16 BAB II GERAKAN FEMINISME DALAM PENDIDIKAN A

advertisement
BAB II
GERAKAN FEMINISME DALAM PENDIDIKAN
A. GERAKAN FEMINISME
1. Pengertian Gerakan Feminisme
“Feminisme” asalnya adalah sebuah kata Perancis dan menjadi
luas digunakan di Eropa, Amerika Serikat dan di negeri jajahan mereka
pada abad 19 dan 20. Pada mulanya ia bermaksud menunjukkan adanya
suatu “gerakan kaum perempuan” gerakan ini dimaksudkan untuk
memajukan kedudukan kaum perempuan. kemudian gerakan ini semakin
lama semakin besar sesuai kondisi zamannya bahkan tidak terbatas oleh
ruang dan waktu. Namun sampai saat ini belum ada definisi yang baku
tentang gerakan feminisme tersebut.
Secara konsep analisis “feminisme” berkaitan dengan berbagai
persoalan seperti proses transformasi. Konsep “perempuan” yang selalu
berubah dan goyah itu sendiri, identitas dan kesadaran. Akan tetapi
menurut Leuritis yang dikutip oleh Wieringa dijelaskan bahwa feminisme
mungkin kembali tentang kementerian ideologi dan cara bagaimana
bekerjanya
politik
ditengah
kehidupan
sehari-hari,
feminisme
mendefinisikan sendiri sebagai suatu perihal politik, bukan sekedar
politiks seks saja, tetapi politik pengalaman, kehidupan sehari-hari yang
pada saatnya kemudian memasuki ruang lingkup ekspresi dan praktek
kreatif masyarakat .1
Maka feminisme bukan hanya politik dan etika perubahan, tetapi
juga merupakan proses berwacana (discursive procces) suatu proses yang
melahirkan
arti,
representasi
yang
menumbangkan
gender
dan
menciptakan representasi gender baru, keperempuanan identitas dan diri
kolektif Feminisme mengandung arti banyak yang tidak terbatas pada
gerakan mutakhir
1
Saskia Eleonora Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, (Jakarta:
Kalyana Mitra Garba budaya, 1999), Cet. I, hlm. 75.
16
17
Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, dua orang feminis
Asia Selatan, tidak mudah untuk merumuskan definisi feminisme yang
dapat diterima atau diterapkan pada semua feminis dalam semua waktu
dan di semua tempat. Karena feminisme tidak mengambil dasar
konseptual teoritis dari rumusan teori tunggal maka definisi feminisme
berubah-ubah sesuai dengan perbedaan realitas sosiokultural yang
melatarbelakangi lahirnya paham ini, dan perbedaan tingkat kesadaran,
persepsi serta tindakan yang dilakukan oleh para feminis itu sendiri.2
Dengan demikian konsep dan definisi gerakan feminisme harus
diredefinisi kembali sehingga image dahulu gerakan feminisme adalah
gerakan pembenci laki-laki akan berubah dan agar dapat memberi
pemahaman terhadap faham yang keliru. Oleh karena itu untuk memahami
tentang feminisme harus mempunyai dasar dan landasan yang kuat
sehingga tidak memunculkan berbagai interpretasi.
Untuk menghindari perbedaan persepsi maka penulis mengambil
definisi sebagai berikut: feminisme berasal dari kata “femina” yang berarti
memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang
ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki di masyarakat.3
Feminisme sebagai gerakan lebih menekankan pada definisi sebagai satu
faham yang memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi lakilaki. Selain itu gerakan feminisme berusaha mendobrak ketahanan
masyarakat yang semuanya didasarkan pada peran gender. Sementara itu
konsep
gender
adalah
pembagian
lelaki
dan
perempuan
yang
dikrontruksikan secara sosial maupun kultural.4 Namun ketika dilihat
dalam Islam wanita (perempuan) dan pria adalah sama-sama manusia,
2
Yunahar Ilyas, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-qur’an Klasik dan Kontemporer, (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 40.
3
Fatalaya S. Hubies dalam Dadang S. Anshori dkk. (Eds.), Membincangkan Feminisme
Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita, ( Bandung: Pustaka Hidayah,), 1997, hlm. 19
4
Bainar, Wacana Dalam Keindonesian dan Kemodernan, ( Jakarta: Pustaka Cidesindo,
1998), hlm. 24.
18
keduanya mendapatkan hak yang sama dan setara.5 Namun kesalahan
pemahaman masyarakat dalam pemaknaan konsep gender menghasilkan
satu reduksi bahwa isu gender identik dengan isu perempuan. Hal inilah
yang menjadi cikal bakal munculnya gerakan feminisme (gerakan
perempuan).
2. Sejarah Gerakan Feminisme
Feminisme adalah gerakan perempuan pada awalnya berangkat
dari asumsi bahwa kaum perempuan selama ini ditindas dan dieksploitasi
hak-haknya. Kaum perempuan hanya dipandang sebagai second people,
makhluk lemah dan selalu bergantung pada kekuatan laki-laki dalam
segala bidang. Sehingga hakekat dan subtansi perjuangan feminisme
adalah equal of life (kesetaraan martabat dan kehidupan baik di dalam
maupun
di
luar
rumah).
Perjuangan
kaum
feminis
adalah
mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menjadi adil
(gerakan transformasi sosial).
Salah satu harapan dari gerakan feminisme ini adalah tuntutan
untuk kebebasan dan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki
dalam bidang sosial, ekonomi dan kekuasaan politik. Sebagai akibatnya
banyak perempuan memasuki dunia maskulin dan berkiprah bersama lakilaki. Partisipasi perempuan secara kuantitatif meningkat dengan pesat
sehingga dapat dikatakan sebagai pertanda “kemenangan” kaum
perempuan.6 Walaupun sudah banyak perempuan-perempuan yang
memperoleh kedudukan sejajar dengan laki-laki, namun kaum feminisme
tidak menghentikan langkah dalam berjuang, karena mereka sadar
peradaban modern masih belum memberi banyak kesempatan kedudukan
yang seimbang.
5Murtadha Muthahari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, Terj M. Hasem, Judul asli The Right
of Woman in Islam,( Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001), hlm. 79.
6
Irwan Abdullah (ed.), Sangkan Peran Gender, ( Yogyakarta: PKK UGM, 1997), hlm. 11.
19
Pada tahun 1980 muncul paradigma baru yang memuji
keunggulan kualitas feminim yang memaksimalkan perbedaan alami
antara laki-laki dan perempuan yang secara esensial berbeda.7 Hal ini
dilakukan sebagai upaya penghormatan terhadap perempuan. Pemujian
terhadap kualitas feminis berdasarkan pada perbedaan laki-laki dan
perempuan secara alamiah dimaksudkan untuk memberikan penghormatan
dan penghargaan kepada kaum perempuan. Penghargaan itu diberikan
karena perempuan mempunyai kelebihan. .
Gerakan fenimisme, secara umum merupakan suatu reaksi atas
ketimpangan dan ketidakadilan yang dihasilkan oleh suatu tatanan sosial
yang patriarkhis,secara historis, munculnya gerakan fenimisme di barat
sangat berkaitan dengan lahirnya renaissance di Italia yantg membawa
fajar kebangkitan kesadaran baru di Eropa.8
Bersamaan itu pula
muncullah para humanis yang menghargai manusia, baik laki-laki maupun
perempuan
sebagai
individu
yang
memiliki
kebebasan
dalam
menggunakan akal budinya, dan bebas dari pemasungan intelektual gereja.
Dalam upaya menguak gerakan perempuan maka perlu diketahui
dahulu tentang sejarah perempuan. Jika sejarah adalah memori kolektif
umat manusia dan memberikan pembenaran moral untuk masa kini, maka
ketiadaan perempuan di dalam sejarah” menyesatkannya dengan
membuatnya hanya laki-laki saja yang berperan serta dalam kejadian yang
di pandang sebagai berjasa dalam memelihara dan dengan menyajikan
gambaran yang salah tentang apa yang sebenarnya terjadi.9 Wacana
sejarah yang mengingkari tampilnya perempuan juga melestarikan
subordinasi mereka, dan citra mereka sebagai penerima pasif dari tindak
tanduk yang lain.
7
Ratna Megawangi dalam Sachito Murata,,The Tao of Islam, ( Bandung: Mizan,
2000),hlm. 8.
8
Abdul Mustakim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki, ( Yogyakarta: Sabda Persada ,
2003), Cet. I hlm 19.
9
Saskia Eleonora Weiringa, ,Op. cit., hlm. 65.
20
Sejarah merupakan bagian dari politik gender. Untuk memberikan
bukti bahwa perempuan terlibat dalam berbagai gerakan yang dirumuskan
oleh laki-laki sendiri maka para feminis menulis kisah jasa-jasa
perempuan dalam fase sejarah pengimbang yang dikembangkan dalam
sejarah sumbangan.
Di samping itu semua kepentingan gender perempuan akan
dipakai sebagai konsep analisis untuk meneliti berubahnya wacana tentang
berbagai
organisasi.
sebagaimana
organisasi
membeda-bedakan,
merumuskan dan memprioritaskan sejumlah kepentingan yang mereka
perjuangkan di tangan konfigurasi politik yang berubah-ubah. Beberapa
persoalan dalam konseptualisasi mengenai kebutuhan dan kepentingan
perempuan itu kabur dan membingungkan. Seakan-akan terdapat
persetujuan, bahwa kebutuhan perempuan dapat dengan mudah diamati
dan
diperoleh
secara
langsung
dari
realitas-realitas
perempuan.
Sebenarnya kebutuhan dan kepentingan perempuan ada 2 yaitu: strategis
diformulasikan dari analisis tentang subordinasi perempuan terhadap lakilaki sedangkan kebutuhan gender praksis diformulasikan dari kondisi real
pengalaman perempuan dalam posisi mereka yang ditimbulkan di dalam
pembagian kerja secara seksual, karena itulah pada hakikatnya feminisme
adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak hanya melulu
memperjuangkan soal perempuan belaka.10
Gerda Lerner menyatakan bahwa kunci pemahaman mengenai
sejarah perempuan adalah menerima bahwa ia adalah sejarah mayoritas
manusia.11 Tujuan penulisan tentang sejarah perempuan ini adalah untuk
memperbaiki perempuan kedalam sejarah dan memperbaiki sejarah dalam
perempuan. Penelitian tentang sejarah perempuan akan dicatat sebagai
kesadaran sendiri hal ini akan menggabungkan psikis dan sejarah. Selain
itu munculnya gerakan feminisme ini muncul akibat adanya pembagian
10
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), Cet VI, hlm. 100.
11
Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, ( Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm.
204.
21
kerja secara seksual, yakni seorang perempuan harus bekerja dan
mempunyai tanggung jawab keibuan dan hal ini menjadi penyebab laten
dominasi laki-laki. Misalnya keibuan dan kebapakan bukan merupakan
yang simetris karena ayah tidak terlalu mempunyai komitmen terhadap
rumah.12
Secara global gerakan feminisme muncul dalam tiga konteks
Revolusi Perancis, Revolusi Industri dan perang kemerdekaan di Amerika
Utara.
a. Revolusi Perancis 1789
Shulamit Firestone mendefinisikan revolusi sebagai perolehan
kontrol terhadap sarana produksi oleh perempuan, yang akan berakibat
pada akhir dari keluarga biologis. Revolusi ini menumbangkan sistem
feodal dan memunculkan pandangan baru tentang hubungan laki-laki
dan perempuan serta dukungan terhadap hak-hak perempuan.
