Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Tentang Manfaat
Definisi manfaat (use) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:626),
adalah sebagai berikut :
“1. Guna; faedah; 2. laba; untung.”
2.2
Kualitas
2.2.1 Pengertian Kualitas
Pada dasarnya pengertian mutu itu meliputi suatu pengertian yang sangat luas
dan memiliki arti yang bermacam-macam. Mutu produk atau jasa merupakan faktor
penting bagi perusahaan untuk dapat menguasai pasar, karena kepekaan konsumen akan
mutu suatu barang atau jasa semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
dan jenis produk yang tersedia di pasaran. Untuk memperjelas pengertian mutu, berikut
ini terdapat beberapa devinisi mutu :
Pengertian mutu menurut Vincent Gasperz (2001:43) adalah :
“Mutu merupakan suatu kesesuaian terhadap spesifikasi, yang berarti
harapan pemakai suatu produk harus dapat dipenuhi seperti apa yang
mereka inginkan.”
Pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis yang diterjemahkan oleh Fandy
Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total Quality Management” (2003:4) adalah
:
xxiv
“Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.”
Dari definisi yang ada, kata mutu memiliki banyak pengertian tetapi pada
dasarnya mengacu pada pengertian pokok sebagai berikut :
Mutu meliputi usaha untuk memenuhi keinginan pelanggan serta
memberikan suatu kepuasan bagi pelanggan atas penggunaan produk yang
bersangkutan.
Mutu mencangkup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
Mutu akan selalu tergantung pada waktu sehingga akan selalu berubah.
2.2.2 Dimensi Kualitas
Menurut Garvin dalam Gasperz, yang diterjemahkan oleh Nasution dalam
bukunya “Manajemen Mutu Terpadu” (2005:4), mengidentifikasi delapan dimensi
kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu
sebagai berikut :
1.
Performa (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin
membeli suatu produk.
2.
Keistimewaan (features), merupakan aspek kedua dari performansi yang
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan pengembangannya.
3.
Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi
secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
4.
Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk
terhadap spesifikasi yang telah dietapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan.
5.
Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
xxv
6.
Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan
dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam
perbaikan.
7.
Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat
subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi atau pilihan individual.
8.
Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif, berkaitan
dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk, seperti meningkatkan
harga diri.
Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan
manufaktur, maka berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Berry
dan Parasuraman (dalam Fitzsimmons, 1994) berhasil mengidentifikasi lima kelompok
karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa,
yaitu sebagai berikut :
1.
Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi.
2.
Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3.
Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4.
Jaminan (assurance), mencangkup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5.
Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
2.2.3 Perspektif Terhadap Kualitas
Menurut Garvin dalam Lovelock, yang diterjemahkan oleh Nasution dalam
bukunya “Manajemen Mutu Terpadu” (2005:6), mengidentifikasi adanya lima alternatif
perspektif kualitas yang bisa digunakan, yaitu :
1.
Transcendental Approach
xxvi
Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
dioperasionalkan.
2.
Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang
dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
3.
User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang
yang menggunakannya, dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas
paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga
menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memilki kebutuhan dan keinginan
yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan
kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4.
Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan
dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan
persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat
dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operation-driven. Pendekatan ini berfokus
pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang sering
kali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi,
yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan,
bukan konsumen yang menggunakan.
5.
Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas
didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini
bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum
tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah
produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).
xxvii
2.3
Penerapan Total Quality Management
2.3.1 Pengertian Total Quality Management
Pada dasarnya terdapat bermacam-macam definisi Total Quality Management
(TQM), yaitu :
Menurut Stephen dan Mary (2003:46), pengertian Total Quality Management
adalah sebagai berikut :
“Total Quality Management is a philosophy of management that is d riven by
customer needs and expectations and focuses on continual improvement in
work processes.”
Pengertian Total Quality Management menurut Khurram Hasmi (2005),
menyatakan bahwa :
“Method by which management and employees can become involved in the
continuous improvement of the production of goods and services. It is
combination of quality and management tools aimed at increasing business
and reducing losses due to wasteful practices. It integrates all organization
functions (marketing, finance, desig n, engineering, production, customer
service, etc) to focus on meeting customer needs and organizational
objectives.”
Schermerhorn
(2005:93),
juga
mengemukakan
bahwa
Total
Quality
Management adalah :
“Total Quality Management is managing with an organi zation-wide
commitment to continuous improvement, product quality, and customer
needs.”
Pengertian
Total
Quality
Management
(TQM)
secara
rinci
menurut
(Handoko,1998), adalah sebagai berikut :
a. Pengertian Total
Menunjukkan bahwa Total Quality Management merupakan strategi
internasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran
xxviii
karyawan. Setiap orang terlibat dalam proses Total Quality Management.
Lebih lanjut, kata “total” berarti bahwa Total Quality Management tidak
hanya pengguna akhir dan p embeli eksternal saja, tetapi juga pelanggan
internal, pemasok bahkan personalia yang mendukung.
b. Pengertian Kualitas
Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi Total Quality
Management lebih menekankan pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan
oleh pelanggan, bukan organisasi atau Manajer Departemen Pengendalian
Kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi pelanggan bersifat individual,
tergantung pada latar belakang social ekonomis dan karakteristik
demografis, mempunyai implikasi penting :
Kualitas bagi seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain.
Tantangan Total Quality Management (TQM) adalah menyajikan kualitas
bagi pelanggan.
c. Pengertian manajemen
Mengandung arti bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan
pendekatan manajemen, bukan p endekatan teknis pengendalian kualitas
yang sempit. Pendekatan Total Quality Management sangat berorientasi
pada manajemen barang. Implementasi Total Quality Management
mensyaratkan berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan
fundamental, yang mencakup visi, misi, orientasi, strategik dan berbagai
praktek manajemen vital lainnya.
Definisi lainnya menyatakan bahwa Total Quality Management merupakan
sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi
pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Total Quality
Management merupakan sistem manajemen yang berfokus pada orang atau karyawan
xxix
dan bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang diberikan pada pelanggan
dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah tersebut.
Total
Quality Management
mengintegrasikan
teknik-teknik
manajemen
fundamental, usaha perbaikan yang ada, dan alat-alat teknikal di bawah suatu disiplin
pendekatan yang berfokus pada perbaikan terus-menerus untuk memenuhi kepuasan
pelanggan. Jadi Total Quality Management dapat didefinisikan sebagai suatu cara
peningkatan kinerja secara terus-menerus pada tiap level operasi atau proses, dalam era
fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan sumber daya manusia dan modal
yang tersedia.
Total Quality Management adalah penerapan metode kuantitatif dan
pengetahuan kemanusiaan untuk:
1. Memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi.
2. Memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan
3. Memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada
masa kini dan di waktu yang akan datang.
Total Quality Management sebagai cara untuk menjalankan strategi bisnis,
mengutamakan faktor kualitas dalam setiap proses dalam menjalankan perusahaan. Tiap
perusahaan baik secara sadar maupun tidak, pasti telah memasukkan faktor kualitas
dalam membuat produknya. Perusahaan yang menggunakan Total Quality Management
akan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitasnya.
Berdasarkan ISO 8402 mengatakan bahwa :
“Total Quality Management (TQM) merupakan semua aktivitas dari fungsi
manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas,
tujuan-tujuan, dan tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui
alat-alat seperti perencanaan kualitas (Quality Planning), pengendalian
kualitas (Quality Control), jaminan kualitas ( Quality Assurance), dan
peningkatan kualitas ( Quality Improvement). Total Quality Management
menekankan
tanggung
jawab
kualitas
kepada
semua
level
dari
management, tapi walaupun begitu yang meng endalikan kualitas adalah
manajer level atas. Di mana implementasinya harus melibatkan semua
organisasi di dalam organisasi.”
xxx
ISO 8402 juga menjelaskan mengenai arti dari pada alat-alat Total Quality
Management tersebut, yaitu :
1. Perencanaan kualitas (Quality Planning) adalah penempatan dan pengembangan
tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas.
2. Pengendalian kualitas (Quality Control) adalah teknik-teknik dan aktivitasaktivitas ooperasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas.
3. Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah semua tindakan terencana dan
sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan
kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk
kualitas tertentu.
4. Peningkatan kualitas (Quality Improvement) adalah semua tindakan-tindakan
yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui
peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur
organisasi.
Melalui pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management
merupakan suatu pendekatan manajemen dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas
produk, jasa tenaga kerja, proses, lingkungan dan untuk memenuhi kebutuhan customer.
Oleh karena itu, Total Quality Management merupakan kemampuan atas kapabilitas
yang melekat dalam sumber daya serta merupakan proses yang dapat di kontrol.
2.3.2 Filosofi Total Quality Management
Beberapa diantara perusahaan bertaraf internasional seperti negara Amerika
Serikat dengan Motorola dan Microsoft; Jepang dengan Mitsubishi dan Sony Corp.; dan
Jerman dengan Mercedes Benz. Filosofi mereka yang kuat mengenai kualitas dengan
menggunakan pendekatan customer first di mana mutu produk telah menjadi dimensi
primadona untuk memenangkan pesanan (product quality has become a primary orderwinning dimension for organization).
