pengaturan hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka

advertisement
PENGATURAN HAK MENYATAKAN PENDAPAT
DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB
Oleh :
I Gede Pasek Eka Wisanjaya
ABSTRACT
The rights to freedom of expression is a manifestation of the universal values of
human rights. Similarly, the rights to freedom of opinion in public in a free and
responsible for the implementation of the human rights and constitutional rights of
citizens. The right to freedom of opinion in public as a constitutional right is one vehicle
of social control to citizens (the peoples) to criticize or correct the proportional and
objective policies made by the government, so these policies can significantly to make
prosperity for the peoples. Students as an important component of society in an era of
democracy and freedom climate in Indonesia is opening today has done the right for
freedom of expression in public in the form of rallies or demonstrations to criticize the
policies made by the government, so these policies can significantly to make prosperity
for the peoples. But the facts show, the freedom of the students in conducting rallies or
demonstrations often end up chaotic and anarchic very harmful and disturbing the public
interest. This indicates that the right to freedom of expression in public has not been
implemented in a responsible, responsible means demonstrations conducted by the
students should not interrupt the public interest, must not harm the rights of others and
must comply with statutory regulations.
The rights to freedom of expression in a free and responsible have been clearly set
out in international legal instruments, namely the Universal Declaration of Human
Rights 1948 and the International Covenant on Civil and Political Rights 1966. In the
Indonesian national law, freedom of expression freely and responsibly regulated in
Indonesian constitution in Chapter XA Act of 1945 on Human Rights, Law No. 39 Year
1999 on Human Rights. More specifically, the right of freedom of expression in public
freely and responsibly regulated in Law No. 9 of 1998 concerning Freedom of Opinion in
Public.
Key words: rights, freedom of opinion, responsible.
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan terbukanya iklim demokrasi di Indonesia yang dimulai pada tahun
1998 ketika tumbangnya rejim pemerintahan orde baru di Indonesia. Saat ini suasana
euforia kebebasan benar-benar dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat (rakyat)

Penulis adalah staf pengajar pada Bagian Hukum Internasional-Fakultas Hukum-Universitas Udayana.
Indonesia. Demikian pula kebebasan warga negara dalam mengekspresikan hak-hak
sipil dan politik mereka. Salah satu hak konstitusional warga negara adalah hak
kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum secara bebas dan bertanggung
jawab. Hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum secara bebas dan
bertanggung jawab merupakan implementasi dari pelaksanaan hak asasi manusia.1
Dalam konsep negara moderen yang menjunjung tinggi hukum, hak asasi manusia2 dan
demokrasi, maka hak kemerdekaan menyatakan pendapat secara bebas dan
bertanggung jawab yang dimiliki oleh warga negara sangat penting peranannya untuk
mengkritisi secara obyektif dan rasional kebijakan-kebijakan pemerintah agar
kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut pro-rakyat atau dapat mensejahtrakan
kehidupan rakyat. Hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum dalam
bentuk aksi unjuk rasa3 atau aksi demonstrasi merupakan manifestasi kontrol sosial
(social control) dari mahasiswa. Kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro
rakyat. Aksi demonstrasi bukan hal yang baru di Indonesia. Setiap perubahan besar
yang terjadi di negeri ini selalu melibatkan kaum-kaum terpelajar (baca: mahasiswa).
Pergerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional.4
Seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka hal ini menciptakan
kelas-kelas menengah baru di masyarakat, mahasiswa merupakan salah satu kelas
1
Hak-hak asasi manusia (HAM) atau sebenarnya tepatnya harus disebut dengan istilah 'hak-hak manusia'
(human rights) adalah hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat
pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. (Soetandyo
Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya Dari
Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM), URL: www.elsam.or.id / Email : [email protected], diakses tahun
2010).
2
Hak asasi manusia (human rights) adalah hak dasar (basic rights), seperti dinyatakan oleh Ray August:
Human rights: basic rights intended to protect all people from cruel and inhumane treatment, threats to
their lives, and persecution. (Ray August, 1995, Public International Law, Prentice Hall, New Jersey,
United States of America, page 248).
