Identifikasi Kubah Lava pada Kaldera Pangkajene, Sulawesi

advertisement
PROCEEDINGS
HAGI-IAGI Joint Convention Medan 2013
28 – 31 October
Identifikasi Kubah Lava pada Kaldera Pangkajene, Sulawesi Selatan, Indonesia
Ulva Ria Irfan1,*, Kaharuddin, MS1., Dadang A. Suriamiharja2, Irzal Nur3
1
Geological Engineering Study Program, Hasanuddin University, Makassar 90245, Indonesia
Geophysics Study Program, Hasanuddin University, Makassar 90245, Indonesia
3
Mining Engineering Study Program, Hasanuddin University, Makassar 90245, Indonesia
*
Corresponding author: [email protected]
2
Abstract
From the western to southern part of Pangkajene area, a
number of rising topography are shown on plain
morphology in the Walanae Depression. This topography
anomaly in the surrouding plain morphology which
composed of volcanic products is interpreted as lava
domes. This study aims to identify morphology and
lithology of the lava domes in Pangkajene caldera. Based
on field data, and analyses of topographic map and SRTM
image it is defined that geomorphological units of the
Pangkajene Paleovolcanic consist of: 1) Pyroclastic
mountain, 2) Lava hills, 3) Lava dome, and 4) Alluvial
plain. The lava domes lining in form of cone-shape hills
from northwest to southwest. Geomorphological prosess
developed is denudation which is indicated by the irregular
surface of the domes. Lithology of the lava domes include
andesitic lava (Bulu Loa) and trachytic lava (Bulu
Allakuang, Bulu Batulappa and Bulu Watangpulu). In some
places among the trachytic lava domes, volcanic necks are
exposed which intrude ignimbrites such as at Bulu
Tinebbang, Bulukunyi and Bulu Batualong. Petrographic
analysis on trachyte indicated porphyritic and trachytic
textures which consists of feldspar phenocrysts (oligoclase,
orthoclase, sanidine) biotite and hornblende; and
groundmass (glass and feldspar mikrolite). The formation
of the lava domes is in the latest phase of the volcanic
eruption in Pangkajene caldera. It is interpreted that after
the collapse of the caldera, the volcanic necks then
exposed, and eruption in the opening spaces subsequently
formed the andesitic and trachytic lava domes.
Keywords : Pangkajene caldera, lava dome, volcanic neck,
South Sulawesi
Abstrak
Pada daerah Pangkajene bagian Barat hingga Selatan
terlihat tonjolan-tonjolan yang menempati morfologi
pedataran dalam depresi Walanae. Anomali topografi di
daerah pedataran yang tersusun oleh produk vulkanik
diduga sebagai kubah lava. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi morfologi dan litologi kubah-kubah lava
pada kaldera Pangkajene. Berdasarkan penelitian lapangan,
analisis peta topografi dan analisis citra SRTM maka satuan
geomorfologi Paleovulkanik Pangkajene terbagi empat
yaitu 1) Pengunungan Piroklastik, 2) Perbukitan Aliran
Lava, 3) Kubah Lava, 4) Pedataran Alluvial. Kubah lava
membentuk bukit-bukit kerucut dan berjejer dari Baratlaut
ke Tenggara. Proses geomorfologi yang berkembang
adalah denudasi yang ditandai dengan bentuk permukaan
kubah yang tidak teratur. Litologi kubah lava tersusun oleh
lava andesitik (Bulu Loa) dan lava trakitik (Bulu
Allakuang, Bulu Batulappa dan Bulu Watangpulu). Di
antara kubah lava trakitik terdapat terdapat leher vulkanik
(volcanic neck) yang menerobos ignimbrite seperti pada
Bulu Tinebbang, Bulukunyi dan Bulu Batualong. Analisis
petrografis batuan trakit memperlihatkan tekstur porfiritik
dan trakitik yang tersusun oleh fenokris feldspar (oligoklas,
ortoklas, sanidin) biotit dan hornblende; dan massadasar
(gelas dan mikrolit feldspar). Pembentukan kubah lava
merupakan fase akhir aktifitas erupsi gunungapi di daerah
kaldera Pangkajene. Diinterpretasikan bahwa setelah
peristiwa runtuhnya kaldera, tersingkap volcanic neck dan
terjadinya erupsi pada celah-celah retakan membentuk
kubah-kubah lava andesitik dan trakitik.