Di negara Jepang, berbagai sektor industri telah menghasilkan produk
berkualitas tinggi dan menandakan kesuksesan mereka dalam bersaing. Oleh karena itu,
xxxi
bukan hal yang mustahil apabila industri di Jepang telah mengalahkan industri di
Amerika Serikat. Pada tahun 1970-1980an, industri mereka telah mampu mengurangi
kerusakan sepuluh sampai dengan seratus kali lipat.
Revolusi mutu di Jepang merupakan kemauan yang kuat dari para pemimpin
perusahaan dengan menerapkan berbagai strategi bersaing dengan menerapkan
pendekatan dari Deming, Juran, Ishikawa, dan taguchi. Pentingnya peranan kualitas
memiliki orientasi kepada konsumen karena penjualan suatu produk tergantung kepada
persepsi pemakai yaitu nyaman untuk digunakan bukan tergantung kepada selera
produsen (Jeremy, 1994). Pesatnya perkembangan industri di Jepang memacu
pertumbuhan di negara lain untuk meningkatkan diri.
Melihat pertumbuhan industri Jepang yang terus maju telah menimbulkan reaksi
terhadap berbagai negara lainnya. Perkembangan konsep Total Quality Management
(TQM) berawal dari konsep manajemen kualitas yang telah membawa revolusi konsep
dengan munculnya Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA), Six Sigma,
dan Kaizen.
1. Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA)
Merupakan pengembangan dari manajemen mutu terpadu yang diukur oleh
Malcolm Baldrige National Quality Improvement Act of 1987. Penghargaan tersebut
ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagant pada 20 Agustus 1987 melalui public
law 100-107.
2. Six Sigma
Merupakan sebuah konsep yang dikembangkan oleh perusahaan Motorola pada
tahun 1987. Konsep ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas. Disebut Six
Sigma karena memiliki batasan spesifikasi dengan menggunakan enam standar
proses deviasi dari target nilai tengah pada jangkauan toleransi.
3. Kaizen
Kaizen atau peningkatan kualitas secara terus-menerus. Konsep ini dikenalkan oleh
Masaki Imai di Jepang pada tahun 1986. Filosofi kaizen adalah peningkatan bagi
setiap orang yang meliputi antara para manajer dan karyawan, pedoman hidup,
xxxii
kehidupan sosial, dan kehidupan berawal dari lingkungan rumah yang harus
ditingkatkan secara konstan.
Untuk menerapkan Total Quality Management membutuhkan dorongan
komitmen yang kuat dari pihak manajemen. Oleh karena itu, tersedianya sumber daya
yang harus dimanfaatkan secara maksimal guna menghasilkan hasil yang juga
maksimal.
Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) yang memiliki
dua konsep yaitu selalu mengarah pada perbaikan secara terus-menerus (continuing
improvement) dan orientasi kepada pelanggan (customer oriented). Terdapat sebuah
slogan yang sangat berarti bagi setiap organisasi bisnis maupun non bisnis di negara
Amerika Serikat yang membentk paradigma mengenai kualitas yaitu bahwa kualitas
berawal dari para pelanggan (Judith, 1998).
2.3.3 Konsep Total Quality Management
Total Quality Management merupakan sistem manajemen yang berfokus pada
semua orang atau tenaga kerja, bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang
diberikan bagi pelanggan dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah daripada nilai
suatu produk. Konsep Total Quality Management ini memerlukan komitmen semua
anggota organisasi terhadap perbaikan seluruh aspek manajemen organisasi.
Pada dasarnya, konsep Total Quality Management mengandung tiga unsur
(Bounds et al., dalam Hessel, 2003:77), yaitu berikut ini :
1.
Strategi Nilai Pelanggan
Nilai pelanggan adalah manfaat yang dapat diperoleh pelanggan atas
penggunaan barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan
pelanggan untuk memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis
untuk memberikan nilai bagi pelanggan termasuk karakteristik produk, cara
penyampaian, pelayanan, dan sebagainya.
2.
Sistem Organisasi
Sistem organisasi berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan. Sistem ini
mencangkup tenaga kerja, material, mesin atau teknologi proses, metode operasi
xxxiii
dan pelaksanaan kerja, aliran proses kerja, arus informasi, dan pembuatan
keputusan.
3.
Perbaikan Kualitas Berkelanjutan
Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal yang
selalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini menuntut
adanya komitmen untuk melakukan pengujian kualitas produk secara kontinu.
Dengan perbaikan kualitas produk kontinu, akan dapat memuaskan pelanggan.
2.3.4 Prinsip Total Quality Management
Total Quality Management merupakan suatu konsep yang berupa melaksanakan
sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam
budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Tenner dan De Toro (1995:32-33),
ada tiga prinsip utama dalam Total Quality Management. Ketiga prinsip tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Customer Focus (Fokus Kepada Pelanggan)
Kualitas merupakan konsep dasar yang melekat pada seseorang yaitu customer dan
mengenai keperluan, kebutuhan dan harapan yang customer inginkan setiap waktu
jika perusahaan akan menemukan kebutuhan dari pelanggan eksternal. Konsep ini
menghapuskan kumpulan penelitian dan analisis mengenai harapan dari pelanggan,
dan kemudian harapan agar mengerti dan menerima apa yang telah ditemukan.
Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang
diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Process Improvement (Proses Perbaikan)
Konsep yang secara terus-menerus membangun, merupakan pondasi dari pekerjaan
yang berurutan dengan langkah-langkah dalam hubungan dan aktivitas yang
dihasilkan dari output. Perhatian yang terus-menerus kepada setiap orang mengenai
urutan dalam pekerjaan tentunya mengurangi keberanekaragaman output dan akan
meningkatan proses kepercayaan.
Perbaikan yang terus-menerus merupakan proses peningkatan kepercayaan. Jika
keberanekaragaman berkurang dan hasil yang diterima tidak memuaskan, tujuan
xxxiv
sekunder pada proses perbaikan adalah mendesain ulang proses untuk menghasilkan
output yang lebih baik sesuai dengan harapan pelanggan.
3. Total Involvement (Total Keterlibatan)
Pendekatan ini berawal dari kepemimpinan yang aktif dari senior manajemen dan
upaya yang memanfaatkan talenta dari semua karyawan dalam perusahaan untuk
mencapai keuntungan kompetisi dalam market place.
Karyawan pada semua tingkatan memiliki hak untuk memperbaiki tentang output
yang mereka akan hasilkan yang datang bersama secara baru dan fleksibel dalam
kerangka kerja mengenai pemecahan masalah, proses perbaikan, dan kemampuan
pelanggan. Supplier juga mempengaruhi dan sewaktu-waktu, dapat menjadi partner
dalam pekerjaan dengan hak karyawan untuk menguntungkan perusahaan.
Tingkat kualitas yang baik dapat diperoleh apabila setiap anggota dalam perusahaan
menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam mengembangkan kualitas akan
dirinya serta selalu melakukan evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus
sehingga tujuan perusahaan khususnya dalam mengetahui keinginan, harapan,
kebutuhan, dari konsumen dapat tercapai dengan maksimal.
2.3.5 ISO 9000
Peranan ISO 9000 adalah sebagai motivator untuk menciptakan pelatihan dan
pembelajaran guna mewujudkan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terusmenerus.
Menurut Nasution (2005:299), pengertian ISO 9000 adalah sebagai berikut :
“Seri ISO 9000 adalah suatu sistem terpadu untuk mengo ptimalkan
efektivitas mutu suatu perusahaan dengan menciptakan sebuah kerangka
kerja untuk peningkatan atau perbaikan secara berkesinambungan.”
Mistry dan Usherwood (1996) menyatakan bahwa untuk mencapai standar
tersebut maka prosedur harus dijalankan dan didokumentasikan, para staf dilatih,
pelayanan diukur dengan menggunakan indikator kinerja dan mengevaluasi kinerja
yang bertentangan dengan standar yang telah ditetapkan, dan diaudit oleh organisasi
xxxv
professional eksternal. Penerapannya merupakan evolusi dari kesesuaian menuju kinerja
untuk menghasilkan kualitas berkelas dunia (world class).
