MAKALAH PENGARUH CAHAYA TERHADAP

advertisement
MAKALAH
PENGARUH CAHAYA TERHADAP
PERKEMBANGAN TUMBUHAN
OLEH:
Riza Linda, M.Si
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2007
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang berjudul “Pengaruh Cahaya terhadap Perkembangan Tumbuhan”.
Energi matahari merupakan sumber dari segala sumber energi.
Pada
tumbuhan merupakan salah satu bahan utama dalam proses fotosintesa, namun
kualitas dan kuantitas cahaya merupakan faktor penentu dalam keberhasilan
tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam makalah ini penulis menerangkan
pengaruh cahaya terhadap fotosintesa dan perkembangan tumbuhan yang secara tidak
langsung mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. .
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang positif bagi
semua pihak.
Pontianak, Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR............................................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
BAB II. HUBUNGAN CAHAYA MATAHARI DAN TUMBUHAN ..............
3
BAB III. PENGARUH CAHAYA MATAHARI DAN FOTOSINTESA ................ 10
BAB IV. PENGARUH CAHAYA TERHADAP FOTOTROPISME .................... 17
BAB V. PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERKECAMBAHAN ............... 19
KESIMPULAN ......................................................................... ............................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
Energi merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan. Energi yang
dimanfaatkan oleh tumbuhan, hewan dan manusia pada dasarnya bersumber dari
energi matahari. Segala bentuk kehidupan, proses kehidupan, dan aktifitas hidup
memerlukan energi. Tidak ada kehidupan yang dapat bebas dari energi. Jumlah
energi yang dimanfaatkan untuk menjalankan aspek kehidupan itu hampir seratus
persen besumber dari energi radiasi matahari. Energi matahari yang tertangkap
oleh tumbuhan digunakan untuk kegiatan fotosintesis dan kebutuhan lainnya.
Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan
makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kekurangan cahaya matahari akan
mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya
tergantung pada
jenis tumbuhan.
Selain
itu,
kekurangan cahaya
saat
perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang
kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil,
tipis dan berwarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya
cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel – sel
tumbuhan sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh ditempat terang menyebabkan
tumbuhan – tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek, daun
berkembang, lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah
lebih kokoh.
Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang
tertentu yang dapat dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fototsintesis, yaitu
panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (400-760 mμ).
Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah ( 626-760 mμ), hijau ( 490-574mμ),
biru (435-490 mμ) dan violet (400-435 mμ). Masing-masing jenis cahaya berbeda
pengaruhnya terhadap fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap
cahaya yang bekerja dalam fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran
grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang
berbeda menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Kloroplas
mengandung beberapa pigmen, misalnya klorofil a menyerap cahaya biru-violet
dan merah, klorofil b yang menyerap cahaya biru dan orange serta memantulkan
cahaya kuning hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang sedangkan
klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang. Keberadaan pigmen
merupakan dasar pada setiap respon dan sebagian besar pigmen tumbuhan
nampak berwarna hijau karena sebagian besar pigmen tumbuhan tersebut
mengabsorbsi cahaya hijau. Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis
didalam metabolisme tumbuhan, cahaya merupakan satu dari faktor-faktor
lingkungan uang terpenting untuk dikaji.
BAB II
HUBUNGAN CAHAYA MATAHARI DAN TUMBUHAN
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi ekosistem. Cahaya juga merupakan salah satu kunci penentu
dalam proses metabolisme dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh
tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon
tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada
tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau
sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam
kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran
Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor cahaya, yang sangat erat
kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a. Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
b. Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.
c. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar
setiap hari.
A. Kualitas Cahaya
Kualiatas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima yang dinyatakan dengan
panjang gelombang. Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang
gelombang dari 400 sampai 760 mμ ( 1 mμ = 10 Angstrom). Cahaya itu terdiri
dari berbagai panjang gelombang dan warna, seperti yang tertera pada Gambar 2.1
Gambar
2.1.
Spektrum
energi
cahaya
matahari
Secara
fisika,
radiasi
matahari
merupakan
gelombang-
gelombang
elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombanggelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan
bumi. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok
antara satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor
ekologi yang penting.
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang
gelombang antara 0,39 – 7,6 mikron.
Selang panjang gelombang yang
meghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan PAR ( Photosyntetically
Active Radiation).
Suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat besarnya
absorbsi tanaman (klorofil) terhadap PAR, ternyata setiap panjang gelombang
memperlihatkan daya absorsi yang berbeda-beda).
Perbedaaan itu juga
disebabkan oleh perbedaan kolofil yang terdapat pada tanaman, yakni klorofil a
(C55H72O5N4Mg) dan klofofil b (C55H70O6N4Mg). Rumus bangun kedua macam
klorofil tersebut terlihat pada Gambar 2.2 dan 2.3
.
Gambar 2.2. Klorofil a
Gambar 2.3. Hubungan antara panjang
gelombang dan absorpsi
Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan
demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spektrum cahaya
yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Pada ekosistem daratan kualitas cahaya
tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis. Pada
ekosistem perairan, cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di
permukaan sehingga cahaya hijau akal lewat atau dipenetrasikan ke lapisan lebih
bawah dan sangat sulit untuk diserap oleh fitoplankton..