Semangat dan tradisi pencerahan ini diusung oleh seorang
feminis liberal yaitu Marry Wollstonecraff (1759-1797) dalam
bukunya Vindication of woman yang merupakan pertahanan hak-hak
perempuan dan tuntunan yang sama antara anak laki-laki dan
perempuan. Pada dekade ini muncul istilah individualisme dimana
istilah
tersebut
berkenaan
dengan
kepentingan
perempuan.
Individualisme kepentingan bisa melihat kepentingan masing-masing
sebagai hal yang berbeda dari yang lain namun bisa juga melihat
mereka sebagai bagian dari model hubungan manusia kontraktual.
Dengan adanya revolusi Perancis ini menimbulkan prahara
sosial politik dan demokratisasi Eropa Barat. Bersamaan dengan
liberalisasi sosial politik itu kaum perempuan bangkit untuk
memperjuangkan hak-haknya dan gerakan ini sering disebut sebagai
feminis individualis.
b. Revolusi Industri Abad XIX
12
Ibid, hlm. 327.
22
Industrialisasi
menyebabkan
percepatan
urbanisasi
dan
diferensiasi antara kelas menengah dan buruh upah. Perempuan kelas
menengah keatas secara hukum bergantung sepenuhnya pada suami
mereka dan terikat di sektor domestik.
Definisi tentang kerja seringkali tidak hanya menyangkut apa
yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang
melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang diberi.
Selain itu dalam gerakan studi perempuan semangat melakukan
pengkategorisasian kerja, orang sering membuat dikotomi antara apa
yang disebut kerja produksi dan kerja repoduksi.13 Dengan adanya
konsep ini yang menjadi korban tetap perempuan. Lagi-lagi hal ini
disebabkan karena adanya pembedaan kerja secara seksual.
Akses pekerjaan dan pendidikan akan sulit atau bahkan hilang
ketika mereka hidup sendirian. Perempuan Grassroot seperti buruh,
PRT dan pelacur mengalami eksploitasi (buruh misalnya bekerja 1416 jam sehari). Sehingga terjadi pemogokan yang dilancarkan pada
tanggal 8 Maret 1910 dalam Konferensi Perempuan Sosialis II di
Kopenhagen. Selanjutnya tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari
Perempuan Internasional.
c. Perang Kemerdekaan di Amerika Utara
Perang ini dilakukan untuk menentang kolonialis Inggris dan
mendukung hak-hak warga negara. Pada masa ini perjuangan untuk
membebaskan perbudakan sangat gigih dilakukan hingga setengah
abad kemudian, muncul slogan “semua orang adalah sama”.
Pergerakan perempuan menaruh perhatian banyak pada hubungan
antara rasialisme dan seksisme. Suatu hubungan sosial yang
merendahkan perempuan, keyakinan dan praktek sosial yang seksis
bukan hanya membatasi aktivitas perempuan, namun merupakan cara
13
Ratna Saptari, Brigicte Holner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta:
Graffiti, 1997), hlm. 15.
23
yang praktis untuk melakukan pembedaan antara kedua jenis kelamin,
karena keduanya tidak didasarkan pada pembuktian.14 Psikoanalisis
feminis menyatakan bahwa seksisme berasal pada pembentukan
identitas gender serta bentukan budaya kontemporer. Sedangkan Ras
merupakan gambaran kepribadian dan perempuan sebagai makhluk
sosial dan ras menentukan konteks penindasan seksual.
Adapun tokoh-tokohnya adalah Susan B. Anthony, Elizabet
Cody Staron. Perjuangan mereka menitikberatkan pada pembebasan
budak dan kaum perempuan. Pada abad 19 dan awal abad 20 dinamika
gerakan
feminisme
difokuskan
pada
suatu
isu
yaitu
untuk
mendapatkan hak memilih (the right to vote). Bersamaan dengan itu
muncul beberapa aliran gerakan feminisme pada gelombang pertama
abad XIX.
3. ALIRAN GERAKAN FEMINISME
1. Feminisme Liberal
Feminis liberal berakar pada kebangkitan liberalisme yang
lahir
bersamaanyang
lahir
bersamaan
dengan
pertumbuhan
kapitalisme. Liberalisme menganggap bahwa semua memiliki
potensial individu yang sama ukuranya.
Fokus perjuangan perempuan dalam aliran ini adalah
melakukan perubahan ditingkat legislatif untuk mendapatkan hak
perempuan dalam bidang pendidikan, hak milik, alat kontrasepsi,
perceraian, pekerjaan, dan hak pilih. Kaum liberal percaya bahwa
kebebasan dan persamaan berakar pada rasionalis, dan karena Tuhan
rasional, maka mereka menuntut hak yang sama seperti kaum lakilaki. Tokoh-tokohnya John Stuart Mills dan Harbet Taylor Milles
(suami isteri), Marry Wallstonecraft dalam Vindication the Right of
Women menyatakan agar kaum perempuan menggunakan otaknya
(rasio) untuk mendapatkan yang mereka inginkan. Ia menganjurkan
14
Maggie Humm, loc.cit, hlm. 425.
24
agar perempuan lebih berani mengekspresikan dirinya. Sementara
John Stuart Mills (1851) mengajukan proses atas hukum dan
perkawinan yang mana ia pandang sangat merugikan perempuan.
Kaum feminisme liberal tidak mempermasalahkan ketidakadilan
struktural dan penindasan ideologi patriarki. Feminisme liberal lebih
memfokuskan pada perubahan undang-undang dan hukum yang
dianggap dapat melestarikan sistem patriarkhi.15 Gerakan pada
pandangan feminis liberalis memiliki konsep dasar individu.
Ketidakadilan adanya pelanggaran terhadap kebebasan individu yang
berlangsung melalui pembangunan dan perbaikan konsep pada
kelompok tertentu (tertindas). Kesetaraan hanya dapat dicapai
melakukan perubahan peraturan (hukum) dan pendidikan.
Analisis feminisme liberal yangmenjadi aliran mainstream ini
mendapatkan kritik dari aliran teori sosial feminisme lain.16
2. Feminisme Marxis
Feminis Marxis merupakan reaksi atas feminis liberal dan
menolak gagasan biologis sebagai dasar pembedaan gender.
Penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam
hubungan produksi, sehingga persoalan perempuan selalu diletakkan
dalam kerangka kritik atas kapitalisme, karena laki-laki mengontrol
produksi menjadi bagian kekayaan (properti) belaka.
Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam
masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa
ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih
disebabkan oleh faktor budaya alam.17 Di samping itu penindasan
perempuan dilanggengkan dengan pelbagai cara dan alasan. Misalnya
dengan “eksploitasi pulang ke rumah.” proses eksploitasi bisa
15
Mansur Fakih et.al, Membincangkan Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, (
Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 228.
16
Siti Handayani, et. al, Merekontruksi Realitas Dengan Perspektif Gender, ( Yogyakarta:
SBBY,1997), hlm. 10.
17
Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-qur’an, ( Jakarta:
Paramadia, 2001), Cet. II, hlm. 65.
25
produktif (dalam industri) sehingga sangat bermanfaat dalam rangka
reproduksi buruh murah (buruh perempuan sebagai buruh cadangan).
Kondisi ini tentu saja sangat menguntungkan industri dan memperkuat
posisi tawar kapitalis, hal ini dapat berimplikasi pada existensi buruh.
Pembebasan individual adalah mustahil karena seksisme adalah
persoalan sosial yang berhembus dari penindasan institusional
terhadap perempun dalam kapitalisme.
Dalam posisi ini baik laki-laki maupun perempuan sama-sama
tertindas (buruh) dari pemilik modal, keterpukulan kaum laki-laki
pekerja menjadi sebab pengembangan kesadaran kelas sampai mereka
menyadari kepentingan kelas mereka di atas kepentingan mereka
sebagai individu dan hingga pada akhirnya bergabung dengan kaum
feminis.
Perjuangan Marxis untuk mengembangkan kesadaran ini
dalam kelas pekerja karena analisis mereka membawa mereka untuk
mengerti bahwa perjuangan oleh perempuan melawan penindasan
mereka sebagai perempuan dan perjuangan untuk menghilangkan
ketidaksetaraan kelas berjalan terus. Ini dilakukan hingga revolusi.
Sebaliknya hubungan yang erat antara penindasan gender dan kelas
memberikan arahan kepada perjuangan sosialisme sebuah perjuangan
terpadu juga. Tak ada revolusi sosialis tanpa pembebasan perempuan,
tak ada pembebasan perempuan tanpa revolusi sosialis. Sesungguhnya
persoalan perempuan itu bersifat struktural dan penyelesaiannya pun
terjadi bila ada perubahan struktur kelas.
Adapun tujuan feminisme marxis adalah mendriskipsikan
basis material ketundukan perempuan dan hubungan antara model –
model produksi dan status perempuan serta menerapkan teori
perempuan dalam kelas pada peran keluarga.
Pada dasarnya feminisme Marxisme belum mampu menjawab
mengapa penindasan perempuan tidak berakhir bahkan dituduh
sebagai kelompok yang buta gender. Lebih dari itu semua feminis
26
marxis justru melahirkan aliran baru yang banyak mengkritiknya yaitu
feminis sosialis dan ekofeminis.
Gerakan feminis sosialis berlangsung di dua front yaitu ;
melawan kapitalisme dan menghadapi hubungan sosial dominasi lakilaki. Aliran ini bertujuan menghapuskan ketidakadilan kelas dan
gender.
Disamping
itu
mengkritik
aliran
marxis
yang
mengesampingkan dominasi laki-laki yang merupakan penyebab
subordinasi perempuan.
Gerakan dari ekofeminisme biasanya dianggap sebagai kajian
dari feminis kultural. Perpaduan antara kajian ilmu ekologi dan
feminisme akan mewujudkan lingkungan yang humanis. Yang
dikatakan sebagai lingkungan yang humanis adalah lingkungan yang
tertata ( built enveriovment).18
3. Feminisme Radikal
Feminisme gelombang kedua pertama kali menggunakan
istilah radikal untuk dimaksudkan sebagai teori sosial yang lebih
revolusioner dari pada teori-teori New Left dari mana radikalisme
muncul dikutip dari Mary Doly menggunakan radikal yang
dimaksudkan sebagai metafisik dari pada radikal sebagai istilah
politik atau sosial. Feminisme radikal menyatakan bahwa
patriarkhi adalah karakteristik yang ada dalam masyarakat dan
bertujuan menghancurkan sistem kelas jenis kelamin. Adapun
yang melatarbelakangi adalah dominasi laki-laki dan klaim bahwa
semua bentuk penindasan adalah perpanjangan dan supremasi
laki-laki, penindasan yang terjadi pada perempuan menurut Ti
Grace Atkinson adalah bahwa sistem peran laki-laki perempuan
secara politik menindas. Adapun bentuk penindasan itu secara
psikologis dan bukan ekonomis.
18
hlm.129
Judi Wacjman, Feminisme Versus Tehnologi, ( Yogyakarta: SBBY dan OXFAM),
27
Feminisme radikal merupakan sebuah fenomena baru
tumbuh dalam gerakan pembebasan Amerika Serikat diakhir tahun
1960-an. Mereka yang terlihat pada umumnya adalah perempuan
berkulit putih, kelas menengah dan para perempuan berpendidikan
tinggi.
Teori feminisme radikal mempunyai tujuan yang sama dengan
feminis lainnya. Namun mempunyai pandangan berbeda terhadap
aspek biologis. (nature).19 Sehingga feminis radikal sering
menyerang
institusi
keluarga
yang
berpotensi
besar
melanggengkan sistem patriarkhi. Hal ini termanifestasikan dalam
manifesto feminis radikal yang berjudul Notes from the second sex
(1970) yang mengatakan bahwa lembaga perkawinan adalah
lembaga formalisasi untuk menindas wanita.