Menurut (Taomina dan Brewer, 2002) bahwa ISO 9000 merupakan :
Evolution not Revolution
Culture not Program
Strukture not Control
Boundaries not Anarchy
Ada lima klausa yang dimiliki oleh ISO 9000 untuk dipatuhi, yaitu :
1. Quality Management System
2. Management Responsibility
3. Resource Management
4. Product Realization
5. Design and Development
Sumber Daya Manusia Yang Mendukung
Suksesnya penerapan program mutu terpadu adalah menjadi tanggungjawab
sumber daya manusia yang ada di dalamnya sebagai penggerak dimulai dari top level
management samapai dengan bottom level management. Peran sumber daya manusia
sebagai aktor di dalamnya sangat menentukan arah suatu organisasi bisnis yang
membentuk budaya, komitmen, dan tanggung jawab. Pramudya Sunu (1999)
menyatakan bahwa peranan ISO 9000 memiliki hubungan yang erat sekali dengan
aspek sumber daya manusia (SDM).
xxxvi
Siklus Deming
(PDSA)
Trilogi Kualitas
Juran
Elemen-Elemen
ISO 9001
(PDSA)
Plan (P)
Do (D)
Perencanaan Kualitas
Identifikasi pelanggan
Identifikasi kebutuhan pelanggan
Penetapan tanggung jawab kualitas
Pengembangan kapabilitas proses
Transformasikan rencana ke operasional
Semua Elemen
ISO 9001
4.1 Sampai 4.20
Elemen-Elemen
Study (S)
Act (A)
Pengendalian Kualitas
Evaluasi performansi aktual
Membandingkan hasil aktual dengan rencana
Mengambil tindakan terhadap kesenjangan
4.1, 4.4, 4.6, 4.9,
Plan (P)
4.10, 4.14, 4.17,
Do (D)
Study (S)
Act (A)
Perbaikan kualitas
Menetapkan infrastruktur
Identifikasi proyek perbaikan kualitas
Menetapkan tim perbaik an kualitas
Menyediakan sumber daya untuk tim
Menentukan penyebab sistematik
Implementasi perbaikan
Memantau atau mengevaluasi efektivitas
Elemen-Elemen
4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.9,
4.14, 4.17, 4.18, 4.20,
Lanjutan
Perbaikan
Kualitas
Terusmenerus
Gambar 2.1
Integrasi Sistem Kualitas ISO 9000 dengan Manajemen Kualitas Total (TQM)
(Sumber : Nasution, 2005:309)
xxxvii
2.3.6 Pendekatan Total Quality Management
Pendekatan Total Quality Management dilakukan berdasarkan enam konsep
dasar sebagaimana dikemukakan dikemukakan oleh Buddy Ibrahim dalam bukunya
“Total Quality Management” (1997:20) adalah sebagai berikut :
1.
Suatu manajemen yang mempunyai komitmen dan terlibat penuh untuk memberi
dukungan organisasi dari atas ke bawah.
2.
Suatu fokus terus-menerus ke konsumen internal dan eksternal.
3.
Melibatkan dan memberdayakan seluruh sumber daya manusia organisasi secara
efektif.
4.
Perbaikan terus-menerus dari seluruh proses bisnis dan proses produksi
5.
Melibatkan para pemasok atau suppliers sebagai mitra kerja.
6.
Menentukan sistem pengukuran untuk semua proses.
2.3.7 Metode Total Quality Management
2.3.7.1 Metode W. Edwards Deming
Metode W. Edwards Deming menganjurkan penggunaan (statistical process
control = SPC) yang dikembangkan pertama kali oleh Shewhart, agar perusahaan dapat
membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia
yakin bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari
dalam kehidupan industri. Kontribusi utama yang membuatnya terkenal adalah Deming
Cycle, dan Deming Fourteen Points.
1.
Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi dengan
kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian dalam
perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994:237). Siklus Deming adalah model
perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edwards Deming yang
terdiri atas empat komponen utama secara berurutan, seperti pada gambar, berikut
ini :
xxxviii
Perbaikan
Bertindak
Berdasarkan Hasil
yang Diteliti
Act
4
Mengamati
Pengaruh
Perubahan
Check
3
3
Plan
1
Do
2
Merencanakan
Perubahan
atau Pengujian
Melaksanakan
Perubahan
Gambar 2.2
Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
(Sumber : Nasution, 2005:32)
Penjelasan dari setiap siklus PDCA adalah sebagai berikut :
Mengembangkan rencana perbaikan (plan)
Ini merupakan langkah setelah dilakukan pengujian ide perbaikan masalah.
Rencana perbaikan disusun berdasarkan prinsip 5-W (what, why, who,
when, dan where) dan 1 H (how), yang dibuat secara jelas dan terinci serta
menetapkan sasaran dan target yang harus dicapai. Dalam menetapkan
sasaran dan target harus dengan memperhatikan prinsip SMART (specific,
measurable, attainable, reasonable, and time).
Melaksanakan rencana (do)
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari
skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan rencana
harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana
dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat dicapai.
Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (check atau study)
Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya
berada dalam jalur, sesuai rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang
xxxix
direncanakan. Alat atau piranti yang dapat digunakan dalam memeriksa
adalah pareto diagram, histogram, dan diagram kontrol.
Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (action)
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis
yang sudah ada. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru
guna menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan
sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.
Siklus PDCA terus berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu
perbaikan dicapai, keadaan perbaikan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk
perbaikan selanjutnya. Oleh karenanya, manajemen harus secara terus-menerus
merumuskan sasaran dan target-target perbaikan baru.
2.
Empat Belas Poin Deming (deming’s Fourteen Points)
Empat belas poin deming (Bounds, 1994:74) ini merupakan ringkasan dari
keseluruhan pandangan W. Edwards Deming terhadap apa yang harus dilakukan
oleh suatu perusahaan untuk melakukan transisi positif dari bisnis sebagaimana
biasanya sehingga menjadi bisnis berkualitas tingkat dunia. Berikut ini adalah
ringkasan daari keempat belas Poin Deming.
a. Ciptakan keajekan tujuan dalam enuju perbaikan kualitas barang dan jasa,
dengan maksud untuk menjadi lebih dapat bersaing, tetap bertahan dalam
bisnis, dan untuk menciptakan lapangan kerja.
b. Adopsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi
baru dan siap mengahadapi tantangan, belajar bertanggung jawab, dan
mengambil alih kepemimpinan.
c. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk.
Bentuklah mutu sejak dari awal.
d. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang rendah.
e. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa, untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas, yang pada gilirannya secara konstan
menurunkan biaya.
xl
f.
Lembagakan on the job training.
g. Lembagakan kepemimpinan. Tujuan dari kepemimpinan haruslah untuk
membantu orang dan teknologi dapat bekerja dengan lebih baik.
h. Hapuskan rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif.
i.
Hilangkan dinding pemisah (barrier) antar departemen sehingga orang dapat
bekerja sebagai suatu tim.
j.
Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja. Karena hal-hal
tersebut dapat menciptakan permusuhan.
k. Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran. Gantikan dengan
kepemimpinan.
l.
Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebebasan karyawan atas
keahliannya.
m. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
n. Buatlah transformasi ekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
mengerjakannya.
2.3.7.2 Metode Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for
use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi
apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini
mengandung 5 dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan,
keamanan, dan field use. Kontribusi Juran yang paling terkenal antara lain : Juran’s
Three Basic Steps to Progress, Juran’s Ten Steps to Quality Improvement, The Pareto
Principle, dan The Juran Trilogy.
Juran’s Three Basic Steps to Progress
Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus dilakukan
perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Juran juga yakin
bahwa ada titik diminishing return dalam hubungan antara kualitas dan daya saing.
Ketiga langkah tersebut terdiri dari seperti berikut ini :
1. Mencapai
perbaikan
terstruktur
atas
dasar
kesinambungan
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadan yang mendesak.
xli
yang
2. Mengadakan program pelatihan secara luas.
3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih
tinggi.
Juran’s Ten Steps to Quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran (Ross, 1994:8),
meliputi sebagai berikut :
1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
melakukan perbaikan.
2. Menetapkan tujuan perbaikan.
3. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Menyediakan latihan.
5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
6. Melaporkan perkembngan.
7. Memberikan penghargaan .
8. Mengkomunikasikan hasil-hasil yang dicapai.
9. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
10. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular
perusahaan.
The Pareto Principle
Juran menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam
manajemen. Prinsip ini kadang kala disebut pula kaidah 80/20, yang bunyinya
“80% of the trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini,
organisasi harus memusatkan energinya pada penyisihan sumber masalah yang
sedikit tetapi vital (vital few sources), yang menyebabkan sebagian masalah. Baik
Juran maupun Deming yakin bahwa sistem merupakan di mana sebagian besar
masalah terjadi.
xlii
The Juran Trilogy
The Juran Trilogy merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama
(Bounds, 1994:76). Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai
berikut :
1. Perencanaan kualitas
Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang
dibutuhkan untuk memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Langkahlangkah yang dibutuhkan untuk itu adalah sebagai berikut :
a. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan.
b. Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan.
c. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan.
d. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghasilkan keistimewaan tersebut.
e. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
2. Pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah berikut :
a. Menilai kinerja kualitas actual.
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan.
c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dantujuan.
3. Perbaikan kualitas
Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on-going dan terus-menerus.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan
infrastruktur
yang
diperlukan
untuk
melakukan
perbaikan kualitas setiap tahun.
b. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaiakan dan
melakukan proyek perbaikan.
c. Membentuk
suatu
tim
proyek
yang
bertanggung
jawab
dalam
menyelesaikan setiap proyek.
d. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama,
xliii
memberikan
solusi,
dan
melakukan
pengendalian
yang
akan
mempertahankan keuntungan yang diperoleh.