Kandungan klorofil dan jumlah daun berbeda antara daerah yang ternaung
dan terbuka.
Marjenah (2001) mengemukakan jumlah daun tumbuhan lebih
banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. Ditempat terbuka
mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada tempat ternaung. Naungan
memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai permukaan
yang
lebih
besar
di
dalam
naungan
daripada
di
tempat
terbuka.
Dewi (1996) dalam Marjenah (2001) mengemukakan bahwa kandungan klorofil
Shorea parvifolia pada tempat terbuka mempunyai kandungan klorofil lebih
rendah yaitu 34,80 satuan, sedangkan dengan naungan sarlon satu lapis berjumlah
42,21 satuan dan naungan sarlon dua lapis 48,05 satuan; sedangkan Shorea
smithiana pada tempat terbuka kandungan klorofilnya 32,91 satuan, naungan
sarlon satu lapis 36,49 satuan dan naungan sarlon dua lapis 40,01 satuan.
Daun-daun yang berasal dari posisi terbuka dan ternaung, atau dari tumbuhan
toleran dan intoleran, mempunyai morfologi yang sangat bervariasi. Daun yang
terbuka, lebih kecil, lebih tebal dan lebih menyerupai kulit daripada daun ternaung
pada umur dan jenis yang sama. Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap
tumbuhan masih belum jelas. Cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteria
dan mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat),
contohnya yaitu bentuk- bentuk daun yang roset, terhambatnya batang menjadi
panjang
B. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting
sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari
ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial
maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah
tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh
awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan
membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer
yang tembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada
garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap
permukaan bumi dan permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus
lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya
yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
1. Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu
vegetasi akan menahan dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan
menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah
energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang
berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali
dapat merusak enzim akibat foto- oksidasi, ini menganggu metabolisme
organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein.
2. Titik Kompensasi
Tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima
sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam
mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua
faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan
konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah
intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis
(pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat
respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan
berlainan untuk setiap jenis tumbuhan. Kebutuhan minimum cahaya untuk proses
pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan
intensitas cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya tumbuhan
yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik
kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita),
metabolisme dan respirasinya lambat. Salah satu yang membedakan tumbuhan
heliofita dengan siofita adalah tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi
dalam membentuk klorofil..
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai
adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau
supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi,
kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang
diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul
cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan
yang lebih dalam.
C. Lama Penyinaran
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu
organisme
terhadap
lamanya
penyinaran
sinar
matahari.
Contoh
dari
fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. Di daerah
sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan
sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari
lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim
dingin. Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbungan
berbunga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Tumbuhan berkala panjang
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
2. Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
3. Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses
perbungaannya, misalnya tomat.
Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme
yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan
vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan
fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok.
Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor
lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.
Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada terganggunya proses
metabolisme yang berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya
sintesis karbohidrat. Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat
produktivitas tumbuhan dan ekosistem. Adaptasi terhadap naungan dapat melalui
2 cara, yaitu :
a. Meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit;
contohnya perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan
untuk pertumbuhan akar.
b. Mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Pada
tanaman jagung respon ketika
intensitas cahaya
berlebihan berupa
penggulungan helaian daun untuk memperkecil aktivitas transpirasi. Proses
hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak
di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel secara
fisiologis mulia berkurang.
Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan
langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan
air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya.
Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis.
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti
selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung
melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara
umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di
atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan
oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil.
Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam
organel yang disebut kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan
dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau
mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam
daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta
kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis
tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian
besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin
yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari
ataupun penguapan air yang berlebihan.
BAB III
PENGARUH CAHAYA MATAHARI DAN FOTOSINTESA
Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan untuk dapat melakukan
fotosistesis.
Jika suatu tumbuhan kekurangan cahaya matahari maka tumbuhan itu
bisa tampak pucat dan berwarna kekuning-kuningan (etiolasi). Hubungan tumbuhan
dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh dua hal yaitu (Purbayanti dan
Sri, 1991):
1. Penempatan daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya
maksimum . berbarti di atas kanopi dan di dalam komunitas yang kompleks
sebagian besar daun tersebut tidak dapat mencapainya. Karena itu sebagian
besar dari daun akan berada pada intensitas cahaya yang kurang dari yang
dibutuhkan.
2. Fotosintesis dimaksimum untuk energi yang diterima, dengan anggapan keadaan
ini menjadi di bawah titik jenuh cahaya untuk fotosíntesis normal, sehingga
tetap berkesinambungan neto karbon yang positif (pengikatan CO2 untuk
fotosíntesis lebih besar dari pada jumlah dikeluarkan pada respirasi dari hasil
karbohidrat).