Kaum feminis radikal ini menegaskan bahwa pengalaman
dan kepentingan-kepentingan mereka adalah pusat teori dan aksi
mereka. Satu-satunya teori adalah”oleh dan untuk mereka.” Salah
satu temanya yaitu tentang fundamental bahwa kelompok
perempuan yang merupakan kelompok sosial. Dengan demikian
perempuan membuat kontrol laki-laki di segala aspek kehidupan
baik domestik maupun publik. Bahkan untuk masalah yang
sifatnya privacypun juga tetap dalam controlling kaum feminis
misalnya perkawinan, reproduksi, keharusan seksual dan lain-lain.
Di sisi lain gerakan feminisme ini terjadi tumpang tindih
dengan pola-pola yang lain. Dengan kata lain para feminis ingin
mengkampanyekan bahwa seorang wanita dapat hidup tanpa
kehadiran seorang pria disisinya.20 Pada fase awal feminis radikal
terperosok dalam persoalan biologis namun pada akhir merambah
ke 2 sektor yaitu wilayah ekonomi dan tubuh kaum perempuan
yang mudah dieksploitasi
19
20
Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda, ( Bandung: Mizan,1999), hlm. 178.
Ibid, hlm. 180.
28
Dalam pada itu, kendati feminisme radikal mengakui
adanya keragaman dikalangan kaum perempuan, namun mereka
lebih mengutamakan adanya kesamaan dikalangan perempuan
disamping menujukan perbedaan antara kaum perempuan dan
lelaki. Salah satu pengertian yang mendasar di dalam konsepsi
mereka persaudaraan perempuan itu bersifat global (sisterhood is
global) artinya setiap perempuan di dunia lebih banyak
persamaannya.
Dengan memandang kategori “seks” sebagai dasar
pembedaan dalam masyarakat serta kelas dan ras sebagai faktor
pendukung maka dominasi laki-laki, subordinasi terhadap
perempuan merupakan suatu model konseptual yang bisa
menjelaskan berbagai bentuk penindasan dan patriarki adalah
syitem hierarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan
superior dan penguasa ekonomi. Atas dasar ini muncul slogan
“The personal is political” yang mana hal ini dapat memberi
peluang politik bagi kaum perempuan, karena dominasi laki-laki
tidak hanya di arena publik, tetapi juga domestik yang sangat
pribadi. Maka usaha-usaha untuk menghapuskan subordinasi
justru dimulai dari dalam rumah. Aliran ini terutama menyoroti
dua konsep “patriarkhi dan seksualitas” isu-isu yang menjadi
perhatian aliran ini diantaranya kekerasan fisik (physic violence)
dan seksual, lesbianisme, androgini dan tekanan pada budaya dan
ruang gerak perempuan menjadi perhatian khusus. Menurut
Martha Shelley (1970) bahwa perempuan lesbian perlu dijadikan
model sebagai perempuan mandiri.21
Adapun strategi para feminis radikal dalam rangka
mewujudkan cita-citanya adalah pembebasan perempuan dengan
cara.22
21
22
Mansur Fakih, et.al, Op.cit, hlm. 226.
Abdul Mustakim, Op.cit, hlm. 29.
29
Pertama melalui organisasi perempuan yang terpisah dan
memiliki otonomi. Kedua melalui kultural feminisme yaitu
menciptakan budaya yang berpusat pada perempuan. Feminis
lesbian yang di identikan dengan feminis radikal menyatakan
bahwa cita-cita perempuan tidak akan pernah berhasil kalau masih
berhubungan dengan laki-laki sehingga perlu adanya pemutusan
hubungan laki-laki dan perempuan.
4. Feminisme Muslim
Feminisme tidak hanya diartikan sebagai sebuah sudut
pandang ( Perspektif) yang memiliki akar sejarah yang berbeda –
beda melainkan telah menjadi sebuah gerakan dalam sejarah itu
sendiri.23 Feminisme lebih dikenal sebagai women liberation,
suatu upaya kaum Hawa dalam melindungi dirinya dari ekspolitasi
kaum Adam.
Emansipasi yang semakin banyak didengungkan ternyata
menimbulkan permasalahan tersendiri dikalangan umat Islam.
Menurut Qosim Amin seorang pembaharu Islam dan aktivis
feminis yang dikutip oleh Rustam mengatakan bahwa faktor
penyebab keterbelakangan umat Isalam adalah persepsi dan
perlakuan yang salah terhadap wanita. Oleh karena ia menggagas
munculnya gerakan emansipasi perempuan sebagai salah satu
antisipasi umat untuk mengejar ketertinggalan.24 Seorang aktivis
gerakan perempuan Amina Wadud Muhsin memberikan kritik
terhadap ayat- ayat al-Quran yang dianggap meupakan penyebab
adanya bias gender. Pemahaman dituangkan dalam pikiranya yang
menganalisis dari berbagai segi misalnya dari proses penciptaan,
proses fungsi jasamani bahkan perbedaan ganjaran antara laki-laki
dan
perempuan
diakhirat
nanti.25
Amina
mengawali
pembahasanya dengan mengkritik penafsiran – penafsiran yang
selam ini adan mengenai masalah wanita dalam Islam. Ia
23
Dadang S, Ansari, (Eds), Membincangkan Feminisme, ( Bandung: Pustaka Hidayah,
1997), hlm. 50.
24
Sri Suhandjati, (Ed), Bias Jender dalam Pemahaman Islam, ( Yogyakarta: Gama Media,
2002), hlm. 193.
25
Amina Wadud Muhsin, Wanita di Dalam Alqur’an, ( Bandung: Pustaka Hidayah, 1994),
hlm.57-60.
30
membagai penafsiran tersebut kedalam tiga kategori: tradisional,
reaktif, dan holistik.26
Secara ringkas metode penafsiran yang digunakan oleh
Amina melalui kategori analisis: (1) dalam konteksnya, (2) dalam
konteks pembahasan topik yang sama dalam Alqur’an, (3)
menyangkut bahasa dan struktur sintaksis yang digunakan dalam
Alqur’an, berpegang teguh pada prinsip- prinsip Al- qur’an, (5)
dalam konteks Alqur’an sebagai weltanschauung atau pandangan
hidup.27
Adapun tokoh perempuan muslim yang lain antara lain
Fatima Mernisi, Rifat Hasan, Ashghar Ali dan Mansour Fakih di
Indonesia. Ashghar menggugat kesadaran kaum muslim dengan
mengatakan
bahwa;
demi
mengekalkan
kekuasaan
atsa
perempuan, masyrakat kerapkali mengekang norma-norma yang
adil dan egaliter yang ada dalam Alquran. Ia juga mengatakan
bahwa kondisi zaman sekarang sudah berbeda dengan yang dulu.
Menurutnya hukum syariah dibuat secara evolutif dan memakan
waktu yang berabad-abad dan kondisi masyrakatpun tidak statis
semestinya syariahpun yang merupakan kaidah-kaidah yang
diperlukan untuk mengatur hidup manusia baik dalam hubunganya
dengan Tuhan maupun manusia semestinya tidak statis.
Keadilan yang dijustifikasi agama, dalam pandangan kaum
feminis, adalah pangkal penindasan perempuan dan yang perlu
dilakukan adalah rekontruksi terhadap ajaran-ajaran agama.
Sekarang yang diperlukan adalah gagasan pembaharuan
yang memperhatikan persoalan perempuan muslimah adalah
membentuk formasi gerakan yang menuntut dimulainya kembali
kehidupan yang islami terlebih dahulu, kemudian barulah terjadi
pembebasan perempuan muslimah sebagai konsekuensi logisnya.28
Disamping itu yang perlu dilakukan adalah perlu adanya reformasi
26
Nurul Agustin, Tradisionalisme Islam dan Feminisme dalam Jurnal Ulumul Qu’ran,
Edisi khusus, No 5 & 6, Vol. V, Tahun 1994, hlm. 53.
27
Ibid, hlm. 54.
28
Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, (Solo: Era
Intermedia, 2001), hlm. 23.
31
intelektualitas perempuan agar ia dapat berpartisipasi mewujudkan
revolusi Islam yang menyeluruh bersama laki-laki, karena ia juga
merupakan bagian dari revolusi Islam sendiri. Islam juga
menghendaki agar ia berpartisipasi secara sadar, terencana, dan
paham bukan sekedar ikut-ikutan atau berdasar kebodohan
ataupun kelalaian.29
Namun sayang nya, kesadaran perempuan muslimah
Indonesia
datang
bersamaan
dengan
masuknya
gerakan
emansipasi perempuan yang di tempat asal munculnya, Eropa
barat, mulai abad ke-19 dan di Amerika Serikat denga Women
Liberation bangkit pada abad ke- 20. Kebersamaan bangkitnya
kesadaran pada satu sisi dan masuknya gerakan emansipasi
perempuan yang datang dari kedua kawasan tersebut pada sisi lain,
mempengaruhi
kebersihan
makna
mengaburkan arti kesadaran itu.
kesadaran
diatasbahkan
30
Gerakan perempuan dalam Islam sendiri secara terpisah
tidak ada yang
terintegrasi dalam berbagai bidang. Dalam
masyarakat Islam dan masyarakat lain terletak pada pandangan
teologi dan karena itu tidak dapat dilampaui tanpa membongkar
dasar-dasar teologis itu. Itu sebabnya Islam membutuhkan
“Teologi Feminis”, yaitu teologi dari sudut pandang perempuan,
sebagai tandingan teologi tradisional yang dikuasai laki-laki.31
4. Gerakan Perempuan di Indonesia
Gerakan perempuan di seluruh dunia dalam buku Development,
Crisis, end Alternatif Vision, yang diterbitkan oleh DAWN (Development
alternative With Women For New Era) yang dikutip oleh Widanti,
menyerukan :
“Kami menginginkan dunia dimana ketidakadilan berdasarkan kelas,
gender dan ras lenyap dari setiap negara. Kami menginginkan dunia
dimana kebutuhan pokok menjadi hak dasar dan dimana kemiskinan dan
segala kekerasan dilenyapkan setiap orang akan memiliki kesempatan
mengembangkan potensi dan kreatifitannya masing-masing serta nilai
29
Ibid, hlm. 58.
Lily Zakiyah Munir ( Eds), Memposisikan Kodrat Perempuan dan Perubahan dalam
Perspektif Islam, ( Bandung: Mizan, 1999), hlm.133.
31
Fatima Mernisi dan Riffat Hasan, Setara di hadapan Allah, ( Yogyakarta: LSPPA, 2000),
Cet. I, hlm. xiii
30
32
pemeliharaan dan solidaritas dalam diri perempuan menjadi ciri hubungan
yang manusiawi. Dalam dunia seperti itu produktif perempuan akan
diperbaharui. Pengasuhan anak sama-sama menjadi tugas seluruh lakilaki, perempuan dan masyarakat.” 32
Makna yang tersirat dalam kutipan diatas adalah bahwasanya lakilaki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Misal
dalam hal hak asuh anak ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
perempuan saja akan tetapi laki-laki juga punya hak asuh.
Di Indonesia perjuangan pergerakan perempuan yang lelah diawali
bersama-sama dengan perjuangan kemerdekaan, mirip dengan gerakan
perempuan di negara yang pernah di jajah oleh negara-negara Eropa.