2.3.7.3 Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran menajemen zero defect dan pencegahan, yang
menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistic (acceptable quality
level). Crosby juga dikenal dengan quality vaccine dan Crosby’s Fourteen Steps to
Quality Improvement.
Crosby’s Quality Vaccine
Menurut Crosby, setiap perusahaan harus divaksinasi agar memiliki antibodi untuk
melawan
ketidaksesuaian
terhadap
persyaratan
(nonconformances).
Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan dihilangkan.
Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yaitu
sebagai berikut :
1. Integritas
CEO (chief executive officer) harus dapat menjamin bahwa pelanggan
menerima apa yang telah dijanjikan, seperti kualitas barang dan jasa, kualitas
penyampaian, keamanan, dan lain-lain. COO (chief operating officer) harus
memiliki pemikiran bahwa kualitas di atas segala-galanya.
2. Sistem
Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk
menjamin kualitas. Untuk itu, diperlukan pendidikan kualitas yang merupakan
proses untuk membantu karyawan agar memeliki bahasa yang sama dalam
kualitas dan mengerti peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas.
3. Komunikasi
Setelah memilki bahasa yang sama, maka komunikasi akan lebih mudah
terjalin. Komunikasi di sini adalah proses pengiriman dan menerima informasi
mengenai kualitas dan mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi
mengenai usaha peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh karyawan.
4. Operasi
xliv
Operasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga
agar tetap berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar
mengirim produk dan jasa sesuai persyaratan. Selain itu, prosedur, produk, dan
sistem dikualifikasikan dan dibuktikan sebelum pelaksanaan dan diuji secara
terus-menerus.
5. Kebijaksanaan
Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan pengarahan dari manajemen yang
memperjelas di mana mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas.
Kebijakan harus jelas dan tidak ragu-ragu.
Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement
Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby (Hunt, 1993:64)
adalah sebagai berikut :
1. Komitmen manajemen, yaitu menjelaskan bahwa manajemen bertekad
meningkatkan kualitas untuk jangka panjang.
2. Membentuk tim kualitas antar departemen.
3. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial.
4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai
alat manajemen.
5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua
karyawan.
6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang
telah diidenifikasi.
7. Mengadakan program zero defects.
8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas
tersebut.
9. Mengadakan zero defects day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar
akan adanya arah baru.
10. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan
tim.
xlv
11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa
hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam mencapai tujuan kualitas.
12. Mengakui atau menerima para karyawan yang berpartisipasi.
13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terusmenerus.
14. Mengulangi setiap tahap tersebut untuk menjelaskan bahwa perbaikan kualitas
adalah proses yang tidak pernah berakhir.
2.3.8 Implementasi Total Quality Management
Goetsch dan Davis (1997:584-589) memberikan klasifikasi implementasi lebih
rinci dan sistematis yang dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu : fase persiapan,
perencanaan, dan pelaksanaan. Masing-masing fase terdiri atas beberapa langkah, di
mana waktu yang dibutuhkan untuk setiap langkah tergantung pada organisasi yang
menerapkannya.
1.
Fase Persiapan
Fase ini terdiri atas sepuluh langkah, yang diberi label dari A sampai J. Sebelum
langkah pertama dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi adalah adanya komitmen
penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber daya yang dibutuhkan.
Langkah A : Membentuk Total Quality Steering Committee
Eksekutif puncak sebagai ketua steering committee menunjuk staf
terdekat sebagai anggotanya serta pejabat senior dari serikat pekerja.
Langkah B : Membentuk Tim
Steering committee perlu mengadakan suatu sesi pembentukan tim
sebelum memulai kegiatan Total Quality Management. Biasanya langkah
ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan agar memperoleh hasil
yang lebih objektif.
Langkah C : Pelatihan Total Quality Management
Steering committee membutuhkan pelatihan yang berkaitan dengan
filosofi, teknik dan alat-alat Total Quality Management sebelum memulai
aktivitas Total Quality Management. Biasanya pelatihan ini dilakukan
xlvi
dengan mendatangkan konsultan dari luar perusahaan. Pelatihan ini harus
diteruskan dalam jangka panjang melalui pengembangan diri dan
mengikuti seminar-seminar yang relevan.
Langkah D : Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip sebagai
Pedoman
Usaha nyata pertama dalam pelaksanaan Total Quality Management
adalah menyusun pernyataan visi organisasi dan prinsip-prinsip pedoman
operasi perusahaan. Umumnya eksekutif puncak memprakarsai diskusi
dengan memperhatikan pula visi dan prinsip-prinsip anggota steering
committee. Tujuannya adalah agar dapat menghasilkan dokumen singkat
dan bermakna yang mencerminkan harapan dan aspirasi perusahaan.
Langkah E : menyusun Tujuan Umum
Steering committee menyusun tujuan umum perusahaan berdasarkan visi
yang telah ditetapkan. Tujuan ini sendiri meliputi atas tujuan strategis dan
tujuan taktis.
Langkah F : Komunikasi dan Publikasi
Eksekutif puncak dan steering committee perlu mengkomunikasikan
setiap informasi mengenai langkah dari A samapai C. Semua orang harus
memahami visi, prinsip-prinsip sebagai pedoman, tujuan, dan Total
Quality
Management.
Mereka
juga
perlu
mengetahui
alasan
diterapkannya Total Quality Management.
Langkah G : Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Steering committee harus secara objektif mengidentifikasikan kekuatan
dan kelemahan organisasi.
Langkah H : Identifikasi Pendukung dan Penolak
langkah ini biasanya bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya.
Steering committee perlu mencoba mengidentifikasi orang-orang kunci
yang mungkin menjadi pendukung dan mereka yang mungkin menolak
Total Quality Management. Hal ini bermanfaat dalam pemilihan proyek
awal dan penetapan anggota-anggota tim.
Langkah I : Memperkirakan Sikap Karyawan
xlvii
Langkah ini juga bisa bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya.
Dengan bantuan dari bagian personalia atau konsultan luar, steering
committee perlu berusaha memperkirakan sikap karyawan pada saat ini.
Meskipun tersedia alat-alat canggih untuk menentukan sikap, mungkin
hanya perlu dilakukan pemberian pendapat (judgment) yang objektif. Bila
hal ini telah dilakukan, maka mudah diketahui apakah perubahan Total
Quality Management berjalan dengan efektif atau tidak.
Langkah J : Mengukur Kepuasan Pelanggan
Langkah ini biasanya dilaksanakan bersamaan dengan langkah G atau
setelahnya. Steering committee perlu berusaha mendapatkan umpan balik
objektif dari para pelanggan guna menentukan tingkat kepuasan mereka.
Pemilihan pelanggan yang akan disurvei sebaiknya dipilih secara acak.
Informasi yang diperoleh sangat berguna dalam menilai efektivitas usaha
Total Quality Management dari sisi pandang pelanggan/konsumen.
2.
Fase Perencanaan
Dalam fase perencanaan meliputi atas empat langkah, yaitu dari K sampai
dengan N.
Langkah K : Merencanakan Pendekatan Implementasi, Kemudian
Menggunakan Siklus PDCA (Plan, Do, Check, and
Adjust)
Langkah ini dapat dimulai bersamaan dengan langkah G atau
sesudahnya. Pada langkah ini, steering committee merencanakan
implementasi Total Quality Management. Langkah ini bersifat kontinu
karena pada saat proyek berlangsung, informasi umpan balik akan
dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan atau
penyesuaian. Selain itu, langkah ini akan berguna dalam penyusunan
proyek dan tim baru. Dalam langkah ini, setiap proses dikelola tidak
hanya pada tahap implementasi, tetapi selama proses tersebut ada dengan
menggunakan Siklus PDCA.
Langkah L : Identifikasi Proyek
xlviii
Steering committee bertanggung jawab untuk memilih proyek awal Total
Quality Management, yang didasarkan pada kekuatan dan kelemahan
perusahaan, personil yang terlibat, visi, dan tujuan serta kemungkinan
suksesnya. Proyek awal harus berhasil agar dapat memberikan dasar
pengalaman positif untuk beralih ke tantangan berikutnya yang jauh
lebih berat. Steering committee harus terbuka bagi saran-saran dari segala
sumber.
Langkah M : Komposisi Tim
Setelah
proyek-proyek
terpilih,
steering
committee
membentuk
komposisi tim-tim yang akan melaksanakannya. Sebagian besar tim
bersifat fungsional silang, yang terdiri dari wakil-wakil dari berbagai
departemen atau disiplin ilmu, sesuai dengan proyek yang ditangani.
Langkah N : Pelatihan Tim
Sebelum tim baru terbentuk untuk melaksanakan tugasnya mereka harus
dilatih terlebih dahulu. Pelatihan yang diberikan harus mencakup dasardasar Total Quality Management dan alat-alat yang sesuai dengan proyek
yang ditangani.
3.
Fase Pelaksanaan
Dalam fase pelaksanaan terdiri atas lima langkah, yaitu dari P sampai dengan T.
Langkah P : Penggiatan Tim
Steering committee memberikan bimbingan kepada setiap tim dan
mengaktifkan
proyeknya
mereka.
dengan
Masing-masing
menggunakan
tim
mengerjakan
teknik-teknik
Total
proyekQuality
Management yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan siklus
PDCA sebagai model proses Total Quality Management.
