Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

advertisement
Kebijakan Fiskal Sektor
Kehutanan
Prof. Dr. Singgih Riphat
Badan Kebijakan Fiskal
Departemen Keuangan
PENYUMBANG EMISI CO2 TERBESAR DI DUNIA
•
•
•
Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang emisi
terbesar
Apabila deforetasi dimasukkan, Indonesia menempati urutan ke 3-5
Bila gambut dimasukkan , urutan Indonesia menjadi ke 2 setelah USA
HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM
• Kehutanan memiliki peran ganda dalam konteks
perubahan iklim:
– Sebagai peng-emisi karbon (Carbon emitter)
• Terjadi pada saat penebangan dan pembakaran hutan
• CO2 yang tersimpan dalam pohon akan keluar
• Semakin luas hutang ditebang, semakin besar CO2 yang
dikeluarkan
– Sebagai penyerap karbon (Carbon Sink)
• Penyerapan CO2 melalui daun pada siang hari
• Semakin luas tutupan hutan, semakin banyak CO2 yang
diserap
LAJU DEFORESTASI
Rata-rata laju Deforestasi mencapai 1,08 juta Ha / Tahun
LAJU REHABILITASI
GAP
Sumber : Dep. Kehutanan
•
•
Laju Deforestasi tidak mampu diimbangi oleh laju rehabilitasi
Terjadi Net Deforestasi sebesar 300 ribu Ha / tahun
KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN
DALAM PDB
PENERIMAAN PNBP SEKTOR
KEHUTANAN
Jenis penerimaan
2004
2005
2006
2007
2008
IHPH
90.55
42.99
112.53
PSDH
1,105.81
637.54
560.46
152.07 1,217.00
Dana Reboisasi
2,946.67
2,558.39
1,704.84
440.38 1,302.00
-
-
25.61
-
-
-
3.64
2.15
0.61
-
-
1.66
3.39
2.19
-
Dana Pengamanan Hutan
36.5
31
Denda Pelanggaran
Eksploitasi Hutan
Iuran Menangkap Satwa
Liar
Sumber:DJA, Direktorat PNBP
PENERIMAAN PAJAK SEKTOR
KEHUTANAN
Tahun
Kehutanan
Industri Kayu, Barang-
Industri Furnitur Dan
Barang Dari Kayu (Tidak
Industri Pengolahan
Termasuk Furnitur)
Lainnya
2004
596.071.220.733
601.338.213.053
828.415.337.911
2005
595.873.315.706
755.172.616.674
784.359.746.624
2006
634.507.792.854
806.139.048.593
957.269.360.091
2007
459.544.478.701
932.085.219.425
937.863.825.701
2008
116.057.804.371
274.351.959.158
266.303.379.523
Sumber:DJP, diolah
Tujuan Kebijakan Fiskal bidang
Kehutanan
•
•
•
Pertumbuhan ekonomi
– peningkatan pertumbuhan PDB Sektor Kehutanan sebagai bagian sasaran-sasaran
makro Pemerintah (stimulus pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja
dll.)
– peningkatan pendapatan pemerintah ( fungsi APBN dari kekuasaan eksekutif)
Kesejahteraan Masyarakat ( “pro poor “principle)
– Redistribusi pendapatan
Pembangunan hutan yang berkelanjutan (Sustainable Forest Development)
– Koreksi eksternalitas nilai hutan melalui proses internalisasi sosial dan ekonomi h4
– Pemberian insentif/disinsentif yang efektif dan efisien, sebagai perangkat koreksi
eksternalitas nilai hutan, dalam kegiatan-kegiatan pemanfaatan dan konservasi
hutan
– Bila reduksi emisi karbon merupakan bagian dari “policy mainstream”
Pemerintah, maka pemberian insentif/disinsentif harus terintegrasikan ke dalam
‘Sustainable Forest Management”
Slide 9
h4
Ilustrasi-Ilustrasi eksternalitas di sektor kehutanan:
1.Nilai Pelestarian Hutan (Forest Conservation) & DAS (Watershed Management) vs Market Price kayu gelondongan
2. Nilai Kerugian Banjir vs Biaya Investasi Forest Conservation & Watershed Management
harryks; 14/11/2009
Perbedaan antara PJL dengan
Pajak dan PNBP
Pajak dan PNBP
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Bersifat wajib (mandatory)
Besaran ditetapkan pemerintah berdasar
peraturan perundang-undangan
Dikelola sistem administrasi keuangan negara
Landasan hukum : Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah
Bagian dari keuntungan
Tidak dapat memasuki pasar bursa
Pungutan Pemerintah merupakan pungutan
untuk membiayai pembangunan yang lebih luas.