Suara perempuan sedunia melalui DAWN telah mewakili kepentingan
gerakan-gerakan perempuan di negara ketiga seperti Indonesia. Strategi
DAWN demi perubahan mencakup perbaikan kontrol perempuan atas
keputusan ekonomi. Srategi lain yaitu pemanfaatan organisasi-organisasi
perempuan kelas bawah sebagai forum untuk menyusun kebijakan dengan
memasukkan pengalaman dan kepedulian perempuan miskin. Dalam
lingkup ekonomi, mereka berpendapat bahwa kelompok miskin harus
menjadi sentral bagi pembuatan perencanaan dan mengajukan kebijakan
yang mengembalikan kemandirian.
Untuk
melihat
gerakan
perempuan
di
Indonesia
secara
komprehensif ada beberapa tahap yang disesuaikan dengan masa dan
situasi politik dimana gerakan politik tumbuh.
a. Masa Kolonial ( 1928- 1941)
Pada masa kolonial khususnya pada akhir abad XIX dan awal
abad XX terdapat beberapa tokoh perempuan diberbagai penjuru
Indonesia, yang mana mereka tampil memperjuangkan hak rakyat. Cut
Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Crhishtina Martha Tiahahu, Dewi
Sartika adalah perjuangan senjata melawan Belanda yang sedang
terjadi saat itu. Selain itu juga lahir tokoh perempuan yang lain yaitu
32
Agnes Widanti, “Gerakan Perempuan dan Demokrasi”, tt., hlm. 2
33
RA Kartini,33 yang berhasil membuka sekolah yang pertama untuk
gadis-gadis pribumi, karena itulah perjuangan kartini, cita-cita kartini
ialah gambaran perjuangan dan cita-cita semua wanita di negeri ini.34
Banyak hal yang telah dilakukan kartini terhadap perjuangan
pembebasan perempuan baik dari belenggu dominasi laki-laki maupun
penjajah hal ini dapat dilihat dari kutipan suratnya sebagai berikut:
Aku sudah berjuang, bergulat menderita, dan aku tidak bias menjadi
beban penderitaan ayah…tapi lebih suka aku membuat diriku luka
parah sampai ke hakku sendiri… tak perlu kukatakan kepadamu,
betapa beratnya bagiku, berbuat bertentangan dengan dari hati
nuraniku sendiri, keyakinanku yang paling suci … sekarang
ketahuilah olehmu sehingga mana girang bahagiaku, rasa hinaku,
rasa maluku, aku telah dipertunangkan Bupati Rembang, seorang
duda dengan 6 anak dan 3 isteri. Aku tak perlu banyak bercerita lagi
padamu, bukan ? kamu cukup mengetahui aku. Biarlah menjadi
penghiburan bagimu bahwa menundukkan aku disisinya…
Dan perlahan-lahan menjadi terang di mata hatiku bahwa
pada saat sekarang mustahil bagi seorang gadis pribumi untuk berdiri
sendiri, bekerja ditengah-tengah orang banyak, ia dibayangi oleh
bahaya besar dari sisi laki-laki. Bagi laki-laki Jawa tidak ada
perempuan yang terlalu buruk, sekarang kita tahu itu
........kita harus singkirkan angan-angan pergi ke Betawi untuk
belajar.
Kutipan-kutipan dari surat Kartini tanggal 14 Juli 1903, dalam dalam
tahun 1987.35
Dari surat tersebut di atas Kartini bukanya melarang wanita
kawin akan tetapi diharapkan belajar dahulu agar lebih cakaplah dia
dalam mendidik anaknya dan lebih cakaplah dia mengatur rumah
tangganya dan lebih majulah bangsanya.36
Gerakan perempuan pada masa kolonial dalam literaturnya
dikemukakan bahwa gerakan ini di Indonesia pada masa sebelum
perang keanggotaannya berasal dari kalangan atas, perjuangan
33
Kartini adalah tokoh perempuan yang lahir di Jepara yang merupakan putra Bupati
sehingga memungkinkan dia untuk dapat mengakses informasi dari segala penjuru sehingga
seolah-olah dia mendapatkan hak yang lebih dari yang lain.
34
Arminja Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 17.
35
Saskia Eleonora Wirienga, Op.cit, hlm. 84.
36
Arminjn Pane, Op.cit, hlm. 16.
34
pendidikan untuk kaum perempuan dan reformasi perkawinan
merupakan masalah yang utama. Organisasi perempuan yang pertama
tumbuh pada masa perjuangan nasional adalah Poeteri Merdeka yang
didirikan pada tahun 1912, mempunyai ide-ide nasionalis dan ada
hubungan dengan organisasi pertama Budi Oetomo.
Pada dasarnya gerakan perempuan di Indonesia adalah barang
impor dari Barat yang merupakan gejala konkret yang kita hadapi
langsung.37 Setelah puteri merdeka ini, kemudian muncul banyak
organisasi perempuan yang juga menghasilkan banyak terbitan yang
berbicara tentang kejamnya perkawinan anak-anak dan permaduan.
Dimasa ini juga muncul perkumpulan-perkumpulan perempuan
dengan nama Puteri Sejati dan Wanita Utama. Sesudah tahun 1920
dalam skala lebih luas kaum perempuan mulai mengorganisasikan diri
menurut garis agama. Aisyiyah, organisasi perempuan dalam
Muhammadiyah dibentuk pada tahun 1917. selain itu ada juga
beberapa organisasi perempuan dari Kristen dan Katolik. Peranan
seorang isteri dan ibu yang baik sangat diutamakan. Dan agar semua
itu berjalan dengan baik, dianjurkan perempuan memperoleh
pendidikan dan ketrampilan, antara organisasi Islam dan organisasi
perempuan yang lain, dipisahkan sangat dalam oleh masalah sentral
yaitu poligami. Ketika organisasi Kristen dan lainnya melawan
poligami, sementara Aisyiyah menginginkan perbaikan kondisi di
dalam poligami. Dalam banyak hal sejarah gerakan perempuan ini
tidak terlepas dari gerakan nasional. Setiap organisasi nasional atau
partai politik berusaha membangun gerakan perempuannya sendiri.
Dan kebanyakan anggotanya adalah perempuan kelas menengah
keatas, kesulitan yang dihadapi kaum perempuan buruh terdapat
dalam kalangan perempuan yang aktif dalam Syarikat Islam.
37
Fauzie Ridjal et. al., Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, ( Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1993), hlm. 119.
35
Pada era 30-an gerakan perempuan mengorganisasikan
demontrasi politik buruh perempuan, menuntut perbaikan kondisi
kerja dan
perbaikan upah sementara satu-satunya organisasi
perempuan Aisyiyah, tetapi organisasi ini tidak boleh menyuarakan
tuntutan-tuntutan sosial, dan pandangan mereka tentang perempuan
sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam ortodoks yang lebih
berorientasi pada kaum laki-laki. Kelahiran Aisyah tidaklah dimulai
dengan gagasan besar, tetapi bertolak dari kesadaran akan keperluan
sosial yang riil menurut “Persepsi reformis Islam”.38 Sehingga cukup
beralasan ketika Aisyiyah menolak penghapusan poligami. Pada awal
era ini, gerakan perempuan di Indonesia masih bersifat kedaerahan
perhatian mereka terhadap isu-isu perempuan tidak jauh berbeda
dengan yang menjadi perhatian negara lain, seperti permaduan dan
pelacuran. Dan transformasi informasi dilakukan terbatas pada
kalangan atas melalui terbitan yang mereka buat sampai pada
Konggres Perempuan Nasional Indonesia I yang diselenggarakan di
Yogyakarta 1928 mosi tentang reformasi perkawinan dan pendidikan
perempuan diterima. Tetapi sampai terbentuknya konggres perempuan
Indonesia (KPI) pada tahun 1955 (sebelumnya bernama Perhimpunan
Isteri Indonesia) dua isu besar itupun masih belum ada perubahan
yang signifikan.
Sebagaimana layaknya organisasi reformasi Islam, sejak
semula Aisyiyah telah melibatkan diri dalam usaha pemberantasan
segala hal yang dianggap perbuatan khurafat dan bid’ah syar’iah dan
berusaha pula melukiskan pengetahuan dan memperdalam kesadaran
keislaman.39
Dalam masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda kaum
perempuan Indonesia mengusahakan persatuan dan kerja sama antar
organisasi wanita ( red: Perempuan) untuk mencapai cita-citanya.
38
Lies M. Marcoes Natsir dan John Hendrik Meuleman, Wanita Islam Indonesia Dalam
Kajian Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: INIS, 1993), hlm. 78.
39
Loc.cit, hlm. 78
36
Dengan semangat Sumpah Pemuda dan atas inisiatif organisasiorganisasi
perempuan
diselenggarakanlah
Kongres
Wanita
(
perempuan) Indonesia I di Yogyakarta. Salah satu keputusannya
adalah mendirikan badan federasi dengan nama " Perikatan
Perkumpulan Perempuan Indonesia" ( PPPI) yang kemudian namanya
berubah menjadi Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia (PPII )
Dalam beberapa Konggres Perempuan Indonesia (KPI)
tersebut hal yang selalu mendapat perhatian adalah :
1. Kedudukan wanita dalam pewarisan (Islam)
2. Perlindungan wanita dan anak-anak dalam perkawinan
3. Mencegah perkawinan anak-anak
4. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia khususnya bagi anak-anak
gadis didirikan yayasan "Seni Derma" untuk membantu anak-anak
gadis yang tidak mampu membayar sekolahnya.
Hal yang terpenting dalam PPPI atau PPII adalah keputusan bahwa
kesatuan pergerakan perempuan Indonesia berasaskan kebangsaan dan
menyatakan diri bagian dari pergerakan kebangsaan Indonesia.
Disamping itu kaum perempuan Indonesia juga turut serta dalam
Perkumpulan Pemberantas Perdagangan Perempuan dan Anak- anak
(P4A) . Untuk meningkatkan kualitas kaum perempuan sendiri
dibentuk Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perjuangan pergerakan
kaum perempuan saat memasuki dalam berbagai bidang kehidupan.
b. Masa Pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan
Sampai era 30-an ketika perhatian utama pada masalah
reformasi perkawinan ada satu organisasi isteri sedar (1932) yang
tidak pernah berkompromi dengan isu yang menimbulkan kontradiksi
diantara organisasi perempuan Islam dengan lainnya. Sampai pada
masa pendudukan Jepang, Isteri Sedar adalah satu-satunya organisasi
perempuan yang cukup radikal dan terbuka mengecam pemerintahan
37
kolonial dan mengambil perhatian pada anti kapitalisme. Munculnya
organisasi Isteri Sedar dimaksudkan hendak mengelakan diri dari
PPII.40 Isteri Sedar melakukan konggres tahun 1932 dipimpin oleh
ketuanya Suwarni Pringgodigdo ia menyerukan agar kaum perempuan
Indonesia terjun dalam perjuangan kemerdekaan nasional, pada
konggres itu Sukarno menyerukan agar perempuan membantu lakilaki namun yang bertanggung jawab tetap laki-laki. Walau demikian
tidak merubah pendirian Isteri Sedar terhadap kemerdekaan nasional
terletak diatas prasyarat kesamaan atas perempuan dan laki-laki.
Sebenarnya dalam Konggres Isteri Sedar itu akan membahas
persoalan perubahan UU perkawinan namun tidak terjadi konsensus
hingga pada konggres tersebut ada pengalihan isu yaitu perdagangan
wanita, hak suara wanita perlunya kantor penerangan tenaga kerja
untuk perempuan.
Fujinkai sebuah organisasi perempuan Jepang bekerja
berdasarkan hierarki dengan suami (isteri pegawai negeri) bergerak
dalam isu pemberantasan buta huruf dan kerja-kerja sosial dan
menjadi satu-satunya organisasi yang legal.