Langkah Q : Umpan Balik Kepada Steering Committee
Dalam langkah ini, tim proyek memberikan informasi umpan balik
kepada steering committee mengenai kemajuan dan hasil-hasil yang
dicapai. Umpan balik tersebut akan digunakan steering committee untuk
menentukan apakah perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan. Setiap
xlix
perubahan yang diinginkan disampaikan kepada tim proyek yang akan
melaksanakan instruksi-instruksi baru tersebut. Baik tim maupun steering
committee menggunakan siklus PDCA.
Langkah R : Umpan Balik dari Pelanggan
Tim proyek khusus disebarkan untuk mengumpulkan informasi umpan
balik dari pelanggan internal maupun eksternal. Survei formal pelanggan
eksternal perlu dilaksanakan setiap tahun. Data yang diperoleh mengenai
kepuasan pelanggan (hasil penjualan, data garansi, masukan pelayanan
pelanggan, data kunjungan pelanggan, dan lain-lain) dikumpulkan dan
diproses secara berkesinambungan. Kepuasan pelanggan internal
terhadap suatu proses juga perlu dipantau terus. Hal ini bisa dilaksanakan
oleh tim proyek yang ditugaskan menjalankan proses yang bersangkutan.
Setiap informasi ini diumpanbalikkan kepada steering committee secara
regular.
Langkah S : Umpan Balik dari Karyawan
Tim proyek khusus lainnya secara periodik meantau sikap dan kepuasan
karyawan. Hal ini bisa dijalankan dengan menggunakan survei formal
setiap tahun. Steering committee dan manajer lainnya perlu berhubungan
dekat dengan karyawan sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat
mengenai sikap dan kepuasan mereka. Informasi ini juga diperlukan oleh
steering committee untuk mengevaluasi kemajuan yang dicapai dan
menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Langkah T : Memodifikasi Infrastruktur
Umpan balik yang diperoleh dari langkah Q, R, dan S (dari tim proyek,
konsumen, dan karyawan) akan dijadikan dasar oleh steering committee
untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam infrastruktur
perusahaan.
2.3.9 Penerapan Total Quality Management
Sejak awal 1980-an Indonesia mengenal Total Quality Management (TQM)
melalui Total Quality Control (TQC) yang diperkenalkan oleh PT. Astra Internasional
yang kemudian diikuti oleh perusahaan yang lain, baik di BUMN maupun BUMS.
l
Banyak perusahaan yang memiliki keunggulan dalam persaingan global karena
menerapkan Total Quality Management. TQM diakui sebagai suatu pendekatan
manajemen yang dapat memperbaiki kinerja dan efisiensi organisasi. Total Quality
Management merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan
perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang,
kesatuan tujuan, dan pelatihan khusus.
Banyak pihak setuju bahwa dengan menerapkan Total Quality Management,
suatu perusahaan akan memperoleh keberhasilan dalam persaingan. Karena dapat
meningkatkan kemampuan memperoleh laba dan sebagainya. Tetapi tidak sedikit
perusahaan yang mengalami kegagalan dalam menerapkan Total Quality Management.
Kegagalan tersebut bukan disebabkan oleh filosofi Total Quality Management yang
salah, tetapi dalam menerapkan Total Quality Management perusahaan-perusahaan
tersebut tidak berusaha memperkirakan keberadaan kendala-kendala yang ada.
Faktor yang menjadi penghambat penerapan Total Quality Management di
Indonesia pada perusahaan swasta dan BUMN menyebutkan terdapat enam faktor
penghambat tercapainya tujuan Total Quality Management, yaitu :
1.
Kurangnya komitmen dari pimpinan puncak,
2.
Kurangnya pengetahuan tentang konsep Total Quality Management,
3.
Kurangnya prioritas dalam penerapan Total Quality Management,
4.
Kurangnya dukungan manajemen level menengah,
5.
Budaya perusahaan yang kurang mendukung, dan
6.
Kurang menciptakan standar-standar.
Kecendrungan yang terjadi pada dunia bisnis saat ini mengindikasikan bahwa
persaingan antara perusahaan dalam merebut peluang pasar semakin ketat. Oleh karena
itu setiap perusahaan dituntut untuk terus memperkuat bangunan basis persaingan.
Untuk dapat memiliki basis persaingan yang kuat, perusahaan memerlukan alat, metode,
atau prinsip-prinsip yang akurat.
Banyak perusahaan yang memperoleh keberhasilan karena menerapkan Total
Quality Management keberhasilan karena menerapkan Total Quality Management.
Dengan menerapkan Total Quality Management, perusahaan akan dapat meningkatkan
li
kepuasan konsumen melalui perbaikan kualitas produk dan meningkatkan kepuasan
karyawan.
Total Quality Management memiliki karakteristik yang berbeda dengan sistem
kualitas konvensional. Karakteristik ini diperlukan dalam menerapkan Total Quality
Management di perusahaan karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sistem Total Quality Management berorientasi kepada pelanggan. Produkproduk didesain sesuai keinginan pelanggan melalui suatu riset pasar, kemudian
diproduksi dengan cara-cara yang baik dan benar sehingga produk yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi desain, serta pada akhirnya memberikan
pelayana purna jual kepada pelanggan. Setiap orang di dalam perusahaan akan
mengidentifikasi siapa yang menjadi pemasok dan pelanggan mereka serta apa
yang dibutukannya. Sistem Total Quality Management menganut prinsip
hubungan pemasok dan pelanggan.
2. Sistem Total Quality Management mempunyai ciri adanya partisipasi aktif yang
dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara
terus-menerus. Jika tanggung jawab untuk kualitas didelegasikan kepada
departemen jaminan kualitas saja, setiap orang dalam perusahaan akan memilki
persepsi bahwa kualitas bukan merupakan perhatian pokok. Hal ini berdampak
negatif secara psikologis di mana keterlibatan secara total dan aktif dari orangorang dalam perusahaan menjadi kurang atau lemah. Oleh karena itu, dalam
sistem ini setiap orang dalam perusahaan harus menjadi aktif dan harus
dimotivasi dengan adanya dukungan dari pihak manajemen.
3. Sitem Total Quality Management dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap
orang terhadap tanggng jawab spesifik untuk kualitas. Meskipun benar bahwa
kualitas seharusnya merupakan tanggung jawab setiap orang, namun patut pula
diketahui bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab yang berbeda,
tergantung pada posisi kerja dalam perusahaan. Dengan demikian tanggung
jawab yang spesifik terhadap kualitas perlu diketahui oleh setiap orang dalam
posisi kerjanya.
4. Sistem Total Quality Management dicirikan oleh adanya aktiva yang
berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan bukan berfokus pada upaya
lii
untuk mendeteksi kerusakan saja. Kualitas melalui inspeksi masih diperlukan,
tetapi usaha kualitas dari perusahaan seharusnya lebih difokuskan pada tindakan
pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan prinsip
ini, usaha peningkatan kualitas akan mampu mengurangi ongkos produksi.
5. Sistem Total Quality Management dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang
menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup. Isu-isu tentang kualitas
selalu didiskusikan dalam pertemuan manajemen. Semua karyawan diberikan
pelatihan tentang konsep-konsep kualitas beserta modalnya.
Implikasi dari karakteristik Total Quality Management (TQM) ini dapat dilihat
pada perbandingan antara pandangan tradisional dan modern pada tebel berikut ini :
Tabel 2.1
Perbandingan antara Pandangan Tradisional dan Modern Tentang Kualitas
No
Pandangan Tradisional
Memandang
kualitas
sebagai
No
isu
Pandangan Modern
Memandang kualitas sebagai isu bisnis.
1
1
teknis.
Usaha
perbaikan
kualitas
Usaha perbaikan kualitas diarahkan
2
2
dikoordinasikan oleh manaje r kualitas.
oleh manajemen puncak.
Memfokuskan kualitas pada fungsi
Kualitas mencangkup semua fungsi
3
3
atau departemen produksi.
atau departemen dalam organisasi.
Produktivitas dan kualitas merupakan
Produktivitas dan kualitas merupakan
4
4
sasaran yang bertentangan.
sasaran yang bersesuaian, karena hasil hasil produktivitas
dicapai melalui
peningkatan atau perbaikan kualitas.
Kualitas
didefinisikan
sebagai
Kualitas
5
secara
tepat
didefinisikan
5
konfirmasi
( conformance)
dengan
spesifikasi
atau
standar.
Membandingkan
produk
sebagai persyaratan untuk memuaskan
kebutuhan
terhadap
pengguna
produk
atau
pelanggan ( customer). Membandingkan
spesifikasi.
produk terhadap kompetisi dan terhadap
produk terbaik di pasar.
Kualitas diukur melalui derajat non
Kualitas
6
6
liii
diukur
melalui
perbaikan
konformansi
( non
conformance),
proses atau produk dan kepuasan
dengan menggunakan ukuran kualitas
pengguna produk atau pelanggan secara
internal.
terus-menerus, dengan menggunakan
ukuran-ukuran
kualitas
berdasarkan
pelanggan.