3
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi,
pawai, rapat umum, atau mimbar bebas (Pasal 9 Ayat 1 UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum). Unjuk rasa atau demonstrasi sebagai salah satu bentuk
penyampaian pendapat di muka umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
4
http://hukum.kompasiana.com /2012/03/27/ pergerakan- mahasiswa- dan- pemerintahan- ala-orde-baru/,
diakses Rabo 14 November 2012.
2
menengah tersebut. Dengan munculnya kelas menengah baru dalam masyarakat, maka
berarti juga, muncul angkatan atau lapisan yang selalu menuntut hak. Betapa tidak,
dengan pendidikan yang baik dan tinggi, mereka telah memiliki kemampuan untuk
membandingkan dan menuntut hak-hak elementer mereka kepada negara atau
pemerintah. Dengan pendidikan yang baik, mereka telah memiliki ilmu pengetahuan
tentang siapa diri mereka dan bagaimana seharusnya negara memperlakukan mereka. 5
Mahasiswa sebagai salah satu komponen penting dalam masyarakat di Indonesia
yang terlihat sering melaksanakan hak kebebasan menyatakan pendapat di muka umum
dalam wujud aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi sebagai
implementasi dari hak kebebasan menyatakan pendapat di muka umum yang dilakukan
oleh para mahasiswa di Indonesia pada umumnya bertujuan untuk mengkritisi
kebijakan-kebijakan pemerintah (eksekutif) maupun parlemen (legislatif) yang tidak
berpihak kepada rakyat. Namun fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa aksi-aksi
unjuk rasa atau demonstrasi mahasiswa di Indonesia sering berakhir ricuh dan anarkhis
yang sangat merugikan dan mengganggu kepentingan dan ketertiban umum. Aksi-aksi
unjuk rasa para mahasiswa yang sering berakhir ricuh dan anarkhis sering disebabkan
karena
ditunggangi oleh kepentingan pihak ketiga dan disusupi oleh profokator.
Mungkin masih hangat dalam ingatan kita tentang aksi demonstrasi mahasiswa, buruh
dan kalangan masyarakat lainnya sekitar bulan Maret-April tahun 2012 dalam isu
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Demo penolakan kenaikan harga BBM
yang terjadi sekitar bulan Maret-April tahun 2012 yang kerap berakhir dengan bentrok.
Kontak fisik antara pendemo dengan aparat keamanan seakan menjadi langganan setiap
kali demo terjadi. Anehnya, tak cuma di satu daerah atau di satu tempat, demo berakhir
konflik tersebut hampir terjadi di berbagai daerah. Krisis idealitas aksi demonstrasi ini
merupakan sebuah kecemasan tersendiri bagi proses demokrasi di negeri ini. Karena
Bagaimanapun, demo disertai tindakan anarkis memang tak boleh dibiarkan. Selain
menodai perjuangan para pendemo, anarkisme serta perusakan fasilitas baik milik
umum maupun pribadi, tentu mengakibatkan kerugian yang tak sedikit. Apalagi,
5
Hamid Awaludin, 2012, HAM, Politik, Hukum, & Kemunafikan Internasional, Buku Kompas, Jakarta,
hal. 20.