Tujuan umum Fujinkai ialah untuk memobilisasi tenaga kerja
perempuan guna mendukung tentara Jepang dalam perang Asia Timur
Raya. Pada prakteknya mereka menengok para prajurit Jepang yang
menderita luka, menjahit kaus kaki yang robek, menghibur serdadu
Jepang dan peta. Mereka mendapat sekedar latihan melakukan tugas
pembelaan
nasional,
seperti
kegiatan
menghasilkan
dan
mendistribusikan bahan pangan, serta membuat dapur minum.41
Banyak hal lain yang dikerjakan oleh masing-masing cabang Fujinkai
sesuai dengan kebutuhan.
Penempaan mental sebagai perempuan tidak kalah dengan
laki-laki bahwa perjuangan kaum perempuan pada masa ini lebih
40
41
Saskia Eleonora Weirienga, Op.cit, hlm. 131.
Saskia Eleonora Weiringa, Op.cit, hlm. 149.
38
bersifat ke dalam (internal untuk memperbaiki dan melahirkan
sejumlah konsep gerakan perempuan yang bersifat egaliter).
Gerakan nasional lainnya seperti Gerakan Wanita Sosialis
melakukan gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang,
sesudah Jepang kalah dan Belanda berusaha kembali menguasai
gerakan
perempuan
tidak
terlepaskan
dari
perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Walaupun gerakan perempuan telah
mencapai moment kesatuan tertinggi, tetapi gerakan yang ada tidak
dicapai atas dasar perjuangan bersama yang interest perempuan.
Sehingga pada masa ini muncul ketegangan diantara muslim dan non
muslim dalam masalah poligami selain itu juga tentang buruh
perempuan masih kabur yang mana isu ini nantinya akan menjadi
konsenitas permasalahan berbagai organisasi perempuan” kiri”.
c. Masa Orde Lama
Pada masa ini Indonesia memasuki tahun 1950-an sambil
mencari-cari doktrin, kebijakan dan metode pemerintahan untuk
mengisi tabularasa kemerdekaannya yang baru. Feith salah seorang
pengamat yang jeli dalam sejarah Indonesia pada periode ini
mengatakan bahwa unsur mistik magis sangat kuat mencuat selama
masa revolusi. Masyarakat desa percaya bahwa “kemenangan perang
kemerdekaan Indonesia tergantung pada semangat” mereka sendiri
dan para pemimpin dan bahwa kemerdekaan itu akan mendatangkan
jaman baru yang makmur.
Setelah perjuangan kemerdekaan mengalami kelesuan dalam
bergerak. Hal ini terjadi karena kondisi setelah merdeka berbeda
dengan sebelum merdeka. Apabila dizaman perjuangan Sukarno
mampu mengorganisir kekuatan kolektif perempuan namun saat ini
kaum perempuan mempunyai orientasi lain. Obsesi yang ingin dicapai
berkeinginan
untuk
menggagalkan
reformasi
perkawinan.
Kenyataanya keinginan besar tersebut belum dapat diwujudkan karena
terhadang oleh benteng yang besar yaitu dominasi laki-laki dimana
39
ruang publik dan dilegitimasikan adalah milik laki-laki. Perjuangan
yang dilakukan belum banyak mendapatkan hasil hal ini terbukti
dengan masih statisnya posisi perempuan sebagai manusia kelas dua..
Sesudah tahun 1950 terutama dalam menghadapi pemilu 1955,
Persatuan Gerakan Perempuan di Indonesia dibangun seiring dengan
perjuangan yang mulai hancur. Berbagai macam-macam partai politik
memobilisasi penghasil suara dalam pemilu. Salah satunya adalah
Gerwani, hanya Gerwani sajalah satu-satunya organisasi perempuan
yang mengaku “politik” pada umumnya , sebagai bidang yang sah
untuk perempuan. Dengan cerdiknya organisasi ini bergerak ditengahtengah medan politik yang disibukan untuk berusaha menjembatani
jurang antara “politik laki-laki” dan “kebutuhan sosial perempuan”
tapi, bahkan di dalam batas-batas “keluarga komunis” yang dipimpin
laki-laki, mereka dirasakan sebagai mengganggu kodrat perempuan.42
Gerwani merupakan organisasi perempuan pada masa demokrasi
terpimpin, yang mampu mendominasi kancah politik Indonesia dan
organisasi perempuan sayap kiri pada waktu itu.
Konggres Wanita Indonesia secara aktif membina dengan
organisasi wanita luar negeri sebagai upaya untuk meningkatkan
sinergitas gerakan. Situasi politik negara menjadi tak menentu sampai
dikeluarkanya dekrit presiden 5 Juli 1959. Pasca ini gerkan perempuan
diarahkan menjadi "alat revolusi".43
d. Masa Orde Baru
Apakah ada gerakan perempuan Indonesia pada masa orde
baru? Sebuah pertanyaan yang belum ada jawabanya bahkan masih
menjadi perdebatan dikalangan aktivis demokrasi dan perempuan.
Pada masa ini ada anggapan bahwa gerakan sosial saat ini tidak ada
namun ketika mengacu pada definisi terbaru gerakan sosial itu ada.
Sebagai bukti yaitu adanya gerakan perempuan dan lingkungan hidup.
42
43
SaskianEleonora Weireinga, Op.cit, hlm. 223.
Kowani, Op. Cit., hlm. 162.
40
Gerakan perempuan saat ini mulai bangkit dengan memunculkan
diskursus tentang penggunaan kata perempuan sebagai upaya
mengentaskan
diri
dari
keterkungkungan
orde
baru
yang
menggunakan kata wanita sebagai wujud dominasi rezim saat itu.
Alvarez dalam bukunya berjudul Engendering Democracy In
Brazil; Women's Movements In Transiton Politics (1990) yang dikutip
oleh Yanti Muchtar mendefenisikan sebuah gerakan perempuan
adalah gerkan sosial dan politik yang terdiri dari sebagian besar
perempuan yang memperjuangkan keadilan gender.44 Dalam hal ini
yang dimaksud adalah organisasi independent yang berupa kelompokkelompok studi dan organisasi non pemerintah.
Gerakan perempuan pada masa orde baru muncul sebagai
interaksi faktor-faktor politik makro (berkaitan dengan politik gender
orde baru demokratisasi yang semakin menguat sejak 80-an) dan
mikro (wacana feminisme pada masa orba). Politik gender orde baru
mengarahakan perempuan untuk menjadi ibu dan isteri. Hal inilah
yang menyebabkan hancurnya gerakan perempuan orde lama dan
menghalangi tumbuhnya gerakan feminisme pada masa orde baru.45
Langgenngnya kekuasaan orde baru selain karena persoalan dominasi
negara atas masyarakat sipil, struktur kelas, struktur ekonomi politik
global dan gender. Dalam usahanya memperkuat politik gender
tersebut, orde baru merevitalisasi organisasi perempuan yang
berhubungan dengan organisasi pemerintah pada tahun 1974 menjadi
Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan PKK. Dan untuk tingkat desa
selain Aisyiyah hanya PKK yang diperbolehkan bergerak. Politik
gender ini juga termanifestasi dalam GBHN dan undang-undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974.
Aplikasi politik gender sampai mempolitisir dan menggunakan
tubuh perempuan sebagai instrumen bahwa gerakan perempuan
44
Yanti Muchtar, Jurnal Perempuan, ( Jakarta: Yayasan jurnal Perempuan dan Ford
Foundation, 2001), Edisi 14, hlm. 8.
45
Ibid, hlm. 9
41
Indonesia mengalami kelemahan baik dari segi ideologi maupun segi
sosial. Lalu manakah gambaran perempuan yang ideal menurut orde
baru ? perempuan yang ideal dalam orde baru adalah yang sopan,
lemah lembut dengan menggendong anaknya.46
Organisasi-organisasi
perempuan
ini
telah
mengebiri
kreatifitas perempuan dan menjadikan perempuan sebagai alat
pemerintah yang dapat dimanfaatkan dengan gratis seperti PKK
dengan posyandu dan keluarga berencana (KB) mereka aktif karena
takut kondisi suaminya yang pegawai negeri akan buruk jika mereka
tidak aktif. Sebaliknya pemerintah dapat memobilisasi tenaga
perempuan dalam jumlah banyak melalui instansi pemerintah untuk
melaksanakan program pemerintah secara sukarela dalam arti tanpa
dibayar.
Akibatnya
organisasi-organisasi
ini
tidak
mendidik
perempuan di tingkat bawah.
Pandangan pemerintah orde baru terhadap emansipasi
perempuan
mengatakan
bahwa,
karena
sejak
kemerdekaan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi perempuan yang
cukup lebar sudah diperoleh dan undang-undang dasar menjamin
kesamaan hak perempuan dan laki-laki di Indonesia, maka emansipasi
perempuan Indonesia sudah sama sekali terjamin, hingga karenanya
gerakan feminisme tidak diperlukan di Indonesia.47
Pada masa orde baru dapat dikatakan bahwa gerakan
perempuan di Indonesia mengalami kelemahan baik dari segi ideologi
maupun segi sosial. Hal ini terjadi karena adanya perubahan ekonomi
yang cepat yang berimplikasi pada perubahan tatanan sosial dan
politik perempuan di Indonesia masih terbatas pada kalangan
menengah atau jika ada rakyat jelata yang dilibatkan mereka hanya
dijadikan objek politik saja.
46
Elvy Ria Pasaribu, dkk, (eds), Indonesia Masa Depan Dalam Perspektif Perempuan, (
Salatiga: Yayasan Bina Darma (YBD), 2000), hlm. 17.
47
Sasakia Eleonora Wierienga, hlm. 27.
42
Secara ringkas politik gender dan gerakan perempuan di rezim
Orba didasarkan pada ideologi ibuisme. Disamping itu juga gerakan
perempuan yang progresif telah dimusnahkan oleh rezim yang
berkuasa melalui politik gender yang memarginalkan perempuan di
seluruh lapisan masyarakat.
e. Masa Reformasi Sampai Sekarang
Reformasi politik di Indonesia sebenarnya memberikan
harapan besar bagi kaum perempuan yang selama 32 tahun terpasung
hak politiknya. Kekerasan politik, termasuk kekerasan Negara
merupak salah satu cirri menonjol dalam sejarah Abad XX dalam
seluruh sejarah peradaban manusia. Ironisnya kekerasan politik sangat
kurang mendapatkan perhatian serius dikalangan ilmuwan sosial.
Hingga di penghujung abad ini masih terlalu banyak yang belum
dipahami bahkan tidak mampu dipertanyakantentang seluk beluk
kekerasan politik termasuk kekerasan negara terhadap perempuan.
Kekerasan politik lebih dipahami secar kritis, dianalisis dengan
perangkat ilmu sosial yang tersedia dan diangkat sebagi sebuah
pemahaman teoritik.
Dalam situasi demikian dapatlah dipahami jika kekerasan
politik lebih banyak dicatat dan dikisahakan oleh penggiat Hak Asasi
Manusia, kalangan jurnalis, juru propaganda dan juga pihak korban.
Tanpa analisis kritis dan perdebatan teoritik yang memedai kekerasan
sosial hampir selalu dibicarakan terutama kalu bukan semata-mata
saebagi " alat" kekuasaan dari satu pihak untuk menjadi ,
memepertahankan atau memperbesar kepentingan dengan cara
melukai, membunuh dan menyiksa orang lain. Dengan kata lain dalam
keawaman yang menggelisahkan, kekerasan politik pada umunya
dianggap tidak lebih dari dalam dirinya.48
48
Arel Hariyanto, Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan, ( Jakarta: YJP dan Ford
Foundation, 2000), hlm. 58.
