BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Narsistik pada Pelaku Selfie

advertisement
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ciri-ciri Narsistik pada Pelaku Selfie
1.
Pengertian Narsistik
Kartono (2002) mengartikan istilah narsistik sebagai cinta ekstrim, paham
yang mengharapkan diri sendiri sangat superior dan amal penting, ada extreme
self importancy menganggap diri sendiri sebagai yang paling pandai, paling hebat,
paling berkuasa, paling bagus dan segalanya. Individu yang bersangkutan tidak
perlu memikirkan orang lain dan sangat egoistis. Bagi dirinya yang paling penting
adalah diri sendiri dan ia tidak peduli pada dunia luar.
Narsistik adalah pola kepribadian yang didominasi oleh perasaan dirinya
hebat, senang dipuji dan dikagumi serta tidak ada rasa empati. Kepribadian
narsistik memiliki perasaan yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang sangat
penting serta merupakan individu yang unik. Mereka sangat sulit sekali menerima
kritik dari orang lain, sering ambisius dan mencari ketenaran. Memiliki
pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka; mereka
terfokus dengan berbagai fantasi keberhasilan besar (Ardani, 2011).
Ciri-ciri narsistik merupakan suatu gambaran individu yang cenderung
suka meminta pengaguman, pujian dan pemujaan diri tentang kebutuhan akan
keunikan, kelebihan, kesuksesan, kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan
16
orang lain, serta meminta perhatian yang lebih dari orang lain sebagai bentuk
penilaian atas dirinya (Adi, 2008).
Davison, Neale dan Kring (2006) memberikan pandangan bahwa orang–
orang dengan ciri-ciri narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai
keunikan dan kemampuan mereka dan terfokus dengan berbagai fantasi
keberhasilan besar. Mereka menghendaki perhatian dan pemujaan berlebihan yang
hampir tanpa henti dan yakin bahwa mereka hanya dapat dimengerti oleh orang –
orang yang istimewa atau memiliki status tinggi. Hubungan interpersonal mereka
terhambat karena kurangnya empati, perasaan iri dan arogansi, memanfaatkan
orang lain serta perasaan bahwa mereka hendak mendapatkan sesuatu. Sangat
sensitif terhadap kritik dan takut terhadap kegagalan terkadang mereka mencari
orang yang dapat diidealkan karena mereka merasa kecewa terhadap diri sendiri.
Hubungan pribadi orang yang cenderung narsistik hanya sedikit dan dangkal. Bila
orang lain tidak memenuhi harapan mereka yang tidak realistis maka mereka akan
menjadi marah dan menyingkirkan orang tersebut.
Ciri-ciri narsistik menurut psikoanalisa ditandai dengan kecintaan individu
pada karakteristik dirinya sendiri atau tubuhnya sendiri, sehingga individu merasa
dirinya adalah seorang yang sangat penting dan individu merasa tidak peduli
dengan dunia di luar dirinya (Kartono, 2002).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri narsistik merupakan
suatu keinginan atau dorongan dari dalam diri individu untuk menjadi pusat
perhatian yang ditandai dengan gejala memandang diri sendiri secara berlebihan
dimana individu cenderung merasa dirinya spesial dan unik untuk ditunjukkan
17
kepada khalayak umum dengan mengharapkan atau meminta pengaguman, pujian
dan pemujaan diri dari orang lain, tidak dapat menerima kritik, memanipulasi
orang lain dan kurang empati. Dalam penelitian ini kecenderungan narsistik yang
akan diteliti adalah pelaku selfie.
Seperti yang diutarakan Saputra (dalam Kompasina, 2014) bahwa begitu
banyak orang yang tak mau ketinggalan untuk melakukan selfie, dan kini seolah
menjadi "rutinitas" bagi sebagian orang tanpa mengenal batasan usia, status,
pekerjaan dan lainnya. Selfie adalah memotret diri sendiri atau lebih yang diambil
melalui kamera handphone dan kemudian diunggah ke media sosial (Syahbana,
2014). Kegiatan selfie (self portrait) berhubungan atau berkaitan erat dengan self
image, yaitu citra yang dipersepsikan seseorang atas dirinya sendiri. Para pelaku
selfie (self portrait) akan berlomba-lomba untuk menampilkan sisi terbaiknya
kepada orang lain melalui penampilannya dalam foto selfie (self portrait) yang
diunggah ke media sosial agar dapat dinilai baik oleh orang lain. Menurut
Bawantara (2014) yang pendapatnya merujuk pada beberapa pengamat sosial,
mengatakan bahwa aktivitas selfie merupakan satu cara untuk mendapatkan
perhatian dari sebanyak mungkin orang. Menurutnya ini adalah cara tercepat dan
termudah bagi seseorang untuk mendapat pujian guna meningkatkan kebanggaan
dirinya. Juga merupakan cara tergampang untuk memamerkan prestasi diri pada
dunia
Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
narsistik pada pelaku selfie adalah suatu keinginan atau dorongan dari dalam diri
individu untuk menjadi pusat perhatian yang mengarah pada gejala-gejala
18
memusatkan perhatian pada diri sendiri, cenderung merasa dirinya spesial dan
unik untuk ditunjukkan kepada khalayak umum, suka meminta pengaguman,
pujian dan pemujaan diri tentang kebutuhan akan keunikan, kelebihan,
kesuksesan, kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, tidak ingin
dikritik orang lain, ingin selalu dihargai dan kurang berempati terhadap orang
disekitarnya.