3
masyarakat juga yang akan menanggung kerugian tersebut baik secara langsung
maupun tidak langsung.6
Di Jakarta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengingatkan
kepada para mahasiswa yang berdemonstrasi terkait dengan rencana kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM), untuk tidak terpancing atau terprovokasi saat berada di
lapangan. Menteri Nuh tidak ingin para mahasiswa melanggar nilai yang
diperjuangkannya karena terprovokasi. Menteri Nuh mengingatkan hal itu berkaitan
dengan laporan yang diterima dari beberapa daerah yang mengarah pada tindakan
anarkis. “Memang saya belum bisa memastikan apakah mereka yang bertindak anarkis
itu adalah mahasiswa atau bukan. Tapi saya berkewajiban untuk mengingatkan akan
makna perjuangan yang dilakukan para mahasiswa dengan ikut berdemo itu,” katanya,
Selasa (27/3/2012) di Jakarta. Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya ini juga mengatakan, demonstrasi diperbolehkan. Yang dilarang adalah
tindakan anarkis yang justru mencederai keikutsertaan mahasiswa sebagai organ
gerakan moral. “Upaya melakukan perusakan fasilitas umum, menjarah, dan sejenisnya
itu adalah tindakan anarkis yang bisa menyebabkan melencengnya apa yang ingin
diperjuangkan para mahasiswa,” ucapnya.7
Demikian juga seperti dinyatakan oleh Mabes Polri, Mabes Polri menyayangkan
dengan adanya demo penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
berujung anarkis sepanjang bulan Maret 2012. Mabes Polri menilai bahwa aksi unjuk
rasa penolakan kenaikan harga BBM berimplikasi langsung terhadap gangguan
keamanan dan ketertiban, sehingga mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat
yang lainnya. “Secara keseluruhan
aparat
kepolisian, khusus Mabes
Polri
menyayangkan unjuk rasa yang berujung kekerasan, seperti melakukan pengrusakan
terhadap kantor-kantor, pembakaran kendaraan, penganiayaan petugas, dan beberapa
aksi pengrusakan milik umum,” ungkap Kepala Bagian Penerangan Umum, Kombes
Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (2/4/2012). Menurut Boy,
6
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/04/08/ demonstrasi- yang- berujung- anarkis- tidak-dibenarkantapi- tidak- bisa- disalahkan/, diakses Rabo 14 November 2012.
7
http://www.kopertis12.or.id /2012/03/27/ gerakan- berbasis- moralitas- tak-boleh- terprovokasi.html,
diakses Rabo 14 November 2012.
4
pada dasarnya unjuk rasa diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Namun dalam aturan tersebut
dijelaskan pula tentang hak dan kewajiban dari setiap orang yang melakukan unjuk
rasa. “Dengan undang-undang tersebut, berarti ada tempat bagi warga negara untuk
menyalurkan aspirasi, tetapi dalam pelaksanaannya ada kewajiban yang harus dipatuhi
warga negara,” jelasnya. Dalam unjuk rasa, pihak kepolisian merupakan pelayan
masyarakat seperti yang diamanatkan dalam undang-undang. Sehingga kewajiban polisi
untuk memfasilitasinya. “Tetapi apabila terjadi eskalasi dan membahayakan
kepentingan umum serta hak-hak yang lainnya, maka kita akan mengambil langkahlangkah yang sepatutnya dilakukan di lapangan,” ungkapnya.8
Aksi-aksi unjuk rasa mahasiswa saat ini hampir dilakukan di seluruh wilayah
Indonesia yang merupakan wujud dari kritik sosial dalam mengkritisi kebijakankebijakan pemerintah agar kebijakan pemerintah tersebut dapat mensejahtrakan rakyat.
Aksi unjuk rasa atau demonstrasi mahasiswa merupakan implementasi dari pelaksanaan
hak sasi manusia, khususnya hak kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum. Tetapi berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan, bahwa aksi-aksi unjuk
rasa mahasiswa di Indonesia sering berakhir ricuh dan anarkhis yang sangat merugikan
dan mengganggu kepentingan atau ketertiban umum. Melihat fenomena tersebut perlu
kiranya mahasiswa dan komponen masyarakat Indonesia yang lain selain mahasiswa
untuk lebih mengetahui, mengerti dan memahami norma-norma hukum yang mengatur
tentang hak kemerdekaan menyampaikan pendapaat di muka umum secara bebas dan
bertanggung jawab.
II. PEMBAHASAN
Dalam menggunakan hak kebebasan mengemukakan pendapat, kita harus
memegang prinsip bebas dan bertanggung jawab. Bebas artinya bahwa segala ide,
pikiran atau pendapat kita, dapat dikemukakan secara bebas tanpa tekanan dari siapa
pun. Bertanggung jawab maksudnya bahwa ide, pikiran atau pendapat kita tersebut
8
http://www.tribunnews.com/2012/04/02/ mabes- polri- sayangkan- demo- anarkis- bbm, diakses Rabo 14
November 2012.