43
Dalam era reformasi yang diawali peristiwa 1 Mei 1998
berdampak baik positif maupun negatif. Dampak positifnya yaitu
mampu menurunkan penguasa tahta rezim otoriter hingga naiknya
masa transisi domokrasi. Namun disisi lain banyak terjadi pelecehan
dan kekerasan seksual sehingga banyak korban pemerkosaan. Kasus
ini menunjukan betapa lantangnya suara maskulinas dan kurangnya
perhatian terhadap perempuan korban peristiwa tersebut.
Gerakan-gerakan
perempuan
yang
sebelumnya
tidak
mempunyai energi muncul dengan berbagai usaha pemberdayaan hakhak perempuan khususnya hak politik dalam rangka mengentaskan
perempuan dari kubangan politik yang destruktif.49
Gerakan perempuan atau lebih tepatnya gerakan feminis
menyangkut dua hal. Pertama, sikap yang teguh mengenai
kesederajatan laki-laki dan perempuan; kedua, komitmen untuk
mengubah struktur, sistem , alam pikiran yang menimbulkan
ketidakadilan.50 Perjuangan perempuan memang harus menyangkut
sistem dan struktur di samping gender. Untuk mewujudkan itu semua
gerakan feminisme harus berangkat dari bawah sehingga pengalaman
buruh orde baru tentang ibuisme agar tidak terulang lagi.
Disisi lain di era reformasi yang harus dilakukan perempuan
adalah mampu menjadi pasangan atau patner laki-laki dalam
menentukan berbagai kebijakan. Hal itu dapat dilakukan perempuan
jika perempuan dapat masuk ke legeslatif karena disanalah wahana
untuk membuat kebijakan, walaupun demikian kuota tersebut harus
diimbangi keinginan perempuan dalam politik
5. Dampak Gerakan Feminisme
Upaya untuk mengaitkan gerakan feminisme disatu pihak dengan
gerakan di Indonesia seperti telah dikemukakan di depan, kini hanya dapat
49
Gus Dur, dalam Tari Siwi Utami, Perempuan Politik di Parlemen, ( Yogyakarta: Gema
Media, 2001), hlm.
50
Elvy Ria Pasaribu, Op.cit, hlm. 21.
44
dilaksanakan secara impresionik. Ini adalah beberapa hal yang merupakan
dampak gerakan feminisme dalam kehidupan .
Secara umum gerakan feminisme membawa perubahan besar
dalam ini kehidupan. Misalnya dalam Islam tidak ada larangan perempuan
untuk menjadi pemimpin. Tidak seharusnya seorang pemimpin itu
laki-laki, sehingga yang penting bukan laki-laki atau perempuan namun
bagaimana kapabilitasnya dalam memenuhi persyaratan menjadi seorang
pemimpin.
R.A. Kartini sebagai bunga bangsa mempunyai harapan dan cita- cita
besar terutama menggugah aspirasi pendidikan bagi perempuan. Pengaruh
perjuangannya masih dapat dirasakan.
Tampilnya gerakan feminisme atau gerakan perempuan yang
terangsang oleh gerakan Sumpah Pemuda sekaligus kebangkitan kaum
perempuan. Kebangkitan tersebut memberi peluang kepada kaum
perempuan untuk lebih aktif dalam organisasi sehingga kehidupan
perempuan dapat terangkat. Dengan demikian ruang gerak perempuan
semakin luas sehingga akses informasi dan pendidikan dalam genggaman
perempuan.
Disisi lain gerakan feminisme mempunyai dampak diantaranya; 1)
Semakin dipahaminya tentang peran gender, 2) Semakin pahamnya
perempuan terhadap HAM dan HAP, 3) Adanya kuota 30 % bagi
perempuan dalam daftar Caleg dan diberlakukan juga pada berbagai
instansi atau lembaga tertentu, 4) Dimasukkanya materi kesetaraan gender
dalam kurikulum pendidikan, 5) Banyaknya kasus kekerasan terhadap
perempuan yang mendapat penyelesaian, 6) kasus perceraian semakin
meningkat.
Berkaitan dengan caleg UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilu
pasal 65 ayat 1 telah mengamatkan kepada partai politik untuk
menempatkan perempuan sebagai calon sekurang-kurangnya 30 %.
Keterwakilan perempuan dalam lembaga pengambilan kebijakan publik
sangat penting. Hal ini karena jumlah pemilih perempuan lebih banyak
45
ketimbang laki-laki. Selain itu karena selama ini banyak kebijakan yang
mengabaikan kepentingan perempuan. Dalam hal ini perempuan mampu
merubah tatanan budaya yang maskulin menjadi feminim walaupun tidak
dapat dilakukan secara sekaligus akan tetapi membutuhkan langkah yang
sporadik. Sebagai mandat dalam pesta demokrasi memilih perempuan
merupakan langkah strategis untuk memenuhi keterwakilan di lembaga
pengambilan kebijakan publik.
B. PENDIDIKAN
1. Pengertian
Dalam kaitannya dengan pendidikan sejarah mempunyai peran
penting.
Kemudian
sebagai
cabang
ilmu
pengetahuan
sejarah
mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa soal
politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara
atau dunia.51 Sejarah telah membolehkan bahwa lahirnya Islam disertai
dengan adanya revolusi pendidikan oleh Nabi pada masa itu. Beliau
mengajarkan ilmu-ilmu agama ini diawali dengan turunnya wahyu yang
pertama yaitu surat al-Alaq yang berisi perintah untuk belajar, sehingga
Nabi berhasil mengubah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat
Islam yang modern dan hal inilah yang mempengaruhi perkembangan
Islam.
Sebelum mendiskripsikan pengertian pendidikan Islam, maka ada
baiknya penulis menggambarkan pengertian pendidikan terlebih dahulu.
M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertian
pendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi 2
pengertian, yaitu pengertian yang bersifat teoritik filosofis dan pengertian
dalam arti praktis.52 Menurutnya pendidikan dalam arti pertama, adalah
pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk
memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan berdasarkan kepada
51
52
hlm. 98.
Zuhairimi dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 82.
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
46
pemikiran normative, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofik
maupun histories filosofik. Kedua, pendidikan dalam arti praktek yaitu
proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi diri
dengan segala sapek didalamnya secara terarah guna mendapatkan
perubahan tingkah laku untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian
luhur.
Sedangkan pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan
merumuskannya secara bervariasi.
-
Menurut George F. Kneller
Education is the procces of self realization, in which the self
realization and develops all its potentialities.53
Pendidikan adalah proses relisasi diri dimana proses realisasi adalah
pengembangan seluruh potensi.
Maksud dari pernyataan diatas adalah pendidikan merupakan proses
untuk merealisasikan diri dan mengembangakan potensi diri. Jadi
dalam proses belajar mengajar peserta didik itu bukan barang jadi
yang mudah dibentuk sesuka hati pendidik namun siswa memiliki
potensi dan kemampuan dasar untuk dikembangkan.
-
Menurut Fredirick J.Mc Donald
Education is a process or a activity which is directed at producing
desirable changes in the behavior of human beings.54
“Pendidikan adalah suatu proses atau aktivitas yang secara langsung
diharapkan bisa menghasilkan perubahan tingkah laku”.
Pengertian diatas dapat dimaknai bahwa pendidikan merupakan proses
atau aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu yaitu adanya perubahan
tingkah laku. Perubahan tingkah laku diharapkan dapat mewujudkan
diri yang dewasa. Karena tujuan pendidikan adalah proses
pendewasaan diri.
53
George F. Kneller, Logic and language of Education ,( New York: john Kend Willey inc,
1996), hlm. 14-15.
54
Fredirick J. Mc. Donald, Education Psychology, ( Sanfransisco: Wadsmorth Publishing
Company, Inc, 1959), hlm. 4
47
-
Menurut Abdurrahman Annahlawi
‫ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺍﻻﺳﻼ ﻣﻴﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻨﻈﻴﻢ ﺍﻟﻨﻔﺴﻲ ﻭﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﱄ‬
55
.‫ﺍﻋﺘﻨﺎﻕ ﻹﺳﻼﻡ ﻭ ﺗﻄﺒﻴﻘﺔ ﻛﻠﻴﺎﰲ ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻔﺮﺩ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ‬
Pendidikan Islam merupakan pengatur kehidupan manusia baik secara
pribadi maupun kelompok yang mengajak kepada kebaikan dan mengikuti
Islam secara menyeluruh didalam kehidupan individu dan kelompok.
Maksud dari pernyataan diatas adalah bahwasanya pendidikan Islam
berfungsi mengatur kehidupan manusia baik individu maupun kelompok
dengan harapan dapat mengikuti Islam secara menyeluruh, karena pada
dasarnya pendidikan Islam berdasar atas sumber hukum Islam.
- Menurut Shaleh Abdul Aziz Abdul Majid
‫ ﻓﺎﻟﺘﺮﺑﻴﺔ‬.‫ﺑﺎﻥ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﻫﻲ ﺍﳌﻮﺛﺮﺍﺕ ﺍﶈﺘﻠﻔﺔ ﺍﱃ ﺗﻮﺟﻪ ﻭﺗﺴﻴﻄﺮﻋﻠىﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻔﺮﺩ‬
56
‫ﺍﺫﻥ ﺗﻮﺟﻴﻪ ﻟﻠﺤﻴﺎﺓ ﺍﻭﺗﺸﻜﻴﻞ ﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﻣﻌﻴﺸﺘﻨﺎ‬
Bahwasanya Tarbiyah adalah usaha-usaha yang bervariasi yang
ditujukan kepada setiap kehidupan individu. Adapun Tarbiyah
merupakan proses untuk memudahkan jalan untuk mencapai tujuan
hidup. Secara implisit kalimat diatas mengandung makna sesungguhnya
pendidikan Islam adalah proses untuk mencapai tujuan hidup manusia.
- Menurut Musthafa Al Ghulayani :
‫ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﻫﻰ ﻏﺮﺱ ﺍﻻﺧﻼ ﻕ ﺍﻟﻔﺎﺿﻠﺔ ﰲ ﻧﻔﻮﺱ ﺍﻟﻨﺎﺳﺌﲔ ﻭﺳﻘﻴﻬﺎﲟﺎﺀﺍﻻﺭﺷﺎﺩ‬
‫ﺎ ﺍﻟﻔﻀﻴﻠﺔ‬ ‫ ﺣﱴ ﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺔ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺎﺕ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﰒ ﺗﻜﻮﻥ ﲦﺮﺍ‬,‫ﻭﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ‬
57
. ‫ﻭﺍﳋﲑ ﻭﺣﺐ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ ﺍﻟﻮﻃﻦ‬
Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak
yang sedang tumbuh dan menyirami dengan siraman petunjuk dan
nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa,
kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan , suka beramal demi
kemanfaatan bangsa.
Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah proses pengembangan potensi diri dengan segala aspek
55
Abdurahman Annahlawi, Ushul Attarbiyah Al Islamiyah Wa Asalibiha, ( Suriyah : Darul
Fikr, t.th), hlm. 21.
56
Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, Attarbiyah Wa Thuruqul Tadriisi,
(Mesir : Darul Ma'arif, 1979), hlm. 13.
57
Muhammad Musthafa Al Gulayani, Idhatun Nasyiin, ( Beirut: Al Maktabah Al Ahliyah,
1949), hlm. 189.
48
di dalamnya secara terarah guna mendapatkan perubahan tingkah laku
untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian luhur.