2.
Ciri – ciri Narsistik
Maria (2001) menjelaskan bahwa orang narsisitik memiliki tiga ciri utama
yang disarikan dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV-R
(American Psychiatric Assosiation, 2000), yaitu:
a. Seseorang dengan kecenderungan narsistik sangat sensitif terhadap kritik
atau kegagalan walaupun mereka tidak memperlihatkannya. Mereka sangat
sensitif terhadap kritik dan kegagalan karena sebenarnya mereka memiliki
harga diri yang rapuh.
b. Kebutuhan yang besar untuk dikagumi. Mereka secara konstan akan berusaha
mencari perhatian dan rasa kagum dari orang lain serta lebih mementingkan
tampilan dibandingkan substansi dari suatu hal.
c. Kurangnya kemampuan mereka untuk berempati atau mengenali dan
menegerti perasaan orang lain. Hubungan mereka dengan orang lain yang
sangat sedikit dan dangkal terjadi karena mereka tidak dapat menjalin
hubungan timbal balik yang seimbang dengan orang lain. Mereka butuh kasih
19
sayang atau simpati besar dari orang lain tetapi mereka sendiri cenderung
tidak menunjukkan empati.
Campbell (2000) berpendapat bahwa seseorang dengan narsistik
mempunyai ciri-ciri diantaranya yaitu:
a. Mempunyai konsep diri yang selalu positif tentang dirirnya, artinya ia
berpikir bahwa dirinya baik dalam hampir segala hal dengan memusatkan
perhatian pada diri sendiri.
b. Egosentrisme, artinya memikirkan dirinya sendiri tanpa mau mendengarkan
pandangan orang lain. Ia menganggap dirinya adalah sosok yang penting.
c. Merasa dirinya special atau unik, artinya merasa diri paling hebat namun
seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki.
d. Mempunyai hubungan interpersonal yang kurang baik. karena kurangnya
empati, perasaan iri dan arogansi, memanfaatkan orang lain serta perasaan
bahwa mereka hendak mendapatkan sesuatu.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders–Fourth Edition, 2000) individu dapat dianggap mengalami gangguan
kepribadian narsistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9
(sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut :
a. Grandiose view of one’s importance, arrogance artinya merasa diri paling
hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang
dimiliki dan ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar
(prestasi) dan harta benda.
20
b. Preoccupation with one’s success, beauty, brilliance artinya dipenuhi dengan
fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta
sejati.
c. Extreme need of admiration artinya memiliki kebutuhan yang eksesif untuk
dikagumi.
d. Strong sense of entitlement artinya merasa layak untuk diperlakukan secara
istimewa.
e. Lacks of empathy artinya kurang empati.
f. Tendency to exploit others artinya mengeksploitasi hubungan interpersonal.
g.
Envy of others artinya seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau
menganggap bahwa orang lain iri kepadanya.
h. Shows arrogant, haughty behavior or attitudes artinya angkuh, memandang
rendah orang lain.
i. Believe that she or he is special and unique artinya percaya bahwa dirinya
adalah spesial dan unik.
Berdasarkan ciri-ciri kecenderungan narsistik di atas dapat disimpulkan,
bahwa orang dengan narsistik memiliki ciri-ciri yaitu, sensitif terhadap kritik atau
kegagalan, kebutuhan yang besar untuk dikagumi, dan kurangnya kemampuan
mereka untuk berempati atau mengenali dan mengerti perasaan orang lain.
Selanjutnya dari ketiga teori tersebut ciri–ciri narsistik yang digunakan penulis
berdasarkan pada ciri-ciri narsistik dari Maria (2001). Pada setiap aspek tersebut
telah dikemukakan secara lebih spesifik dalam hal pengertian tiap bentuknya dan
hal ini sangat sesuai dengan kriteria atau keadaan subjek sehingga lebih
21
memudahkan peneliti dalam membuat aitem dalam skala. Ketiga ciri-ciri tersebut
yang nantinya peneliti gunakan menjadi acuan dalam penyusunan alat ukur untuk
membuat skala guna mengungkap tingkat kecenderungan narsistik.