5
mesti dilandasi akal sehat, niat baik dan norma-norma yang berlaku.9 Seperti
dinyatakan pada bagian Penjelasan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang menyatakan
bahwa perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan
pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh
tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap
terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan
maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan
hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat
menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human
Rights 1948)10, yang antara lain menetapkan sebagai berikut :
1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan
pengembangan kepribadian secara bebas dan penuh.
2. Dalam pelaksanaan hak kebebasan, setiap orang harus tunduk pada
pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan
orang lain, untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas,
ketertiban serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
3. Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara
bertentangan dengan maksud-maksud dan prinsip-prinsip Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai permulaan perjuangan moderen
untuk melindungi hak-hak asasi manusia, kita dapat menelusuri asal-usul hak-hak
9
http://yudhim.blogspot.com/2008/01/penggunaan-hak-mengemukakan-pendapat.html, diakses Jumat 16
November 2012.
10
Deklarasi (declaration) seperti misalnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 yang dibuat oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional dan merupakan
sumber hukum internasional. Perjanjian internasional juga diistilahkan dengan nama lain, seperti: traktat
(treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, protokol, arrangement, accord,
modus vivendi, conenant. (Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Pengantar Hukum Internasional, cet.
pertama, Bina Cipta, Bandung, hal. 111).
6
asasi manusia itu pada teori-teori filsafat tentang ‘hukum kodrat’, suatu hukum yang
lebih tinggi dari pada hukum positif negara. Menurut teori ini, individu sebagai
manusia membawa dalam dirinya sendiri sejak lahir hak-hak asasi tertentu yang tidak
dapat dihilangkan.11
Dalam konteks hukum internasional hak kemerdekaan menyampaikan pendapat
secara bebas dan bertanggung jawab juga diatur pada perjanjian internasional sebagai
salah satu instrumen hukum internasional yaitu pada Pasal 19 Konvenan Internasional
Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Convenant On Civil And Political Rights
1966)12, yang menyatakan:
1. Setiap orang harus berhak untuk memiliki opini tanpa intervensi.
2. Setiap orang harus berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini harus
meliputi kebebasan untuk mencari, menerima serta mengungkapkan segala
jenis informasi dan gagasan, terlepas dari garis perbatasan, secara lisan,
tulisan atau tercetak, dalam bentuk karya seni, atau melalui segala media
lain pilihannya sendiri.
3. Pelaksanaan hak-hak yang dijamin dalam ayat 2 Pasal ini membawa
kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab tersendiri.
Karenanya hal ini tunduk pada pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi ini
hanya boleh dilakukan sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum dan yang
diperlukan:
(a) Untuk menghargai hak atau nama baik orang lain;
(b) Untuk melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau
kesehatan atau kesusilaan umum.
Kemerdekaan menyatakan pendapat ini adalah implementasi dari nilai-nilai hak
asasi manusia. Seperti ditulis oleh James W. Nickel dalam bukunya yang berjudul
Making Sense Of Human Rights menyatakan bahwa ketika hak asasi manusia
diimplementasikan didalam hukum internasional, kita masih menyebutnya sebagai
11
David Weissbrodt, Hak-Hak Asasi Manusia: Tinjauan Dari Perspektif Kesejarahan, dalam: Peter
Davies, 1994, Hak-Hak Asasi Manusia, judul asli: Human Rights, penerjemah: A. Rahman Zainuddin,
ed. I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 2.
12
Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Convenant On Civil And
Political Rights 1966) telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Istilah kovenan (covenant) sama dengan treaties yang berarti perjanjian internasional yang merupakan
international agreements yang menimbulkan hak dan kewajiban hukum bagi negara yang telah
meratifikasi perjanjian international tersebut. Seperti dinyatakan oleh Mark W. Janis: International
agreements, like private contracts, are something more than statements of expected future conduct.