Sedangkan pengertian pendidikan Islam menurut beberapa ahli
berbeda-beda. Menurut Ahmad Daeng Marimba "Pendidikan Islam adalah
bimbingan atau pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik
kepada si terdidik dalam perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah
kedewasaan dan seterusnya kearah terbentuknya kepribadian muslim".58
Sementara itu Chabib Thoha memberikan definisi "Pendidikan Islam
adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan serta teori-teori yang
ditanggung untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan pada
nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur’an maupun hadits
Nabi".59
Menurut Ali Ashraf "Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
melatih stabilitas murid-murid sedemikian rupa sehingga dalam perilaku
terhadap kehidupan lingkungan dan keputusan begitu pula pendekatan
mereka terhadap sesama ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai- etika
Islam yang sangat dalam dirasakan".60
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah
aktifitas pendidikan yang berupa latihan, bimbingan, pengembangan fitrah
dan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani berdasarkan etika
dan hukum Islam dengan tujuan terbentuknya insan kamil sebagai wujud
manusia dewasa yaitu pribadi muslim yang muttaqin.
Dari pengertian diatas pendidikan Islam terkandung unsur pokok.
a. Proses latihan, bimbingan dan pengembangan
b. Fitrah manusia (potensi)
c. Hukum dan etika Islam
d. Insan kamil.
58
Ahmad Daeng Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung: Al-Ma’arif,
1989), hlm. 41.
59
Chabib Thoha, Op.Cit, hlm. 99
60
Ali Ashraf, Harison –horison Baru Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pustraka Firdaus, 1984),
hlm. 23.
49
2. Tujuan Pendidikan Islam
Dalam pelaksanan pendidikan itu harus ada orientasi yang jelas
terhadap apa ingin dicapai yaitu tujuan. Dikemukakan disini tujuan adalah
apa yang dicanangkan oleh manusia diletakkannya sebagai pusat perhatian
dan demi merealisasikannya dia menata tingkah lakunya.61 Kemudian
ditambahkan pula bahwa pendidikan Islam sarat dengan pengembangan
diri dan penataan perilaku serta emosi manusia dengan landasan dienul
Islam.62
Hasan Langgulung menyatakan bahwa berbicara tentang tujuan
pendidikan tidak dapat meninggalkan pembicaraan mengenai tujuan
hidup. Sebab pendidikan bertujuan memelihara kehidupan manusia.63
Sedangkan tujuan pendidikan adalah pembahasan yang diharapkan setelah
subjek didik mengalami perubahan proses pendidikan, baik pada tingkah
laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat
dan alam sekitarnya.64
Pada dasarnya bicara tentang tujuan pendidikan Islam tidak dapat
dilepaskan dengan tujuan pendidikan nasional. Hal ini karena terkait
dengan persoalan struktural dan institusioal pendidikan Islam.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang tujuan pendidikan nasional
dikatakan sebagai “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
61
Abdurrrahman Annahlawi, Usul al-Islamiyah wa Asaibuha, Terjemahan. Drs. Herry Noer
Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, CV. Diponegoro, Bandung: 1989, hlm. 160.
62
Abdurrahman Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema
Insani Press, Jakarta: 1999, hlm. 177.
63
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan “Suatu Analisa Psikologi Filsafat dan
Pendidikan, Pustaka Al-Husna, Jakarta: 1986, hlm. 33.
64
Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1979, hlm. 399.
50
berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.65
Sementara itu antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional
Indonesia tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini dapat
ditelusuri dari dua segi: Pertama, dari konsep penyusunan sistem
pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, kedua dari hakekat pendidikan
Islam dalam kehidupan beragaman kaum muslimin di Indonesia.66
Kemudian langkah selanjutnya adalah bahwasanya tujuan
pendidikan Islam adalah dilihat dari pendidikan nasional yang kemudian
diintegralkan dengan asas dan hukum Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang unik karena tujuan
pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia. Dalam
Islamlah tujuan pendidikan termaktub yaitu menciptakan pribadi-pribadi
hamba Allah yang selalu bertaqwa kepadaNYA dan dapat mencapai
kehidupan di dunia dan akhirat.67
Dengan demikian tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan
nilai-nilai Islam dalam pribadi peserta didik yang diikhtiyarkan oleh
pendidik melalui proses yang berakhir pada produk yang berkepribadian
Islam, beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup
mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.
Pendidikan Islam berjangkauan sama luasnya dengan kebutuhan
hidup manusia modern masa kini dan masa mendatang, dimana manusia
tidak hanya memerlukan iman dan agama melainkan juga ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai alat untuk memperoleh kesejahteraan
65
UU No. 20 Tahun 2003, Tentang Sisdiknas beserta penjelasannya, (Bandung: Citra
Umbara, 2003), hlm. 7.
66
Zuhairini dkk, Op.cit, hlm. 231.
67
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Mordenisasi Menuju Milenium Baru, (
Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm 8.
51
hidup di dunia sebagai sarana untuk mencapai kehidupan spiritual yang
bahagia di akhirat.68
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar dan bertujuan dan
meletakkan asas-asas dan hukum Islam sebagai landasan pijakan. Sebagai
karakteristik pendidikan yang bercorak Islam maka perumusan tujuan
mengacu dan berpijak pada hukum-hukum ajaran Islam. Adapun tujuan
pendidikan Islam menurut M. Atiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa
tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang utama
atau pembentukan moral yang tinggi.69
Sedangkan Chabib Thoha mengatakan" tujuan pendidikan Islam
adalah:
1. Menumbuh dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah
SWT.
2. Membina dan memupuk akhlaqul karimah.
3. Menumbuhkan jiwa dan sikap yang selalu beribadah pada Allah.
4. menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang beramar ma’ruf
nahi munkar.
5. menumbuhkan kegiatan ilmiah melalui kegiatan penelitian, baik
terhadap kehidupan manusia, alam maupun makhluk lainnya."70
Kemudian menurut Ahmad Daeng Marimba dengan jelas
mengatakan "tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya
kepribadian muslim".71
Lain halnya dengan Zakiah Darajat mengemukakan bahwa
"tujuan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhir terdapat
pada waktu hidup di dunia telah berakhir pula. Mati dalam keadaan
berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung taqwa
sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah
68
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1990), Cet. I, hlm 55.
69
M. Atiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang,
t.th), hlm. 10.
70
Chabib Thoha, Op.cit, hlm. 101-102.
71
Ahmad Daeng Marimba, Op.cit, hlm. 49.
52
akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhir
hidupnya".72
Dengan demikian berdasarkan rumusan-rumusan yang ada di atas
maka dapat diambil sebuah konsep tentang tujuan pendidikan Islam
adalah terbentuknya pribadi muslim sebagai generasi penerus bangsa yang
taat pada Allah Swt didasari cerdasnya otak dan etos kerja yang tinggi
serta beramar ma’ruf dan nahi munkar.
3. Dasar Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan disini ialah landasan
yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan Islam, baik dalam dataran
konsep maupun praktis. Dalam pendidikan dan pembinaan kepribadian
arah dari semua kegiatan. Dengan adanya dasar maka berfungsi sebagai
sumber semua peraturan yang diciptakan sebagai pegangan langkah dan
pelaksanaan serta sebagai jalur langkah yang menentukan arah tersebut. .73
Pendidikan merupakan satu hal yang mutlak adanya dan pada
dasarnya manusia adalah makhluk pedagogik. Maka dasar pendidikan
yang dimaksud ialah nilai- nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup
suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu berlaku. Pada
pembahasan ini adalah tentang pendidikan Islam maka pandangan hidup
yang digunakan adalah pandangan muslim (Islam).
Secara prinsip, dasar-dasar pendidikan Islam diletakkkan pada
dasar ajaran Islam serta pandangan hidup Islam dengan segala aspek
budayanya. Kemudian untuk lebih mendetail maka dalam hal ini akan
diuraikan tentang landasan dan dasar pendidikan.
1. Al-Qur’an
Yang mendasari pendidikan Islam yang pertama adalah Alqur’an yang firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Allah
melalui Jibril kepada Muhammad. Dalam Al-qur’an terkandung 2
72
Zakiah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara dan Binbaga Depag
RI, 1996), hlm. 31.
73
Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm. 153.
53
prinsip besar yang berhubungan dengan keimanan dan amal. Setiap
muslim percaya bahwa Al-qur’an adalah sumber nilai ajaran Islam
yang paling utama.74
Al-Qur’an diturunkan kepada manusia untuk memberikan
petunjuk ke arah jalan yang diridhai-Nya. Pendidikan dalam Al-qur’an
adalah pendidikan yang menyeluruh meliputi segala aspek manusia
yang menjadi tekanannya adalah segi rohaniah dan jasmaniah lebih
tepatnya segi psikofisik dan psikomotorik.75 Dari sini dapat dilihat
secara jelas bahwa pendidikan itu benar-benar menekankan adanya
perubahan yang positif baik jasmani maupun rohani, karena Islam
berlandaskan al-Qur’an sebagai sumber utama oleh karena pendidikan
Islam
yang
merupakan
manifestasi
ajaran
Islam
seharusnya
menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam penyusunan teori dan
konsep pendidikannya.
Dan di dalam al-Qur’an itu sendiri sudah jelas bahwa Islam
menginginkan perubahan yang hal ini ditandai dengan wahyu pertama
QS. Al-Alaq ayat 1-5.
.‫ ﺍﻗﺮﺃ ﻭﺭﺑﻚ ﺍﻻﻛﺮﺍﻡ‬.‫ ﺧﻠﻖ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻣﻦ ﻋﻠﻖ‬.‫ﻚ ﺍﻟﹼﺬﻯ ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻗﺮﺃ ﺑﺎﺳﻢ ﺭﺑ‬
.‫ ﻋﻠﹼﻢ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻣﺎﱂ ﻳﻌﻠﻢ‬.‫ﺍﻟﹼﺬﻯ ﻋﻠﹼﻢ ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ‬
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mulia. Yang
mengajarkan manusia dengan kalam( pena). Mengajarkan apa-apa
yang belum diketahuinya.
76
( QS. Al-Alaq 1-5).
2. Assunah
Sunnah Rasul sering disebut dengan hadits ialah berupa ucapan,
perbuatan atau taqrir Nabi yang mengandung ajaran-ajaran Islam. Pada
dasarnya as-Sunnah dimaksudkan untuk mewujudkan 2 tujuan pertama:
74
Al-Ghazali, Permata Al-Qur’an, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. VI
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, ( Yogyakarta: LPPAI dan
UII Press, 2001), hlm. 94.
76
Mohamad Zuhri, Terjamah Juz 'Ama,( Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 46-47.s
75
54
menjelaskan kandungan al-Qur’an, kedua; menerangkan syari’at dan
adab-adab lain.77 Berkaitan dengan pendidikan, as-Sunnah berfungsi
sebagaimana al-Qur’an dalam mendidik dan meluruskan jalan bagi
manusia.
Dalam arah pendidikan nasional as-Sunnah mempunyai peranan
yaitu menterjemahkan konsep pendidikan menurut al-Qur’an memberikan
gambaran kesimpulan tentang metodologi pengajaran di masa Rasulullah.
Kemudian terkait dengan hal itu pendidikan Islam dengan landasan asSunnah diharapkan mampu memberikan warna dalam pembentukan watak
muslim.
Jika pendidikan Islam meletakkan dasar pada al-Qur’an dan asSunnah maka yang harus adalah nilai aqidah, keimanan, berfikir logis,
keseimbangan dan rahmatan lil ‘alamin. Hal ini membawa dampak bahwa
dalam rangka penyusunan konsep teoritis maupun operasional praktis
seharusnya pendidikan Islam diarahkan untuk pembentukan pribadi
muslim beraqidah, taat, berakhlak mulia dengan disertai sebagai
pemimpin bumi.