3.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Ciri-ciri Narsistik
Sedikides (2004) memberikan hasil risetnya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi ciri-ciri narsistik yaitu:
a. Self- esteem (harga diri) : bahwa harga dirinya tidak stabil dan terlalu
tergantung pada interaksi sosialnya memiliki harga diri yang rapuh, sehingga
sangat rentan terhadap kritik. Seseorang yang memiliki tingkat self-esteem
yang rendah cenderung lebih sering aktif di media sosial.
b. Depresion (depresi) : merupakan suatu pemikiran negative tentang dirinya,
dunia, dan masa depan, adanya rasa bersalah dan kurang percaya dalam
menjalani hidup. Seseorang yang mengalami depresi hal itu terjadi karena
adanya anggapan bahwa dirinya adalah orang yang penting dan terokupasi
dengan keinginan mendapatkan perhatian, jika tidak mampu mewujudkan
harapan-harapannya sendiri maka ia menjadi putus asa dan cenderung
menyalahkan orang lain.
c. Loneliness (kesepian) : yaitu perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan ketidaksesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau
keakraban personal. Hubungan interpersonalnya terhambat karena tidak
mampu menjalin suatu hubungan yang akrab dengan orang lain sehingga
hubungan pribadi mereka hanya sedikit dan dangkal. Bila orang lain sedikit
22
saja kurang memenuhi harapannya yang tidak realistis, mereka akan menjadi
marah dan menyingkirkan orang tersebut. Hal ini membuat mereka tidak
mampu untuk memahami orang lain dan memiliki sedikit empati karena
perasaan iri dan arogansi, membuat tuntutan yang tidak realistik bagi orang lain
untuk mengikuti keinginannya.
d. Subjective Well-being (perasaan subjektif) :
yaitu individu merasa bahwa
dirinya seakan-akan menjadi pribadi yang sempurna sehingga hal ini
membuatnya hidup dalam fantasi keasyikan dengan khayalan
akan
keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau kecantikan yang tidak terbatas.
Menurut Adi (2008) Banyak faktor yang mempengaruhi ciri-ciri narsistik
seperti:
a. Perasaan kesepian : sebuah kondisi perasaan sepi atau sendiri, dimana individu
menemui individu lain tidak sebagai dirinya sendiri, melainkan sebagai
bentukan dari tugas-tugas atau kewajiban dalam masyarakat saja. Dalam
menjalin suatu hubungan seseorang menuntut adanya perhatian dari orang lain,
namun sebaliknya perhatian yang sama tidak ia berikan terhadap orang lain.
Mereka cenderung memberikan sedikit ketertarikan kepada orang lain dan
menaruh sedikit perhatian yang membuatnya tidak mampu merasakan empati
terhadap orang lain. Orang ini bila mendapatkan kritik akan merasa kecewa
dan cenderung menyalahkan orang lain.
b. Kurangnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar : Berdasarkan jenisnya
sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Dalam hal ini digambarkan
23
keadaan dimana seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya tidak dengan
keduanya, melainkan lebih kepada dunianya sendiri. Ketika seseorang hidup
dalam dunianya sendiri dan lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk
kepentingan diri sendiri hal ini akan membuat seseorang tidak peduli dengan
lingkungan sosialnya ia cenderung mementingkan kehidupannya sendiri, ketika
mendapatkan kritikan dari lingkungan sosialnya ia tidak memperdulikannya
karena baginya yang paling benar adalah dirinya sendiri.
c. Faktor keluarga: kurangnya perhatian dari keluarga sehingga membuat
seseorang cenderung berperilaku yang dapat mendekatkan pada kecenderungan
narsisme. Apabila dalam keluarga tidak tercipta hubungan yang erat, tidak
harmonis, tidak saling menghargai satu sama lain dan tidak ada contoh yang
baik yang dibina di dalamnya akan membentuk perilaku yang negatif dalam
perkembangan individu tersebut. Individu akan mencari perhatian lain yang
dianggapnya mampu untuk memenuhi kebutuhan yang tidak ia dapatkan dalam
keluarga namun hal ini dilakukan dengan menonjolkan keunggulankeunggulan yang menurutnya dapat membuat orang lain memberikan perhatian
lebih kepadanya.