Hanya mempertahankan hutan sebagai sumber
penghasilan negara
Tidak berubah konsep
Tidak demikian
Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL)
a. Bersifat sukarela (voluntary)
b. Besaran tetapan berdasar kesepakatan para pihak
dengan nilai minimal sama dengan biaya
perolehan (opportunity cost)
c. Dikelola oleh Lembaga Keuangan Alternatif yang
otonom/independen dan akuntabel
d. Komitmen global, nasional, lokal
e. Bagian komponen biaya produksi (biaya kelola
lingkungan/sosial)
f. Dapat memasuki pasar bursa (Nasional dan
Internasional)
g. Pembayaran jasa lingkungan merupakan
pembayaran diantara 2 sektor privat bukan
subsidi.
h. Pembayaran jasa lingkungan meningkatkan
kepedulian lingkungan dan produksi lestari.
i. Pembayaran jasa lingkungan mendorong untuk
membangun lembaga kehutanan yang baru.
j. Memobilisasi sumber-sumber keuangan
internasional dan domestik pada semua tingkatan.
Sumber:
Tabulasi disiapkan oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia dalam Focus Group Discussion (FGD) di
Departemen Keuangan, Senin/9 Februari 2009
TUGAS MENKEU SEBAGAI PENGELOLA FISKAL
PASAL 8 UU NO. 17 TAHUN 2008
•
•
•
•
•
•
•
•
menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan
undang-undang;
melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN;
melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan
ketentuan undang-undang.
Kebijakan Fiskal Pada REDD
MASALAH REDD DI INDONESIA
• Ketidakpastian regulasi
– Negosiasi REDD di sidang UNFCCC belum final
– Petunjuk teknis pelaksanaan operasional REDD masih dalam
bentuk draft Permenhut
• Skema penerimaan REDD belum masuk dalam
penerimaan SDA sektor kehutanan. Saat ini penerimaan
sektor kehutanan terdiri dari:
– IHPH
– PSDH
– Dana Reboisasi
MASALAH REDD DI INDONESIA
• Ketidakjelasan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah
– Kewenangan untuk mengatur politik luar negeri, moneter, dan fiskal
adalah kewenangan Pemerintah Pusat. Apakah Pemda boleh melakukan
transaksi REDD dengan pihak luar negeri?
– Bagaimana arus dana dari luar negeri sampai ke daerah?
– Bagaimana distribusi dana REDD sampai kepada para stakeholder sektor
kehutanan?
• Resistensi beberapa kelompok masyarakat
– REDD lebih memprioritaskan pengurangan deforestasi dan degradasi
hutan dibandingkan pengurangan kemiskinan
– Penguatan kontrol terhadap akses ke hutan semakin meminggirkan
masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan
– REDD lebih mementingkan tujuan negara maju yang mendanainya,
dibandingkan dengan penduduk yang hidupnya bergantung pada hutan
MASALAH REDD DI INDONESIA
• Proteksi terhadap hutan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap
industri yang menggunakan produk hutan sebagai input.
• Dana yang diperoleh dari REDD dikhawatirkan tidak lebih besar dari
penurunan sektor industri yang menurun sebagai akibat berkurangnya
pasokan bahan baku dari sektor kehutanan
• Permasalahan Pemda dalam implementasi REDD
– Belum pernah ada pengalaman sebelumnya yang bisa digunakan sebagai acuan
– Persepsi para pihak yang beragam, sehingga menimbulkan status ”quo” apakah
sebagai peluang atau ancaman
– Skema REDD menimbulkan harapan yang berlebihan bagi masyarakat dan
pemerintah daerah bahwa skema REDD akan menghasilkan dalam waktu singkat
– Distribusi hasil penerimaan dari REDD belum ada
– Belum cukup dukungan yang konkrit dari Pemerintah Pusat untuk merealisasikan
REDD di daerah
S U N AR S I P
Review Atas
Peraturan Menteri Kehutanan No. P30/Menhut–II/2009 tentang Tata Cara
Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (REDD) dan Peraturan
Menteri Kehutanan No. P-36/Menhut-II/2009
Tentang Tata Cara Perizinan Usaha
Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau
Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi
Dan Hutan Lindung
S U N AR S I P
Bagaimana Kedudukan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor Peraturan Menteri Kehutanan No. P-30/Menhut–
II/2009 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P-36/MenhutII/2009? (1)
•
Permenhut No. P-30/Menhut-II/2009 ternyata menyebut klausul mengenai
distribusi dana REDD sebagaimana terdapat dalam Pasal 20 Ayat (1):
“Perimbangan Keuangan atas Penerimaan Negara yang bersumber dari
pelaksanaan REDD diatur dengan peraturan-perundang-undangan
tersendiri”; dan Pasal 20 Ayat (2): “Tata Cara pengenaan, pemungutan,
penyetoran, dan penggunaan penerimaan dari REDD diatur dengan
peraturan-perundang-undangan.”