Treaties create legal rights and duties, and it is this obligatory aspect that makes them part of
international law (Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, fourth edition, Aspen
Publishers, New York, page 9).
7
hak asasi manusia; namun manakala itu diimplementasikan didalam hukum domestik,
kita condong menggambarkannya sebagai hak sipil atau hak konstitusional.13 Hak
asasi manusia (HAM) dalam hukum nasional Indonesia telah diatur pada Perubahan
Kedua UUD 1945. Muatan HAM dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dapat
dikatakan sebagai bentuk komitmen jaminan konstitusi atas penegakan hukum dan
HAM di Indonesia.14 Dalam konteks hukum nasional (hukum domestik) Indonesia
maka hak konstitusional warga negara tentang hak kemerdekaan menyampaikan
pendapat telah diatur secara jelas dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Kedua UUD 1945), yaitu pada pasal-pasal
sebagai berikut:
Pasal 28E Ayat (2) UUD 1945 menyatakan:
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
Demikian juga Pasal 25 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia menyatakan:
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak
untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aksi-aksi unjuk rasa atau demonstrasi mahasiswa sebagai wujud dari hak
kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum yang merupakan implementasi
atau penerapan dari nilai-nilai hak asasi manusia tentu tidak bisa dilaksanakan secara
bebas tanpa batas, namun harus dilakukan secara bertanggung jawab agar aksi-aksi
unjuk rasa mahasiswa tidak menjadi anarkhis atau kerusuhan yang bisa mengganggu
dan merugikan kepentingan dan ketertiban masyarakat umum. Hak kemerdekaan
13
James W. Nickel, 1996, Hak Asasi Manusia, Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, judul asli: Making Sense Of Human Rights, Philosophical Reflection on the Universal
Declaration of Human Rights, penerjemah: Titis Eddy Arini, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 55.
14
Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, cet. ke-4, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, hal. 113.
8
menyatakan pendapat di muka umum dalam bentuk aksi-aksi unjuk rasa atau
demonstrasi mahasiswa harus dilakukan secara bertanggung jawab, makna kata
”bertanggung jawab” adalah bahwa hak kemerdekaan atau kebebasan menyatakan
pendapat di muka umum tersebut ada pembatasnya yaitu tidak boleh merugikan hak
asasi orang lain, tidak mengganggu serta tidak merugikan kepentingan dan ketertiban
umum, dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembatasan
penggunaan hak kemerdekaan atau kebebasan menyatakan pendapat di muka umum
sebagai implementasi dari pelaksanaan hak asasi manusia telah diatur secara jelas
dalam konstitusi negara Republik Indonesia, yaitu pada Pasal 28J Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Demikian pula pembatasan penggunaan hak kemerdekaan atau kebebasan
menyatakan pendapat di muka umum sebagai implementasi dari pelaksanaan hak asasi
manusia diatur juga pada:
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan
tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung
jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi
tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan
memajukannya.
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan:
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
9
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Dalam konteks hukum internasional pembatasan penggunaan hak kemerdekaan
atau kebebasan menyatakan pendapat di muka umum sebagai implementasi dari
pelaksanaan hak asasi manusia diatur pada:
Pasal 29 ayat 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration
Of Human Rights 1948), yang menyatakan:
Dalam pelaksanaan hak kebebasan, setiap orang harus tunduk pada pembatasan
yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan
penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, untuk memenuhi syaratsyarat yang adil bagi moralitas, ketertiban serta kesejahteraan umum dalam suatu
masyarakat yang demokratis.
Pasal 19 ayat 3 Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966 (International
Covenant On Civil And Political Rights 1966), yang menyatakan:
Pelaksanaan hak-hak yang dijamin dalam ayat 2 Pasal ini membawa kewajibankewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab tersendiri. Karenanya hal ini tunduk
pada pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi ini hanya boleh dilakukan
sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum dan yang diperlukan:
(a) Untuk menghargai hak atau nama baik orang lain;
(b) Untuk melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan atau
kesusilaan umum.
