Oreochromis niloticus - E-Journal Universitas Bung Hatta

advertisement
Pengaruh salinitas berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan
benih ikan nila (Oreochromis niloticus)
Desra Irawan1, Elfrida2, Dahnil Aswad2
1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan
E-mail : [email protected]
2)
Dosen Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Abstract
The purpose of this research was to find out and to determine the optimal salinity on survival
(survival rate) and Tilapia seeds growth (Oreochromis niloticus). This research was take place on
integrated laboratory fisheries and marine science faculty. It was chosen by using a completely
randomized design, by using 4 treatments and 3 replicates. This research doing around 45 days,
from march 5 until April 18 2014. A Treatment medium salinity 0-6 (fresh water) ppt, B
treatment (medium salinity 15 ppt), C Treatment (medium salinity 20 ppt), D Treatment
(medium salinity 25 ppt). The sample of this research was Tilapia fish (Oreochromis niloticus)
with size was 1-2 cm, old 37 days, the total of sample was 300 fish. The container that was used
12 aquarium with size 40 x 35 x 20, each aquarium filled 25 Tilapia. The result of this research
shows that the effect of different salinity towards highest survival on A Treatment (medium
salinity fres water ) 92 %, whereas the best growth on C Treatment (medium salinity 25 ppt)
weight average was 2,83 mg/tail and the best length on C Treatment (medium salinity 25
ppt)34.20 mm/tail.
Key words : Tilapia, Salinity, Oreochromis niloticus, Survival, Growth.
memiliki potensi untuk menyesuaikan diri
PENDAHULUAAN
pada salinitas air laut (± 35 ppt).
Ikan Nila merupakan salah satu komoditas
Mengingat bahwa ikan Nila cukup banyak
penting perikanan budidaya air tawar di
diminati masyarakat dan memiliki batas
Indonesia. Ikan ini disenangi tidak hanya
toleransi terhadap salinitas yang cukup luas
karena rasa dagingnya yang khas, tetapi juga
yaitu antara 0–35 ppt maka Ikan Nila
karena
laju
pertumbuhan
dan
berpotensi untuk dibudidayakan di daerah
perkembangbiakkannya
yang
cepat.
pantai dengan perairan payau. Salinitas
sehingga, dikalangan peternak ikan, ikan
merupakan salah satu faktor fisiologis yang
Nila dijadikan komoniti unggulan.
berpengaruh terhadap pemanfaatan pakan
Ikan Nila merupakan ikan yang memiliki
pertumbuhan ikan. Pengaruh salinitas
daya tahan tubuh dan adaptasi yang baik.
melalui tekanan osmotiknya terhadap
Salah satu adaptasi yang dapat dilakukan
pertumbuhan dapat terjadi baik secara
oleh ikan Nila adalah adaptasi fisiologis
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
terhadap rentang salinitas yang tinggi karena
langsung salinitas yaitu efek osmotiknya
ikan Nila tergolong ikan eurihaline dan
terhadap osmoregulasi dan pengaruh secara
tidak langsung salinitas mempengaruhi
organisme akuatik melalui perubahan
kualitas air.
Penelitian ini telah pernah dilakukan Junius
Akbar (2012), dengan mengunakan ikan
betok sebagai ikan uji dan mendapatkan
salinitas terbaik untuk pertumbuhan mutlak
dan pertumbuhan relatif individu tertinggi
terjadi pada media salinitas 0 ppt, sedangkan
tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada
perlakuan salinitas 20 ppt.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik
untuk melakukan penelitiaan tentang
pengaruh salinitas terhadap kelangsungan
hidup dan pertumbuhan benih ikan Nila
(Oreochromis niloticus) pada salinitas yang
berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan menentukan salinitas yang optimal
terhadap kelangsungan hidup (survival rate)
dan pertumbuhan benih ikan Nila
(Oreochromis niloticus) .
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi informasi ilmiah kepada masyarakat
pembudidaya tentang salinitas yang optimal
bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup
(survival rate) bagi benih ikan Nila
(Oreochromis niloticus)
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Terpadu Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan, dilaksanakan selama 45 hari,
yang dimulai dari tanggal 5 Maret – 18
April 2014
Bahan dan Alat
Bahan
• Ikan Uji
Ikan uji yang dipakai dalam
penelitian ini adalah benih Nila
(Oreochromis
niloticus)
dengan
ukuran 1 – 2 cm yang berumur 37 hari,
sebanyak 300 ekor benih ikan nila,
benih
tersebut
diperoleh
dari
pemijahan
sepasang
induk
di
Laboratorium
Terpadu,
Fakultas
Perikanan
dan
ilmu
Kelautan
Universitas Bung Hatta.
•
Air Media Penelitian
Air yang digunakan sebagai media
penelitian adalah air yang bersalinitas
tawar, 15 ppt, 20 ppt, dan 25 ppt
(sebagai perlakuan) dengan volume 10
liter setiap akuarium percobaan.