•
Permenhut No. P-36/Menhut-II/2009 ternyata juga telah mengatur distribusi
dana REDD sebagaimana terdapat dalam Pasal 17 dan Lampirannya. Pasal
17 Ayat (1): “Nilai Jual Jasa Lingkungan (NJ2L) RAP-KARBON dan/atau
PAN-KARBON adalah pendapatan dari penjualan kredit karbon yang telah
disertifikasi dan dibayar berdasarkan ERPA (Emission Reduction Purchase
Agrement).” Pasal 17 Ayat (2): “Distribusi dari NJ2L adalah sebagaimana
dalam Lampiran III Peraturan ini.” Pasal 17 Ayat (3): “Dana yang diterima
oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan PNBP
Kehutanan.”
S U N AR S I P
Bagaimana Kedudukan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor Peraturan Menteri Kehutanan No. P-30/Menhut–
II/2009 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P-36/MenhutII/2009? (2)
• Penetapan mengenai status PNBP yang berasal
dari dana REDD seharusnya melalui sebuah
Peraturan Pemerintah, bukan melalui sebuah
Peraturan Menteri.
• Penetapan jenis dan tarif PNBP beserta
pembagiannya antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (termasuk pihak-pihak lain yang terlibat
dalam kegiatan REDD) seharusnya juga
ditetapkan melalui sebuah Peraturan Pemerintah.
CATATAN PENTING
1.
Menteri Keuangan RI memegang kekuasaan tertinggi (setelah Presiden RI)
di bidang Keuangan Negara, yang didalamnya termasuk kebijakan fiskal
dan kebijakan APBN;
2.
Menteri Teknis adalah pelaksana anggaran (APBN). Salah satu tugas
Menteri Teknis adalah melaksanakan pemungutan penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) dan menyetorkannya ke Kas Negara.
3.
Penentuan Jenis PNBP dan Tarif Atas Jenis PNBP semestinya ditetapkan
melalui Peraturan Pemerintah, bukan melalui Peraturan Menteri, sekalipun
oleh Peraturan Menteri Keuangan.
4.
Penetapan besarnya Jenis PNBP dan Tarif Atas Jenis PNBP seyogyanya
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
5.
Penetapan status PNBP yang berasal dari penerimaan dana REDD beserta
distribusi melalui Permenhut No. P-30/Menhut–II/2009 dan Permenhut No.
P-36/Menhut-II/2009 adalah “Tidak Tepat” dan semestinya diatur dalam
sebuah Peraturan Pemerintah.
Langkah Lanjut Kebijakan Fiskal
Untuk REDD
PERATURAN YANG PERLU DISIAPKAN
DEPKEU DALAM RANGKA IMPLEMENTASI
REDD
•
Alur dana REDD dari luar negeri,
–
–
–
•
Distribusi insentif,
–
–
–
•
bagaimana mekanisme dana hasil REDD dari luar negeri?
sebagai penerimaan pemerintah pusat (PNBP) seperti yang telah ada saat ini dan diteruskan ke daerah dalam
bentuk dana bagi hasil?
mekanisme penerusan pinjaman sesuai dengan hasil perhitungan potensi REDD dari masing-masing
daerah?
bagaimana mengatur bagi hasil perolehan dana REDD?
berapa porsi untuk Pemerintah Pusat?
berapa porsi Pemerintah Daerah?
Peruntukan Dana REDD,
–
–
–
bagaimana peruntukan dana REDD pada APBN dan APBD?
apakah harus untuk kegiatan yang terkait REDD atau dapat digunakan pada sektor kehutanan secara
keseluruhan.
Dana REDD untuk masyarakat penerima, apakah dalam bentuk kegiatan melalui mekanisme APBN/APBD
atau transfer langung (BLT).
Terima kasih!
Singgih Riphat
Kontak: [email protected]
Download