhadap
dampak dari pertambahan penduduk terhadap ekonomi walaupun sebetulnya bisa
menjadi asumsi bahwa pertambahan penduduk akan memicu proses industrialisasi
(Rusli, 1995).
Penelitian sebelumnya
Ernawati dan Isang mengemukakan
bahwa di dalam persamaan model dasar dan
model perdagangan bebas untuk impor gula
sama yaitu bahwa variabel impor dipengaruhi
oleh harga riil gula dunia (PW), total
produksi (P), jumlah populasi (POP),
pendapatan (I), nilai tukar (ER) dan impor
tahun sebelumnya (QMt-1) dan merupakan
penjumlahan dari permintaan gula rumah
tangga dan industri.
Suparno (2004) menganalisis tentang
pengaruh penurunan tarif impor gula pasca
liberalisasi perdagangan gula, dan hasil
analisisnya mengatakan bahwa penurunan
tarif impor akan menyebabkan kenaikan
impor gula. Peningkatan impor gula ini akan
meningkatkan harga gula impor dengan
perbandingan 2,5 kali lipat. Kenaikan harga
impor tersebut akan menurunkan harga
nominal eceran gula domestik, sehingga akan
menurunkan permintaan gula domestik dari
rumah tangga dan industri.
Widowati (2003) menganalisis tentang
pengaruh tarif impor gula terhadap industri
gula Indonesia dengan membandingkan tarif
impor nol persen dan 25 persen. Pengaruh
penetapan tarif impor sebesar 25 persen
adalah peningkatan harga eceran gula di
pasar domestik, peningkatan luas areal
tanam tebu, peningkatan produksi gula
domestik dan mampu mengurangi volume
impor, apabila dibandingkan dengan tarif
impor sebesar nol persen. Pengaruh harga
gula di pasar internasional yang naik,
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
4
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
mempengaruhi proses produksi gula di pabrik
gula di dalam negeri..
3. Metode Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Data
yang diperoleh untuk mendukung penelitian
ini bersumber dari data Badan Pusat Statistik
(BPS). Penulis juga menggunakan penelitian
kepustakaan (library research). Meliputi
buku–buku teks teori, maupun artikel–artikel
sebagai landasan teori dan petunjuk dalam
penulisan penelitian ini. Data yang di
gunakan adalah data time series yaitu
rangkaian waktu yang terdiri dari jangka
waktu tertentu dan digunakan jangka waktu
24 tahun yaitu dari tahun 1986 – 2009.
3.1. Model Analisis.
Model yang digunakan adalah regresi
linear berganda (Gujarati, 1995).
Dengan Rumus :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e
di mana;
Y
= Variabel terikat.
α
= Konstanta.
β1 β2 β3 = Parameter.
X1 X2 X3 = Variabel bebas.
e
= Standar error
Model tersebut diformulasikan ke dalam
penelitian sebagai berikut:
QdG = α + β1PG + β2PGM + β3Y + β4Pop + e
di mana :
QdG = Jumlah permintaan gula.
PG = Harga gula domestik.
PGM = Harga gula impor.
Y
= Pendapatan perkapita.
Pop = Populasi penduduk.
3.2. Metode analisis OLS
(Ordinary Least Square).
Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode OLS (Ordinary
Least Square): OLS adalah metode analisis
regresi ekonometrika yang berusaha mencari
hubungan sebab akibat antara dua atau lebih
variabel yang sangat berguna untuk
mengestimasi model persamaan regresi.
Metode OLS mempunyai beberapa keunggulan yaitu secara teknis sangat kuat, mudah
dalam penarikan interpretasi dan perhitungannya serta penaksir BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator).
ISSN :
2086-6011
3.3. Uji Asumsi
a. Uji multikolinearitas.
Multikolinearitas
merupakan
suatu
keadaan dimana satu atau lebih variabel
bebas berkorelasi dengan variabel bebas
lainnya, dengan kata lain suatu variabel
bebas merupakan fungsi linier dari variabel
bebas lainnya. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya multikolinieritas antara lain adalah
dengan matriks korelasi berderajat nol.
(Gunawan Sumodiningrat, 1994) Selain itu
juga memperhatikan nilai R2, hasil uji
statistik t, hasil uji statistik F dan nilai r2
parsial. Multikolineritas diduga terjadi jika
nilai R2 tinggi yaitu antara 0,7 dan 1,
korelasi derajat nol juga tinggi, tetapi tidak
satupun atau sangat sedikit koefisien regresi
parsial individual yang signifikan secara
statistik
atas
dasar
pengujian
yang
konvensional. Jika R2 tinggi, ini akan berarti
bahwa uji F akan menolak hipotesis nol
meskipun uji t sebaliknya. (Gujarati, 1988)
Nilai toleransi dan VIF digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya multikolineritas
dalam model penelitian.
b. Uji Heterokedastisitas.