Adapun rumus yang digunakan untuk
mendapatkan salinitas yang sesuai
dengan masing-masing perlakuan,
dilakukan dengan cara mencampurkan
antara air laut dan air tawar, dengan
rumus sebagai berikut :
V1N1 = V2N2
Keterangan :
= Volume air laut yang dipakai
V1
N1
= Salinitas air laut yang dipakai
V2
= Volume air yang akan dibuat
= Salinitas air yang akan dibuat
N2
• Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pakan berupa PM 500 yang
diberikan secara adlibitum.
Alat Yang Digunakan
Refraktometer
DO Meter
pH Universal
Timbangan
Termometer
Aquarium
Aerator
Hipotesis dan Asumsi
Pengukur Salinitas
Pengukur O2 Terlarut
Pengukur pH
Alat Penimbang Berat Ikan
Pengukur suhu
Wadah Pemeliharaan
Penyuplai O2
Metode Penelitian
Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan
empat perlakuan dan tiga ulangan, yang
mengacu pada rumus Steel dan Torrie
(1989).
Yji = µ + i + Σ ij Ket :
Yij = Nilai pengamatan ke-i dan ulangan
ke-j.
µ
= Nilai tengah pengamatan
i = Pengaruh perlakuan i
Σij = Pengaruh galat perlakuan ke I ulangan
ke j
H1 : Ada pengaruh salinitas terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan
ikan Nila (Oreochromis niloticus)
pada salinitas yang berbeda.
Asumsi yang dikemukakan:
•
Pengaruh genetik dianggap sama.
•
Penanganan selama penelitian dianggap
sama.
Prosedur Penelitian
Persiapan Wadah
pemeliharaan
• Persiapan akuarium sebagai tempat
pemeliharaan sebanyak 12 buah yang
berukuran 40 x 35 x 20,dan sebelumnya
disterilkan dengan menggunakan PK ,
kemudian
persiapan media bersalinitas
tawar, 15, 20, dan 25 ppt.
• Wadah penelitian disusun secara acak
sehingga diperoleh, pengaruh lingkungan
dan proses pengangan yang sama.
• Pengisian
wadah
dengan
media
bersalinitas yang berbeda yaitu tawar (0 – 6
ppt), 15 ppt, 20 ppt, dan 25 ppt dengan
volume air 18 l/akuarium.
Persiapan Ikan Uji
pemeliharaan
•
Adapun perlakuan yang digunakan adalah
Perlakuan A = Media
bersalinitas 0 – 6 (tawar) ppt.
Perlakuan B = Media
bersalinitas 15 ppt.
Perlakuan C = Media
bersalinitas 20 ppt.
Perlakuan D = Media
bersalinitas 25 ppt.
Ho : Tidak ada pengaruh salinitas terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan
ikan Nila (Oreochromis niloticus)
pada salinitas yang berbeda.
pemeliharaan
pemeliharaan
Pengambilan embrio dari induk betina
Induk betina ditangkap dan dipaksa
mengeluarkan (memuntahkan) telur
sebelum menetas dan berkembang
menjadi larva. Telur ini ditetaskan dan
dirawat
dalam
wadah
khusus
(inkubator).
• Pemeliharaan larva ikan Nila
Setelah kuning telur habis, larva ikan
Nila diberi makan berupa Moina sp
sampai ikan bisa memakan makan pakan
butan berupa pellet.
Proses Adaptasi
Paramater Uji.
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup ikan dapat dihitung
menggunakan rumus
( Effendie, 1978):
Sebelum perlakuan, ikan uji ditempatkan
dalam suatu wadah berupa akuarium yang
kemudiaan diadaptasikan secara berlahan
dengan
air
laut,
yang
dialirkan
menggunakan infus secara bertahap, setelah
ikan uji beradaptasi dengan salinitas 15 ppt
maka selanjutnya ikan uji dipisahkan 75
ekor kewadah yang telah disediakan untuk
perlakuan 15 ppt (Perlakuan B), sementara
itu ikan uji yang berada pada aquarium
utama masih diadaptasikan, setelah
mencapai salinitas 20 ppt (Perlakuan C)
ikan uji dipisahkan kembali 75 ekor untuk
perlakuan 20 ppt , kemudian ikan yang
tersisa pada aquarium utama diadaptasikan
hingga salinitas mencapai 25 ppt
(Perlakuan D), setelah itu baru dilakukaan
pengamatan.
Pelaksanaan Penelitian
•
•
•
•
Pada ikan dalam wadah masing –
masing perlakuan dilakukan pemberian
pakan berupa pellet PM 500 adlibitum.
Pengamatan awal dengan menimbang
berat dan mengukur panjang ikan.
Pengamatan kelangsungan hidup ikan
dilakukan setiap hari.
Pengamatan
panjang
dan
berat
dilakukan 15 hari sekali, yang
dilakukan selama 45 hari.
Kelangsungan Hidup (SR) =
Nt
x 100%
No
Keterangan :
SR = kelangsungan hidup ikan Nila (%)
Nt = jumlah ikan Nila yang hidup sampai
akhir penelitian
No = jumlah ikan Nila awal penelitian.