Kata Kunci : Kaldera Pangkajene, kubah lava, leher
vulkanik, Sulawesi Selatan
Pendahuluan
Pada Peta Geologi Lembar Pangkajene dan
Watampone Bagian Barat (Sukamto, 1982) dan Peta
Geologi Regional Lembar Majene & Bagian Barat Palopo
(Djuri,dkk,1998), batuan gunungapi yang menyusun daerah
Pangkajene termasuk dalam Batuan Gunungapi Pare-Pare
Anggota Lava (Tppl). Batuan gunungapi yang tersebar
pada kelompok batuan gunungapi Pare-Pare terdiri dari tufa
PROCEEDINGS
HAGI-IAGI Joint Convention Medan 2013
28 – 31 October
lapilli dan breksi vulkanik dan setempat terdapat sisipan
lava yang bersifat trakit-andesit (Sukamto, 1982).
Batuan gunungapi Pare-pare yang berumur Tersier
tersebar luas di daerah Parepare-Barru dan Sidrap,
mempunyai karakteristik yang khas dengan kehadiran
endapan pumish dan ignimbrite (Kaharuddin, 2009;
Sirajuddin, dkk., 2011). Afinitas batuan gunungapi ParePare termasuk dalam kelompok batuan shoshonitic
(Yuwono, 1990; Priadi, dkk., 1994) yang terbentuk pada
pasca-subduksi. Berdasarkan peninjauan lapangan, pusat
erupsi gunungapi Tersier Pare-pare diduga kuat terdapat di
dua lokasi yaitu daerah Lumpue-Parepare, dan PangkajeneSidenreng Rappang. Aspek volkanologi yang menarik
untuk dikaji adalah kaldera di sebelah barat daya Kota
Pangkajene yaitu Kaldera Pangkajene (Kaharuddin, 2009;
Sirajuddin, dkk., 2011). Menentukan pusat erupsi
berdasarkan bentukan kaldera gunungapi Tersier, menarik
untuk dilakukan penelitian karena pada umumnya telah
mengalami gangguan tektonik ataupun struktur sehingga
bentuk kaldera tidak utuh lagi.
Identifikasi kubah lava merupakan bagian dari
penelitian karakteristik kaldera Pangkajene yang
difokuskan pada analisis morfologi produk gunungapi
dipadukan dengan karakteristik litologi kubah lava dan
leher vulkanik. Informasi penyebaran kubah lava dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan studi vulkanologi di
Sulawesi dan hubungannya dengan pencarian endapan
mineral yang ekonomis.
dan dipengaruhi oleh sesar Walanae, sehingga klasifikasi
geomorfologi didasarkan pada pengaruh gaya endogen dan
eksogen (Thornbury, 1969). Satuan geomorfologi
Paleovulkanik
Pangkajene
terbagi
empat
yaitu
Pengunungan Piroklastik, Perbukitan Aliran Lava, Kubah
Lava dan Pedataran Alluvial (Gambar 1).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan paduan metode deduktif dan
induktif dengan cara menganalisis hipotesis berdasarkan
penelitian sebelumnya dan konsep vulkanologi, kemudian
diuraikan data-data yang menjelaskan suatu kesimpulan.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan
karakteristik morfologi dan litologi di lapangan, analisis
citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dan
analisis petrografis.
Menganalisis seluruh data
menggunakan metode induktif dengan menemukan buktibukti di lapangan, menentukan satuan geomorfologi yang
ditunjang oleh komposisi mineral dan tekstur batuan
berdasarkan identifikasi pada analisis petrografis.
Hasil dan Diskusi
Geomorfologi Paleovulkanik Pangkajene
Paleovulkanik Pangkajene terletak di daerah
Pangkajene bagian Barat dan Selatan yang membentuk
pegunungan dan pedataran. Daerah pegunungan termasuk
rangkaian pegunungan Pare-pare bagian Timur dan daerah
Panca Lautang. Sedangkan daerah pedataran merupakan
bagian barat zona depresi Walanae. Morfologi terbentuk
akibat aktifitas vulkanisme masa lampau berumur Neogen
Gambar 1. Peta Geomorfologi Daerah Pangkajene
Satuan geomorfologi pegunungan piroklastik
tersebar memanjang di sebelah barat berupa bukit dan
gunung terjal. Litologi yang menyusun berupa perselingan
piroklastik, aliran lava, intrusi dike dan stok sienit sebagai
kerucut gunungapi parasit. Batas dengan satuan
geomorfologi perbukitan aliran lava menampakkan undak
topografi sebagai jejak tebing kaldera. Proses denudasional
dan struktur sesar mengakibatkan bentuk lembah
didominasi profil antara “V” dan “U”. Kerucut piramida
alam yang berjejer dari Tenggara ke Baratlaut membentuk
satuan kubah lava (Gambar 2a). Morfologi kubah lava Bulu
Allakuang berdimensi ±625 m x 300 m dan elevasi 124 m
membentuk struktur kolom (columnar joint) yang rebah
(Gambar 2b). Dimensi dan elevasi masing-masing kubah
lava sebagai berikut : Bulu Batulappa memiliki dimensi
±1250 m x 850 m dengan elevasi 174 m; Dimensi Bulu
Watangpulu ±675 m x 250 m dan elevasi 125 m; Bulu
Batualong berdimensi ±150 m dengan elevasi 202 m, Bulu
Tinnebbang memiliki dimensi ±625 m x 300 m dan
elevasi 111 m; Dimensi Bulu Kunyi ±200 m dengan
elevasi ±157 m (Gambar 2c, 2d, 2e, 2f, 2g, 2h).