Sehelai daun yang berada pada keseimbangan C yang negatif
akan memerlukan gula yang diambil dari sisa tanaman dan akan mengurangi
kesegaran secara menyeluruh
Adanya penyinaran cahaya matahari akan menimbulkan cahaya, sedangkan
cahaya sangat dibutuhkan untuk
pembentukan zat hijau daun (klorofil) dan
pertumbuhan tumbuhan dan kualitas produksi.
Tumbuhan yang kurang cahaya
matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang (Purbayanti dan Sri, 1991).
Ilmuwan Denmark Katrine Heinsvig Kjaer dan Carl-Otto Ottosen dari
Departemen Hortikultura di Aarhus University menerbitkan sebuah studi dalam edisi
terbaru Journal of American Society for Ilmu Hortikultura yang menyoroti pertanyaan
tentang respon tanaman terhadap gangguan dalam siklus pencahayaan ."Ritme
sirkadian diyakini sangat penting untuk pertumbuhan tanaman dan kinerja di bawah
kondisi iklim yang berfluktuasi. Namun belum diketahui bagaimana tanaman dengan
jam sirkadian berfungsi merespon lingkungan cahaya yang tidak teratur yang
mengganggu diatur sirkadian-parameter yang berhubungan dengan pertumbuhan.
Untuk percobaan mereka, tim menggunakan stek krisan 300 ('Charm Karang'
Chrysanthemum morifolium) tumbuh dalam 19 jam cahaya selama 2 minggu.
Tanaman yang kemudian secara acak ditempatkan dalam salah satu dari dua
kompartemen rumah kaca dengan suhu yang sama dan karbon (CO2) konsentrasi.
"Tanaman yang terkena cahaya tambahan diberikan sebagai cahaya istirahat tidak
teratur pada malam hari, yang kita dicapai dengan mengendalikan cahaya didasarkan
pada radiasi matahari diperkirakan dan harga listrik ', menjelaskan penulis."
Pertumbuhan, dalam hal keuntungan karbon, adalah berkorelasi linear untuk kedua
panjang hari dan integral ringan sehari-hari."
Para ilmuwan mengamati bahwa krisan tanaman yang ditanam di hari pendek
dengan cahaya istirahat tidak teratur selama malam hari menunjukkan perkembangan
daun lebih cepat dan pertumbuhan batang dari tanaman yang ditanam di iklim dengan
periode cahaya berturut-turut yang panjang, membuktikan bahwa intensitas cahaya
rendah rata-rata mempromosikan perluasan area fotosintesis tanaman. Meskipun
percobaan menunjukkan bahwa periode cahaya tidak teratur mengganggu irama
sirkadian dan menginduksi perubahan dalam karakteristik daun, para penulis mencatat
bahwa studi ini juga membuktikan bahwa tanaman alami dapat beradaptasi dengan
periode cahaya tidak teratur.
Reaksi fotosintesis digolongkan atas fase cahaya dan fase gelap. Fase cahaya
terdiri dari penangkapan energi cahaya yang akan digunakan untuk memecahkan
molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2 . Oksigen dilepas ke udara untuk membentuk
molekul oksigen sedangkan hidrógen ditangkap oleh penangkap hidrógen yang
disebut NADP (Nikotamid Adenosin Dinukleotida Fosfat) menjadi NADP H2.
Fosforilasi dapat juga terjadi akibat peristiwa pernafasan (fosforilasi oksidatif)
perubahan energi cahaya ke energi kimia dicapai dengan terbentuknya penghasil
energi (ATP dan ADP). Energi yang terbentuk dari perubahan ATP ke ADP akan
diubah oleh kerja kimia menjadi bahan organik, seperti gugus fosfato yang kaya
energi sebagai bahan dasar untuk penyusunan karbohidrat.
Pada fase gelap energi yang telah dihasilkan dari fase cahaya akan digunakan
dalam reaksi gelap. Reaksi gelap tidak membutuhkan cahaya, tetapi sangat
bergantung pada suhu. Karena pada fase gelap reaksi biokimia yang berlangsung
sangat dipangaruhi oleh kerja enzim. Fase gelap pada prinsipnya adalah pemindahan
hidrogen dari air hasil peristiwa hidrolisis oleh pembawa (aseptor) hidrogen
(NADPH2) ke asam organik berenergi untuk membentuk karbohidrat yang berenergi
tinggi. Reaksi reduksi ini adalah penambahan elektron dan atom hidrogen ke CO2
yang berakhir dengan terbentuknya unit gula.