Berdasarkan penjelasan di atas faktor yang mempengaruhi ciri-ciri
narsistik menurut Sedikides adalah : harga diri (harga diri yang rapuh), depresi
(kurang percaya dalam menjalani hidup), kesepian
(kurang mempunyai hasrat
untuk berhubungan dengan orang lain) dan kurangnya sosialisasi dengan
lingkungan sekitar. Selanjutnya menurut Adi faktor yang mempengaruhi
kecenderungan narsistik adalah : perasaan kesepian, kurangnya sosialisasi dengan
24
lingkungan sekitar dan faktor keluarga yaitu minimnya perhatian dari keluarga,
kesepian, kurangnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar
Kesepian dipilih sebagai faktor yang mempengaruhi kecenderungan
narsistik dalam penelitian ini. Dalam hal ini peneliti memilih kesepian dengan
melihat keadaan manusia sebagai makhluk sosial haruslah memiliki hubungan
dalam kelompok sosial, menjadi anggota di dalamnya dan juga dapat diterima
dalam lingkungan sosialnya guna memenuhi kebutuhannya. Menurut Maslow
(dalam. Goble 2002) cinta atau kasih sayang adalah salah satu kebutuhan dasar
manusia yang merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan fisiologis dan rasa
aman. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, individu memerlukan suatu
hubungan akrab dengan individu lain yang didalamnya terdapat kesempatan yang
sama besarnya dalam memberi dan menerima cinta. Kegagalan dalam
mewujudkan hal tersebut akan menyebabkan kesepian.
B. Kesepian
1.
Pengertian
Kesepian adalah perasaan emosi yang dirasakan ketika individu
beranggapan bahwa kehidupan sosialnya lebih kecil daripada apa yang mereka
inginkan, atau ketika individu merasa tidak puas dengan kehidupan sosialnya
Peplau & Perlman (dalam Oguz & Cakir, 2014). Kesepian didenifisikan sebagai
perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian
antara jenis hubungan sosial yang diinginkan dan yang dimiliki (Perlman &
Peplau 1981). Kesepian merupakan hidup tanpa melakukan hubungan (Baron,
25
2004), tidak mempunyai keinginan untuk melakukan hubungan interpersonal yang
akrab (Peplau & Perlman (1982). Dalam suatu penelitian menemukan bahwa
kesepian diasosiasikan dengan perasaan depresi, kecemasan, ketidakpuasaan,
tidak bahagia, dan kesedihan (Russel, 1980).
Peplau & Perlman (1982) mengatakan kesepian tidak disebabkan karena
sendiri tetapi dikarenakan tidak memiliki seseorang yang berarti dalam suatu
hubungan. Kesepian nampak sebagai respon dari ketidakhadiran suatu hubungan.
Kesepian juga berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama
dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan sosial yang ada
(Bruno, 2000). Menurut Brehm & Kassin (dalam Dayakisni, 2003). Kesepian
adalah perasaan kurang memiliki hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan
dengan hubungan sosial yang ada. Kesepian menurut Fieldman (1985) adalah
ketidakmampuan untuk mempertahankan tingkatan dari keinginan untuk
berhubungan dengan orang lain. Sementara itu Baron & Byrne (2004)
mengatakan kesepian muncul ketika terjadi kesenjangan antara apa yang
diharpkan dengan kenyataan dalam kehidupan interpersonal individu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesepian adalah salah
satu perasaan tidak menyenangkan atau suatu perasaan kurang memiliki hubungan
sosial yang disebabkan oleh berbagai hal, yaitu karena adanya ketidaksesuaian
antara hubungan sosial yang diharapkan dan ketersediaan hubungan yang dimiliki
yang dicirikan dengan adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang
bermakna dengan orang lain.
26
2.
Aspek-aspek Kesepian
Miller dkk (2009) membedakan dua tipe kesepian berdasarkan hilangnya
ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang yaitu:
a. Kesepian emosional (Emotional loneliness)
Emotional loneliness adalah suatu bentuk kesepian yang diakibatkan oleh
ketidakhadiran hubungan emosional yang intim. Seperti yang biasa diberikan
oleh orangtua kepada anaknya atau yang bisa diberikan tunangan atau teman
akrab kepada seseorang.
Bogaerts,Vanheule & Desmet (dalam Sharaswati, 2009) mengemukakan
bahwa emotinal isolation menunjukkan kurang intimnya dalam berhubungan
dengan teman dekat. Untuk mengatasi kesepian emosional, maka individu
harus merasa dan memiliki orang lain yang dapat mengerti dirinya secara
mendalam (Sharaswati, 2009).
b. Kesepian sosial (Social loneliness)
Sosial loneliness adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika
seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya, tidak
ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya
kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-peran
yang berarti, suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa
diasingkan, bosan dan cemas.
Social loneliness dapat juga disebut social isolation karena adanya
perasaan dikucilkan dengan sengaja oleh lingkungan. Social Loneliness
disebabkan oleh tidak adanya keterlibatan diri dalam jaringan sosial tertentu.
27
Individu akan merasaa tersisihkan tanpa hubungan dengan kelompok tertentu
atau individu-individu lain yang dapat membentuk hubungan personal
(Middlebrook dalam Sharaswati, 2009).
