Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
2.1.1 Pengertian Modal
Modal merupakan sejumlah dana yang menjadi dasar untuk mendirikan
suatu perusahaan. Setiap perusahaan tentu akan membutuhkan modal untuk
membiayai kegiatan operasionalnya, baik untuk investasi maupun untuk
keperluan lainnya. Besarnya modal yang diperlukan akan berbeda sesuai dengan
besar kecilnya skala perusahaan. Namun demikian, pengertian modal ini, berbedabeda tergantung dari aspek mana dilihatnya. Hal ini sangat bergantung kepada
pandangan pihak yang menafsirkannya dan kadang-kadang pengertian dari pihak
yang satu berbeda dengan pihak yang lainnya.
Pengertian modal menurut Gitman (2009:330) adalah sebagai berikut :
“Capital is the long-term funds of a firm, all items on the right-hand side of
the firm’s balance sheet, excluding current liabilities.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa modal adalah
pembiayaan atau pendanaan jangka panjang yang dilakukan oleh suatu perusahaan
untuk melancarkan kegiatan operasionalnya.
2.1.2 Jenis-jenis Modal
2.1.2.1 Modal Sendiri
Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan dalm jangka waktu tertentu
lamanya (Riyanto 2001:240). Sumber modal sendiri dapat berasal dari dalam
perusahaan maupun luar perusahaan.
Sumber dari dalam (internal financing) berasal dari hasil operasi perusahaan
yang berbentuk laba ditahan dan penyusutan. Sedangkan sumber dari luar
(external financing) dapat dalam bentuk saham biasa atau saham preferen
(Husnan 2000:276). Komponen dari modal sendiri di dalam suatu perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari :
a. Modal Saham
Menurut Riyanto (2001:238) saham adalah tanda bukti pengambilan bagian
atau peserta dalam suatu perseroan terbatas. Jenis-jenis modal saham menurut
Riyanto (2001:241) terdiri dari :
1. Saham Biasa
Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang
ditanamkan oleh investor, dengan memiliki saham ini berarti pemegang
saham membeli prospek dan siap menanggung segala risiko sebesar dana
yang ditanamkan. Pemegang saham biasa akan mendapat dividen pada akhir
tahun pembukuan,
hanya
kalau
perusahaan
tersebut
mendapatkan
keuntungan.
2. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen bentuk komponen modal jangka panjang yang merupakan
kombinasi antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang. Pemegang
saham preferen mempunyai keistimewaan tertentu di atas pemegang saham
biasa. Pertama, dividen dari saham preferen diambil terlebih dahulu barulah
disediakan untuk pemegang saham biasa. Kedua, apabila perusahaan
dilikuidir, maka dalam pembagian kekayaan saham preferen didahulukan
daripada saham biasa.
3. Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Preferred Stock)
Jenis saham ini pada dasarnya adalah sama dengan saham preferen.
Perbedaaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham
perferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham kumulatif apabila
tidak menerima dividen selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak
mengizinkan atau karena adanya kerugian, pemegang saham jenis ini di
kemudian hari apabila perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk
menuntut dividen-dividen yang tidak dibayarkan diwaktu-waktu yang
lampau.
b. Laba Ditahan
Laba ditahan adalah keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan yang
tidak dibayarkan sebagai dividen (Riyanto 2001:243). Komponen modal
sendiri ini merupakan modal perusahaan yang dipertaruhkan untuk segala
risiko, baik risiko usaha maupun risiko-risiko kerugian lainnya. Modal sendiri
ini tidak memerlukan jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali
dalam setiap keadaan maupun tidak adanya kepastian tentang jangka waktu
pembayaran kembali modal sendiri. Oleh karena itu, tiap-tiap perusahaan harus
mempunyai jumlah minimum modal yang diperlukan untuk menjamin
kelangsungan hidup perusahaan.
c. Cadangan
Menurut Riyanto (2001:242) cadangan dimaksudkan sebagai cadangan yang
dibentuk oleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun
yang berjalan (reserve that are surplus). Tidak semua cadangan termasuk
dalam pengertian modal sendiri. Cadangan yang termasuk modal sendiri antara
lain : (1) cadangan ekspansi, (2) cadangan modal kerja, (3) cadangan selisih
kurs, dan (4) cadangan umum.
