Urgenitas Kemampuan Linguistik Generasi Muda dalam

advertisement
URGENSI KEMAMPUAN LINGUISTIK GENERASI MUDA
(Kesiapan Generasi Muda Berkarakter dalam Menghadapi Mea)
Oleh : Ade Putri Royani
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) atau AEC (ASEAN Economic
Community) merupakan realisasi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun
2020 yang diwujudkan dengan adanya sistem perdagangan bebas antar negara-negara
ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati
perjanjian MEA pada KTT ASEAN di Bali. Negara-negara ASEAN akan diubah
menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan
ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosialekonomi. Selain itu, MEA akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi
tunggal yang berorientasi untuk menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif
dalam persaingan ekonomi asing. Berbagai rencana tersebut diwujudkan melalui
mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan ekononomi yang
inisiatif, mempercepat integrasi regional di sektor-sektor yang menjadi prioritas utama,
memfasilitasi pergerakan bisnis, memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN, serta
peningkatan tenaga kerja yang terampil dan berbakat.
Perdebatan tentang seberapa siap Indonesia menghadapi MEA telah banyak
dilakukan oleh masyarakat. Belakangan ini, banyak media seakan berlomba menjadikan
MEA sebagai tema utama serta menghadirkan berbagai informasi di dalamnya. Bahkan
berbagai ahli dan pengamat diundang untuk memberikan analisis seberapa siap
Indonesia menghadapi era keterbukaan aliran produk, tenaga kerja, dan modal. Namun
seberapa pun banyak masyarakat membahas mengenai realita yang terjadi, siap atau
tidak siap era MEA akan datang, sehingga kesiapan sebenarnya bukan menjadi
perdebatan utama. Saat era MEA telah datang dan resmi dimulai, wilayah ASEAN
seakan menjadi satu kolam ekonomi besar. Ikan-ikan bebas menjelajahi sudut manapun
dari kolam yang paling banyak menyimpan cadangan makanan dan udara bersih.
Keadaan demikian tentu sangat mencemaskan, seiring dengan peluang yang terbuka
lebar muncul pula tantangan yang sama besarnya.
Ade Putri Royani
Sosiologi dan Antropologi 2013
Berkaitan dengan semakin dekatnya tahun 2015 yang menandakan era MEA akan
resmi dimulai, masyarakat khususnya generasi muda Indonesia harus segera berbenah.
Generasi muda sebagai penerus dan tonggak kemajuan bangsa ini harus mampu
mengubah dan memperbaiki keadaan. Menyiapkan diri dengan berbagai bekal
kemampuan dan keterampilan yang dapat menunjang kualitas SDM (Sumber Daya
Manusia) dalam proses persaingan, menyusun rencana untuk menggapai peluang yang
ada, serta memprediksi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dengan kehadiran
MEA di Indonesia.
Levi-Strauss rnengambil model analisis linguistik sturktural yang dikembangkan
oleh Ferdinad de Saussure. Saussure berpendapat bahwa bahasa memiliki dua aspek
yaitu langue dan parole. Bahasa sebagai kondisi kebudayaan dalam arti diakronis,
artinya bahasa mendahului kebudayaan karena melalui bahasa manusia rnengetahui
budaya di dalam suatu masyarakat. Bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan karena
material yang digunakan untuk membangun bahasa pada dasarnya adalah material yang
sama jenisnya dengan material yang membentuk kebudayaan itu sendiri. (Ahimsa-putra,
2001: 25)
Berlandaskan pada pernyataan Levi-Strauss mengenai model analisis linguistik
struktural dan pandangannya terhadap bahasa, jelas terlihat bahasa menjadi aspek yang
sangat urgen dalam kehidupan. Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan
manusia. Setiap manusia berusaha untuk memperoleh, mempelajari dan menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi, sekaligus sebagai simbol sosial kemanusiaan. Dengan
menggunakan bahasa seseorang dapat membuat pernyataan, menyampaikan fakta dan
pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan sesuatu, dan menjaga integrasi sosial antar
masyarakat yang memiliki kebudayaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
menggunakan bahasa, seseorang dapat mengekspresikan ide-ide, gagasan, perasaan,
informasi yang dimiliki melalui komunikasi.
Kemampuan linguistik dan kebahasaan asing menjadi kemampuan yang sangat
urgen bagi generasi muda Indonesia saat ini. Bahasa asing merupakan salah satu modal
utama yang harus disiapkan generasi muda, selain berbagai kesiapan lainnya dalam
menghadapi era MEA. Bahasa menjadi kemampuan yang digunakan untuk dapat
Ade Putri Royani
Sosiologi dan Antropologi 2013
menembus pasar persaingan internasional, karena bahasa dapat berfungsi sebagai media
dalam melakukan kerjasama dan kesepakatan ekonomi.
Pernyataan mengenai urgensi kemampuan linguistik generasi muda dalam
menghadapi era MEA juga didukung oleh Dr. Murphin Joshua Sembiring, Rektor
Universitas Widya Kartika Surabaya, yang mengatakan skill yang harus dimiliki calon
tenaga kerja Indonesia adalah kemampuan untuk berbahasa asing, khususnya bahasa
Inggris dan Mandarin.
Selain bahasa Inggris, bahasa Mandarin kini juga menjadi salah satu bahasa
internasional kedua, sehingga diharapkan mampu dikuasai oleh SDM Indonesia.
Pesatnya perekonomian Cina, serta tingginya angka pengusaha Cina yang menguasai
sektor-sektor perdagangan di berbagai negara, menjadi salah satu faktor pentingnya
menguasai bahasa Mandarin.
Kemampuan linguistik dan kebahasaan generasi muda Indonesia harus semakin
ditingkatkan, seiring dengan data dunia yang menunjukkan kemampuan berbahasa asing
masyarakat Indonesia tergolong rendah. Menurut data World Bank, skill berbahasa asing
tenaga kerja Indonesia sangat lemah, hanya sekitar 44% tenaga kerja yang memiliki
kemampuan berbahasa, terutama bahasa Inggris. Jika keadaan demikian terus dibiarkan,
maka tidak dapat dipungkiri hal tersebut akan menghambat bahkan mempersulit daya
saing masyarakat Indonesia di era MEA. Terlebih Indonesia akan tetap berada pada
penempatan posisi dan level kesejahteraan tenaga kerja Indonesia yang dinilai oleh
negara-negara ASEAN lainnya rendah, tidak terampil, dan tidak memiliki kemampuan
yang memadai.
Keberadaan MEA di Indonesia bagai permainan dadu di meja judi. Jika pemain
dapat memanfaatkan peluang dan memprediksi dadu secara tepat, maka pemain akan
memperoleh keuntungan. Namun sebaliknya jika tidak dapat mengikuti permainan
dengan baik, maka pemain akan mengambil kerugian di dalamnya. Pernyataan tersebut
nampaknya
menjadi
analogi
tepat
bagi
masyarakat
Indonesia
menyambut
diresmikannya MEA di tahun 2015 mendatang. Sama halnya dengan era MEA, jika
masyarakat Indonesia mampu memanfaatkan peluang dalam persaingan serta
memprediksikan secara tepat, maka Indonesia akan mendapatkan keuntungan besar.
Namun, jika masyarakat tidak dapat berpacu dengan persaingan yang ada serta tidak
Ade Putri Royani
Sosiologi dan Antropologi 2013
mampu memanfaatkan peluang dan memprediksikan secara tepat, maka Indonesia akan
kalah bahkan gugur dalam persaingan di era MEA.
Ade Putri Royani
Sosiologi dan Antropologi 2013
Download