Reaksi cahaya dan reaksi gelap terpisah beberapa saat. Mekanisme reaksi
cahaya menjadi jenuh hanya dengan disinari cahaya selama 10-5 detik. Hasil dari
reaksi cahaya dapat digunakan dalam reaksi gelap hanya dalam waktu kurang lebih
100 m/s. Kemudian ditingkatkan sedemikian rupa sehingga fiksasi CO2 dalam reaksi
gelap intensitas penyinarannya mencapai maksimum. Dalam hal ini dianggap bahwa
seluruh komponen untuk mengubah energi sudah jenuh. Perbandingan antara jumlah
klorofil dalam proses fotosintesis dengan jumlah molekul-molekul CO2 yang difiksasi
selama reaksi gelap dapat ditentukan jumlah klorofil yang terlibat dalam reduksi 1
molekul CO2. Angka ini disebut dengan unit klorofil. Hasil penelitian ahli fisiologi
bahwa diperlukan 2.500 buah molekul klorofil untuk setiap molekul CO2. untuk
memfiksasikan 1 moloekul CO2 diperlukan 10 quanta. Dalam mereduksi 1 molekul
CO2 diperlukan 10 kali tingkat penyinaran. Dengan demikian, setiap unit seharusnya
mengandung 10 -1 x 2.500 = 250 butir klorofil. Unit kerja dalam proses fotosintesis
yang kompleks dimulai dari unit klorofil dan berakhir pada unit fotosintesis.
Sinar matahari yang ditangkap klorofil menaikkan elektron-elektron yang
dihasilkan dari oksidasi air dalam proses fotosintesis. Elektron yang telah mempunyai
tingkat energi tinggi, setelah kembali ke tingkat energi semula akan menghasilkan
energi. Energi yang dihasilkan tersebut kemudian dapat digunakan untuk keperluan
biologis atau dapat digunakan dalam sintesis makromolekul dalam sel.
Laju fotosintesis dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2 yang
difiksasi setiap satuan luas daun dalam satuan waktu tertentu atau dalam satuan luas
lahan setiap satuan waktu. Laju fotosintesis dapat dijadika sebagai alat untuk
menyatakan aktivitas fotosintesis suatu tanaman. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
aktivitas fotosintesis merupakan hal yang sangat penting, namun pendekatan produksi
dari aspek ini jarang dilakukan. Dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur,
fotosintesis juga akan meningkat sampai tingkat kompensasi cahaya dimana tingkat
cahaya pada pengambilan CO2 sama dengan pengeluaran CO2 (laju pertukaran karbon
atau CER = 0). Apabila tingkat cahaya terus-menerus meningkat, akan berkuranglah
kenaikan CER untuk setiap satuan kenaikan tingkat cahaya sampai tercapai tingkat
cahaya jenuh. Setiap peningkatan intensitas cahaya setelah tingkat ini tidak akan
diikuti peningkatan CER yang berarti. Oleh sebab itu, daun lebih efisien
memanfaatkan energi cahay pada tingkat penyinaran yang rendah.
Efesiensi fotosintesis adalah rasio antara energi yang tersimpan oleh asimilasi
CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh sistem fotosintesis. Efisiensi
fotosíntesis dibatasi oleh sistem cahay (intensita, kualitas dan lamanya penyinaran)
golongan tanaman (C4, C3, dan CAM) , suhu dan air.
Di daerah tropis yang intensitas cahayanya relatif lebih tinggi dan didukung oleh
suhu yang tinggi lebih cocok untuk tanaman yang jalar fotosintesisnya tergolong C4
seperti jagung, tebu, sogum dan kebanyakan rumput pedangan daripada tanaman yang
jalar fotosíntesisnya C3 seperti legum, gandum, padi dan lainnya.
Menurut Prasetio (1982), perbandingan laju fotosíntesis tanaman yang tergolong
C3 dan C4 dapat dibedakan sebagai berikut :
1. maksimum laju fotosíntesis tanaman C4 lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang tergolong C3.
2. suhu optimum untuk tanaman C4 tajam batasnya dibandingkan tanaman C3. laju
fotosíntesis tanaman C3 berbeda-beda sebanding dengan perubahab suhu
umumnya 10 -35 o C. seballiknya, hasil bersih fotosíntesis tanaman fotosíntesis
tanaman C4 kira-kira 2 kali lebih cepat setiap kenaikan 10 oC diantara 15º C dan
35 oC.
3. tanaman yang tergolong C4 mempunyai capacitas fotosíntesis lebih besar
daripada tanaman yang tergolong C3 pada suhu tinggi namun, tanaman C3 lebih
tahan terhadap dingin.
Berikut ini hádala beberapa factor utama yang menentukan laju fotosíntesis,
antara lain :
1. Intensitas cahaya
Laju fotosíntesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbondioksida
Semakin banyak karbondioksida diudara, makin banyak jumlah bahan yang dapat
digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosíntesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosíntesis hanya dapat bekerja pada
suhu optimalnya. Umumnya laju fotosíntesis meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu hinggan batas toleransi enzim
4. Kadar air
Kekeringan
menyebabkan
stomata
menutup,
menghambat
karbondioksida sehinggan mengurangi laju fotosíntesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosíntesis)
penyerapan
Jika kadar fotosintat berkurang laju fotosíntesis akan naik. Bila kadar fotosintat
bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang
6. Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan
yang sedang berkecambvah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mumgkin
dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makan
untuk tumbuh.
Kebanyakan tanaman memerlukan intensitas cahaya lemah pada stadia
kecambah misalnya kopi, coklat, tembakau dan cengkeh. Untuk jenis tanaman
tersebut dalam pembibitannya dibuat pelindung. Tidak semua energi cahaya matahari
dapat diabsorbsi oleh tanaman. Setiap hari bumi rata-rata menerima kira-kira 500 cm2
, 93% dipantulkan kembali keatmosfer, 7% digunakan untuk proses fotosintesa oleh
tanaman. Dari 7% itu, 2% hilang akibat respirasi dan 5% diubah menjadi bahan kering
tanaman.
