PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR

advertisement
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
PADA PELAJARAN IPS SEJARAH DENGAN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA SISWA MTs NAHDLATUL ULAMA MALANG
Indriana Fristanti
Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan model pembelajaran
berbasis masalah, dan mengetahui kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas VII A
setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan teknik wawancara, observasi. Metode analisis data pada
penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan membandingkan keberhasilan
berpikir kritis siswa sebelum tindakan dengan keberhasilan berpikir kritis siswa setelah
tindakan. Hasil penelitian setelah penerapan model Problem Based Learning (PBL),
ternyata model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil kemampuan
berpikir kritis siswa. Hal ini terbukti dengan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada
tiap siklus mengalami peningkatan. Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis
pada siklus I dan siklus II diketahui nilai prosentase pada siklus I pertemuan I
kemampuan berpikir kritis cukup baik 2,33% (1 siswa) dan kurang baik 97,67 (42
siswa), pada siklus I pertemuan II kemampuan berpikir kritis cukup baik 58,14% (25
siswa), dan kurang baik 41,86% (18 siswa) dan pada siklus II nilai kemampuan berpikir
kritis siswa baik sekali 4,65% (2 siswa), baik 79,06% (34 siswa), dan cukup 16,21% (7
siswa). Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa model Problem
Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
mengikuti pelajaran IPS.
Kata kunci: berpikir kritis, IPS sejarah, pembelajaran berbasis masalah
Seiring dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat maka pendidikan dituntut untuk maju. Peningkatan mutu
pendidikan nasional salah satunya melalui metode belajar mengajar yang
diterapkan di sekolah dapat menumbuhkan sikap serta perilaku yang inovatif dan
kreatif kepada diri siswa. Pendidikan nasional perlu dilaksanakan secara teratur,
terpadu, dan serasi sesuai dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.Menurut UU Republik Indonesia No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3 (2003:5) menyatakan
bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Sejauh ini proses pembelajaran di sekolah masih didominasi oleh sebuah
paradigma yang menyatakan bahwa sebuah pengetahuan (knowledge) merupakan
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Di samping itu, situasi kelas sebagian
besar masih berfokus pada guru (teacher) sebagai sumber utama pengetahuan,
serta penggunaan metode ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar
mengajar. Oleh karena itu perlunya peningkatan kualitas pembelajaran dengan
melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan mengembangkan pendekatan,
strategi, model, dan metode pembelajaran yang sudah ada.
Berkaitan dengan hal tersebut memang melalui pendekatan kontekstual
pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna. Pembelajaran yang
menyenangkan memang menjadi langkah awal untuk mencapai hasil belajar yang
berkualitas. Nurhadi, dkk (2004:11). Pendekatan ini dapat dilakukan dengan
menerapkan berbagai macam strategi di dalamnya. Salah satunya dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
Pemilihan model PBL didasarkan atas karakteristik dari model
pembelajaran ini sendiri yang menitikberatkan pada peran sentral siswa dalam
melakukan kegiatan belajar. Selain itu melalui proses pemecahan masalah dalam
pembelajaran, siswa dapat menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
berbagai pengalaman belajar melalui proses mentalnya sendiri, sehingga membuat
siswa menjadi lebih termotivasi (menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif) dalam
mengikuti pelajaran sejarah. Sebagai contoh siswa mampu menemukan sendiri
konsep cara belajar dan memahami suatu materi pelajaran sesuai dengan kondisi
siswa itu sendiri, dan hal ini hanya bisa diperoleh dari proses belajar yang
melibatkan mereka sendiri.
Berdasar latar belakang dapat diketahui bahwa terdapat cara menciptakan
keadaan belajar yang baru dengan penggunaan metode pembelajaran untuk
meningkatkan motivasi. Salah satunya adalah model Problem Based Learning
(PBL) diharapkan akan membawa pengaruh besar terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa yang kemudian akan berdampak pada prestasi
belajar siswa khususnya dalam pelajaran IPS.