Ketika suatu negara menjadi pihak pada perangkat Hak Asasi Manusia (HAM)
internasional, maka Pemerintahnya mempunyai tiga kewajiban yakni menghormati,
melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi sebagaimana diatur dalam perangkat HAM
internasional dimaksud. Kewajiban melindungi hak asasi manusia berarti negara
berkewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan guna mencegah pelanggaran HAM
terhadap warga negara. Dalam kewajiban ini termasuk upaya untuk mendorong warga
negara untuk menghormati HAM orang lain, dan mengatur sanksi terhadap
pelanggaran yang dilakukan individu atau kelompok.15
Secara lebih khusus, hak kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum
telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Dasar pertimbangan pentingnya hak
15
Jonny Sinaga, 2007, Kewajiban Negara Dalam ICCPR, artikel pada majalah: Jurnal HAM, Vol. 4 No. 4
Th. 2007, ISSN 1693-6027, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, hal. 39-40.
10
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ini dirumuskan dalam sebuah
undang-undang terlihat pada bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, yang
menyatakan:
a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi
manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia;
b. bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka
umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
c. bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan
sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman,
tertib, dan damai;
d. bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan
d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum;
Mengapa hak kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan
bertanggung jawab begitu penting untuk dipahami oleh masyarakat (warga negara) ?,
pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung
jawab dapat dilihat dalam tujuan pengaturan tentang kemerdekaan mengemukakan
pendapat di muka umum seperti dinyatakan pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang
selanjutnya disingkat menjadi UU No. 9 Tahun 1998, yang menyatakan:
1. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
dimaksudkan untuk mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah
satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;
2. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
dimaksudkan untuk mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan
berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
dimaksudkan untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya
11
partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan
tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;
4. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
dimaksudkan untuk menempatkan tanggung jawab sosial kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan
perorangan atau kelompok.
Oleh karena itu, ada beberapa asas yang harus ditaati dalam kemerdekaan
mengemukakan pendapat di muka umum (Pasal 3 UU No. 9 Tahun 1998), yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
asas keseimbangan antara hak dan kewajiban,
asas musyawarah dan mufakat,
asas kepastian hukum dan keadilan,
asas proporsionalitas, dan
asas manfaat.
Dengan demikian maka hakekat kemerdekaan mengeluarkan pendapat adalah:16
a. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan dan tulisan, serta sikap-sikap lain secara
bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada
hakekatnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat sebagai perwujudan hak dan
tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
b. Kemerdekaan mengeluarkan pendapat sangat penting bagi kehidupan demokrasi
karena akan membawa dampak positif antara lain :
- Kepekaan masyarakat menjadi meningkat dalam menyikapi berbagai
permasalahan sosial yang timbul dalam kehidupan sehari-hari
- Membiasakan masyarakat untuk berfikir kritis dan responsip
- Merasa ikut memiliki dan ikut bertanggung jawab atas kemajuan bangsa dan
negara
- Meningkatkan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari
c. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan harus
berasaskan pada:
- asas keseimbangan antara hak dan kewajiban artinya harus terjadi keseimbangan
antara hak dan kewajiban jangan sampai hanya menuntut haknya saja tetapi
tidak bersedia melaksanakan kewajiban
- asas musyawarah dan mufakat artinya segala sesuatu diusahakan melalui
musyawarah mufakat dilandasi semangat kekeluargaan
16
http://pknsmpkebondalem.blogspot.com /2009/03/pkn7- bab- iv- kemerdekaan- mengemukakan.html,
diakses Jumat 16 November 2012.