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah
kesalahan pengganggu mempunyai varians
yang sama atau tidak. Jika terjadi
heterokedastisitas maka walaupun penaksir
tersebut tetap tidak bias dan konsisten,
namun tidak efisien (minimum) baik dalam
sampel besar maupun kecil.
Menurut
Gujarati (1988), untuk mengetahui ada atau
tidaknya gangguan heterokedastisitas pada
model yang di gunakan adalah Pengujian
glejser (Glejser test)
Kemudian jika hasil regresi menunjukkan
bahwa variabel bebas secara signifikan
berpengaruh terhadap variabel terikat,
artinya terjadi heteroskedastisitas dalam
model tersebut.
c. Uji Autokorelasi.
Autokorelasi dapat didefenisikan sebagai
korelasi
antara
anggota
serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu.
Dalam konteks model regresi linier klasik
mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti
itu tidak terdapat dalam disturbansi atau
pengganggu μ yang dilambangkan dengan F
(μi, μj) = 0; i # j. Secara sederhana dapat
dikatakan model klasik mengasumsikan
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
5
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
bahwa unsur gangguan yang berhubungan
dengan observasi tidak dipengaruhi oleh
unsur
gangguan
(disturbance)
yang
berhubungan dengan pengamatan lain yang
manapun. Tetapi jika ada ketergantungan
antara unsur gangguan yang berhubungan
dengan observasi dipengaruhi oleh unsur
disturbansi atau gangguan yang berhubungan
dengan
pengamatan
lain,
terdapat
autokorelasi yang disimbolkan dengan F (μi,
μj) # 0; i # j. Untuk menguji autokorelasi
tersebut digunakan Lagrange Multiplier Test
(LM-test), dimana jika nilai LM-test < nilai X2
tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima,
artinya tidak ada autokorelasi. Namun jika
nilai LM-test > nilai X2 tabel maka hipotesis
nol (Ho) ditolak, artinya ada autokorelasi.
3.4. Definisi Operasional Variabel
Variabel–variabel yang dapat diamati
dalam penelitian ini dapat didefinisikan
sebagai berikut
1) Jumlah permintaan gula adalah jumlah
permintaan yang dilihat dari jumlah gula
yang dikonsumsi (dari tahun 1986-2009)
selama
24
tahun
yang
dihitung
berdasarkan satuan ton.
2) Harga gula domestik adalah harga gula
yang di produksi di dalam negeri dan di
3) konsumsi di dalam negeri yang dihitung
berdasarkan satuan rupiah.
4) Harga gula impor adalah harga gula pasir
yang diimpor dari berbagai Negara
untuk di konsumsi di dalam negeri yang di
hitung berdasarkan satuan rupiah.
5) Pendapatan perkapita adalah pendapatan
yang di peroleh oleh warga Negara
Indonesia yang di hitung setiap satu tahun
dan berdasarkan miliar.
6) Jumlah penduduk adalah jumlah warga
Negara Indonesia maupun warga Negara
asing yang berdomisili di Indonesia yang
terdata dari tahun 1986-2009 yang di
hitung setiap tahun berdasarkan satuan
jiwa.
ISSN :
2086-6011
patan per kapita yang nilai T-hitung di bawah
2, dan yang signifikan yaitu variabel harga
gula domestik dengan nilai T-hitung di atas 2
dan T-hitung -2,356 > T-tabel 1,7207, harga
gula impor T-hitung 2,197 > T-tabel 1,7207
dan jumlah penduduk T-hitung 3,103 > Ttabel 1,7207.
Tabel 1.
Hasil estimasi OLS dengan 4 variabel.
Variabel
Konstanta
Harga gula domestik
Harga gula impor
Pendapatan/kapita
Jumlah penduduk
R²
= 0,9097
Adj R² = 0,8907
Hasil data diolah
Koefisien
Estimasi
P-Value
Thitung
-11292
-0,70644
0,008
0,029
-2,971
-2,356
0.63555
0,289220
0,041
0,808
2,197
0,2463
0,66902
0,006
3,103
D-W=2,5684 WhiteTest = 0,12257
Ttabel = 1,7207
4.2. Uji Asumsi Klasik dengan 4 Variabel
a. Uji multikolinearitas.