Menurut Bruno (2000) yang menjadi aspek-aspek kesepian, yaitu:
a. Isolasi
Suatu keadaan dimana seseorang merasa terasing dari tujuantujuan dan
nilai-nilai dominan dalam masyarakat kemenangan, agresivitas, manipulasi
merupakan faktor-faktor pemicu munculnya keterasingan.
b. Penolakan
Penolakan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak diterima, diusir
dan dihalau oleh lingkungannya. Seseorang yang kesepian akan merasa
dirinya ditolak dan ditinggalkan walaupun berada ditengah-tengah keramaian.
c. Merasa disalahmengerti
Suatu keadaan dimana seseorang merasa seakan-akan dirinya disalahkan
dan tidak berguna. Seseorang yang selalu merasa disalahmengerti dapat
menimbulkan rasa rendah diri, rasa tidak percaya diri dan merasa tidak
mampu untuk bertindak.
d. Merasa tidak dicintai
Adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mendapatkan kasih sayang,
tidak diperlukan secara lembut dan tidak dihormati, merasa tidak dicintai
akan jauh dari persahabatan dan kerjasama. Suatu perhatian dalam analisis
transaksi adalah suatu unit pengakuan. Unit ini adalah merupakan
penghargaan atau bukti utama dari cinta atau kasih sayang. Setiap orang
28
membutuhkan perhatian supaya dapat berkembang di setiap tahapan
umurnya. Perhatian yang diperoleh secara teratur adalah cara terbaik untuk
mengatasi kesepian. Tanpa adanya perhatian seseorang dapat menjadi
terasing secara emosional.
e. Tidak mempunyai sahabat
Tidak ada seseorang yang berada di sampingnya, tidak ada hubungan,
tidak dapat berbagi. Orang yang paling tidak berharga adalah orang yang
tidak mempunyai sahabat.
f. Malas membuka diri
Suatu keadaan dimana seseorang malas menjalin keakraban, takut terluka,
senantiasa merasa cemas dan takut jangan-jangan orang lain akan
melukainya.
g. Bosan
Suatu perasaan seseorang yang merasa jenuh tidak menyenangkan tidak
menarik, merasa lemah, orang-orang yang pembosan biasanya orang-orang
yang tidak pernah menikmati keadaankeadaan yang ada.
h. Gelisah
Suatu keadaan dimana seseorang merasa resah, tidak nyaman dan tentram
di dalam hati atau merasa selalu khawatir, tidak senang, dan perasaan galau
dilanda kecemasan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kesepian
menurut Miller dkk (2009)
terbagi dalam dua dimensi yaitu: Emotional
Loneliness yaitu suatu bentuk kesepian yang diakibatkan oleh ketidakhadiran
29
hubungan emosional yang intim, dan Social Loneliness yaitu adanya perasaan
dikucilkan dengan sengaja oleh lingkungan yang disebabkan tidak adanya
keterlibatan diri dalam jaringan sosial tertentu. Sedangkan menurut Buno (2000)
dapat dilihat dari delapan karakteristik yakni isolasi, penolakan, merasa disalah
mengareti, merasa tidak dicintai, tidak mempunyai sahabat, malas membuka diri,
bosan dan gelisah.
Karakteristik yang digambarkan oleh Miller, dkk (2009)
tersebut nantinya akan peneliti gunakan sebagai acuan dalam penyusunan alat
ukur guna mengungkap tingkat kesepian karena penjelasan dan contohnya lebih
konkrit sehingga memudahkan penulis dalam menyusun skala kesepian.
C. Hubungan antara Kesepian dengan Ciri-ciri Narsistik pada Pelaku Selfie
Selfie istilah yang mulai populer sejak tahun 2000an ini merujuk pada
sebuah kegiatan mengabadikan momen ke dalam sebuah foto dengan diri sendiri
sebagai objek fotogarafinya. Selfie bahkan dikukuhkan sebagai kata baku sejak
tahun 2013 dalam kamus Oxford dictionary yang diterbitkan di Inggris. Di abad
ke 21 ini teknologi digital memudahkan pelaku selfie untuk dapat langsung
melihat setiap hasil foto yang baru diambil, serta menyimpan dan menghapusnya
dalam waktu sekejap. Media sosial online memfasilitasi para pelaku selfie untuk
dapat mengunggah dan saling berbagi hasil foto selfie kepada jauh lebih banyak
orang di dunia maya (Mahardini, 2014).
Kegiatan selfie berhubungan atau berkaitan erat dengan self image, yaitu
citra yang dipersepsikan seseorang atas dirinya sendiri. Menurut Mahardini (2014)
perilaku selfie mengindikasikan adanya kebutuhan untuk mengevaluasi diri
30
sendiri. Hal ini tampak dari perilaku para pelaku selfie yang senantiasa
memperhatikan dan memberikan penilaian pada penampilan mereka di dalam
setiap foto yang diambil. Dari hasil evaluasi tersebut pelaku selfie akan
memutuskan apakah gambar dirinya disukai atau tidak untuk kemudian dibagikan
ke dalam media sosial. Sebagai proses intraindividu, proses evaluasi diri ini
terjadi karena ada motivasi yang melatar belakanginya (Sadikides, 2003).