Berpikir kritis dimasukkan ke dalam penelitian karena dianggap mampu
menjadi indikator apakah metode pembelajaran berbasis masalah sudah dapat
dikatakan berhasil dan optimal untuk dilaksanakan. Karena pada dasarnya
pembelajaran berbasis masalah erat kaitannya dengan cara berpikir kritis, apalagi
pembelajaran berbasis masalah menuntut adanya kemampuan interaksi sosial dari
siswa. Pada metode pembelajaran berbasis masalah siswa diajak masuk dalam
situasi diskusi dari permasalahan yang telah disodorkan oleh guru, dan apabila
interaksi siswa pada saat diskusi baik, dalam hal ini yang dimaksud siswa mampu
mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dengan pendapatpendapat maupun sanggahan pada waktu diskusi berarti ini juga menandakan
adanya kemampuan siswa untuk berpikir kritis.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada guru IPS (Ilmu
Pengetahuan Sosial) Sejarah di MTs. Nahdlatul Ulama Pakis Malang, saat ini
cenderung mengajar kurang dapat memilih model pembelajaran yang tepat,
karena guru hanya menggunakan metode ceramah dan tidak pernah menggunakan
metode lain, latihan yang diberikan kepada siswa kurang bermakna yang
mengakibatkan siswa menjadi pasif dan kurang bersemangat untuk mengerjakan
tugas-tugas, dan umpan balik serta koreksi dari guru jarang diterapkan karena
model pembelajarannya masih berpusat pada guru, dan menyebabkan siswa tidak
mampu berpkir kritis karena sama sekali tidak ada umpan balik dari guru.
Selain itu, Guru kurang maksimal menerapkan model pembelajaran yang
tepat dengan waktu dan sarana yang terbatas. Materi disampaikan dengan
ceramah, kemudian siswa diberi tugas untuk mengerjakan lembar kegiatan siswa
(LKS). Berdasarkan masalah dan gambaran umum yang telah dipaparkan di atas,
peneliti memandang perlu untuk meneliti tentang Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis pada Mata Pelajaran IPS Sejarah dengan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah pada Siswa Kelas VIIA MTs. Nahdlatul Ulama Pakis Malang,
karena materi ini dirasa rumit untuk itu siswa baru sehingga perlu pemahaman
tentang awal peradaban di Indonesia.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif dianggap sangat tepat digunakan dalam penelitian
ini untuk mendapatkan gambaran secara jelas dan nyata tentang peristiwa yang
tampak selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik penelitian tindakan kelas (PTK).
Proses penelitiannya direncanakan terdiri dari dua siklus. Siklus pertama
terdiri dari dua kali tatap muka dan siklus kedua terdiri dari satu tatap muka,
masing-masing kegiatan tatap muka adalah dua jam pelajaran. Dalam penelitian
ini peneliti berperan sebagai pengajar yang berkolaborasi dengan melibatkan guru
mata pelajaran untuk bersama-sama melakukan penelitian. Dalam penelitian ini
tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan, dan refleksi (Aqib, 2006: 30).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII
Ulama Pakis
MTs Nahdlatul
Malang. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan
(purposive sample), yakni penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2008:85) yaitu dengan mengambil pertimbangan bahwa kelas VII A
memiliki permasalahan dengan kemampuan berpikir kritis. Pengambilan sampel
penelitian didasarkan dari hasil observasi awal yang dilakukan di kelas VII
AMTs. Nahdlatul Ulama Pakis Malang di mana proses belajar siswa kelas VII A
belum optimal, ditandai dengan banyak siswa yang pasif dalam proses
pembelajaran.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah metode dokumentasi, metode wawancara, metode observasi.
Metode analisis data pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif.
Untuk mengetahui tingkat berpikir kritis siswa berpedoman pada lembar
observasi indikator penilaian kemampuan berpikir kritis yang dihitung
menggunakan rumus
ி
P = X 100%
ே
(Arikunto, 2002:246)
Keterangan:
P = Persentase tingkat kemampuan berpikir kritis
F = Jumlah nilai kemampuan berpikir kritis siswa
N = Jumlah total nilai tingkat kemampuan berpikir kritis siswa
Nilai yang diperoleh dari perhitungan di atas kemudian disesuaikan dengan
klasifikasi taraf ketercapai pada tabel berikut ini.
Tabel Kriteria Prosentase Kemampuan Berpikir Kritis
No Persentase (%)
Klasifikasi
1.
92-100
Baik sekali
2.
75-91
Baik
3.
50-74
Cukup baik
4.
25-49
Kurang baik
5.
0-24
Tidak baik
Sumber: Arikunto (2002)
Data penerapan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
dianalisa secara deskriptif. Pengukuran ini berpedoman pada daftar cek (√) pada
setiap aspek yang muncul selama proses pembelajaran yang berpedoman pada
lembar observasi yang telah dibuat. Setelah itu hasil pengamatan siklus I
dibandingkan dengan hasil pengamatan pada siklus II, sehingga dapat diketahui
apakah terjadi peningkatan antara siklus I dan siklus II.