Kualitas
dicapai
melalui
inspeksi
Kualitas ditentukan melalui desain
7
7
secara intensif terhadap produk.
produk dan dicapai melalui teknik
pengendalian
yang
efektif,
serta
memberikan kepuasan selama memakai
produk.
Beberapa kerusakan atau kecacatan
Cacat atau kerusakan dicegah sejak
8
8
diizinkan, jika produk telah memenuhi
awal
standar kualitas minimum.
proses yang efektif.
Kualitas adalah fungsi terpisah dan
melalui
teknik
pengendalian
Kualitas adalah bagian dari setiap
9
9
berfokus pada evaluasi pr oduksi.
fungsi dalam semua tahap dari siklus
hidup produk.
Pekerja
dipermalukan
apabila
Manajemen bertanggung jawab untuk
10
10
menghasilkan kualitas yang jelek.
kualitas.
Hubungan dengan pemasok bersifat
Hubungan dengan pemasok bersifat
11
11
jangka pendek dan berorientasi pada
janka panjang dan berorientasi pada
biaya.
kualitas.
2.3.10 Aktivitas-aktivitas yang Dilakukan Dalam Total Quality Management
Setelah kita mengetahui program umum Total Quality Management, diperlukan
aktivitas-aktivitas yang mendukung agar Total Quality Management dapat dilaksanakan
secara nyata di perusahaan. Ada berbagai aktivitas yang dapat dilakukan, yaitu :
1.
Gugus Kendali Mutu
Adalah sekelompok karyawan yang terdiri dari empat sampai dengan dua belas
karyawan yang berasal dari tempat atau bidang pekerjaan yang sama dalam
perusahaan yang secara sukarela berkumpul untuk mengidentifikasi, menganalisis,
dan memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka
dan menerapkannya dalam kegiatan operasional perusahaan.
liv
2.
Sistem Saran
Adalah saran atau masukan dari karyawan, baik secara pribadi maupun
berkelompok, dan baik atas permintaan pihak pimpinan perusahaan atau atas
inisiatif sendiri.
3.
Otomatisasi
Penggunaan kecepatan perkembangan teknologi, misalnya dalam bidang computer,
sistem informasi manajemen (MIS), Computer Aided Design / Computer Aided
Manufacturing (CAD / CAM), penggunaan internet, dan Office Automation yang
serba terpadu dan cepat.
4.
Pemeliharaan Total
Memelihara seluruh modal yang dimiliki, seperti peralatan dan material, teknologi,
sistem informasi, energi, dan sumber daya manusia.
5.
Perbaikan Kualitas
Tindakan yang diambil untuk memperbaiki suatu kondisi terhadap kebutuhan
kualitas.
6.
Just In Time (JIT)
Adalah meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai bagi suatu
produk. Kegiatan yang tidak menambah nilai inilah yang disebut pemborosan.
7.
Kerusakan Nol (Zero Defect)
Artinya sejak dari perancangan produk, proses produksi hingga menjadi produk
akhir menghasilkan cacat atau kesalahan nol (zero defect).
8.
Aktivitas Kelompok Kecil
Adalah kelompok-kelompok kerja yang dikelola sendiri oleh para karyawan dalam
suatu tim yang biasanya didasari oleh kebutuhan pihak karyawan untuk berkumpul
dan membahas berbagai masalah. Kelompok ini cendrung dibentuk secara
informal.
Aktivitas yang dilakukan perusahaan berbeda satu sama lain. Hal ini tergantung
pada tingkat kesiapan pelaksanaannya, tingkat kebutuhan dan karakteristik perusahaan
masing-masing.
lv
2.4
Biaya (Cost)
Konsep dan istilah biaya (cost) telah dikembangkan selaras dengan kebutuhan
para akuntan, ekonom dan insinyur. Horngren, Foster dan Data, yang dialih bahasakan
oleh Desi Adhariani dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Biaya : Penekanan
Manajerial” menyatakan bahwa :
“Biaya merupakan sumber daya yang dikorbankan ( sacrified) atau
dilepaskan (forgone) untuk mencapaitujuan tertentu. Suatu biaya (seperti
Bahan baku atau iklan) biasanya diukur dalam un it uang yang harus
dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa.” (Horngren,
2005:34)
Selanjutnya menurut Joel G. Siegel, Joe K. Shim (2000:108) dalam kamus istilah
Akuntansi menyatakan bahwa :
“Biaya adalah pengorbanan yang diukur dengan harga yang dibayar untuk
mendapatkan, menghasilkan, atau memelihara barang atau jasa. Harga harga yang dibayarkan untuk bahan baku, tenaga kerja, dan biaya
overhead pabrik.”
Dari definisi yang ada dapat diambil suatu penjelasan bahwa biaya (cost) terjadi
tidak hanya karena adanya kewajiban yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan aktivitas
perusahaan tetapi juga karena adanya kerugian yang timbul akibat kejadian yang tidak
biasa seperti bencana kebakaran, banjir, atau seperti juga timbul dari pelepasan aktiva
tidak lancar.
2.5
Cost Effectiveness
2.5.1 Pengertian Cost Effectiveness
Menurut Mulyadi (2007:396) pengertian cost effectiveness adalah sebagai
berikut :
lvi
“Cost effectiveness merupakan ukuran kinerja yang mengukur seberapa
efisien masukan dimanfaatkan untu k melaksanakan aktivitas penambah
nilai bagi customer.”
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya konsep cost effectiveness dilandasi
oleh customer value mindset. Mindset ini memfokuskan usaha manajemen untuk
menghasilkan keluaran yang mampu memuaskan kebutuhan customer. Dalam customer
value mindset, kebutuhan customer yang memicu berbagai aktivitas yang digunakan
perusahaan untuk menghasilkan keluaran. Konsep cost effectiveness memasukkan
komponen customer ke dalam hubungan antara masukan, proses dan keluaran. Di
samping itu, konsep cost effectiveness dialandasi oleh continuous improvement mindset,
sehingga membuka proses agar tidak lagi berupa black box, untuk dapat dianalisis dan
dilakukan improvement terhadapnya.
Proses terdiri atas berbagai aktivitas untuk mengolah masukan menjadi keluaran.
Oleh karena keluaran suatu proses digunakan untuk memuaskan kebutuhan customer,
maka aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan keluaran perlu dihubungkan dengan
kebutuhan customer, untuk menentukan diperlukan atau tidaknya aktivitas ditinjau dari
sudut pandang customer. Timbullah konsep aktivitas penambah nilai (value-added
activities) dan aktivitas bukan penambah nilai (non-value-added activities).
Menurut Mulyadi (2007:390) pengertian aktivitas penambah nilai (value-added
activities) adalah sebagai berikut :
“Aktivitas penambah nilai ( value-added activities) adalah aktivitas yang
menurut pandangan customer menambah nilai dalam proses pengolahan
masukan menjadi keluaran.”
Menurut Mulyadi (2007:390) pengertian aktivitas bukan penambah nilai (nonvalue-added activities) adalah sebagai berikut :
“Aktivitas bukan penambah nilai ( non-value-added activities) adalah
aktivitas yang menurut pandangan customer tidak menambah nilai dalam
proses pengolahan masukan menjadi keluaran.”
lvii
Suatu proses disebut cost effective jika dalam menghasilkan keluaran, masukan
hanya dikonsumsi untuk menjalankan aktivitas penambah nilai. Dengan demikian
komponen kegiatan bisnis perusahaan terdiri atas empat unsur : masukan, proses,
keluaran, dan customers.
Cost Effectiveness
Cost Effectiveness
Proses
Aktivitas penmbah nilai
Masukan
Keluaran
Customer
Aktivitas bukan
penambah nilai
Cost Ineffectiveness
Cost Ineffectiveness
Gambar 2.3
Konsep Cost Effectiveness dan Komponen Kegiatan Bisnis Menurut Customer
Value Mindset
(Sumber : Mulyadi, 2007:391)
Pada gambar 2.5 terlihat kotak proses tidak lagi berupa black box, namun telah
dibuka dan dikupas isinya. Jika dalam konsep efisiensi dan produktivitas, kotak proses
dibiarkan berada di luar fokus manajemen, dalam konsep cost effectiveness justru fokus
perhatian manajemen ditujukan untuk mengarahkan konsumsi masukan ke aktivitas
penambah nilai, dengan cara mengurangi dan menghilangkan aktivitas bukan penambah
nilai.
lviii
2.5.2 Landasan Cost Effectiveness
Dalam lingkungan bisnis saat ini, fokus perhatian manajemen tidak lagi cukup
diarahkan pada masalah-masalah intern perusahaan, namun perlu difokuskan ke pihak
luar – ke customer, yang menjadi alasan utama perusahaan berada dalam bisnis.
Mengingat personel akan berprilaku sesuai dengan kinerja yang diukur, dengan
demikian ukuran kinerja harus didesain untuk membentuk prilaku personel sesuai
tuntutan lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan.