Cahaya merupakan satu dari faktor-faktor lingkumngan terpenting karena
peranannya yang mendasar dari fotosintesis di dalam metabolisme tanaman. Radiasi
cahaya matahari mempengaruhi organisme dengan jasa dari energi yang disimpannya
dan hanya aktif bila diabsorbsi. Jadi cahaya ultraviolet diabsorbsi kuat oleh protein
dan dapat menyebabkan kerusakan.
Cahaya biru diabsorbsi oleh pigmen karotenoid dan klorofil, cahaya merah oleh
klorofil, dan merah serta merah jauh oleh fitikrom. Keberadaan pigmen merupakan
dasar pada setiap respon dan sebagian besar tanaman tampak berwarna hijau hanya
karena sebagian pigmen tanaman tersebut mengabsorbsi cahaya hijau.
Sinar matahari atau cahaya matahari adalah sinar yang berasal dari matahari
untuk berfotosintesis dan membuat makanan. Dengan air dan cahaya matahari,
tanaman akan tumbuh tinggi dengan cepat, namun akan terlihat kuning dan
kekurangan air, meskipun saat disentuh, daunnya terasa amat basah.
Cahaya matahari ditangkap daun sebagai foton. Tidak semua radiasi matahari
mampu diserap tanaman, cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm,
cahaya yang diserap daun 1-5% untuk fotosintesis, 75-85% untuk memanaskan daun
dan transpirasi. Kebutuhan intensitas cahay berbeda untuk setiap jenis tanaman,
sehingga dikenal 3 tipe tanaman C3, C4 dan CAM. C3 memilki titik konfensasi cahaya
rendah yang dibatasi oleh tingginya fotorespirasi. C4 memiliki titik kompensasi
cahaya tinggi, sampai cahaya terik dan tidak dibatasi oleh fotorespirasi. Besaran yang
menggambarkan banyak sedikitnya radiasi matahri yang mampu diserap tanmaman :
ILD adalah ILD kritik dan ILD optimum. ILD kritik menyebabkan pertumbuhan 95%
maksimum sedangkan ILD optimum menyebabkan pertumbuhan tanaman (CGR)
maksimum. ILD optimum setiap jenis tanaman berbeda tergantung pada morfologi
daun. Selain faktor internal terdapat juga faktor eksternal yang mempengaruhi nilai
ILD optimum, misalnya jarak tanaman (kerapatan tanaman).
Tumbuhan mampu melakukan fotosintesis karena molekul klorofil dalam
selnya sensitif terhadap cahay matahari. Tetapi, klorofil hanya mampu menggunakan
kisaran panjang gelombang yang sangat terbatas dan kisaran panjang gelombang
tersebut adalah yang diradiasikan matahari paling kuat. Yang lebih menarik adalah
kisaran ini hanya setara dengan 1/1025 dari keseluruhan spektrum elektromagnetik.
Pada tanaman fotosintesis menjadi jenuh cahaya pada kerapatan pengaliran
yang jauh di bawah penyediaan CO2, tetapi ndi daerah beriklim sedang dan di daerah
kutub kebalikannya sering terjadi dimana fotosintesis dibatasi oleh intensitas cahaya
yang rendah (Anderson, 1964).
Cahaya dapat menembus daun dengan 4 cara, yaitu :
1. Irradiasi Langsung yang tidak terhalang yang diberikan oleh noda-noda
matahari. Noda-noda matahari ini mempunyai sifat berirradiasi langsung
kecuali dimana terjadi pengaruh bayangan (Anderson dan Miller, 1974). Noda
matahari menurut sifatnya adalah sementara tetapi karena penyinaran cahaya
dapat seefektif seperti sumber yang terus-menerus bagi fotosíntesis (Emerson
dan Arnold, 1932)
2. Radiasi difusi yang tidak terhalang merupakan cahaya langit difusi yang
mengiringi noda matahari
3. Refleksi daun-daun tidak hanya meneruskan cahay, tetapi, sama dengan semua
permukaan biologis lainnya memantulkan sebagian tertentu.
4. Transmisi derajat kenaungan jelas tergantung pada jumlah cahaya yang
diabsorbsi dan yang dipantulakn oleh daun. Pemberian naungan pada berbagai
stadia pertumbuhan berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per tanaman,
jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisis per tanaman, berat 100 biji,
dan produksi biji Bering pada berbagai macam varietas tanaman kedelai.
Pemberian naungan 20% memberikasn hasil yang lebih baik apabila
diaplikasikan pada awal pengisian polong dibandingkan dengan awal tanam
atau awal berbunga (Herawati dan Saaludin, 1995).