Data respon terhadap pembelajaran berbasis masalah dianalisis secara
deskriptif , berdasarkan lembar pengamatan yang telah dijawab dan dikumpulkan
oleh siswa kemudian diolah untuk mengambil keputusan rumusnya adalah sebagai
berikut:
ி
P = X 100%
ே
(Arikunto, 2002:246)
Keterangan:
P = Persentase yang menjawab option
F = Banyaknya responden yang menjawab option
N = Jumlah responden
Tabel Kriteria Data Respon
No Prosentase (%)
Kriteria
1
67-100
Akurat
2
34-66
Kurang Akurat
3
0-33
Tidak Akurat
Sumber: Anwar (2006)
Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan
kelas. Dengan melakukan refleksi peneliti akan lebih terbantu dalam menafsirkan
data. Dalam menganalisis data, dilakukan oleh peneliti dan guru agar hasil analisis
data tidak terlalu subjektif. Kemampuan berpikir kritis siswa dianalisis secara
kualitatif berdasarkan taraf keberhasilan tindakan. Penentuan taraf keberhasilan
tindakannya ditentukan dengan melihat dan menganalisis hasil pengamatan
peneliti. Penentuan taraf keberhasilan tindakan dianalisis oleh peneliti dan guru
mata pelajaran. Dalam siklus pertama, apabila hasil dari proses pembelajaran yang
telah direncanakan serta analisis kurang memuaskan, maka peneliti bersama guru
mata pelajaran melanjutkan ke siklus kedua. Siklus pembelajaran dianggap
berhasil apabila analisis data menunjukkan hasil yang memuaskan atau
menunjukkan peningkatan khususnya dalam aspek kemampuan berpikir kritis
siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Siklus I ini berlangsung selama dua pertemuan, yaitu setiap hari Rabu dan
Jumat pada tanggal 27 dan 29 Juli 2011. Hasil observasi pada siklus I ini meliputi
aktivitas guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran. Pelaksanaan pertemuan 1
siklus I dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 Juli 2011 selama dua jam
pelajaran, tepatnya jam ke-5 dan ke-6 atau pukul 10.30 - 12.00 WIB (khusus
untuk hari Jumat satu jam pelajaran selama 40 menit) di ruang kelas VII AMTs
Nahdlatul UlamaPakis Malang. Pada pertemuan 1 ini membahas materi
pengertian dan kurun waktu pra-aksara, jenis-jenis manusia Indonesia yang hidup
pada masa pra-aksara, dan perkembangan kehidupan pada masa pra akasara.
Metode pembelajaran yang digunakan pada pertemuan ini adalah metode
pembelajaran berbasis masalah.
Hasil dari lembar observasi siswa tentang kemampuan berpikir kritis
adalah 2,33% (1 siswa) cukup baik, dan 97,67% (42 siswa) kurang baik, dan dari
hasil ini tentu saja sangat memprihatinkan dan membutuhkan tindak lanjut pada
pertemuan ke-dua siklus I.
Tabel Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I Pertemuan I
Skor
Klasifikasi
Jumlah Siswa
Prosentase
92%-100%
Baik sekali
0 Siswa
0%
75%-91%
Baik
0 Siswa
0%
50%-74%
Cukup baik
1 Siswa
2,33%
25%-49%
Kurang baik
42 Siswa
97,67%
0%-24%
Tidak baik
0 Siswa
0%
Siklus II
Pelaksanaan pertemuan 2 siklus I dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal
29 Juli 2011 selama dua jam pelajaran, tepatnya jam ke-5 dan ke-6 atau pukul
09.55-11.15 WIB (2 x 40 menit) di ruang kelas VII AMTs Nahdlatul UlamaPakis
Malang. Pada pertemuan 2 ini membahas materi jenis-jenis manusia purba dan
perkembangan kehidupan pada masa pra-aksara.
Hasil dari lembar observasi siswa tentang kemampuan berpikir kritis
adalah 58,14% (25 siswa) cukup baik, dan 41,86% (18 siswa) kurang baik, dan
dari hasil ini tentu saja sangat memprihatinkan dan membutuhkan tindak lanjut
pada pertemuan ke-dua siklus I.
Tabel Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I Pertemuan II
Skor
Klasifikasi
Jumlah Siswa
Prosentase
92%-100%
Baik sekali
0 Siswa
0%
75%-91%
Baik
0 Siswa
0%
50%-74%
Cukup baik
25 Siswa
58,14%
25%-49%
Kurang baik
18 Siswa
41,86%
0%-24%
Tidak baik
0 Siswa
0%
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 3 Agustus 2011
selama dua jam pelajaran, tepatnya jam ke-5 dan ke-6 atau pukul 10.05-11.15
WIB (2 x 35 menit karena dilaksanakan pada saat bulan puasa Ramadhan) di
ruang kelas VII A MTs. Nahdlatul Ulama Pakis Malang. Pada pertemuan ini
membahas materi tentang peninggalan-peninggalan kebudayaan masa pra aksara
dan kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia. Tujuan dari pembelajaran ini
adalah agar siswa mengetahui dan paham asal kebudayaan dan asal bangsa
Indonesia.