Terdapat alasan yang bervariasi ketika seorang pelaku selfie ditanya mengapa
mereka melakukan selfie. Misalnya, untuk mengisi waktu luang, mengusir rasa
bosan, mengabadikan momen khusus, mencoba hal yang sama seperti yang
dilakukan orang lain, dan ingin menampilkan ekspresi wajah dengan kesan
tertentu sebagai sisi terbaiknya untuk ditampilkan kepada khalayak umum
(Mahardini, 2014). Selanjutnya dari penelitian yang dilakukan Tanasa (2015)
Keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang-orang dalam lingkungan
media sosial dengan memamerkan bagian wajah, tubuh, karakter, pakaian atau
dandanan melalui foto selfie menjadi tujuan yang paling utama yang banyak di
inginkan pelaku selfie. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti pada salah seorang yang sangat gemar melakukan selfie bahwa
selfie telah menjadi kebutuhan yang selalu ingin di utamakan karena dengan selfie
orang lain akan memberikan perhatian sesuai dengan yang sangat diharapkannya.
Cara pelaku selfie menarik perhatian orang lain yaitu dengan memamerkan
kelebihan-kelebiahn yang dimilikinya melalui foto selfie yang diunggah di media
sosial, mempunyai kebiasaan melakukan selfie berulangkali yang tidak cukup
hanya sekali untuk mendapatkan hasil foto selfie yang dianggap paling sempurna
31
dan kemudian memposting sebanyak-banyaknya hasil foto selfie dalam waktu
yang berdekatan. Pelaku selfie ingin orang lain memperhatikan dirinya dengan
memberikan tanda suka pada fitur yang tersedia dalam media sosial akan tetapi
mereka tidak ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan orang lain
karena dirinya beranggapan bahwa dirinyalah yang terhebat yang pantas
mendapatkan perlakuan istimewa. Perilaku yang dilakukan pelaku selfie tersebut
telah mengarah pada ciri-ciri narsistik. Menurut Maria (2001) terdapat tiga ciriciri narsistik yaitu: sensitif terhadap kritik atau kegagalan, memiliki kebutuhan
yang besar untuk dikagumi, dan kurangnya kemampuan untuk berempati.
Timbulnya ciri-ciri narsistik pada pelaku selfie salah satunya disebabkan
oleh kondisi kesepian seperti yang dijelaskan Kenberg (dalam Elsa, 1998) tipikal
orang yang memiliki ciri-ciri narsistik adalah orang yang berada dalam kondisi
kesepian dalam kesendirian. Individu menjadi bosan ketika keinginan untuk
kekaguman tidak terpenuhi bahkan muncul cara-cara ekstrim hanya untuk
memenuhi keinginannya yang tidak relistis. Hal ini seperti yang terjadi pada
Seorang remaja laki-laki bernama Danny Bowmen nyaris bunuh diri hanya karena
putus asa tidak berhasil menemukan hasil selfie yang bagus menurutnya. Danny
bahkan sampai harus dikeluarkan dari sekolahnya karena sering bolos.
(https://ardhashbc003.wordpress.com/fenomenaselfieselfportraityangmelahirkansf
atnarsistikdanbullyhinggakejahatandalambentukbaru, diakses pada tanggal 2 mei
2015).
Haditono (1991) menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk yang
beraspek kejiwaan, disamping kebutuhan biologis juga memenuhi kebutuhan
32
psikologis. Salah satunya adalah kebutuhan cinta dan kasih sayang seperti yang
dijelaskan Menurut Maslow (dalam Goble, 2002) cinta atau kasih sayang adalah
salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan kebutuhan dasar setelah
kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut,
individu memerlukan suatu hubungan akrab dengan individu lain yang
didalamnya terdapat kesempatan yang sama besarnya dalam memberi dan
menerima cinta. Kegagalan dalam mewujudkan hal tersebut akan menyebabkan
kesepian. Menurut Chasanah (2003) bahwa semakin terpenuhi kebutuhan
psikologi seseorang terutama kebutuhan cinta dan kasih sayang, rasa aman dan
harga diri maka semakin baik penyesuaian diri pada individu, unsur-unsur dari
kebutuhan tersebut yaitu kasih sayang, ketentraman dan penerimaan dari orang di
sekitarnya.