12
- asas kepastian hukum dan keadilan artinya harus sesuai hukum yang berlaku dan
menimbulkan kesejahteraan tidak memihak dan tidak menyengsarakan pihak
lain
- asas proporsionalitas yaitu asas yang meletakan segala kegiatan sesuai dengan
konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara,
institusi maupun aparatur pemerintah, yang dilandasi oleh etika individual, etika
sosial maupun etika internasional
- asas manfaat, bahwa kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum harus
bisa memberi manfaat untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Kewajiban dan tanggung jawab warga negara dalam melaksanakan kemerdekaan
mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab di muka umum (Pasal
6 UU No. 9 Tahun 1998) yang terdiri atas:
1.
2.
3.
4.
5.
menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain,
menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum,
menaati hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku,
menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan
menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada sisi lain aparatur pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam
melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung
jawab di muka umum (Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998), yaitu:
1.
2.
3.
4.
melindungi hak asasi manusia,
menghargai asas legalitas,
menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan
menyelenggarakan pengamanan.
Sedangkan masyarakat juga berhak berperan serta secara bertanggung jawab agar
penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan
damai (Pasal 8 UU No. 9 Tahun 1998).
Berdasarkan beberapa rumusan dari pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum
seperti yang telah tersebut diatas, terlihat bahwa warga negara dalam menyampaikan
pendapat di muka umum harus bertanggung jawab, artinya ada pembatasan bagi
warga negara dalam penggunaan hak kebebasan menyatakan pendapat di muka umum
(Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998), demikian pula negara (pemerintah) bisa membatasi
hak warga negara dalam menyatakan pendapat di muka umum (Pasal 7 UU No. 9
Tahun 1998). Pembatasan pelaksanaan hak kebebasan menyatakan pendapat dalam
13
rumusan Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998 dan Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998 sejalan
dengan Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Convenant
On Civil And Political Rights 1966). International Convenant On Civil And Political
Rights 1966 (ICCPR) mengelompokkan ada hak-hak dalam jenis derogable, yakni
hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh Negara-negara
Pihak.17 Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini adalah : (i) hak atas
kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk
membentuk dan menjadi anggota serikat buruh; dan (iii) hak atas kebebasan
menyatakan pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan
memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik
melalui lisan atau tulisan). Negara-Negara Pihak International Convenant On Civil
And Political Rights 1966 (ICCPR) diperbolehkan mengurangi atas kewajiban dalam
memenuhi hak-hak tersebut. Tetapi pengurangan itu hanya dapat dilakukan apabila
sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, yaitu
demi : (i) menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau
moralitas umum; dan (ii) menghormati hak atau kebebasan orang lain.18
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum secara bebas dan
bertanggung jawab merupakan implementasi dari pelaksanaan hak asasi manusia.
Hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum secara bebas dan
bertanggung jawab merupakan hak sipil atau hak konstitusional yang dimiliki oleh
warga negara. Warga negara (masyarakat) dalam menggunakan hak kemerdekaan
menyatakan pendapat di muka umum harus dapat dilaksanakan secara bebas dan
17
Negara-negara Pihak adalah negara-negara yang telah meratifikasi International Convenant On Civil And
Political Rights 1966 (ICCPR).
18
Ifdhal Kasim, 2005, Konvensi Hak-Hak Sipil Dan Politik, Sebuah Pengantar, Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website :
www.elsam.or.id Email : [email protected], Jakarta, hal. 2.
14
bertanggung jawab, bebas artinya segala ide, pikiran atau pendapat dapat
dikemukakan secara bebas tanpa tekanan dari siapa pun. Bertanggung jawab
artinya hak tersebut tidak boleh dilaksanakan tanpa batas, adapun pembatasanpembatasan hak tersebut adalah: menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain,
menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, menjaga dan menghormati
keamanan dan ketertiban umum, dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan
bangsa (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum).