Di awal pembelajaran guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memberikan motivasi belajar. Pada pertemuan siklus II ini semua siswa hadir
untuk mengikuti pembelajaran di kelas. Guru membagi kelompok menjadi 7 yang
beranggotakan 6-8 siswa, kemudian guru membagikan artikel tentang peninggalan
dan asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia. Diskusi yang dilakukan tentunya
juga dengan pertanyaan bantuan yang akan membantu siswa dalam terlaksananya
disksusi, yaitu tentang pembagian zaman batu, dan teori-teori para ahli tentang
kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia.
Hasil dari lembar observasi dari Siklus II dapat dilihat pada table berikut:
Tabel Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II
Skor
Klasifikasi
Jumlah Siswa
Prosentase
92%-100%
Baik sekali
2 Siswa
4,65%
75%-91%
Baik
34 Siswa
79,06%
50%-74%
Cukup baik
7 Siswa
16,21%
25%-49%
Kurang baik
0 Siswa
0%
0%-24%
Tidak baik
0 Siswa
0%
Berdasarkan siklus I pertemuan I dapat diketahui bahwa dari 43 siswa
terdapat 12 siswa yang sangat kritis dan 31 siswa kritis. Pada siklus I pertemuan II
dapat diketahui bahwa dari 43 siswa terdapat 14 siswa sangat kritis dan 29 siswa
kritis. Sedang pada siklus II dapat diketahui bahwa dari 43 siswa terdapat 28
siswa sangat kritisdan 15 siswa kritis.
Tabel Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Kategori
Siklus I Pertemuan I
Siklus I Pertemuan II Siklus II
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
(%)
Siswa
(%)
Siswa
(%)
Penilaian
No Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa
Siswa
1
Baik sekali
12
27,90%
14
32,55%
28
65,11%
2
Baik
31
72,09%
29
67,44%
15
34,88%
3
Cukup baik
-
-
-
-
-
-
4
Kurang baik
-
-
-
-
-
-
5
Tidak baik
43
100%
43
100%
43
100%
Jumlah
Untuk hasil observasi aktivitas peneliti (guru) secara keseluruhan selama
pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis
masalah adalah 36 dan 42 poin, yang berarti guru sudah melakukan tugasnya
dengan baik dan peneliti dikatakan dapat mendukung keberhasilan pembelajaran
sejarah.
Tabel Data Aktivitas Guru Selama Pembelajaran
No
1
Jumlah
Tatap muka
Siklus
Siklus
Pertemuan II
3
Siklus II
Kategori
35
Baik
36
Baik
I
Pertemuan I
2
Nilai
I
Amat
42
baik
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
untuk Pokok Bahasan Kehidupan di Masa Pra-Aksara di Indonesia pada
Siswa Kelas VII A MTs. Nahdlatul Ulama Pakis Malang
Pelaksanaan yang dilakukan guru pada setiap siklus yaitu menyiapkan
kondisi fisik siswa dengan mengabsen siswa dan menyiapkan buku pelajaran dan
membentuk kelompok. Pembentukan kelompok yaitu dengan membagi siswa
dalam satu kelas menjadi 7 kelompok. Guru kemudian menyampaikan tujuan
proses dan tujuan afektif serta menginformasikan pembelajaran yang akan
dilakukan. Kemudian guru melakukan apersepsi, yaitu dengan mengingatkan
kembali materi minggu kemarin dan mengkaitkannya dengan materi hari ini
kemudian guru menyajikan masalah yang berkaitan dengan masa pra-aksara di
Indonesia. Guru menyampaikan materi masa pra-aksara di Indonesia, kemudian
guru memberikan contoh permasalahan mengenai asal muasal kebudayaan masa
pra-aksara di Indonesia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembelajaran berbasis
masalah yang dimulai dari mengorientasikan siswa pada masalah. Dalam hal ini
guru menyajikan lembar kerja siswa yang telah dibuat, tiap kelompok
mengerjakan permasalahan dan meminta siswa mempelajari masalah tersebut.