Laju Pertumbuhan bobot mutlak
Laju pertumbuhan bobot mutlak individu
dinyatakan sebangai pertambahan bobot
benih selama penelitian berlangsung
dengan memakai rumus Effendi (1979)
yaitu :
W = Wt - Wo
Keterangan :
W = laju Berat Mutlak
Wt = bobot benih pada waktu t (gr)
Wo = bobot benih ikan pada awal percobaan
Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak
Menurut Effendie (1978) laju pertumbuhan
panjang mutlak dapat dihitung dengan
rumus :
Lm = Lt – Lo
Keterangan :
Lm = Laju pertumbuhan mutlak (mm)
Lt = Pertumbuhan panjang mutlak /45 hari
(mm)
Lo = Panjang awal (ekor)
Pengamatan Kualitas Air
Pengamatan kualitas air dilakukan 2 kali
selama penelitian, yaitu pada awal dan akhir
penelitian. Kualitas air yang diukur adalah
untuk perikanan meliputi suhu, pH, DO.
Analisa Data
Semua data yang diperoleh dari hasil
penelitian terlebih dahulu dilakukan uji
statistik. Apabilah hasil analisis menunjukan
bahwa F hitung < F tabel pada taraf 95%
berarti tidak ada pengaruh salinitas berbeda
terhadap laju sintasan dan pertumbuhan
larva ikan Nila, H0 diterima dan Hi ditolak.
Jika F hitung > F tabel pada taraf 95%
berarti ada pengaruh salinitas berbeda
terhadap laju sintasan dan pertumbuhan
larva ikan Nila H0 ditolak dan H1 diterima.
Untuk melihat adanya pengaruh pelakuan
dilakukan uji duncan’s (DMNRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus SP)
Data kelangsungan hidup benih ikan Nila
yang dipelihara pada media bersalinitas
yang berbeda yaitu tawar (kontrol), 15 ppt,
20 ppt, dan 25 ppt, dapat dilihat pada
Lampiran 4, sedangkan rata – rata dari setiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Rata – rata kelangsungan hidup (%) benih ikan Nila selama penelitian
Perlakuan
Kelangsungan Hidup
A
92,00 ± 10,58 a
B
82,67 ± 10,07 a
C
86,67 ± 09,24 a
D
84,67 ± 05,03 a
Ket : A = Media pemeliharaan bersalinitas 0 – 6 (air tawar) ppt.
B = Media pemeliharaan bersalinitas 15 ppt.
C = Media pemeliharaan bersalinitas 20 ppt.
D = Media pemeliharaan bersalinitas 25 ppt
Dari Tabel 1 dan Grafik 1 terlihat bahwa
kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada
perlakuan
A
media
pemeliharaan
bersalinitas 0 – 6 ppt (air tawar), yaitu 92 %
dan
diikuti
perlakuan
C
(media
pemeliharaan bersalinitas 20 ppt) yaitu
86.67 % dan perlakuan D (media
pemeliharaan bersalinitas 25 ppt) yaitu
85.33 %, sedangkan kelangsungan hidup
yang terendah terdapat pada perlakuan B
(media pemeliharaan bersalinitas 15 ppt )
yaitu 82.67 %
Dari hasil analisis varian Lempira 4 terlihat
bahwa pemeliharaan benih ikan Nila
dengan salinitas yang berbeda, tidak
terdapat pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kelangsungan hidup benih ikan
Nila (P < 0,05).
kelangsungan hidup %
100
0
80
0
60
0
40
0
20
0
0
A
B
C
D
Perlakuan
Gambar 2.
2 Rata – rataa kelangsunggan hidup (%
%) benih ikaan Nila selam
ma penelitiann
Salinitas air berperaan cukup penting padaa
pembenihhan ikan. Ikan Nilaa biasanyaa
dibudidayyakan di perairan bersalinitas.
Hapher dan Prugin
nin dalam Fitria
F
(2012))
menyebuutkan bahwaa beberapa spesies
s
ikann
Nila dapat beradaptaasi pada saalinitas yangg
tinggi.
Pada
media
bersalinitas,,
kelangsunngan hidup ikan Nila dipengaruhii
oleh kem
mampuan osm
moregulasi
Hollidayy (1996) menyatakaan bahwaa
kemampuuan ikan unttuk bertahann pada mediaa
bersalinittas tergantun
ng kepada kemampuann
ikan untuuk mengaturr cairan tubuuh, sehinggaa
mampu mempertahaankan tingkkat tekanann
osmotik
yang
mendekati
normal..