Pengaruh kualitas cahaya pada tumbuhan ada dua yaitu :
1. Pengaruh teriknya atau kerasnya sinar matahari : setiap tanaman berbeda-beda
pengaruhnya terhadap kerasnya sinar matahari, ada tanaman yang tumbuh
lebih baik pada tempat yang terbuka, sebaliknya ada beberapa tanaman yang
tumbuh lebih baik pada tempat yang memakai peneduh. Misalnya, padi akan
tumbuh dan berproduksi pada tempat yang terbuka sedang tanaman
perkebunan kopi atau colkat menhendaki tempat-tempat yang pakai peneduh.
2. Pengaruh lama atau panjangnya sinar matahari terhadap tanaman : pengaruh
lamanya sinar matahari terhadap tanaman ini disebut foto-periodisme.
Lingkaran perkembangan tanaman zaherí-hari dipengaruhi oleh lama/panjang
penyinaran, lamanya penyinaran di daerah tropis setiap hari tetap sama hanya
pada musim-musim
penghujan karena sering terjadi mendung makanya
panjangnya penyinaran sering berkurang, tetapi musim kemarau karena
hampir tidak ada mendung maka panjangnya penyinaran dapat dikatakan
hampir sama sehingga praktis efeknbya bagi tanaman.
Intensitas cahay dan lama penyinaran berpengaruh terthadap pertumbuhan,
terutama terhadap pertumbuhan vegetatif dan kegian reproduksi tumbuhan. Di
daerah tropis, lama hari siang dan malam Kira-kira sama, yaitu 12 jam. Di
daerah yang memiliki empat musim, lama siang hari dapat mencapai 16-20
jam. Respon tumbuhan terhadap lama penyinaran yang bervariasi disebut
fotoperiodisme. Respon tumbuhan trerhadap fotoperiodik dapat berupa
pembungaan, dormansi, perkecambahan dan perkembangan. Respon ini
dikendalikan oleh pigmen yang mengabsorbsi cahaya yaitu fitokrom.
BAB IV
PENGARUH CAHAYA TERHADAP FOTOTROPISME
Fototropisme adalah gerakan dari tumbuhan yang menuju arah rangsangan
cahaya dan gerak ini biasanya terjadi pada pergerakan tumbuhan melalui pergerakan
batang. Hal ini dapat kita saksikan pada tanaman pot yang ditempatkan dekat jendela
atau di bawah tuturan dimana cahaya hanya datang dari satu pihak, maka terlihat
ujung dari batang tersebut membelok menuju ke cahaya atau ke arah datangnya
cahaya (Dwijoseputro, 1980).
Selanjutnya Wilkins (1989) menyatakan bahwa sudah lama diketahui bahwa
tumbuhan mengarah pada arah datangnya cahaya. Reaksi ini merupakan perbedaan
pertumbuhan dari organ tumbuhan yang disinari. Reaksi pertumbuhan ini yang
dikenal sebagai fototropisme telah diteliti oleh Charles Darwin di tahun 1880. Ia
menyatakan bahwa koleoptil dari kecambah rumput Avena dan Phalaris sangat peka
terhadap cahaya dan apabila ujung koleoptil disinari sepihak maka akan membengkok
ke arah sumber cahaya.
Wilkins (1989) menyatakan lagi bahwa cahaya merah, hijau dan kuning
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap fototropisme, tetapi cahaya biru
menunjukkan pengaruh yang nyata pada pembengkokan koleoptil. Pigmen yang
berperan untuk mengabsorbsi energi radiasi yang aktif dalam fototropisme belum
dapat diidentifikasikan. Tetapi ada dua pigmen karoten dan riboflavin diduga
berfungsi sebagai pengabsorbsi cahaya. Hasil dari penelitian Asomaning dan Galtso
(1961) dalam Wilkins (1980) menyatakan bahwa pigmen flavin dan karotinoid
merupakan fotoreseptor di fototropisme yang mana didalam situasi fisik tertentu,
memiliki karakteristik yang cocok pada panjang gelombang 400-500 nm. Perbedaan
keduanya terjadi pada puncak penyerapan yang terbesar. Pada flavin terjadi di dekat
panjang gelombang 370 nm sedangkan karotenoid terjadi pada panjang gelombang
450 nm. Selanjutnya ditambahkan pula oleh fitter dan Hay (1998) keterlibatan kedua
pigmen tersebut dipengaruhi oleh hormon IAA (Indole Acetyc Acid).
Respon fototropik bersifat adaptif, perbedaan diantara tanaman-tanaman yang
beradaptasi terhadap habitat yang berlawanan akan terjadi demikian juga halnya pada
perbedaan genotip pada pola susunan daun (Turesson, 1922 dalam Fitter dan Hay
1998). Tanaman-tanaman dengan susunan daun yang menyebar (prostat) akan
mempunyai koefisien peredaman cahaya yang jauh lebih besar di dalam kanopi
daripada yang berdaun tegak.