Setelah itu guru mengorganisir siswa untuk belajar. Guru meminta siswa untuk
belajar berkelompok sesuai dengan kelompok masing-masing. Guru juga
menginformasikan dan menjelaskan model pembelajaran yang akan dilakukan
serta menjelaskan pembagian tugas anggotanya dan meminta siswa menyajikan
hasil diskusinya di atas kertas karton yang telah disediakan. Selama proses diskusi
berlangsung guru membantu siswa untuk belajar. Dalam hal ini guru meminta
siswa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan masalah, mendorong siswa
untuk berdiskusi antar teman dalam satu kelompok. Guru juga memantau kerja
masing-masing kelompok dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan
selama diskusi berlangsung.
Setelah diskusi selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan mengembangkan
dan menyajikan hasil pemecahan masalah. Dalam hal ini guru memilih secara
acak kelompok yang ditugasi untuk mempresentasikan hasil diskusinya, guru juga
memberi kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi
kelompok lainnya. Setelah siswa selesai menyajikan hasil diskusinya kegiatan
pembelajaran dilanjutkan dengan menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah, yaitu dengan membantu siswa mengkaji ulang proses hasil
pemecahan masalah dan memberikan penguatan terhadap hasil pemecahan
masalah. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah telah selesai, kemudian guru menutup pelajaran dengan membimbing
siswa untuk merangkum materi pelajaran yang telah dilaksanakan.
Permasalahan yang disajikan oleh guru dalam pembelajaran berbasis
masalah dikehidupan nyata sesuai dengan materi dan tingkat kemampuan
memecahkan masalah dan tingkat berpikir kritis siswa yaitu menganalisis jenisjenis manusia purba, mengidentifikasi hasil kebudayaan pada masa pra aksara
pada siklus I, dan pada siklus II siswa diajak berpikir tentang asal-usul nenek
moyang bangsa Indonesia. Pada siklus I sebagian besar kelompok belum bisa
menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Mereka masih kesulitan dalam merumuskan
masalah dan mencari solusi pemecahan masalah, hal ini dipengaruhi oleh
tanggung jawab masing-masing anggota kelompok. Mereka tidak memiliki
inisiatif untuk membagi tugas dan menyelesaikan tugas sesuai dengan bagiannya,
untuk mengatasi masalah ini guru membimbing siswa untuk memahami artikel
dan membagi tugas dalam kelompok.
Pada siklus II siswa sudah biasa menyelesaikan permasalahan yang
disajikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, siswa sudah mulai mampu
dalam merumuskan masalah dan mulai sadar akan tugas dan tanggung jawab
dalam kelompok. Tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah membantu
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis,
keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melakukan
perdebatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, serta menjadi pelajar
yang otonom dan mandiri (Nurhadi dkk, 2004:58). Bimbingan guru yang
berulang-ulang dapat mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri.
Dengan demikian siswa belajar menyelesaikan tugas-tugasnya secara mandiri.
Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas VII A MTs. Nahdlatul Ulama
Pakis Malang Setelah Diterapkan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning)
Berdasarkan penelitian ini ternyata model pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan hasil kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terbukti
dengan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap siklus mengalami
peningkatan. Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan
siklus II diketahui nilai prosentase pada siklus I pertemuan I kemampuan berpikir
kritis cukup baik 2,33% (1 siswa) dan kurang baik 97,67 (42 siswa), pada siklus I
pertemuan II kemampuan berpikir kritis cukup baik 58,14% (25 siswa), dan
kurang baik 41,86% (18 siswa) dan pada siklus II nilai kemampuan berpikir kritis
siswa baik sekali 4,65% (2 siswa), baik 79,06% (34 siswa), dan cukup 16,21% (7
siswa). Peningkatan ini disebabkan karena sebelum masuk ke siklus II siswa
sudah memiliki pengalaman dan kemampuan awal yang diperoleh dari siklus I,
yaitu dapat merumuskan masalah dan dapat memberikan alternatif dan solusi
dengan tepat. Sehingga dengan perbandingan tersebut diketahui bahwa nilai
kemampuan berpikir kritis siswa siklus I pertemuan I dan II, serta siklus II
mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh kreatifitas siswa itu sendiri
dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Pada saat pembelajaran pertama diketahui bahwa kemampuan berpikir
kritis cukup baik 2,33% (1 siswa) dan kurang baik 97,67 (42 siswa), pada
pembelajaran tersebut guru belum memberdayakan pertanyaan provokatif untuk
memancing kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa. Misalnya, apa saja
permasalahan yang ditemukan dalam artikel tersebut, apa penyebabnya dan
bagaimana alternatifnya dari permasalahan tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh
terbatasnya waktu pembelajaran yang hanya berlangsung 90 menit sehingga
sebagian besar siswa tidak bisa menyelesaikan masalah yang disajikan oleh guru.