n yang lebih besarr
Kemungkkinan, ikan
mempunyyai kemam
mpuan menggatur cairann
tubuh yanng lebih baiik. Kesempuurnaan organn
dari ikann uji merup
pakan salah satu faktorr
utama yaang menduku
ung keberhaasilan dalam
m
adaptasi ikan – ikaan uji yangg digunakann
terhadap perlakuan yang diberiikan kepadaa
Pangasiuus jambal (L
Legendre ett al., dalam
m
Slembrouch et al., 2003)
Berdasarkkan analisa statistik keelangsungann
hidup beenih ikan Nila
N
tidak berpengaruh
b
h
nyata paada keempaat perlakuaan. Hal inii
menunjukkan bahwa peningkataan salinitass
dari tawar sampai 25
2
ppt, tidak
mem
mpengaruhi kelangsunggan hidup benih
b
ikann Nila, tinggginya tingkkat kelangsuungan
hiduup benih ikan Nilaa (Oreochrromis
niilooticus) padaa berbagai media
m
bersallinitas
terseebut, menuunjukkan baahwa ikan Nila
berssifat euryhaaline Lim dalam baastian
(19996)
Darii penelitiann yang dilaakukan dipeeroleh
hasil rendahnyaa tingkat kellangsungan hidup
h
padaa perlakuan B dengan media
m
bersallinitas
15 ppt,
p
diduga karena tinggginya kanduungan
amooniak yang mencapai 0,44 mg/l pada
Tabel 4 yang disebabkan oleh sisa pakan
p
yangg tidak term
makan oleh benih ikan Nila,
mauupun dari hassil metabolissmee (feses) yang
mennyebabkan amoniak meningkat
m
d
dalam
peraairan dikaarenakan karena
k
tekkanan
osm
motik dalam tubuh ikan kurang seim
mbang
sehingga mettabolisme terganggu dan
mennyebabkan feeses banyak dan pembuaangan
amooniak tinggi.. Namun seemakin tingginya
meddia salinitas tidak
t
mempeengruhi tingginya
amooniak yang dapat
d
dilihaat pada perlaakuan
C (m
media saliniitas 20 ppt.) Hal ini karena
k
denggan salinitaas 20 ppt tekanan
t
osm
motik
dalaam tubuh ikan hampir seimbang
s
deengan
meddia tempat hidup
h
(isoosm
mostik) sehingga
energi dibutuhkan lebih kecil dan secara
otomatis akan berpengaruh pada efesiensi
pemanfaatan
pakan,
sehingga
feses
berkurang dan menyebabkan amoniak
sedikit.
Tinggi amoniak di dalam perairan akan
menyebabkan penurunan kualitas air dan
rendahnya kandungan oksigen terlarut yang
menyebabkan kematian benih ikan lebih
tinggi. Dalam PP No. 82 tahun 2001, standar
baku mutu kadar amoniak dalam usaha
budidaya perikanan yaitu 0.02 ppm.
Sedangkan mengapa perlakuan A (media
bersalinitas tawar) didapat kelangsungan
hidup tertinggi dikarenakan ikan Nila berasal
dari habitat tersebut, sedangkan mengapa
perlakuan C (media bersalinitas 20 ppt)
tertinggi dikarenakan pada media tersebut
adalah dengan batas optimum terbaik bagi
ikan Nila. Hal ini terbukti pada perlakuan D
(media salinitas 25 ppt) kelangsungan hidup
ikan Nila menurun.
Effendi dalam Azka (2012), menyatakan
bahwa sumber amoniak dalam perairan
berasal dari bahan organik (protein dan
urea), feses maupun ekskresi biota akuatik
yang merupakan limbah dari aktifitas
metabolismee yang menghasilkan amoniak.
Peningkatan kadar amoniak berkaitan erat
dengan masuknya bahan organik (protein)
yang mudah terurai di dalam perairan.
Salinitas memegang peranan penting dalam
proses fisiologis ikan. Dalam menghadapi
salinitas yang lebih tinggi maka konsentrasi
garam dalam tubuh lebih tinggi dari pada
konsentrasi garam pada lingkungan di luar
tubuh atau lingkungan perairan, ikan – ikan
air tawar cenderung mengekskresikan air
lewat selaput keluar untuk mencapai
homeostasis (Nybakken dalam Agustin
2001). Dengan adanya peningkatan salinitas
media, kondisi hipertonik antara cairan
tubuh ikan dengan lingkungan perairan
berkurang sehingga proses osmoregulasi
yang terjadi juga berkurang
Osmoregulasi bagi ikan adalah merupakan
upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan
air dan ion – ion antara didalam tubuh dan
lingkungan melalui mekanisme pengaturan
tekanan osmotik. Ginjal akan memompakan
keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni.
Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah
yang banyak dengan diameter yang besar.
Hal ini bertujuan untuk menahan garamgaram tubuh agar tidak keluar dan sekaligus
memompa air seni sebanyak-banyaknya. Air
seni yang keluar dari tubuh ikan sangat encer
dan mengandung sejumlah kecil senyawa
nitrogen.
Proses
osmoregulasi
juga
menghasilkan produk buangan seperti feses
dan amoniak, sehingga media pemeliharaan
akan berwarna keruh sebagai akibat
banyaknya feses yang dikeluarkan ikan.
Dampak dari ekskresi nitrogen tersebut akan
mempengaruhi kehidupan ikan di dalamnya
yaitu terhadap kondisi ambien, yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap pertahanan
tubuhnya. Setelah melewati batas toleransi,
maka ikan tersebut mengalami kematian.
Mengingat tidak semua ikan mengalami
kematian, maka dapat dipastikan bahwa
daya toleransi pada populasi ikan dalam
wadah berbeda-beda. Hal ini diduga karena
perbedaan kondisi tubuh saat sebelum
dimasukkan
dalam
media
termasuk
intensitas parasit, tingkat stress dan lain-lain.