Dari hasil estimasi diperoleh korelasi
yang tinggi antara variabel bebas yaitu
variabel PG (harga gula domestik) dan
variabel PGM (harga gula impor) dengan
tingkat korelasi sebesar 73 persen. Selain itu
korelasi tinggi juga terjadi di variabel Y
(pendapatan per kapita) dan variabel POP
(jumlah penduduk) dengan tingkat korelasi
sebesar 64 persen, maka dapat dikatakan
dengan tegas terjadi multikolineritas.
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
b. Uji Heterokedastisitas.
Berdasarkan
hasil
dari
pengujian
heterokedastisitas pada variabel harga gula
domestik, harga gula impor, pendapatan per
kapita dan jumlah penduduk maka terlihat
ada heterokedastisitas pada variabel tersebut yang dapat dilihat dari hasil pengujian
glejser (Glejser Test) yang dapat di lihat dari
white test sebesar 0.32192 persen sehingga
dengan tegas dapat disimpulkan bahwa hasil
estimasi model tersebut menunjukkan gejala
heteroskedastisitas (Gujarati, 1995).
4.1. Analisis Hasil Estimasi
Hasil analisis regresi dengan menggunakan model analisis OLS maka diperoleh
seperti pada tabel-1.
Berdasarkan hasil estimasi OLS di atas
yang menggunakan 4 variabel menunjukkan
bahwa tidak signifikan pada variabel penda-
c. Uji Autokorelasi.
Berdasarkan
hasil
dari
pengujian
autokorelasi pada variabel harga gula relatif,
pendapatan per kapita dan jumlah penduduk
maka terlihat ada autokorelasi pada variabel
tersebut yang dapat dilihat dari nilai DurbinWatson test sebesar 2.5684, dengan menggu-
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
6
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
nakan tabel statistik d dan derajat kepercayaan 5 persen, jumlah observasi sebesar
24, serta jumlah variabel bebas sebanyak 4,
maka diperoleh nilai dL = 1,013 dan dU
=1,775 Sedangkan untuk nilai 4 - dU = 2,225
dan 4 - dL = 2,987 maka dengan tegas
menyatakan ada autokorelasi.
Tabel 2. Hasil Estimasi OLS dengan 3 Variabel
tanpa harga gula domestik.
Variabel
Koefisien
PEstimasi
Value
Thitung
Konstanta
-3836,1
0,171
-1,420
Harga gula impor
0,70719
0,000
4,818
Pendapatan perkapita
-0,52215
0,554
-0,6017
Jumlah penduduk
0,24243
0,125
1,601
R²
= 0,9767
Adj R² = 0,9732
Hasil data diolah (2011)
D-W=
0,02166
Ttabel
White Test =
0.20986
= 1,7207
Berdasarkan hasil estimasi OLS di atas
yang regresi sesama variabel menunjukkan
bahwa tidak signifikan pada variabel
pendapatan per kapita, jumlah penduduk
yang nilai T-hitung di bawah 2 atau T-hitung
< T-tabel, dengan P-Value pendapatan per
kapita 0,554, jumlah penduduk 0,125 yang
signifikan hanya variabel harga gula impor
yang nilai T-hitung di atas 2 dan P-Value
0,000 Sehingga perlu melakukan regresi
ulang dengan menggunakan 3 variabel yaitu
harga gula domestik, pendapatan per kapita
dan jumlah penduduk.
Tabel 3. Hasil Estimasi 3 variabel tanpa
harga gula impor
Variabel
Konstanta
Harga gula domestik
Pendapatan/kapita
Jumlah penduduk
R²
= 0,8867
Adj R² = 0,8697
Hasil olah data (2011)
Koefisien
Estimasi
PValue
Thitung
-0,14577
-223,61
0,001
0,327
-3,822
-1,004
0,000019449
0,084101
0,062
0,001
1,980
3,836
D-W =
2,0127
Ttabel = 1,7207
White Test =
0,17130
Berdasarkan hasil penelitian seperti
diperlihatkan pada Tabel 3 di atas yaitu
dengan menggunakan bantuan program
shazam, maka diperoleh persamaan regresi
linear berganda sebagai berikut:
QdG = -0,14577 - 223,61 PG + 0,000019449 Y
+ 0,084101 Pop
ISSN :
2086-6011
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh koefisienkoefisien yang dapat diinterpretasikan
sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar -0,14577 artinya
apabila variabel harga gula domestik,
pendapatan perkapita, dan jumlah
penduduk diasumsikan sama dengan nol
(0) maka permintaan gula di Indonesia
adalah sebesar 0,14577 ton.