Berdasarkan refleksi tindakan pembelajaran bersama guru sejarah MTs. Nahdlatul
Ulama Pakis Malang dan guru sebagai observer dapat meningkatkan prosentase
pencapaian pembelajaran siklus berikutnya. hal ini dikarenakan jawaban siswa
masih terpaku pada wacana masalah yang disajikan, solusi yang disajikan dalam
menanggapi permasalahan yang ada masih sederhana dan jarang siswa yang
menggali informasi dari sumber lain. Kemampuan dalam berpikir kritis oleh
sebagian siswa kelas VII A masih tergolong dalam kemampuan berpikir dasar.
Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan berpikir kritis itu sendiri. Kemampuan
berpikir dasar merupakan gambaran dan proses mental dari yang sederhana
menuju yang kompleks. Dalam hal ini proses dasar berpikir adalah menemukan
hubungan, sebab akibat, mentransformasi, dan memberikan kualifikasi.
Kemampuan
berpikir
kritis
siswa
diukur
meliputi kemampuan
merumuskan masalah, melakukan deduksi berdasarkan artikel, memberikan
argumen, melakukan evaluasi dengan mengajukan alternatif penyelesaian
terhadap masalah yang disajikan. Pada siklus I hasil kemampuan berpikir kritis
siswa siswa belum mencapai indikator yang telah ditetapkan. Sehingga
dilaksanakan siklus I pertemuan II untuk memenuhi indikator yang telah
ditetapkan dalam penelitian. Pada siklus I pertemuan II kemampuan berpikir kritis
siswa siswa sudah memenuhi indikator yang telah ditetapkan. Hal ini berarti
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan tabel dapat ditarik kesimpulan yaitu pada siklus I pertemuan
I hanya 2,33% siswa yaitu 1 siswa di kelas VII A yang memiliki kemampuan
berpikir kritis cukup baik , kemudian 97,67% atau sebanyak 42 siswa memiliki
kemampuan berpikir kritis kurang baik. Pada siklus I pertemuan II hanya 58,14%
siswa yaitu 25 siswa di kelas VII A yang memiliki kemampuan berpikir kritis
cukup baik , kemudian 41,86% atau sebanyak 18 siswa memiliki kemampuan
berpikir kritis kurang baik.
Berdasarkan tabel hasil kemampuam berpikir kritis siklus II dapat ditarik
kesimpulan yaitu hanya 4,65% siswa yaitu 2 siswa di kelas VII A yang memiliki
kemampuan berpikir kritis yang baik sekali, kemudian 79,06% atau sebanyak 34
siswa memiliki kemampuan berpikir kritis baik, 7 siswa atau 16,21% memiliki
kemampuan berpikir kritis cukup baik. Pada awal pembelajaran diketahui bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII A cukup baik, hal ini ditunjukkan oleh
prosentase kemampuan berpikir kritis yang cukup baik sebesar 2,33% atau
sebanyak 1 siswa. Siswa jarang menggali informasi lain dan ketrampilan ini
dikategorikan dalam ketrampilan berpikir dasar. Pembelajaran yang dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tidak bisa dilakukan dalam waktu yang
singkat. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Lawson (1993) yang menyatakan
bahwa pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa secara optimal tidak bisa dalam waktu yang singkat. Liliasari (2002)
mengemukakan bahwa ketrampilan berpikir selalu berkembang dan dapat
dipelajari, ketrampilan berpikir selalu dan dapat dipelajari, ketrampilan berpikir
dibedakan menjadi kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir
kompleks. Ketrampilan berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir
rasional yang mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana
menuju yang kompleks. Adapun aktivitas yang terdapat dalam berpikir rasional
adalah menghafal dan membayangkan, mengelompokkan, menggeneralisasi,
membandingkan, mengevaluasi, menganalisis, mendeduksi, dan menyimpulkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah kelas
VIIA, pembelajaran berbasis masalah mempunyai kelebihan sebagai berikut:
pembelajaran berbasis masalah membuat siswa lebih kritis dan kreatif dalam
menggali materi atas permasalahan yang disajikan guru, pembelajaran berbasis
masalah dapat menimbulkan ide-ide baru karena siswa tidak hanya belajar dari
buku melainkan dari masalah-masalah dunia nyata sekarang ini, pembelajaran
berbasis masalah menjadikan siswa lebih mandiri, bertanggung jawab, dan
disiplin waktu dalam belajar karena siswa dituntut untuk menggali materi dari
permasalahan yang disajikan secara berkelompok, pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan keakraban, kerjasama, dan sosialisasi antar sesama siswa
karena siswa dituntut untuk saling bekerjasama dalam mengerjakan tugas
kelompok.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran yang telah dideskripsikan pada
paparan data dan juga pada pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan tentang
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