Perubahan di dalam pola cahaya di dalam ruangan berlangsung sangat pendek
jika dibandingkan respon nasti. Gerakan-garakan daun dan petiole yang dikendalikan
oleh perubahan turgor, terjadi hampir selalu terus-menerus dalam keadaan yang
terkendali. Untuk tanaman-tanaman yang ditumbuhkan pada intensitas cahaya yang
rendah, gerakannya mengikuti matahari untuk memastikan iluminasi maksimum,
untuk tanaman pada cahaya yang kuat, secara normal menghindari reaksi untuk
mengurangi beban panas pada daun dan memungkinkan daun-daun di bawah kanopi
untuk menerima cahaya. Bila matahari jauh dari zenith gerakan semacam ini dapat
mempengaruhi luas indeks daun secara nyata.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rawson, dkk (1987) tentang pengaruh
cahaya dan temperatur terhadap perkembangan kanopi dan produksi biji bunga
matahari dikatakan bahwa perkembangan kanopi dari pemunculan jumlah daun dan
ukuran daun dari peningkatan temperatur yaitu 0.02 daun/hari/oC. Dari hasil
pengamatan yang didapat ditemukan kecepatan pemunculan daun lebih cepat sebesar
40% pada temperatur 25-30 oC dibandingkan dengan temperatur 13-18oC pada radiasi
di musim panas sedangkan pada perluasan daun lebih panjang 40% pada temperatur
13-18 oC dibandingkan pada temperatur 25-30 oC.
BAB V
PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERKECAMBAHAN
Perkecambahan biji-biji sangat dipengaruhi oleh adanya rangsangan
cahaya. Biji-bijian dari kebanyakan spesies tidak akan berkecambah pada keadaan
gelap. Dengan keadaan yang demikian tekanan ekologis terhadap biji-bijian sangat
besar pengaruhnya terhadap proses perkecambahan sepeerti adanya erosi, pengolahan
tanah yang dapat menyebabkan tertimbunnya biji-bijian tersebut. Hal yang demikian
biasanya terjadi pada biji-bijian tanaman penganggu (gulma) seperti Chenopodium
yang memiliki struktur buah yang kecil-kecil.
Beberpa penelitian yang telah dilakukan terhadap perkecambahan biji-bijian
yang mana biji-bijian peka terhadap rangsangan cahaya dan tidak akan berkecambah
dibawah kanopi daun. Beberapa pengecualian dari pengaruh habitat parental pada
perkecambahan yang dikendalikan oleh cahaya.
Dari 3 spesies Rumex crispus, R.
Obtisifolius, R. Sanguineus. Hanya R sanguineus memperlihatkan perkecambahan
nyata dibawah cahaya merah jauh, tetpai biji dari R. Obtisifolius yang tumbuh dalam
penaungan, perkecambahannya lebih besar di dalam cahaya merah jauh daripada yang
tumbuh di tempat terbuka dari spesies yang sama (Tabel 5.1). P;erbedaan tersebut
lebih jelas disebabkan karena pengaruh diffrensisi ekotipe atau pengaruh lingkungan
secara langsung pada biji selama pemasakan (maturation) tanaman induk.
Tabel 5.1. Perkecamabahan biji dari 3 spesies R. crispus, R. Obtisifolius, R.
Sanguineus
dari habitat terbuka dan habitat ternaungi, dalam keadaan
cahaya yang berbeda
No. Spesies
R. crispus
Terbuka
R. Obtisifolius
Ternaungi Terbuka
R sanguineus
Ternaungi Terbuka Ternaungi
Habitat
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
1.
Gelap
89
95
74
94
96
89
2.
Merah
12
14
7
26
55
49
jauh
Sumber: Gorski (175) dalam Etherington, J.R (1982)
Sedangkan penelitian Rawson dkk (1987)
tentang pengaruh cahaya dan
temperature terhadap perkecambahan biji, produksi biji ( jumlah dan biomass biji)
Bunga matahari menunjukkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lainnya
yang mana biji bunga matahari dapat berkecambah bila diberi cahaya matahari. Hala
yang serupa pada penelitian sebelumnya yaituMunscher (1936) dalam Devlin (1977).
Pada 100 biji Lobelia inflate yang ditempatkan pada tempat yang berbeda. Pda
tempat yang gelap tidak satupun yang dapat berkecambah sapai 55 hari, tetapi biji
yang sama ditempatkan pada tempat yang dikenai cahaya menunjukkan 23 sampai
94% berkecambah dalam 9 sampai 30 hari.
Fitokrom merupakan suatu protein yang kompleks yang terdifusi luas pada
kosentrasi yang rendah pada tumbuh-tumbuhan berhijau daun, berfungsi sebagai
penerima cahaya. Cahaya bereaksi dengan fitokrom (P) untuk merubah fitokrom dari
bentuk tidak aktif dengan penyerapan maksimum pada panjang gelobang 660 nm
(spektrum cahaya merah) menjadi bentuk tidak aktif menjadi bentuk yang aktif.
Dengan penyerapan maksimum pada panjang gelombang 730 nm (spectrum cahaya
merah jauh). Umumnya biji yang telah dewasa berada pada P730, namun pada proses
imbibisi berubah menjadi bentuk tidak aktif P660. Bijibiji yang berkecambah melalui
aktifitas cahaya merah jauh dengan merubah P730 kembali menadi P 660.