2) Harga gula domestik mempunyai pengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap
permintaan gula di Indonesia. Koefisien
variabel harga gula domestik adalah
223,61 artinya adalah apabila terjadi
peningkatan harga gula domestik sebesar
1 persen, maka akan menurun permintaan
gula sebesar -233,61 Kg, dengan asumsi
pendapatan perkapita dianggap konstan,
dan faktor-faktor lain juga tetap. Hal ini
menunjukkan bahwa harga gula domestik
mempunyai pengaruh negatif terhadap
permintaan gula di Indonesia
3) Pendapatan
perkapita
mempunyai
pengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap permintaan gula di Indonesia
Koefisien variabel pendapatan perkapita
adalah 0,000019449 artinya adalah
apabila terjadi peningkatan pendapatan
perkapita sebesar 1 persen, maka akan
meningkatkan
permintaan
gula
0,000019449 Kg, dengan asumsi jumlah
penduduk dianggap konstan dan faktorfaktor lain juga tetap. Dalam penelitian
ini
variabel
pendapatan
perkapita
mempunyai pengaruh positif terhadap
permintaan gula di Indonesia.
4) Jumlah penduduk mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia. Koefisien variabel
jumlah penduduk adalah 0,084101 artinya
adalah apabila terjadi peningkatan
jumlah penduduk sebesar 1 persen, maka
akan meningkatkan permintaan gula
0,084101 Kg, dengan asumsi faktor yang
lain dianggap tetap.
5) R² (koefisien determinasi) adalah 0,8867
artinya adalah bahwa sebesar 0,8867
persen perubahan-perubahan yang terjadi
di dalam permintaan gula dapat
dijelaskan oleh perubahan-perubahan
yang terjadi dalam variabel harga gula
domestik, pendapatan perkapita dan
jumlah penduduk, Sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain diluar model
penelitian ini.
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
7
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
6) Perhitungan adjusted R² adalah 0,8697
artinya adalah bahwa derajat hubungan
antara variabel bebas (harga gula relatif,
pendapatan perkapita, jumlah penduduk)
dengan variabel terikat (permintaan gula)
adalah 95 persen. Variabel harga gula
domestik, pendapatan perkapita, jumlah
penduduk berhubungan signifikan secara
statistik
dengan
permintaan
gula.
Sedangkan sisanya berhubungan dengan
faktor-faktor lain di luar penelitian ini.
Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat
koefisien estimasi untuk variabel harga gula
domestik memiliki pengaruh negatif terhadap
permintaan gula di Indonesia artinya jika
harga gula domestik naik maka permintaan
gula di Indonesia turun dengan periode
selama 1986-2009 yang diperoleh dengan
keyakinan sebesar 5 persen. Variabel
pendapatan perkapita memiliki pengaruh
positif terhadap permintaan gula di Indonesia
artinya jika harga gula impor naik maka
permintaan gula di Indonesia juga naik
dengan periode selama 1986-2009 yang
diperoleh dengan keyakinan sebesar 5
persen, Kemudian Variabel jumlah penduduk
memiliki
pengaruh
positif
terhadap
permintaaan gula di Indonesia artinya jika
jumlah penduduk naik maka permintaan gula
di Indonesia juga naik dengan periode selama
1986-2009 yang diperoleh dengan keyakinan
sebesar 5 persen.
Berdasarkan hasil regresi menunjukkan
pengaruh variabel harga gula domestik tidak
signifikan terhadap permintaan gula di
Indonesia. Variabel pendapatan perkapita
juga tidak signifikan terhadap permintaan
gula di Indonesia. Kemudian variabel jumlah
penduduk signifikan terhadap permintaan
gula di Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa
variabel jumlah penduduk yang signifikan
secara statistik.
5. Simpulan Dan Saran
a. Simpulan
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gula di Indonesia dalam penelitian ini adalah harga gula domestik,
pendapatan per kapita dan jumlah
penduduk, dan yang berpengaruh secara
signifikan adalah hanya variabel jumlah
penduduk dengan tingkat keyakinan
kesalahan pada 5 persen. Sedangkan
ISSN :
2086-6011
harga gula domestik, pendapatan per
kapita tidak signifikan secara statistik.
2) Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat
koefisien estimasi untuk variabel harga
gula domestik memiliki pengaruh negatif
terhadap permintaan gula di Indonesia
selama 1986-2009 yang diperoleh dengan
tingkat keyakinan kesalahan sebesar 5
persen, dan model yang digunakan tidak
terdapat
multikolinearitas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi. Variabel
pendapatan perkapita memiliki pengaruh
positif terhadap permintaan gula di
Indonesia
selama
1986-2009
yang
diperoleh dengan tingkat keyakinan
kesalahan sebesar 5 persen. Variabel
jumlah penduduk memiliki pengaruh
positif terhadap permintaan gula di
Indonesia selama 1986-2009 dan signifikan
secara statistik dengan tingkat keyakinan
95 persen.
b. Saran
1) Dalam rangka meningkatkan produksi gula
di Indonesia, upaya yang dapat dilakukan
oleh pemerintah adalah meningkatkan
insentif petani dengan memberikan
jaminan terhadap harga gula. Pemerintah
pusat bertanggungjawab melaksanakan
kebijakan harga jual gula. Selain itu, juga
dilakukan upaya pembangunan dan
pemeliharaan terhadap sarana dan
prasarana untuk mendukung produksi gula
bagi tanaman tebu di Indonesia.
2) Bagi masyarakat khususnya petani tebu
untuk lebih giat meningkatkan produksi
pertanian
khususnya produksi gula.
Karena selain sebagai kebutuhan pokok
utama selain padi juga dapat memberikan
penghasilan bagi mereka.
Daftar Pustaka
Alam, S, (2004). Ekonomi SMA untuk Kelas XI
Jilid 2 Kurikulum 2004
Arifin, Bustanul, (2008). Jaringan Distribusi
Gula. Kompas. 10 November 2008.
Deodhar, Y, S dan Pandey, V, (2006). Degree
of Instan Competition; Estimation of
Market Power in India’s Instan Coffee
Market. Journal. Indiana Intitute of
Management. Ahmedabd. India.
Gujarati, Damonar, (1983). Ekonometrika
Dasar, Terjemahan Sumarno Zain,
Jakarta; Penerbit.
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
8
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh
Vol.III No.6  September 2012
Hirshey, (1995). Analisis Permintaan Bahan
Baku
Industri
Kerupuk
Singkong
Kecamatan Pancurbatu Kabupaten
Deliserdang dan Implikasinya Terhadap
Pengembangan
Wilayah.
Tesis.
Program Pascasarjana USU. Medan.
http: Batavia.co.id, (2010). Busines News.
Lipsey, RG, Steiner, P.O dan Purvis, D, D,
(1993). Pengantar Mikro Ekonomi.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Miler, Roger Le Roy. Roger E. Meiners,
(2000). Teori Ekonomi Intermediate.
Edisi ketiga. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Nicholson, Walter, (1998). Microeconomic
Theory
Basic
Principles
and
Extentions, 7th edition, The Dryden
Press.
Pambudy, R (2003). Tebu dan Gula Milik
Siapa.Dewan Gula Indonesia, Jakarta.
Poli, C. (1992). Pengantar Ilmu Ekonomi I.
Gramedia, Jakarta.
Reksoprayitno, S, (2000). Pengantar Ekonomi
Mikro. Edisi Millenium. Penerbit BPFE
UGM. Yogyakarta.
Richard A, (1993). Teori Mikroekonomi, Edisi
Kedua, Terjemahan oleh Gunawan
Hutahuruk MBA, Jakarta : Penerbit
Erlangga.
ISSN :
2086-6011
Rusli,
Said.
(1995).
Pengantar
Ilmu
Kependudukan. Jakarta : LP3ES.
Sudarman, Ari, (1992). Teori Ekonomi Mikro,
Edisi Ketiga, Yogyakarta : BPFEUGM.
Soekarwati, (1993). Teori Ekonomi Produksi
Analisa Fungsi Cobb-Douglass
Suherman, (1991). Pengantar Teori Ekonomi,
Edisi Keenam, Surabaya : Duta Jasa
Sugiarto, Et, Al, (2000). Ekonomi Mikro Suatu
Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan, (1994). Ekonometrika, Yogyakarta : BPFE - UGM.
Susila, Wayan R, (2000). Tarif Impor Gula
Indonesia
dengan
Pendekatan
Kompromi, Ekonomi dan Keuangan
Indonesia Volume XLVIII No. 2.
Sawit, dkk. (2004). Ekonomi Gula.Sekretaris
Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta.
Riwayat Penulis:
Suriani, SE., M.Si
Lhir di Sigli, pada tanggal 6 Mei 1975.
Staf Pengajar FE Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh
Juliansyah Putra, SE
Lahir di Banda Aceh, 17 Juli 1988.
Merupakan Alumni Mahasiswa Studi Ekonomi
Pembangunan FE Universitas Syiah Kuala
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
9
Download