pada siswa kelas VII A MTs. Nahdlatul Ulama Pakis Malang berikut ini:
Pelaksanaan yang dilakukan guru pada setiap siklus yaitu menyiapkan
kondisi fisik siswa dengan mengabsen siswa dan menyiapkan buku pelajaran dan
membentuk kelompok. Guru kemudian menyampaikan tujuan proses dan tujuan
afektif serta menginformasikan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru
menyajikan lembar kerja siswa yang telah dibuat, tiap kelompok mengerjakan
permasalahan. Setelah itu guru mengorganisir siswa untuk belajar. Selama proses
diskusi berlangsung guru membantu siswa untuk belajar dengan cara mendorong
siswa untuk berdiskusi antar teman dalam satu kelompok. Setelah siswa selesai
menyajikan
hasil diskusinya
kegiatan
pembelajaran
dilanjutkan dengan
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yaitu dengan
membantu siswa mengkaji ulang proses hasil pemecahan masalah dan
memberikan penguatan terhadap hasil pemecahan masalah. Pada siklus I guru
mulai melaksanakan rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan dengan model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), tahapan awal ini
bertujuan untuk mendapatkan permasalahan atau hambatan untuk bisa dicari
solusinya, dan pada siklus II guru melaksanakan perbaikan pembelajaran untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada pada siklus I. Upaya yang dilakukan
adalah dengan meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran, memotivasi
siswa untuk memecahkan permasalahan, mengaktifkan diskusi dalam kelompok,
membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam menyajikan hasil karya, dan
juga memberi penguatan terhadap hasil pemecahan masalah. Pada siklus II sudah
tidak lagi ditemukan kendala-kendala yang sangat berarti, karena siswa sudah
dapat menyesuaikan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Pada siklus II
siswa sudah aktif dalam pembelajaran. Siswa berdiskusi dengan anggota
kelompoknya, mempresentasikan hasil karya dan menanggapi hasil karya
temannya.
Berdasarkan penelitian ini ternyata model pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan hasil kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terbukti
dengan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap siklus mengalami
peningkatan. Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan
siklus II diketahui nilai prosentase pada siklus I pertemuan I kemampuan berpikir
kritis cukup baik 2,33% (1 siswa) dan kurang baik 97,67 (42 siswa), pada siklus I
pertemuan II kemampuan berpikir kritis cukup baik 58,14% (25 siswa), dan
kurang baik 41,86% (18 siswa) dan pada siklus II nilai kemampuan berpikir kritis
siswa baik sekali 4,65% (2 siswa), baik 79,06% (34 siswa), dan cukup 16,21% (7
siswa). Peningkatan ini disebabkan karena sebelum masuk ke siklus II siswa
sudah memiliki pengalaman dan kemampuan awal yang diperoleh dari siklus I,
yaitu dapat merumuskan masalah dan dapat memberikan alternatif dan solusi
dengan tepat. Sehingga dengan perbandingan tersebut diketahui bahwa nilai
kemampuan berpikir kritis siswa siklus I pertemuan I dan II, serta siklus II
mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh kreatifitas siswa itu sendiri
dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Kemampuan
berpikir kritis siswa diukur meliputi kemampuan merumuskan masalah,
melakukan deduksi berdasarkan artikel, memberikan argumen, melakukan
evaluasi dengan mengajukan alternatif penyelesaian terhadap masalah yang
disajikan.
Saran
Berdasarkan
penelitian ini, terdapat beberapa saran untuk usaha
peningkatan mutu pembelajaran di kelas, antara lain: guru harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan tentang pendidikan sehingga guru mempunyai
ketrampilan dan kemapuan profesional dalam memilih metode, pelaksanaan
metode yang efektif, serta evaluasi pembelajaran untuk lebih meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa serta kualitas pembelajaran di kelas.
DAFTAR RUJUKAN
Admin. 18 juli 2010.education center. Sistem Pendidikan Nasional: Pergulatan
antara
Idealisme
dan
Realitas,
(online),(http://www.webandall.net/education/education-center-sistempendidikan-nasional-pergulatan-antara-idealisme-dan-realitas/,
diakses
tanggal 5 Agustus 2010)
Ali, M. 1993. Srategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Antonia, A. N. 2005. Perbedaan Prestasi Belajar Matematika antara Siswa yang
Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Model TGT dan Pembelajaran
Ekspositori Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas II
SMP Negeri 3 Krian. Skripsi tidak diterbitkan. Malang :fakultas MIPA
Universitas Negeri Malang.