PROCEEDINGS
HAGI-IAGI Joint Convention Medan 2013
28 – 31 October
Gambar 2.(a) Morfologi kubah lava pada depresi Walanae;
(b) Kubah Lava Allakuang; (c) Kubah Lava Batulappa; (d)
Kubah Lava Bulu Watangpulu; (e) Kubah Lava Bulu Loa;
(f) Leher Vulkanik Bulu Batualong; (g) Leher Vulkanik
Bulu Tinebang; (h) Leher Vulkanik Bulukunyi.
Kubah lava merupakan hasil proses efusif magma trakitik
yang viskositasnya tinggi pada pipa vulkanik. Kekentalan
magma yang tinggi menyebabkan magma tidak mengalir
dengan cepat sehingga membentuk kubah yang melingkar
seperti pada Bulu Batulappa, Bulu Allakuang.
Produk vulkanik di Bulu Batualong, Bulu Tinebbang
dan Bulu Kunyi merupakan leher vulkanik yang tersusun
oleh batuan trakit. Tekstur porfiroafanitik, struktur masif
dan sebagian vesicle. Endapan ignimbrite menutupi
sebagian leher vulkanik Bulu Kunyi. Kenampakan
mikroskopis batuan trakit memperlihatkan tekstur porfiritik
dengan fenokris terdiri dari ortoklas (25%), plagioklas
15%, hornblende 10%, biotit (5%) dan sanidin (5%);
massadasar gelas (30%). Ukuran mineral yang menyusun
leher vulkanik lebih besar dibandingkan dengan kubah lava
yaitu 0,3 – 2,0 mm. Pada sayatan tipis batuan di Bulu
Batualong terlihat adanya xenokris olivin (Gambar 3d).
Pada bagian bawah dari kubah lava ditemukan gejala
alterasi hidrotermal berupa argilik (Gambar 3e).
Batuan andesit menyusun kubah lava Bululoa,
kenampakan lapangan memperlihatkan warna abu-abu
hingga abu-abu kehitaman, tekstur porfiritik (fenokris
hornblende dan plagioklas) dan berstruktur masif. Analisis
petrografis memperlihatkan kandungan plagioklas (325%), hornblende (5 - 10%), piroksin (5-15%), biotit 5 7%) sebagai fenokris dan massa dasar mikrolit feldspar 2550% (Gambar 3f).
Satuan Kubah Lava
Satuan Kubah lava yang berada pada kaldera
Pangkajene tersusun oleh kelompok batuan vulkanik trakit
dan andesit. Batuan trakit menyusun kubah lava Bulu
Allakuang, Bulu Batulappa, Bulu Watangpulu serta leher
vulkanik Bulu Batualong, Bulu Tinebang dan Bulu Kunyi.
Trakit berwarna putih keabu-abuan dan jika lapuk
berwarna coklat kekuningan. Aliran lava trakitik
membentuk struktur kolom segilima dan segi enam dengan
ukuran yang bervariasi pada Bulu Allakuang dan Bulu
Batulappa. Terlihat pula sheeting joint pada Bulu Batulappa
(Gambar 3a) yang disebabkan oleh diferensiasi dan
degassing selama pembekuan aliran (Nemeth, et. al., 2007)
Komposisi mineral terdiri dari fenokris sanidin (15 – 40%),
oligoklas (5 – 10%) dan biotit (5 – 15%). Massadasar
berupa mikrolit feldspar dan gelas membentuk tekstur
porfiritik dan semi-trakitik (Gambar 3b). Fenokris
berukuran 0,1 – 0,4 mm dengan bentuk euhedral –
subhedral, menggambarkan bahwa sampel merupakan
bagian tepi dari kubah. Struktur sebagian vesicular dan
amygdaloidal yang telah terisi oleh kuarsa (Gambar 3c).
Kontak lava trakit dengan satuan batupasir diidentifikasi
dari backing effect pada batupasir dan urat-urat gipsum
endapan evaporit volkanik. Kontak dengan batugamping
sebagian telah mengalami perubahan warna menjadi
kehitaman, kompak dan terdapat mineral limonit.