Untuk air tawar, organ yang terlibat dalam
osmoregulasi antara lain insang, usus dan
ginjal (Marshall, et al, 2006).
Hepher dan Priguinin (1981) menyatakan
bahwa spesies ikan Nila mampu beradaptasi
pada media bersalinitas tinggi, karena
kemampuan osmoregulasinya cukup baik.
Perbedaan
tingkat
kelulus
hidupan
menunjukkan bahwa benih ikan Nila yang
dipelihara pada media bersalinitas 0-25 ‰
bagus dalam memanfaatkan sumber energi
pakannya dan diduga pada media 0-25 ‰
kondisi tekanan osmotik media mendekati
tekanan osmotik benih ikan Nila, atau
disebut isoosmotik.
Untuk organisme akuatik, proses tersebut
digunakan
sebagai
langkah
untuk
menyeimbangkan tekanan osmose antara
substansi
dalam
tubuhnya
dengan
lingkungan melalui sel yang permeabel.
Dengan demikian, semakin jauh perbedaan
tekanan osmotik antara tubuh dan
lingkungan,
semakin
banyak
energi
metabolisme yang dibutuhkan untuk
melakukan osmoregulasi sebagai upaya
adaptasi, hingga batas toleransi yang
dimilikinya.
Regulasi ion dan air pada ikan terjadi
hipertonik,
hipotonik
atau
isotonik
tergantung pada perbedaan (lebih tinggi,
lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan
tubuh dengan konsentrasi media. Perbedaan
ini dapat dijadikan sebagai strategi dalam
menangani komposisi cairan ekstrasellular
dalam tubuh ikan.
Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungannya dalam
proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam
tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungannya
dengan cara difusi. Keseimbangan cairan
tubuhnya dapat terjadi dengan cara
meminum sedikit air atau bahkan tidak
minum sama sekali. Kelebihan air dalam
tubuhnya dapat dikurangi dengan cara
membuangnya dalam bentuk urin.
Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat
hipoosmotik terhadap lingkungannya, air
mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya
melalui ginjal, insang, dan kulit ke
lingkungannya, sedangkan ion-ion masuk ke
dalam tubuhnya secara difusi.
Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin,
memiliki
kemampuan
yang
cepat
menyeimbangkan tekanan osmotik dalam
tubuhnya dengan media (isoosmotik), namun
karena kondisi lingkungan perairan tidak
selalu tetap, maka proses osmoregulasi
seperti halnya pada kedua jenis ikan di atas
tetap terjadi Marshall, et al (2006).
Perubahan kadar salinitas mempengaruhi
tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga
ikan
melakukan
penyesuaian
atau
pengaturan kerja osmotik internalnya agar
proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat
bekerja secara normal kembali. Apabila
salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus
agar kondisi homeostasis dalam tubuhnya
tercapai hingga pada batas toleransi yang
dimilikinya. Kerja osmotik memerlukan
energi yang lebih tinggi pula. Hal tersebut
juga berpengaruh kepada waktu kenyang
(satiation time) dari ikan tersebut (Conides,
et al.,2004).
Proses osmoregulasi juga menghasilkan
produk buangan seperti feses dan amoniak,
sehingga media pemeliharaan akan berwarna
keruh sebagai akibat banyaknya feses yang
dikeluarkan ikan. Dampak dari ekskresi
nitrogen tersebut akan mempengaruhi
kehidupan ikan di dalamnya yaitu terhadap
kondisi ambient, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap pertahanan tubuhnya.
Setelah melewati batas
Untuk air tawar , organ yang terlibat dalam
osmoregulasi antara lain insang, usus dan
ginjal. Sel-sel yang berperan dalam organ
insang untuk proses tersebut adalah
mitokondria-rich dan role of pavement
(Marshall, et al, 2006).
Struktur insang memiliki hubungan dengan
kemampuan toleransi terhadap kisaran
salinitas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
histology dari struktur insang Caprella
(Amphipoda:
caprellidea)
yang
dikumpulkan dari komunitas Sargassum di
timur laut Jepang dan diamati di bawah
mikroskop elektron. Epitel sel insang dari
ikan-ikan tersebut terdiri dari perkembangan
Laju Pertumbuhan Bobot Mutlak Benih
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
apical infolding system (AIS) dan
basolateral infolding system (BIS) yang
dihubungkan
dengan
mitokondria.
Percobaan tentang toleransi terhadap
salinitas
dari
4
spesies
Caprella
mengindikasikan bahwa konsentrasi median
o
letalnya pada 20 C berkisar antara 12,9718,84 practical salinity unit (p.s.u) dengan
kelangsungan hidup 80% pada kondisi
salinitas di atas 25,37 p.s.u bahkan selama 5
hari. Karakteristik insang dan lebarnya
rentang toleransi salinitas pada Caprella spp,
menunjukkan bahwa Caprella spp yang
menghuni komunitas Sargassum merupakan
organisme yang eurihalin (Takeuchi, et
al.,2003).