2. Pengaturan hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum secara bebas
dan bertanggung jawab dalam instrumen hukum internasional diatur pada Pasal 29
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human
Rights 1948) dan Pasal 19 Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966
(International Convenant On Civil And Political Rights 1966). Dalam hukum
nasional (hukum domestik) hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka
umum secara bebas dan bertanggung jawab diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu pada Pasal 28E Ayat
(2), Pasal 28E Ayat (3), dan 28J Undang-Undang Dasar 1945. Hak kemerdekaan
menyatakan pendapat di muka umum secara bebas dan bertanggung jawab juga
diatur dalam Pasal 25, Pasal 69 dan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Secara lebih khusus, hak kemerdekaan
menyatakan pendapat di muka umum secara bebas dan bertanggung jawab diatur
dalam
Undang-Undang
Nomor
9
Tahun
1998
Tentang
Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
B. Saran
Adapun hal-hal penting yang dapat dijadikan saran adalah:
1. Pemerintah harus secara konsisten mensosialisasikan materi atau substansi dari
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum kepada masyarakat, agar masyarakat dalam
15
melaksanakan hak kebebasan menyatakan pendapat di muka umum tidak
melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar ketentuan undang-undang.
2. Aparat negara dalam hal ini kepolisian harus menindak secara tegas oknumoknum yang melakukan kegiatan demonstrasi atau unjuk rasa di muka umum
yang telah terbukti mengganggu kepentingan umum, merugikan hak asasi orang
lain dan melanggar ketentuan undang-undang. Dengan adanya tindakan tegas dari
aparat keamanan (bukan berarti represif) akan menciptakan suasana kondusif bagi
keberlangsungan iklim demokrasi dan menjaga eksistensi Indonesia sebagai
negara hukum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
David Weissbrodt, Hak-Hak Asasi Manusia: Tinjauan Dari Perspektif Kesejarahan,
dalam: Peter Davies, 1994, Hak-Hak Asasi Manusia, judul asli: Human Rights,
penerjemah: A. Rahman Zainuddin, ed. I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Hamid Awaludin, 2012, HAM, Politik, Hukum, & Kemunafikan Internasional, Buku
Kompas, Jakarta.
James W. Nickel, 1996, Hak Asasi Manusia, Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, judul asli: Making Sense Of Human Rights, Philosophical
Reflection on the Universal Declaration of Human Rights, penerjemah: Titis Eddy
Arini, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, cet. ke-4,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, fourth edition, Aspen
Publishers, New York.
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Pengantar Hukum Internasional, cet. pertama, Bina
Cipta, Bandung.
Ray August, 1995, Public International Law, Prentice Hall, New Jersey, United States of
America.
16
B. Perjanjian Internasional Dan Peraturan Perundang-Undangan Nasional
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human Rights
1948).
Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Convenant On Civil
And Political Rights 1966).
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
C. Artikel
Ifdhal Kasim, 2005, Konvensi Hak-Hak Sipil Dan Politik, Sebuah Pengantar, Seri Bahan
Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website : www.elsam.or.id Email :
[email protected], Jakarta.
Jonny Sinaga, 2007, Kewajiban Negara Dalam ICCPR, artikel pada majalah: Jurnal
HAM, Vol. 4 No. 4 Th. 2007, ISSN 1693-6027, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Jakarta.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan
Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
(ELSAM), URL: www.elsam.or.id / Email : [email protected], diakses tahun 2010.
http://hukum.kompasiana.com /2012/03/27/ pergerakan- mahasiswa- dan- pemerintahanala-orde-baru/, diakses Rabo 14 November 2012.
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/04/08/ demonstrasi- yang- berujung- anarkistidak-dibenarkan-tapi- tidak- bisa- disalahkan/, diakses Rabo 14 November 2012.
http://www.kopertis12.or.id /2012/03/27/ gerakan- berbasis- moralitas- tak-bolehterprovokasi.html, diakses Rabo 14 November 2012.
http://www.tribunnews.com/2012/04/02/ mabes- polri- sayangkan- demo- anarkis- bbm,
diakses Rabo 14 November 2012.
http://pknsmpkebondalem.blogspot.com/ 2009/ 03/ pkn7- bab- iv- kemerdekaanmengemukakan.html, diakses Jumat 16 November 2012.
17
http://yudhim.blogspot.com/ 2008/01/ penggunaan- hak- mengemukakan- pendapat.html,
diakses Jumat 16 November 2012.
18
Download