Fokus perhatian personel yang salah akan membahayakan kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk membelokkan perhatian personel kepada layanan customer, perlu
dilakukan pergeseran ukuran kinerja dari efisiensi dan produktivitas ke cost
effectiveness.
2.5.2.1 Mindset
Menurut Mulyadi (2007:71) pengertian mindset adalah sebagai berikut :
“Mindset merupakan sikap mental mapan yang dibentuk melalui
pendidikan, pengalaman, dan prasangka.”
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa mindset dapat dibentuk dengan
sengaja (melalui pendidikan dan pengalaman yang dirancang melalui sistem) atau
dibiarkan terbentuk dengan sendirinya (melalui pengalaman yang tidak dirancang dan
melalui prasangka).
Mindset terdiri dari tiga komponen pokok :
1.
Paradigma
Adalah cara yang digunakan oleh seseorang di dalam memandang sesuatu.
2.
Keyakinan Dasar
Adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang terhadap sesuatu.
3.
Nilai Dasar
Adalah sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh seseorang, sehingga
berdasarakan nilai-nilai tersebut tindakan seseorang dipandu.
Untuk membentuk mindset perusahaan diperlukan dua langkah utama :
lix
1. Perumusan Mindset
Perumusan mindset dialksanakan melalui empat langkah yaitu :
Trendwatching
Dalam tahap ini manajemen puncak melakukan pengamatan berbagai
tren pemacu perubahan yang akan terjadi di masa depan. Terdapat
empat pemacu perubahan yang berdampak terhadap lingkungan bisnis:
(1) globalisasi ekonomi, (2) teknologi informasi, (3) strategic quality
management, dan (4) Revolusi Manajemen.
Envisioning
Envisioning adalah kemampuan kita untuk menggambarkan dampak
perubahan dalam lingkungan bisnis yang diakibatkan oleh berbagai
pemacu perubahan yang telah diamati dalam trendwatching. Gambaran
lingkungan bisnis masa depan sebagai akibat tren pemacu perubahan
tersebut di atas adalah :
(1) customer memegang kendali bisnis, (2) kompetisi menjadi tajam,
dan (3) perubahan menjadi berubah.
Perumusan Paradigma
Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai
lingkungan yang di dalamnya customer mengendalikan bisnis, maka
paradigma yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah customer
value strategy – suatu pandangan bahwa kelangsungan hidup
perusahaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oleh
kemampuan perusahaan tersebut dalam menyediakan value terbaik
bagi customer.
Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai
lingkungan yang kompetisinya tajam dan perubahannya telah berubah,
maka paradigma yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah
continuous improvement-suatu pandangan bahwa kelangsungan hidup
perusahaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oleh
kemampuan
perusahaan
lx
tersebut
untuk
secara
berkelanjutan
melakukan improvement terhadap sistem dan proses yang digunakan
untuk menghasilkan value bagi customer.
Perumusan Paradigma
Trendwatching
Paradigma yang Pas
dengan Lingkungan Bisnis
Customer Value
Strategy,
Continuous
Improvement,
Organizational
System.
Envisioning
Karakteristik
Lingkungan
Bisnis
Customer pegang
kendali bisnis,
Kompetisi menjadi
tajam, Perubahan
menjadi konstan,
pesat, radikal,
serentak, dan pervasif
Pemacu
Perubahan
Lingkungan
Bisnis
Globalisasi Ekonomi,
Teknologi
Informasi,Strategic
Quality
Management,
Revolusi
Manajemen.
Customer Value
Mindset, Continouos
Improvement Mindset,
Opportunity Mindset,
Cross-Functional
Mindset,
Employee
Empowerment Mindset.
Perumusan Mindset
Mindset yang Pas dengan
Lingkungan Bisnis
Gambar 2.4
Rerangka Konseptual Perumusan Mindset
(Sumber : Mulyadi, 2007:68)
lxi
Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai
lingkungan yang di dalamnya customer mengendalikan bisnis,
persaingannya tajam, perubahannya telah berubah, maka paradigma
yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah organizational systemsuatu pandangan bahwa organisasi yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan bisnis tersebut adalah organisasi lintas fungsional (crossfunctional organization) dan yang memberdayakan karyawannya.
Perumusan Mindset
Mindset terdiri dari tiga komponen : paradigma, keyakinan dasar, dan
nilai dasar. Oleh karena itu, dalam merumuskan mindset, setelah
paradigma dirumuskan, kemudian dirumuskan keyakinan dasar dan
nilai dasar yang sesuai dengan paradigma tersebut.
Berdasarkan paradigma customer value strategy, kemudian dibangun
customer value mindset dan berdasarkan paradigma pula continuous
improvement
kemudian
dibangun
dua
mindset
:
continuous
improvement mindset dan opportunity mindset.
2. Pengkomunikasian Mindset
Paradigma, keyakinan dan nilai dasarorganisasi yang dirumuskan dengan
jelas dan dikomunikasikan kepada seluruh personel organisasi, akan
menjadi shared paradigm, shared beliefs, dan shared values dalam diri
setiap personel organisasi, sehingga organisasi akan kohesif dalam proses
menuju ke masa depan. Kekohesivan organisasi sangat diperlukan untuk
membangun kekuatan organisasi dalam menghadapi lingkungan bisnis
kompetitif.
Paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisasi perlu dikomunikasikan
oleh manajemen puncak kepada seluruh personel melalui dua pendekatan :
(1) perilaku pribadi (personel behavior) dan (2) perilaku operasional
(operational behavior). Melalui dua pendekatan ini, akan terjadi proses
internalisasi paradigma, keyakinan, dan nilai dasar organisasi ke dalam diri
lxii
setiap personel organisasi, sehingga paradigma, keyakinan dan nilai dasar
tersebut menjadi shared paradigm, shared beliefs, dan shared values.
Rerangka pembentukan mindset ini memberikan landasan bagi manajer untuk
memutakhirkan peta mental personel organisasi, manakala lingkungan bisnis yang akan
dimasuki perusahaan menunjukkan anomaly-terjadinya perbedaan antara paradigma
yang diyakini kebenarannya oleh personel perusahaan dengan realitas yang dihadapi
oleh perusahaan.
2.5.2.2 Customer Value Mindset
Lingkungan bisnis sekarang semakin global, sehingga terjadi di dalamnya
perubahan radikal. Dengan adanya perubahan radikal di lingkungan bisnis tersebut,
manajemen puncak sampai dengan personel yang paling rendah tingkatannya perlu
melakukan pembaruan terhadap mindset.
Konsep produk yang sebelumnya hanya terbatas pada pengertian fisiknya,
dengan customer value mindset, konsep produk berubah sebagai satu ikat jasa yang
memiliki potensi untuk menghasilkan value bagi customer. Jika di masa lalu produser
mengira bahwa atribut produk dengan sendirinya akan mampu memuaskan kebutuhan
customer, dengan customer value mindset, hanya dengan melalui proses pemanfaatan
(use process) atribut produk dapat menghasilkan value bagi customer.
Jika di masa lalu produser yakin bahwa hanya melalui organisasi perusahaannya
kepuasan customer dapat dipenuhinya sendiri, dengan perubahan konsep produk,
kepuasan customer, dan customer value mindset, produser memerlukan kerja sama
kemitraan dengan para pemasok dan mitra bisnisnya untuk menjadikan perusahaannya
mampu berkontribusi melalui core competency-nya dalam menghasilkan value bagi
customer.
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan customer value adalah :
Customer value merupakan kombinasi manfaat dan pengorbanan sebagai hasil
pemakaian produk atau jasa oleh customer, dan dilipatgandakan oleh kualitas
hubungan yang dibangun oleh perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya,
serta dengan customer.
lxiii
Tingkat customer value ditentukan oleh tingkat kesesuaian antara karakteristik
dan atribut produk, serta jasa dengan kebutuhan customer.
Manajer harus secara cermat mengidentifikasi customer mereka untuk
menentukan value produk dan jasa yang dihasilkan.
Manajer dapat memahami lebih baik konsep customer value dan membuat
keputusan lebih baik jika mereka memahami proses customer memperoleh
value.
Proses customer value mencakup pengakuan kebutuhan, pencarian informasi,
pengalaman dan penggunaan, persepsi, dan pembentukan sikap.
Kadang-kadang proses penilaian customer dilaksanakan secara ekstensif dan
melalui pemikiran mendalam. Di lain waktu, proses tersebut dilaksanakan secara
cepat dan melalui kebiasaan.
Manajer
meningkatkan
keputusan
strategik
mereka
jika
mereka
mempertimbangkan konsep customer value, dan mengidentifikasi secara jelas
customer mereka berikut customer value-nya masing-masing.
Kultur organisasi yang berorientasi ke customer value sulit untuk dibangun,
namun tidak berarti tidak mungkin dibangun. Customer value mindset dapat dibangun
melalui usaha bersistem. Melalui pendidikan dan pengalaman, manajemen puncak dapat
menanamkan customer value mindset ke dalam diri seluruh personel perusahaan.
