II. TELAAH PUSTAKA Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia. Ekosistem mangrove tersebar ke dalam kelompok-kelompok kecil di seluruh wilayah Indonesia dan sekitar 51.890 hektar berada di pulau Jawa dan Bali (FAO, 1985 dalam Setyawan et al., 2003). Kawasan mangrove Tritih Kulon merupakan salah satu ekosistem mangrove yang terletak di kecamatan Cilacap Utara, kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Kawasan ini memiliki luas sekitar 10 hektar, tempatnya sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk dan dijadikan sebagai objek wisata hutan payau. Tritih merupakan lokasi wisata yang dibangun Perhutani pada pertengahan tahun 1970-an untuk tujuan konservasi dan pendidikan ekosistem mangrove (Setyawan dan Winarno, 2006). Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas di dunia. Hutan mangrove memiliki karakter ekosistem yang kompleks dan sangat dinamis dalam salinitas, ketinggian air dan ketersediaan nutrisi (Gomes et al., 2011). Ekosistem ini memiliki karakteristik sangat dipengaruhi oleh pasang-surut air laut (Sukardjo, 1984). Karakteristik ekosistem mangrove yang dinamis memberi kemungkinan beranekaragamnya spesies penyusun komunitas bakteri yang terkandung di dalamnya, khususnya pada sedimen mangrove. Komunitas bakteri pada suatu sedimen memainkan peranan ekologis dan biokimia penting dalam ekosistem akuatik (Ikenaga et al., 2010). Hal ini terbukti dari hasil penelitian Ramanathan et al. (2008) yang berhasil mengisolasi bakteri asal mangrove dengan peranan yang beragam, di antaranya bakteri pendegradasi selulosa, bakteri penambat nitrogen, bakteri nitrifikasi, dan bakteri pelarut fosfat. Peranan bakteri yang beragam ini berkorelasi positif dengan diversitas bakteri yang ada pada ekosistem mangrove. Metagenomik adalah suatu teknik analisis genomik culture-independent dari suatu komunitas mikroorganisme di alam (Schloss dan Handelsman, 2003). Analisis bio.unsoed.ac.id metagenomik terdiri atas isolasi DNA dari suatu sampel lingkungan, mengkloning DNA ke suatu vektor, transformasi klon ke bakteri inang, dan skrining transforman yang dihasilkan berdasarkan fungsi atau berdasarkan sekuen (Handelsman, 2004). Prosedur kerja kloning relatif sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Muyzer et al. (1993) berhasil menemukan metode yang lebih sederhana untuk mengetahui diversitas genetik dari komunitas mikroba. Metode tersebut berdasarkan pada pemisahan fragmen hasil amplifikasi gen penyandi 16S rRNA berdasarkan 3 denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE). Pemisahan fragmen DNA ini berdasarkan pada penurunan mobilitas elektroforesis molekul DNA yang terbuka sebagian dalam gel poliakrilamid dibandingkan dengan fragmen DNA yang masih dalam bentuk untai ganda normal (Muyzer dan Smalla, 1998). Fragmen DNA akan dielektroforesis pada gel poliakrilamid dengan konsentrasi denaturan yang meningkat. Terbukanya fragmen DNA dipengaruhi oleh komposisi urutan nukleotidanya sehingga produk hasil PCR dengan urutan nukleotida yang berbeda akan bermigrasi secara terpisah ketika terkena gradien denaturan walaupun fragmen DNA tersebut memiliki panjang yang sama (Nakatsu et al., 2000). Isolasi DNA secara langsung dari sampel memungkinkan diperolehnya DNA organisme yang tidak diinginkan. Penggunaan primer yang tepat adalah salah satu kunci dalam memperoleh fragmen DNA target. Penggunaan primer universal sangat tepat digunakan dalam penelitian ini karena objek penelitian yang akan dipelajari adalah bakteri secara keseluruhan. Primer universal adalah primer yang bersifat komplementer dengan sekuen nukleotida yang umum terdapat dalam banyak molekul DNA sehingga dapat berhibridisasi dengan bermacam-macam DNA cetakan (Yuwono, 2006). Gen penyandi 16S rRNA adalah suatu urutan nukleotida yang terdapat pada semua bakteri dan fungsinya bersifat tetap (conserve) sehingga perubahan sekuen yang terjadi secara acak lebih akurat untuk mengukur waktu evolusi (Janda dan Abbott, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa primer universal untuk bakteri dapat dirancang dari gen penyandi 16S rRNA. Penelitian mengenai diversitas bakteri asal mangrove di Indonesia sangat terbatas. Kebanyakan penelitian mengarah pada eksplorasi bakteri penghasil enzim ekstraseluler sehingga sulit mendapatkan informasi mengenai diversitas dan jenis yang dominan. Berbeda dengan di Indonesia, penelitian mengenai diversitas bakteri mangrove di negara lain, seperti Brazil dan India, telah banyak dilakukan. Dias et al. (2009) berhasil mendapatkan 238 isolat culturable bakteri dari sedimen mangrove bio.unsoed.ac.id Ilha do Cardoso, Brazil dan berhasil mengelompokkannya ke dalam 3 ordo, yaitu Vibrionales, Actinomycetales, dan Bacillales berdasarkan gen penyandi 16S rRNA. Penelitian Dias et al. (2010), di tempat yang sama namun dengan analisis cultureindependent mendapatkan 166 sekuen bakteri pada sedimen mangrove yang didominasi oleh Alphaproteobacteria, Gammaproteobacteria, dan Acidobacteria, sedangkan Betaproteobacteria, Deltaproteobacteria, Firmicutes, Actinobacteria, dan Bacteriodetes merupakan komponen minor. Di tempat lain, analisis culture 4 independent komunitas bakteri pada sedimen mangrove Sundarban, India menunjukkan bahwa telah diperoleh sebanyak 130 sekuen bakteri yang dikelompokkan ke dalam 8 filum, diantaranya Proteobacteria, Flexibacteria, Actinobacteria, Acidobacteria, Chloroflexi, Firmicutes, Planctomycetes, dan Gammatimodates (Ghosh et al., 2010). Thatoi et al. (2012), berhasil mengisolasi 29 spesies bakteri dari ekosistem mangrove Bhitarkania (India) di mana genus Bacillus dan Pseudomonas adalah genus yang paling dominan. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sedimen mangrove Tritih Kulon mengandung diversitas bakteri yang tinggi berdasarkan gen penyandi 16S rRNA. bio.unsoed.ac.id 5