Anwar. 2006. Penggunaan Peta Konsep Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Untuk Meningkatkan Proses Hasil Belajar dan Respon pada
Konsep Ekosistem siswa Kelas X SMAN 8 Malang. Tesis tidak
diterbitkan.Malang: Universitas Negeri Malang.
Aqib, Z. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama Widya.
Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ayade, P. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X-4 SMA
Negeri 7 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA
Universitas Negeri Malang.
Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.. 1980. Problem-based Learning: an Approach to
Medical Education. New York: Springer Publishing.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta.
Bourdillon , H.1999 . Teaching History . London : Routledge .
Dahar, R. W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta:
Erlangga
Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Diknas. 2003. Penelitian Berbasis Kelas. Semarang: Dinas Pendidikan Kota
Semarang.
Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud dan
Reka Cipta.
Djamarah, B. & Zain, A. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dzaki, F. 2009. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), (Online),
(http://www.google.com/ pembelajaran kooperatif , diakses pada 21 Juli
2009, 21.15 pm).
Hamalik, O. 2004a. Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
---------------. 2004b. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
----------------. 2006c. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Handayani, S. 2007. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning) dan Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas
Belajar, Hasil Belajar, dan Respon Siswa pada Mata Pelajaran
Ekonomi di SMA Negeri 2 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Hasan, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif Tinjauan Teoritis dan Praktis.
Malang: Lembaga Penelitian UNISMA kerjasama dengan VISIPRESS.
Ibrahim, M. & Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:
UNESA.
Isjoni . 2007. Pembelajaran Sejarah . Bandung : Alfabeta.
Kehadiran-peneliti-dalam-penelitian,
(Online),
(http://kabar-
pendidikan.blogspot.com), diakses tanggal 22 September 2011.
Kurnia, A. 2007. IPS 1 Terpadu SMP/MTS Kelas VII. Jakarta: Yudhistira.
Kusnandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press.
Kustiandi, J. 2007. Penerapan Model Pemaduan Problem Based Learning dan
Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk
Meningkatkan Ketuntasan Belajar Ekonomi Siswa Kelas X SMA Negeri
5 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Malang.
Marpaung,. 2005. Penggunaan Kegiatan Berbasis Masalah (Lkpbm) Sebagai
Assesment Alternatif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Laboratorium
Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang :Program
Psca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Moleong, J. L. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2002. Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslikhatin, U. 2002.
Pengaruh Bentuk Lembar Kerja Siswa pada Pokok
Bahasan Struktur Hewan dan Struktur Tumbuhan terhadap Hasil Belajar
Biologi Sswa Kelas II Cawu I SMU Negeri 1 Kandangan Kabupaten
Kediri Tahun Ajaran 2001/2002. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang.
Nasution, S. 1982. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung : Jemmars.
NN.
30
Mei
2009.
Evaluasi
Pendidikan
pada
Anak,
(online),
(http://sindemeysin.blogspot.com/2009/05/evaluasi-pendidikan-padaanak.html, diakses tanggal 6 Agustus 2010)
Nurhadi dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi, Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta.
Priatiningsih, T. 2004. Pengembangan Instrumen Penilaian Biologi. Semarang :
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Proposal-Penelitian-Kualitatif-Skripsi
(Online),
(http://www.infoskripsi.com),
diakses 22 September 2011.
Santoso. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Santoso, P. 2007. Pengaruh Motivasi oleh Orang Tua dan Kecerdasan Emosional
(EQ) terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas I SMK Muhammadiyah 3
Singosari Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Malang.
Sayono, J. 2005. Buku Petunjuk Teknis Praktek Pengalaman Lapangan Bidang
Studi Pendidikan Sejarah. Malang: Universitas Negeri Malang, UPT
Program Pengalaman Lapangan.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soejono. 1975. Zaman Prasejarah di Indonesia. Dalam
Sejarah Nasional
Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka- Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Surakhmad, W. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito
Sudjana, N. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar
Baru Alegensindo.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutisna, O. 1989. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek
Professional. Bandung: Angkasa.
Syah. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
UGM.
2004.
Student-centered
learning
berbasis
ICT.
(online)
(http://
papirus,Te.ugm.ac.id/files/doesJTE Cocc.pdf.diakses 10 Agustus 2010).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Wahyuni, S. 2003. Efektivitas Pembelajaran Fisika dengan Metode Demonstrasi
dan kegiatan Laboratorium terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa
Secara Kelompok Pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 2 Malang. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang : Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang.
Winkel S.J. 1996. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta; PT.
Gramedia.sza
Download