Manajemen puncak dapat mengkomunikasikan customer value mindset melalui
personal behavior dan operational behavior kepada seluruh personel perusahaan,
sehingga proses internalisasi akan berangsur terjadi dan mindset tersebut dapat tumbuh
dalam diri sebagian besar personel perusahaan.
2.5.2.3 Continuous Improvement Mindset
Improvement berkelanjutan adalah usaha peningkatan di segala bidang dalam
jangka panjang. Usaha tersebut perlu dilandasi oleh mindset yang semestinya, sehingga
unsur berkelanjutan dapat dipertahankan dalam jangka panjang.
Pergeseran ke paradigma improvement berkelanjutan disebabkan oleh semakin
turbulennya lingkungan bisnis, dan semakin tajamnya persaingan yang dihadapi oleh
lxiv
perusahaan pada umumnya. Di dalam lingkungan bisnis yang demikian, improvement
berkelanjutan merupakan prasyarat untuk mempertahankan eksistensi perusahaan;
bahkan improvement berkelanjutan saja tidak cukup; perusahaan harus melakukan
improvement lebih signifikan dan cepat, dari pada improvement yang dilakukan dalam
persaingan untuk dapat bertahan hidup dan berkembang.
Seperti halnya dengan pembangunan kultur organisasi berdasarkan customer
value mindset, kltur organisasi yang berorientasi ke improvement berkelanjutan adalah
sulit untuk dibangun, namun tidak berarti tidak mungkin dibangun.
Melalui pendidikan dan pengalaman, manajemen puncak dapat menanamkan
customer value mindset ke dalam diri seluruh personel perusahaan. Manajemen puncak
dapat mengkomunikasikan customer value mindset melalui personal behavior dan
operational behavior kepada seluruh personel perusahaan, sehingga proses internalisasi
akan berangsur terjadi dan mindset tersebut dapat tumbuh dalam diri sebagian besar
personel perusahaan.
2.5.3 Pengukuran Cost Effectiveness
Cost effectiveness dapat diukur melalui perhitungan cycle effectiveness (CE), dan
dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk merancang dan mengimplementasikan
improvement berkelanjutan terhadap proses melalui program pengelolaan aktivitas.
Dalam proses pembuatan produk diperlukan cycle time yang merupakan keseluruhan
waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi.
lxv
Value-added
activities
Cycle time
=
Processing +
time
Moving
time
+
Waiting/
storage
time
+
Inspection
time
Non-value-added activities
Gambar 2.5
Unsur Waktu yang Membentuk Cycle Time dan Jenis Aktivitas yang
Mengonsumsi Waktu Tersebut
(Sumber : Mulyadi, 2007:392)
Cycle time dibagi menjadi empat komponen seperti yang disajikan pada Gambar 2.6.
Pada gambar tersebut dilukiskan berbagai jenis waktu yang membentuk cycle time, dan dua
jenis aktivitas yang mengkonsumsi waktu tersebut : aktivitas penambah nilai dan aktivitas
bukan penambah nilai. Proses produksi yang ideal akan menghasilkan cycle time sama dengan
processing time. Ukuran efisiensi proses produksi dihitung dengan membandingkan processing
time dengan cycle time yang dikenal dengan istilah cycle effectiveness(CE). Seberapa besar
aktivitas bukan penambah nilai dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan produk dapat
diukur melalui cycle time (CE) dengan formula :
Processing Time
Cycle Effectiveness (CE) =
Cycle Time
lxvi
Ukuran cycle time tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan
program pengurangan dan penghilangan aktivitas bukan penambah nilai, dan improvement
terhadap aktivitas penambah nilai melalui activity selection dan activity sharing. Gambar 2.6
akan memperlihatkan berbagai strategi yang dapat ditempuh manajemen dalam pengelolaan
aktivitas bukan penambahan nilai.
Cellular
Manufacturi
ng Single
Point of
Contact,
CrossFunctional
Organization
JIT Manufacturing,
Flatter Organization
Cycle time
=
Processing +
time
Moving
time
JIT
Purchasing
Zero
Inventory/Ve
ndor
Managed
Inventory
+
Waiting/
storage
time
Employee
Empowerment
, Flatter
Organization
Total Quality
Management,
Zero Defect
+
Inspection
time
Value-Added
Activities
Non-value-added activities
Gambar 2.6
Strategi untuk Menurunk an Processing Time, serta Mengurangi dan
Menghilangkan Aktivitas Bukan Penambah Nilai
(Sumber : Mulyadi, 2007:392)
Keunggulan Ukuran Kinerja Cost Effectiveness
Dari uraian yang ada, dapat dilihat keunggulan konsep cost effectiveness sebagai
pengukur kinerja dibandingkan dengan konsep cost efficiency dan produktivitas. Berikut
ini perbandingan antara konsep cost effectiveness dan produktifitas:
lxvii
Tabel 2.2
Perbandingan antara Konsep Cost Effectiveness dan Konsep Efisiensi dan
Produktivitas
(Sumber : Mulyadi, 2007:392)
No
Konsep Cost Effectiveness
Konsep Efisiensi dan Produktivitas
Konsep cost effectiveness
Konsep efisiensi dan produktivitas
memasukkan customer ke dalam
berfokus kepada kepentingan intern
model pengukuran kinerja, sehingga
organisasi, tanpa memperhatikan manfaat
memungkinkan manajemen
peningkatan efisiensi dan produktivitas
memfokuskan usahanya untuk
tersebut sebagai cutomer.
1
melakukan improvement terhadap
proses berdasarkan sudut pandang
customer.
Konsep cost effectiveness
Konsep efisiensi dan produktivitas
menganalisis proses menjadi aktivitas
berhenti setelah rasio masukan dengan
penambah nilai dan aktivitas bukan
keluaran selesai dihitung.
2
penambah nilai, sehingga
memungkinkan manajemen
melakukan pengelolaan aktivitas
(activity management) untuk
menghasilkan pengurangan biaya
secara signifikan bagi kepentingan
customer.
Cycle Effectiveness sebagai ukuran
Konsep efisiensi dan produktivitas
kinerja lebih halus dan rinci untuk
merupakan ukuran kasar yang hanya
mencerminkan efektivitas konsumsi
mencerminkan hubungan antara masukan
masukan yang digunakan untuk
dan keluaran, tanpa dapat menjelaskan
menghasilkan keluaran.
untuk aktivitas macam apa masukan
3
dikonsumsi.
lxviii
2.5.4 Manfaat Penerapan Total Quality Management Dalam Mendorong Cost
Effectiveness
Dengan meningkatnya persaingan di sektor industri dan perubahan lingkungan
bisnis yang didominasi customer, ukuran kinerja yang tidak memasukkan komponen
customer akan menjauhkan usaha manajemen dari pemuasan kebutuhan customer.
Keadaan seperti ini akan menempatkan perusahaan pada posisi berisiko tinggi untuk
ditinggalkan customer.
Untuk itu, perlu dilakukan perubahan ukuran kinerja yang berfokus kepada
customer, untuk menjadikan manajemen mampu memimpin perusahaannya memasuki
lingkungan bisnis sekarang ini. Cost effectiveness merupakan ukuran kinerja yang
mengukur seberapa efisien masukan dimanfaatkan untuk melaksanakan aktivitas
penambah nilai (value-added activities) bagi customer. Cost effectiveness merupakan
salah satu ukuran kinerja yang tepat dalam mewujudkan proses produksi yang ideal.
Cost effectiveness dapat diukur melalui perhitungan efisiensi proses produksi yang
dikenal dengan istilah CE (Cycle Effectiveness), dengan membandingkan processing
time dan cycle time. Cost effectiveness juga dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk
merancang dan mengimplementasikan improvement berkelanjutan terhadap proses
melalui program pengelolaan aktivitas.
Salah satu usaha ke arah tersebut adalah dengan menerapkan sistem manajemen
mutu yang dikenal dengan nama Total Quality Management (TQM). Total Quality
Management merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk
memberikan respons secara tepat terhadap setiap perubahan. Melalui penerapan Total
Quality Management maka perusahaan akan melakukan perbaikan terus-menerus atas
kualitas produk, desain, standar, prosedur kerja, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya.
Dengan penerapan Total Quality Management (TQM), maka perusahaan akan
lebih berfokus pada pelayanan kebutuhan customer dan memperhatikan mutu atau
kualitas dalam membuat produk yang memiliki derajat konformasi yang tinggi terhadap
standar mutu produk sehingga bebas dari aktivitas bukan penambah nilai (non-valueadded activities) yang mungkin terjadi.
lxix
Berkurangnya aktivitas bukan penambah nilai (non-value-added activities) dan
meningkatnya Cycle Effectiveness dalam proses pengolahan produk, akan mengurangi
biaya-biaya yang akan dibebankan pada customer dan dapat membantu dalam
meminimumkan jumlah produk yang rusak, sehingga perusahaan dapat menghasilkan
keuntungan yang kompetitif, manajemen dapat melaksanakan improvement terhadap
proses dan aktivitas produksi dan perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi
persaingan dan berbagai perubahan dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan.
lxx
Download