4. Kurikulum Dalam Pendidikan Islam
Pengertian kurikulum
Sebelum berbicara lebih jauh alangkah lebih baiknya diketahui
terlebih dahulu tentang apa itu kurikulum. "
" Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni kurikulum awalnya
mempunyai a running course dan dalam bahasa Perancis yakni
courier berarti to run, berlari. Istilah itu kemudian digunakan untuk
sejumlah mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu gelar penghargaan dalam dunia pendidikan yang
dikenal dengan ijazah".78
Menurut Arifin "dalam proses pendidikan itu seharusnya ada arah
tujuan pendidikan, suatu tujuan kependidikan yang hendak dicapai
77
Abdurrahman Annahlawi, Op.cit, hlm. 46.
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, ( Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1999), hlm. 3-4.
78
55
harus dicanangkan (diprogramkan) dalam apa yang disebut
kurikulum".79
Kurikulum adalah program belajar atau dokumen yang berisikan
hasil belajar yang diniah (diharapkan dimiliki siswa) di bawah tanggung
jawab sekolah untuk mencapai definisi tentang kurikulum, jangan terlalu
luas karena akan kabur, menurutnya kurikulum adalah “a plan for
learning.” 80 Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kurikulum itu sebenarnya
meliputi pengalaman yang terencana namun ada juga yang tidak terencana
yang sering disebut “hidden kurikulum” atau kurikulum tersembunyi.
Menurut penulis bahwa kurikulum adalah sejumlah materi (baik jelas
maupun tersembunyi yang harus diselesaikan dengan jangka waktu
tertentu yang telah terprogramkan.
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan
Islam misalnya saja tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme, yang
menitikberatkan pemanfaatan hidup manusia di dunia, yang menjadi
standart ukurannya sangat relatif, yang bergantung pada kebudayaan atau
peradaban manusia.81
Di samping itu orientasi pendidikan Islam memiliki keterkaitan
dengan fungsi manusia yaitu sebagai “khalifah fil ardh”. Agar fungsi
kekholifahan dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya reorientasi
kurikulum. Orientasi kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya yaitu
pengembangan ketiga aspek yaitu mempunyai proyeksi kedepan, inovatif
learning, aktif serta tidak dogmatis. Kurikulum sesungguhnya itu
merupakan jawaban atas kebutuhan peserta didik.
Sumber dan materi pendidikan dalam kurikulum pendidikan Islam
hendaknya dikembangkan melalui bahan yang ada dalam al-Qur’an dan
sunnah serta pemahaman realitas yang ada. Jadi kurikulum Islam
seharusnya ditata dengan rapi agar tidak normatif. Disisi lain kurikulum
79
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 84.
Nana Sudjana, dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2002), hlm. 3.
81
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 10
80
56
dalam pendidikan Islam itu harus integral antara pendidikan umum dan
Islam.
Komponen Penyusun Kurikulum
Melihat pengertian diatas maka dapat diketahui komponennya sebagai
berikut:
•
Tujuan
•
Isi materi
•
Organisasi strategi
•
Media PBM
•
Evaluasi
Dalam hal menyusun kurikulum harus memperhatikan aspek – aspek
tersebut. Selain memperhatikan aspek diatas hendaknya kurikulum
disusun berdasarkan realitas masyarakat sehingga pendidikan yang ada
tidak jauh dari harapan masyarakat Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah kurikulum sedapat mungkin tidak normatif akan tetapi kontekstual.
5. Pendidikan Berperspektif Gender
Pendidikan berfungsi sebagai alat transformasi sosial, demikian
John Dewey mengatakan, yang dikutip oleh Budi Rajab.
Sifat
transformasi itu dimungkinkan karena melalui pengajaran di sekolah yang
terorganisir orang dapat mengenal kemampuan dan kekuatan dirinya
sendiri didorong untuk mempertanyakan berbagai asumsi serta terus
mencari kebenaran.
Arah pendidikan yang dimaksud untuk mengembangkan potensi
yang ada pada diri manusia seluas-luasnya dan diharapkan dapat tumbuh
menjadi manusia bebas dan mampu berfikir kritis dan dapat memberi
penilaian sendiri atas berbagai situasi yang dihadapi, merefieksikannya,
dan kemudian menjadikanya landasan untuk realitas itu sendiri.
Pendidikan bukan sekedar mendorong manusia menerima dan beradaptasi
dengan realitas, tapi ikut mebuat sejarah itu sendiri.82
82
hlm. 23.
Budi Rajab , Jurnal Perempuan, ( Jakarta : YJP dan Ford Fondation , 2001), Edisi 23,
57
Karena itu Dewey merekomendasikan, bahwa pendidikan sekolah
ini secara langsung mesti diarahkan pada upaya-upaya untuk membentuk
masyarakat demokratis. Bila melihat bahwa sebetulnya sudah ada basis
legal yang mendukung kesetaraan gender dalam pendidikan, maka
seringkali pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kaum feminis adalah :
lalu dimana persoalanya ? Bukankah aturan-aturan yang ada mendukung
kesetaraan perempuan dalam pendidikan. Sebaliknya, kaum feminispun
balik bertanya, mengapa aturan-aturan legal yang telah disepakati tetap
meminggirkan kaum perempuan dalam pendidikan?
Bagi kaum feminis ada 2 permasalahannya yang harus diperhatikan
yakni; pertama, aturan-aturan legal yang ditetapkan te rnyata masih sangat
umum dan belum secara spesifik masuk turunan-turunan gender
pendidikan dalam perundang-undangan di Indonesia. Kedua, untuk
membuat sebuah kebijakan yang melindungi hak-hak perempuan dalam
pendidikan, maka perlu sebuah kajian dan pemahaman tentang isu-isu
perempuan
tidak
diperhitungkan
maka
kebijakan-kebijakan
yang
dihasilkan akan sangat tidak berguna dan bahkan bisa jadi menguatkan
bias gender dalam pendidikan.
Banyak orang yang menyangka bahwa feminisme merupakan
istilah baru atau paling tidak berkembang pada saat-saat "The Flower
Generation "83 (tahun-tahun 1960-an), namun jauh dari saat itu sudah ada.
Seperti tulisan dihalaman sebelumnya ada beberapa teori feminis liberal
persoalan akses pendidikan sangat diperlukan oleh kaum perempuan
dengan dengan menyediakan program pelayanan bagi anak perempuan
dan keluarga yang kurang beruntung dan melakukan penuntutan
kesetaraan pendidikan yang sifatnya tidak radikal atau tidak mengancam.
Teori feminis radikal menyatakan bahwa bias gender dalam
pendidikan adalah budaya patriarkhal, opresi seksualitas, pemberdayaan
perempuan, mensentralkan kepentingan perempuan. Kemudian kalau
menurut teori postsrukturalis dan postmodernisme melakukan penaturan
bahasa-bahasa pendidikan yang sangat bias oleh sebab itu teori bukan saja
mengajak mereka yang berkepentingan dengan pendidikan untuk merubah
kurukulum tetap melihat bagaimana kurikulum bias gender terbentuk dan
83
Ibid, hlm. 89.
58
beroperasi secara luas. Adapun harapan yang dapat dibangun terhadap
perubahan pendidikan dengan adanya gerakan feminis yang dilakukan
berbagai elemen dalam bentuk kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1. Kebijakan yang memastikan akses pendidikan
Kebijakan inilah yang sering dilakukan oleh feminis liberal, misalnya
memastikan bahwa perempuan tidak akan diarahkan pada pada
pendidikan yang stereotype, tidak mengalami diskriminasi dalam
penyeleksian studi, adanya bantuan finansial bagi mereka yang
membutuhkan bahkan lebih jauh dari itu perlu adanya tindakan
afirmasi (Affirmative action), dan penyediaan fasilitas yang memadai
termasuk kualitas pengajar yang telah ikut pendidikan berperspektif
gender.
2. Kebijakan memperhatikan adanya persoalan budaya patriarkal
Hal tersebut diatas, banyak mendapat inspirasi dari pandangan feminis
radikal
yang
menginginkan
adanya
sangsi
terhadap
institusi
pendidikan yang mempraktekkan diskriminasi gender.
3. Kebijakan perekonomian (persoalan kemiskinan)
Kebijakan ini mengupayakan pendidikan gratis demi akses pendidikan
untuk semua golongan. Disamping itu persoalan kurikulum dan
fasilitas seharusnya memadai dan berkualitas.
4. Kebijakan yang memperhatikan kurikulum dan teks-teks sekolah
Hal ini dilakukan menganalis dan merubah teks-teks yang bias
gender. Dan pendidikan harus diajarkan dalam setiap tingkat pendidikan.
Sebuah idealitas yang ingin dicapai dalam gerakan feminisme dalam dunia
pendidikan adalah bagaimana, menciptakan pendidikan yang bebas gender
dimana tidak lagi ada pembedaan peran
Sebuah upaya yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan
sensitifitas dalam lingkunagan pendidikan adalah melalui Gender
mainstreaming dan gender analysys training. Sedangkan secara akadamis
yang diperlukan dalam training ini akan muncul sensitivitas baik secara
overt maupun hidden curriculum adalah perspektif gender. Yang
dimaksud overt curiculum adalah bagaimana persoalan gender terefleksi
59
secara nyata dalam kurikulum yang tersedia sebagi bahan perkuliahan atau
pembelajaran. sedangkan hidden kurikulum adalah perspektif komunitas
yang menyampaikan materi kurikulum tersebut.84
Konsep pendidikan berwawasan gendr gender sangat ideal,diman
pendidikan dalam berbagiai dimensi baik perencanaan, kebijakan dan
pelaksanaan mempunya waawsan dan kepekaan terhadapa masalah
gender. Yang demikian dapat meluruskan pemhaman dan sikap yang tidak
menimbulkan ketimpangan gender. Upaya mewujudkan konsep ini tidak
mudah, karen aberbagai faktor yang cukup mempengaruhinya terlebih
dahulu berkaitan dengan masalah budaya dan kebijakan.
Oleh karena untuk menghadapi persolan tersebut dan sebagai upya
untuk mewujudkan sebuah pendidikan yang berwawasan gender tentunya
diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut.
Pertama, sosialisasi pemahaman pegarusutaam gender kepada
stake holder secara terus menerus. Upaya ini dilakukan untuk menamkan
nilai-nilai adil gender dengan harapan akan tumbuh kesadaran kritis
tentang kesadaran gender pada pengambil kebijakan khususnya yang
terkait dengan pendidikan.
Kedua,dalam rangka memberikan kesempatan dan keluasaan akses
serta peningkatan partisipasi anak perempuan, maka program pendidikan
alternatif merupakan sebuah kemungkina. Halini memberikan kesempatan
kepada perempuanputus sekolah, disamping memberikan bea siswa bagi
perempuan.
Ketiga, menciptakan mengembnagkan metode pembelajaran yang
peka gender. Misalnya dengan revisi buku yang ada serta adanya
perubahan
pemahaman
kognitif
ataupun
perilaku
guru
dalam
menyampaikan pesanh agar tidak terjadi sesuatu yang timpang.
Keempat, perlu adanya perubahan budaya secara secara sporadic
agar tercipta kondisi budaya yang egaliter baik dalam struktur masyarakat
maupun keluarga. Dalam keluarga harus dilakuakan sosialisasi tentang
84
Siti Ruhaini Zuhayatin," Kajian Gender di Perguruan Tinggi Islam Indonesia Catatan
dari PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam, Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo,
Problem dan Prospek IAIN Antologi Pendidikan Tinggi Islam , ( Jakarta: Depag RI, 2000), hlm.
306-307
60
pendidikan tidak membedakan, karena keluarga merupakan pondasi
perkembangan anak.
Download