Kesepian adalah perasaan emosi yang dirasakan ketika individu
beranggapan bahwa kehidupan sosialnya lebih kecil daripada yang diinginkannya,
atau ketika individu merasa tidak puas dengan kehidupan sosialnya Peplau &
Perlman (dalam Oguz & Cakir, 2014). Menurut Miller dkk (2009) kesepian
terbagi dalam dua tipe diantaranya: 1). Emotional Loneliness yaitu suatu bentuk
kesepian yang diakibatkan oleh ketidakhadiran hubungan emosional yang intim.
dan 2). Social Loneliness yaitu adanya perasaan dikucilkan dengan sengaja oleh
lingkungan yang disebabkan tidak adanya keterlibatan diri dalam jaringan sosial
tertentu. Dua tipe kesepian menurut Miller dkk (2009) dipilih sebagi faktor yang
paling berperan dalam kemunculan ciri-ciri narsistik pelaku selfie karena
33
keduanya telah mancakup semua penjelasan dari berbagai ragam aspek-aspek dari
kesepian.
Individu yang sangat sensitif terhadpap kritik
selalu tampil dengan
kesombongan, angkuh, atau megah. Sering meremehkan atau memandang rendah
orang yang dianggap sebagai inferior. Selalu merasa lebih punya hak, sehingga
ketika tidak menerima perlakuan khusus yang menurutnya tidak sesuai dengan
haknya, akan menjadi sangat tidak sabar atau marah bahkan melakukan segala
cara dengan berusaha keras untuk memiliki “yang terbaik” dari segala sesuatu.
Menurut Fausiah & Widury (2005) menyatakan bahwa individu yang sensitif
terhadap kritik selalu menganggap orang lain iri terhadap keberhasilannya dan
menjatuhkan orang lain dengan mengejek dan menghina orang yang dianggap
telah merendahkan keberhasilannya. Pada pelaku selfie yang memiliki sifat
sensitif terhadap kritik ditunjukkan dengan kemarahan melalui komentar dalam
media sosial yang berupa ejekan-ejekan terhadap orang yang tidak memberikan
pujian mengenai foto selfienya dan selalu berusaha memaksimalkan penilaian
orang lain melalui foto selfie yang akan ditampilakan pada akun media sosial
dengan memberikan tambahan make-up dan memakai fashion yang mendukung,
merasa kecewaan karena tidak mendapatkan tanda suka dari teman-teman dalam
lingkungan media sosial lalu kemudian menghapus pertemanannya. Reaksi-reaksi
pelaku selfie tersebut dipengaruhi oleh kondisi kesepian emosional yaitu suatu
bentuk kesepian yang diakibatkan oleh ketidakhadiran hubungan emosional yang
intim. Dalam kondisi tersebut individu hanya mengharapkan seseorang yang lebih
tinggi derajatnya dan hanya menuntut adanya perhatian dari orang lain namun
34
perhatian yang sama tidak diberikan terhadap orang lain sehingga bila
keinginannya tidak dapat terpenuhi cenderung akan menyalahkan orang lain dan
meremehkan.
Berdasarkan penjelasan di atas sejalan dengan penjelasan Bruno (2000)
bahwa individu yang sulit membina hubungan yang akrab dengan orang lain dapat
menjadi individu yang sensitif, mudah marah dan sering merasa kecewa terhadap
orang lain karena tidak mampu menyesuaikan diri secara emosional sehingga
tidak terbentuk sikap untuk saling menerima. Hal ini juga didukung dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Grant (dalam Mazman & Uzluel, 2011)
membuktikan bahwa reaksi individu pecandu selfie sering melakukan perlawanan
dengan cara yang kurang tepat terhadap perkataan atau penilain orang lain melalu
komentar di media sosial disebabkan oleh tidak adanya jalinan pergaulan yang
akrab dengan seseorang di dunia nyatanya sehingga kemampuan untuk menerima
sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain menjadi
sulit.
Individu yang memiliki kebutuhan yang besar untuk dikagumi secara
konstan ingin selalu tampil lebih sesempurna mungkin, yang akhirnya
membuatnya cenderung melakukan semua hal untuk tampil lebih sempurna, mulai
dari menghamburkan uang untuk memborong baju, membeli seperangkat alat
make-up yang menurutnya bisa membuat dirinya cantik secara maksimal. Sejalan
dengan hasil penelitian Istiono (2015) terbukti bahwa kebutuhan untuk dikagumi
membut individu selalu mengharapkan pujian dan lebih mengutamakan tampilan
fisik. Pada pelaku selfie perilaku mengharapkan kekaguman ditunjukkan dengan
35
tampilan foto selfie yang lebih menonjolkan sisi terbaik seperti, wajah dengan
make-up yang memadai, tampilan fashion yang mendukung ditambahkan dengan
caption atau keterangan mengenai foto selfienya dengan pesan-pesan yang
membanggakan diri yang hal ini dilakukan untuk memberitahu khalayak umum
bahwa dirinya cantik dan menarik. Perilaku-perilaku yang muncul pada pelaku
selfie tersebut disebabkan oleh kondisi masa lalu yaitu kesepian sosial yaitu
perasaan dikucilkan dengan sengaja oleh lingkungan yang disebabkan tidak
adanya keterlibatan diri dalam jaringan sosial teretentu. Seperti yang dikatakan
Kartono (2003) bahwa penyebab seseorang yang berprilaku untuk mendapatkan
kekaguman dari orang lain adalah kondisi pribadi. Dalam hal ini kondisi pribadi
bisa berupa kesepian sosial yang dapat memunculkan perilaku-perilaku ingin
mendapatkan kekaguman. Dilanjutkan oleh Solomon (dalam Blossom, 2013)
bahwa individu yang diawal kehidupannya sebagai anak-anak yang kurang
mendapat dukungan dari teman sebaya, tidak tergabung dalam kelompok apapun,
terkucil dan kurang mendapat bantuan dari guru maupun dari orangtua ketika
mendapat kesulitan pada akhirnya akan menimbulkan perilaku semaunya sendiri
yaitu melakukan segala sesuatu dengan cara-cara yang menurutnya dapat
membuat orang lain memperhatikan, memuji dan mengagumi dirinya bahwa
dirinya hebat.