Transformasi fitokrom dapat disimpulkan sebagai berikut:
Merah jauh
Pr
Merah jauh
Respon secara biologi
Pfr
Destruksi Pfr
BAB VI. PENGARUH CAHAYA TERHADAP PEMBUNGAAN
Fitter dan Hay (1981) mengatakan bahwa meskipun tepatnya satu
aspek cahaya berbeda kualitas, pengaruh perioda dilewatkan melalui fitokrom merah
dan merah jauh yang dapat berbalik, sebagian besar tanaman dari daerah sedang
adalah fotoperiodik.
Daerah ekuator panjang siang hari menunjukkan perbedaan
musiman kecil sehingga fotoperiodisme juga kecil, karena awal dan akhir suatu hari
ditandai dan diukur dengan perubahan rasio R/FR, bias jadi pengaruh yang
diperlihatkan oleh Kasperbauer (1971) dalam Devlin (1977) untuk tembakau akan
berpengaruh penting pada proses yang dikendalikan oleh fotoperiodisitas.
Selamnjutnya Whittehead (1971) dalam (Fittter dan Hay (1998) mengatakan
bahwa dengan menempatkan fotoperiodik dalam keadaan panjang siang hari yang
konstan biasanya akan mempertahankan di dalam suatu tahap perkembangan tertentu,
contohnya Epilobium hirsutum dan Lithrum sacaria berbunga bila diberikan setiap
hari 16 jam, tetapi sifat vegetatif yang tidak jelas bila diberi cahaya selama 9 jam.
Menurut Kimball (1992), fotoperiodisme melibatkan suatu mekanisme
pendeteksi cahaya yang sangat peka, seperti jawer kotok gagal berbunga pada waktu
malam panjang jika malam itu diselingi oleh cahaya, walau hanya sebentar. Berkas
cahaya yang paling efektif untuk menghambat pembungaan jawer kotok ialah sinar
merah jingga dengan panjang gelombang 660 nm. Sebaliknya panjang gelombang
yang sama paling efektif dalam merangsang pembungaan tanaman bayam jika
malamnya terlalu lama. Juga sebaliknya efek penghambat cahaya jingga (660 nm)
pada jawer kotok dapat diatasi dengan pengenaan seluruh daun tanaman terhadap
cahaya merah jauh. Panjang gelombang 730 nm paling efektif dalam membalikkan
aksi penghambat cahaya merah jingga. Dengan demikian aksi fitokrom dalam
pengendalian fotoperiodisme tergantung pada dua faktor yaitu cahaya matahari yang
lebih kaya akan cahaya merah jingga P 660nm daripada P 730 nm.
BAB VI
KESIMPULAN
Dari uraian tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Cahaya matahari merupakan dari segala sumber energi yang merupakan dasar
dari segala kehidupan di biosfer
2.
Cahaya
memegang
peranan
penting
diantaranya
fotosintesa,
proses
perkecambahan, fototropisme dan pembungaan
3.
Beberapa tumbuhan beradaptasi baik secara morfologi, anatomi, maupun
fisiologi dalam responnya terhadap kualitas dan kuantitas cahaya matahari
DAFTAR PUSTAKA
Babour, M.G., Thornton R.M., Weier T.E. dan Studing C.R. Botany. Abrief 1984.
Introduction to Plant Biology. Second Edition. Jhon Willey and Sons. New york
Chandra, S. 1981. Structure and Organization of The Vascular System in The Rhyzom
of Drynarioid Fern. J. Botany. 50 : 585-598
Devlin, R.M dan F.H. Witham. 1983. Plant Physiology. Wilard Grandpress. Boston
Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung
Etherington, J.R. 1982. Environment and Plant Ecology. Second Edition. John
Willey and Sons. New York. 98-110 pp.
Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi
Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Hal. 322-339.
Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi
Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Hal. 322-339.
Kimball, J.W. 1992. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Kramer, P.J. and Kozlowski. Physiology of Woody Plant. 1979. Academy Press Inc.
London
Keliher, F.M. etc. 1992. Evaporation Xylem Sap Flow and Tree Transpiration in a
New Zeland Broad Leaved Forest. Forest Research Instituted
Kramer, P.J. 1983. Water Relation of Plant. Academyc Press Inc. London
Kana, T.M and Miller J.H. 1976. Effect of Colored Ligh on Stomata Opeing Rate of
Vicia faba L.. J. Plant Physiology. Biological Research laboratory. Syrachuse
University. New York. V0l (59): 181-183
Rawson, H.M; Dunstone, R.L; Long M.J and Begg, J.E. 2003. Canopy Development
Ligt Interception and Seed Production in Sun Flower as Influenced by
Temperature and Radiation. Division of Plant Industry. Canberra.
Salisbury and Ross, C.W. 1985. Plnat Physiology. Third Edition.
Publishing Company. Belmont. California.
Wadwoorth
Tivy J. 1993. Bio Geography. A Study of Plant in Ecosphere. Third Edition. Jhon
Willey and Sons. New York..
Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tanaman. PT. Melton Putra. jakarta
Download