Gambar 3. (a) Sheeting joint di Bulu Batulappa; (b)
Fotomikroskopis tekstur semi-trakitik batuan trakit porfiri;
(c) Fotomikroskopis struktur vesicular dan amygdaloidal
yang terisi kuarsa; (d) Fotomikroskopis txenocryst olivine
pada batuan trakit; (e) alterasi argilik pada kubah lava; (f)
Fotomikroskopis andesit porfiri kubah lava Bululoa
Magma pembentuk batuan gunungapi Pangkajene
bersifat trakitik mengalir pada lubang kepundan
membentuk kubah lava (lava domes) dan pada bagian
bawahnya terdapat leher vulkanik (volcanic neck). Bentuk
morfologi kubah lava lebih besar dibandingkan dengan
leher volcanik. Satuan trakit ini tersebar pada bagian dalam
kaldera (pusat erupsi) berupa lelehan hasil efusif lava
trakitik setelah terjadi erupsi kuat piroklastik.
Struktur batuan beku umumnya vesikuler
menggambarkan magma asal kaya gas dan struktur kesan
berlapis menunjukkan pembekuan bertahap dalam kondisi
relatif tenang terjadi diferensiasi dan pelepasan gas.
Xenolith dan xenocryst pada analisis petrografis
PROCEEDINGS
HAGI-IAGI Joint Convention Medan 2013
28 – 31 October
mengindikasikan percampuran lava dengan piroklastik
dapat membentuk batuan ignimbrite.
Pembentukan lapisan semu dan struktur kekar
kolom pada satuan trakit menunjukkan pendinginan magma
yang cepat pada kubah lava dan terjadi kontraksi internal
pada lava membentuk struktur yang tegak lurus pada
permukaan pendinginan. Kondisi tersebut mendukung
interpretasi bahwa satuan trakit terbentuk pada fase akhir
erupsi gunungapi Pangkajene yang efusif. Runtuhnya
kaldera menyebabkan tekanan dalam dapur magma menjadi
tinggi sehingga magma naik ke permukaan melalui retakan
dan membentuk kubah lava dan leher vulkanik.
Batuan gunungapi Parepare yang tersebar luas
hingga daerah Sidrap, Barru dan Pinrang (Sukamto, 1982),
tampaknya harus dibagi dalam dua formasi batuan
gunungapi yaitu batuan gunungapi Parepare di bagian barat
dengan pusat erupsi di daerah Lumpue dan batuan
gunungapi Pangkajene di bagian timur yang bersumber dari
kaldera Pangkajene. Selain itu daerah pusat erupsi dapat
ditemukan batuan-batuan piroklastik dengan komponen
berbagai ukuran yang terelaskan oleh lava atau biasa
disebut ignimbrite yang juga menyusun kaldera
Pangkajene.
Kesimpulan
 Satuan kubah lava tersusun oleh lava trakitik pada
Bulu Allakuang, Bulu Batulappa dan Bulu Watangpulu;
dan lava andesitik membentuk Bulu Loa.
 Lava trakitik membentuk leher vulkanik pada Bulu
Tinebbang, Bulukunyi dan Bulu Batualong.
 Batuan trakit bertekstur porfiritik dan trakitik yang
tersusun oleh fenokris oligoklas, ortoklas, sanidin,
biotit dan hornblende; massadasar gelas dan mikrolit
feldspar.
 Kubah lava pada kaldera Pangkajene terbentuk pada
fasa akhir erupsi efusif.
Referensi
Bronto, S., 2006. Jurnal Geologi Indonesia,Volume 1,
No.2, p : 111 - 135
Bronto, S., 2010, Majalah Geologi Indonesia, Vol.25 No. 2,
p.105 - 126
Dahlin., P., Sjostrom., H., 2008, Department of Science,
Uppsala University.
Djuri dkk, 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Direktorat Jendral Pertambangan Umum
dan Energi, Bandung.
Irfan, U.R., Budiman, 2012, Prosiding Hasil Penelitian FTUH, Makassar.
Kaharuddin, 2009, Prosiding Hasil Penelitian Fakultas
Teknik, Fakultas Teknik UNHAS, Makassar.
Mcphie.J., Doyle., M., Allen., R., 1993, Centre for Ore
Deposit and Exploration Studies, University of
Tasmania, 196 p.
Nemeth., K., Martin., U., 2007, volume 207, Budapest.
Paripurno, E.T., 1993, Proceeding of the 22 nd Annual
Convention ot The Indonesians Association of
Geologist, Bandung.
Risdianto, D., Soetoyo, 2008, Proceeding Pemaran Hasil
Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan, Pusat
Sumber Daya Geologi.
Sirajuddin, H., Rochmanto., B., Ekawati., D., Kaharuddin.,
2011, Prosiding PIT IAGI XXXVI 2011, Makassar.
Sukamto,R., 1982, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Direktorat Jendral Pertambangan Umum
dan Energi, Bandung.
Download