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5
Rata – rata pertumbuhan bobot setiap
perlakuan dan ulangan disajikan pada Tabel
3 berikut
Dari hasil pengamatan pertumbuhan bobot
ikan uji setiap perlakuan dan ulangan selama
Tabel 2. Laju pertumbuhan rata - rata bobot mutlak benih ikan Nila
(Oreochromis niloticus)
Perlakuan
Kelangsungan Hidup (SD)
A
2,19 ± 0,72 a
B
2,14 ± 0,33 a
C
2,83 ± 0,16 a
D
2,56 ± 0,41 a
Ket : A = Media pemeliharaan bersalinitas 0 – 6 (air tawar) ppt.
B = Media pemeliharaan bersalinitas 15 ppt.
C = Media pemeliharaan bersalinitas 20 ppt.
D = Media pemeliharaan bersalinitas 25 ppt
Dari Tabel 2 terlihat bahwa data laju
pertumbuhan tertinggi terdapat pada
perlakuan
C
(Media
pemeliharaan
bersalinitas 20 ppt) yaitu 2.83 gr dan diikuti
perlakuan
D
(Media
pemeliharaan
bersalinitas 25 ppt) yaitu 2.56 gr dan
perlakuan
A
Media
pemeliharaan
bersalinitas 0 – 6 (air tawar) yaitu 2.20 gr,
sedangkan pertumbuhan bobot yang
terendah pada perlakuan B (Media
pemeliharaan bersalinitas 15 ppt ) yaitu 2,14
gr .
Dari hasil analisis varian (Lampiran 5)
terlihat bahwa pemeliharaaan benih ikan
Nila dengan salinitas yang berbeda, tidak
terdapat perbedaan yang nyata terhadap
pertumbuhan bobot ikan Nila (P < 0,05).
laju pertumbuhan berat
benih ikan Nila (gr)
4
3
Tawar
2
15 ppt
1
20 ppt
0
0
15
30
45
25 ppt
Hari ke
Gambar 3. Laju pertumbuhan rata - rata bobot benih ikan Nila
(Oreochromis niloticus) per 15 hari
Dilihat dari diagram di atas dapat dilihat laju
pertumbuhan bobot relatif dari setiap
perlakuan per 15 hari. Dimana pertambahan
berat rata – rata ikan Nila yang diperoleh
dari grafik pertumbuhan yang cenderung
meningkat
pada
stiap
pengukuran
pengamatan sampai akhir penelitian.
Peningkatan salinitas
menyebabkan
meningkatnya tekan osmotik perairan
(Boyd, 1982). Diduga tekanan osmotik
media bersalinitas 20 ppt paling mendekati
tekanan osmotik darah benih ikan Nila. Pada
kondisi isomotik kandungan ionik media
mendekati konsentrasi ionik darah ikan,
sehingga
energi
untuk
kebutuhan
osmoregulasi lebih kecil, serta energi untuk
pertumbuhan tersedia pada jumlah yang
lebih besar (Stickney ,1979)
Laju pertumbuhan ikan Nila juga
dipengaruhi oleh konsentrasi amoniak.
Konsentrasi
amoniak
pada
media
bersalinitas 20 ppt relatif lebih rendah
dibandingkan dari salinitas 15 ppt dan 25
ppt terlihat pada Tabel 4. Konsentrasi
amoniak yang relatif rendah diduga
menyebabkan laju pertumbuhan benih ikan
lebih baik pada perlakuan tersebut.
Konsentrasi amoniak yang besar akan
menyebabkan pertumbuhan ikan menurun
(Boyd 1990).
Tingginya konsentrasi amoniak di perairan
dapat mempengaruhi permeabilitas ikan oleh
air dan mengurangi konsentrasi ion internal
yang selanjutnya meningkatkan kerusakan
insang dan konsumsi oksigen oleh jaringan,
kerusakan
insang
dan
mengurangi
kemampuan darah mengangkut oksigen
(Schwedler et al, dalam Boyd, 1990)
Pertumbuhan Panjang Mutlak Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Rata - rata Panjang Mutlak Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus)
Perlakuan
A
B
C
D
Kelangsungan Hidup (SD)
56,67 ± 35,57 a
54,67 ± 38,22 a
56,47 ± 40,29 a
55,58 ± 40,25a
Ket : A = Media pemeliharaan bersalinitas 0 – 6 (air tawar) ppt.
B = Media pemeliharaan bersalinitas 15 ppt.
C = Media pemeliharaan bersalinitas 20 ppt.
D = Media pemeliharaan bersalinitas 25 ppt
laju pertumbuhan panjang
benih ikan Nila (mm)
Dari hasil pengamatan pertumbuhan panjang
ikan uji setiap perlakuan dan ulangan selama
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6
Rata – rata pertumbuhan bobot setiap
perlakuan dan ulangan.
Dari Tabel 3, di atas terlihat bahwa
pertumbuhan panjang mutlak yang tertinggi
terdapat pada perlakuan C (media
bersalinitas 20 ppt) yaitu 34,20 mm dan di
ikuti perlakuan D (media bersalinitas 25 ppt
selama 45 hari) yaitu 34,03 mm dan
perlakuan B (media bersalinitas 15 ppt)
yaitu 32,83 mm, sedangkan pertambahan
panjang yang terendah pada perlakuan A (
media bersalinitas air tawar) yaitu 32,53
mm.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang pertumbuhan panjang benih ikan
Nila selama penelitian, maka data dapat
disajikan dalam bentuk gambar atau grafik
berikut.