Kurangnya kemampuan untuk berempati ditunjukkan dengan hubungan
sosial yang sedikit dan dangkal, cara memahami situasi dan kemampuan
berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi secara normal, tidak mampu
melihat permasalahan dengan lebih jernih dan cenderung melemparkan kesalahan
36
pada orang lain. Individu tidak mampu membedakan antara apa yang dikatakan
atau dilakukan orang lain sehingga cenderung menimbulkan reaksi dan penilaian
yang keliru (Goleman, 1997). Pelaku selfie yang kemampuan berempatinya
rendah ditunjukkan dengan perilaku kurang peduli terhadap orang lain apabila
sedang bersama teman atau keluarga dirinya sibuk untuk melakukan selfie, hanya
mau berteman dengan orang yang berstatus tinggi atau orang yang memuji
kecantikannya, bersikap sombong dengan membangga-banggakan kelebihankelebihan yang ditampilkan dalam foto selfienya. Perilaku yang ditampilakan
pelaku selfie tersebut didukung oleh kondisi kesepian emosional dimana pelaku
selfie kurang mengalami sejumlah emosi karena tidak mampu menjalin hubungan
emosional yang intim dengan seseorang di dunia nyatanya.
Menurut Murray (dalam Chaplin, 2000) hubungan emosional yaitu suatu
hubungan yang terjalin dalam pertemanan dengan orang lain dan juga
persahabatan, didalamnya akan terbentuk sikap saling menerima yang dapat
menumbuhkan empati seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Mahardini (2014) didapatkan bahwa mayoritas (66,88%) responden pelaku selfie
melakukan selfie karena mereka tidak mengerti posisi dirinya dalam lingkungan
sosialnya akibat dari ketidak mampuan dalam menjalin hubungan emosional
dengan orang terdekat, sehingga mereka cenderung melakukan selfie dengan
menonjolkan sisi positif yang ada dalam dirinya saja untuk mendapatkan
perhatian orang lain selain itu juga mereka cenderung membanding-bandingkan
foto selfienya dengan orang lain untuk melihat apakah penampilannya sudah lebih
baik dari orang lain atau tidak. Hal ini menandakan bahwa para pelaku selfie
37
tersebut adalah orang yang cenderung memanfaatkan orang lain untuk
kepentingan dirinya dan menjadikan orang lain sebagai pembanding atas kualitas
yang dimilikinya yang mana perilaku ini muncul akibat tidak terjalinnya
hubungan dekat dalam kehidupan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesepian dapat
mempengaruhi ciri-ciri narsistik pada pelaku selfie. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Zilborg (dalam Mijuskovic, 2012) menyatakan bahwa orang yang
kesepian biasanya akan menjadi seeorang yang narsistik. Selain itu dalam
penelitian Sadikides dkk (2004) juga menemukan bahwa kesepian memiliki
pengaruh yang positif terhadap kecenderungan narsistik. Orang yang memiliki
ciri-ciri narsistik tinggi menunjukkan komitmen untuk membangun suatu
hubungan sosial yang rendah (Campbell & Foster, 2002). Rendahnya komitmen
dalam membangun hubungan sosial merupakan ciri orang yang kesepian
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan
antara kesepian dengan ciri-ciri narsistik pada pelaku selfie. Semakin tinggi
kesepian maka semakin tinggi kecondongan ciri-ciri narsistik pada pelaku selfie di
media sosial.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kesepian
dengan ciri-ciri narsistik pada pelaku selfie di media sosial. Hal ini berarti
semakin tinggi perasaan kesepian maka akan semakin tinggi ciri-ciri narsistik
38
pada pelaku selfie di media sosial. Sebaliknya bila kesepian tergolong rendah
maka ciri-ciri narsistik pada pelaku selfie di media sosial tergolong rendah.
Download