Hasil analisi varians untuk data pertambahan
panjang individu ikan Nila menunjukan
bahwa pengaruh salinitas yang berbeda tidak
memberikan pengaruh nyata (P < 0,05)
60
50
40
Tawar
30
20
15 ppt
10
20 ppt
0
25 ppt
0
15
30
45
Hari ke
Gambar 4. Pertambahan Panjang Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) per 15 hari
Berdasarkan dari diagram di atas dapat
dilihat bahwa pertumbuhan panjang
tertinggi terdapat pada perlakuan C (media
salinitas 20 ppt) dan terendah pada
perlakuan A media bersalinitas 0-6 (tawar)
disebabkan karena faktor lingkungan,
akibat dapat menyebabkan metabolisme
tidak berjalan dengan baik sehingga pakan
yang dimakan tidak termanfaatkan dengan
baik.
Pada kondisi yang kurang tepat, suatu jenis
ikan
pertumbuhannya
akan
lambat
dibandingkan dengan kondisi yang optimal,
demikian juga didaerah yang beriklim
panas pertumbuhan ikan akan lebih cepat
dibandingkan daerah dingin (Efendie
dalam Erlinda, 2006).
Menurut Anderson dan Gureutur dalam
Erlinda (2006), kecepatan pertumbuhan
panjang individu dan distribusi frekuensi
panjang merupakan sifat populasi ikan.
Ikan
secara
umumnya
mempunyai
pertumbuhan yang tidak menentu, semua
umur dan ukuran tidak dapat dipisahkan
dengan pertumbuhan.
4.4. Pengamatan Kualitas Air
Data kualitas air selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter kualitas air media pemeliharaan benih ikan Nila
(Oreochromis niliticus) selama penelitian
Parameter
Awal Penelitian
Akhir Penelitian
Kualitas Air
A
B
C
D
A
B
C
D
0
Suhu ( C)
26
26
26
26
27
27
27
27
DO (ppm)
6,5
5,0
4,4
4,4
4.8
4.8
4.8
4.8
CO2 (ppm)
15
40
19
23
pH
7
7,5
7,5
7,5
7
7,5
7,5
7.5
Amonia (ppm)
0.10
0.44
0.28
0.30
Effendi (1979), mengungkapkan bahwa
pertumbuhan merupakan parameter penting,
dimana laju pertumbuhan dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi keturunan, umur dan
ketahanan terhadap penyakit. Sedangkan
faktor eksternal meliputi suhu perairan,
oksigen terlarut, ukuran ikan, padat tebar
serta jumlah mutu pakan. Parameter kualitas
air yang diamati setiap perlakuan selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4
Suhu air selama penelitian berkisar antara
26-27 oC yang dianggap masih layak untuk
kehidupan ikan Nila (Oreochromis sp).
Menurut Amri dan Khairun (2003), yang
menyatakan suhu sesuai untuk ikan Nila
berkisar antara 14 – 35 oC.
DO (Dissolved Oxygen) merupakan kadar
oksigen yang terlarut didalam air,
kandungan oksigen terlarut (DO) selama
penelitian nilai oksigen terlarut dalam air
media penelitian berkisar antara 4,4 – 6,5
ppm masih dalam kisaran yang layak,
karena dalam media penelitian diterapkan
aerasi yang bertujuan untuk terjadinya
proses diffusi oksigen di perairan. Oksigen
sebanyak 4-6 ppm yang terlarut di dalam air
dianggap paling ideal untuk tumbuh dan
berkembang ikan. Bila keadaan kurang
memungkinkan
sehingga
kandungan
oksigen terlarut dalam air hanya 2 ppm,
maka air tersebut masih memungkinkan
dijadikan sumber air kolam. Tentunya air
dengan kandungan oksigen yang rendah ini
perlu dilakukan penanganan agak khusus,
misalnya dibuat air terjun yang masuk ke
dalam kolam, sehingga terjadi diffusi
oksigen dari udara bebas ke dalam air.
Selain itu, permukaan air dalam kolam yang
agak luas diharapkan juga mengakibatkan
diffusi oksigen, (Susanto, 1991).
Karbondioksida (CO2) dalam perairan
dipengaruhi beberapa faktor terutama
pengurai bahan – bahan organik, respirasi
organisme air, serta diffusi dari udara. Dari
hasil pengukuran kadar karbondioksida
selama penelitian berkisar antara 20 – 40
mg/l. Kadar CO2 terlarut lebih dapat
ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan
amoniak, bahkan banyak ikan yang hidup
pada
air
yang
mengandung
CO2
lebih besar dari 60 mg/l (Boyd, 1990).
Selanjutnya Boyd (1982) meyatakan ikan
mempunyai toleransi yang cukup besar
terhadap karbondioksida bebas jika kadar O2
cukup tinggi.
Nilai pH sangat penting dalam budidaya
ikan Nila, sebab pH air merupakan faktor
pembatas pada kehidupan ikan dan jasad
renik lainya (Cahyono, 2001). pH air yang
baik untuk kehidupan ikan adalah netral
sampai sedikit alkali 7 - 8. Hal tersebut
sesuai dengan kondisi pH air selama
penelitian yaitu 7-7,5 yang sesuai untuk
digunakan.
Abbas (2002) mengemukakan bahwa kadar
amoniak yang terkandung dalam air
sebaiknya tidak lebih dari 1 ppm, apabila
kadar amoniak lebih dari 0,5 ppt, maka
dalam jangka waktu yang tidak lama ikan
akan stress, sakit dan pertumbuhannya
berkurang. Dari hasil penelitian terlihat
kadar amoniak yang diperoleh berkisar
antara 0.10 – 0.44 mg/l, maka masih
dikategorikan layak untuk usaha budidaya.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan.
1. Pada
media pemeliharaan dengan
salinitas yang berbeda memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan
benih ikan Nila
(Oreochromis niloticus) antar setiap
perlakuan, dimana kelangsungan hidup
tertinggi terdapat pada perlakuan A
(media bersalinitas air tawar) yaitu 92 %
2. Pertumbuhan terbaik diperoleh pada
perlakuan C (media bersalinitas 25 ppt)
dengan bobot ikan rata - rata 2.83
mg/ekor dan pertambahan panjang
terbaik pada perlakuan C (media
bersalinitas 25 ppt) yaitu 34.20 mm/ekor.
SARAN
Diharapkan adanya penelitian
lanjutan untuk pemeliharaan ikan Nila
dengan media salinitas dengan “range” yang
lebih sempit untuk mendapatkan hasil yang
lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas S.D. 2002. Budidaya Nila GIT secara
intensif. Kanisius. Yogyakarta
Akbar,
J. 2012. Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Ikan Betok
(Anabas
testudineus)
Yang
Dipelihara Pada Salinitas Berbeda.
Fakultas Perikanan. Unlam.
Agustin, Y.2001. Pengaruh salinitas dan
kesadahan terhadap kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan hias
Sumatra (Barbus tetrazona Bleeker).
Skripsi fakultas perikanan dan ilmu
kelautan. Intitut Pertanian Bogor.
Effendie. M. I. 1978. Biologi Perikanan.
Fakultas Perikanan Institut Pertanian
Bogor.
Amri, k dan khairukman. 2003.. budidaya
ikan Nila secara intensif. Agromedia.
Jakarta.
Hepher, B. & Y. Priguinin. 1981.
Commercial Fish Farming with
Special Reference to Fish Culture in
Israel. John Willey and Sons Inc.,
New York.
Aska. 2012. Pemberian vitazym dalam
pakan terhadap kelangsungan hidup
dan pertumbuhan larva ikan lele
(Clarias batracus). Skripsi fakultas
perikanan dan ilmu kelautan.
Universitas Bung Hatta.
Efendie, M.I. 1979. Metode Biologi
Perikanan. Penerbit Dwi Sri Bogor.
Holliday, F.G.T. 1969. The Effects of
salinity on the eggs and larvae of
teleosts. In. hoar, W.S. & Randall,
D.J. (Eds), Fish Physiology.
Boyd, C.E. & Lichtkoppler. 1982. Water
quality management in pond fish
culture. Auburn University. Auburn
Alabama.
Lee, K.M, Kaneko, T., and Aida, K. 2005.
Low Salinity Tolerance of Juvenile
Fugu Takifugu Rupripes. Fisheries
Science. Vol.71, pp.1324-1331
---------------.
1990
water
quality
management for pond fish culture.
Elsevier
scientific
publishing
company. New York.
Marshall,C & Rossman. 2005. Designing
Quyalitative Reseach London. Sage
Publication. Marshall,C & Rossman.
2005.
Designing
Quyalitative
Reseach London. Sage Publication.
Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan di
Perairan Umum. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Conides, A.J., Glamuzina, B., and
Papaconstantinou, C. 2004.
Laboratory Simulation of The
Effects of Environmental Salinity on
Wild Caught Juveniles of European
Sea Bass Dicentrarchus Labrax and
Gilthead Seabream, Sparusaurata.
Marshall, W.S., and Grosell, M. 2006. Ion
Transport, Osmoregulation, and
Acid- Base Balance. In the
Physiology of Fishes. Evans, D.H
and Claiborne, J.B. (eds). Taylor and
Francis Group. pp 601.
Susanto, 1991, “Membuat Kolam Ikan
Penebar Swadaya”, Jakarta
Slembrouch et al, J., et al. 2003. Larva
biology. In slembrouck, J. et al..
technical manual for artificial
propagation of the Indonesia catfist,
Pangasius djambal. Karya Pratama,
Jakarta.
Stickney, R.R. 1979. Principle of
Warmwater
Aquaculture.
John
Willey and Sons Inc., New York.
Suyanto, R. 1994. Nila. Penerbit penebar
Swadaya, jakarta.
Download