2.1.2.2 Modal Asing
Modal asing atau hutang merupakan modal yang berasal dari luar
perusahaan yang sifatnya sementara di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan
yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang. Hutang ini pada saatnya
harus dibayar kembali. Menurut Riyanto (2008:227) bahwa modal asing atau
hutang dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Hutang Jangka Pendek (short-term debt)
Hutang jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya paling
lama satu tahun. Jenis-jenis hutang jangka pendek meliputi kredit rekening koran,
kredit dari penjual, kredit dari pembeli, kredit wesel.
2. Hutang Jangka Menengah (intermediate-term debt)
Hutang jangka menengah adalah hutang yang jangka waktunya lebih dari
satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Jenis-jenis hutang jangka menengah pada
umumnya ada tiga yaitu term loan, equipment loan dan leasing.
3. Hutang Jangka Panjang (long-term debt)
Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya adalah
panjang, umumnya lebih dari 10 tahun. Hutang jangka panjang ini umumnya
digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi
dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi
jumlah yang besar. Jenis-jenis hutang jangka panjang antara lain pinjaman
obligasi dan pinjaman hipotik.
Modal asing / hutang jangka panjang di lain pihak, merupakan sumber dana
bagi perusahaan yang harus dibayar kembali dalam jangka waktu tertentu.
Semakin lama jangka waktu dan semakin ringannya syarat-syarat pembayaran
kembali hutang tersebut akan mempermudah dan memperluas bagi perusahaan
untuk memberdayagunakan sumber dana yang berasal dari modal asing / hutang
jangka panjang tersebut. Meskipun demikian, hutang tetap harus dibayar kembali
pada waktu yang sudah ditetapkan tanpa memerhatikan kondisi finansial
perusahaan pada saat itu dan harus sudah disertai dengan bunga yang sudah
diperhitungkan sebelumnya. Dengan demikian, bila perusahaan tidak bisa
membayar hutang dengan bunganya, maka kreditur dapat memaksa perusahaan
dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya. Oleh karena itu, kegagalan
untuk membayar kembali hutang atau bunganya akan mengakibatkan para
pemilim perusahaan kehilangan kontrol terhadap perusahaannya seperti halnya
terhadap sebagian atau keseluruhan modalnya yang ditanamkan dalam
perusahaan. Begitu pula sebaliknya, para kreditur pun dapat kehilangan kontrol
terhadap sebagian atau seluruhnya dana/pinjaman dan bunganya. Karena segala
macam bentuk yang ditanamkan didalam perusahaan selalu dihadapkan pada
risiko kerugian.
Struktur modal pada dasarnya merupakan suatu pembiayaan permanen yang
terdiri dari modal sendiri dan modal asing, dimana modal sendiri terdiri dari
berbagai jenis saham dan laba ditahan. Penggunaan modal asing akan
menimbulkan beban yang tetap dan besarnya leverage keuangan yang digunakan
perusahaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar proporsi modal
asing/hutang jangka panjang dalam struktur modal perusahaan, akan semakin
besar pula risiko kemungkinan terjadinya ketidakmampuan untuk membayar
kembali hutang jangka panjang beserta bunganya pada tanggal jatuh temponya.
Bagi kreditur hal ini berarti kemungkinan turut serta dana yang mereka tanamkan
didalam perusahaan untuk dipertaruhkan pada kerugian juga semakin besar.
2.1.3 Pengertian Struktur Modal
Struktur modal memiliki peranan penting dalam perusahaan, karena posisi
keuangan perusahaan ditentukan oleh struktur modal. Menurut Gitman
(2012:508), definisi struktur modal adalah :
“Capital strucuture is the mix of long-term debt and equity maintained by
the firm.”
Hal yang sama diungkapkan oleh Keown, et al. (2008) :
“Capital structure is the mix of long term sources of funds used by the firm.”
Struktur modal menurut Darsono (2006:153) ialah jumlah modal permanen
perusahaan yang bersumber dari utang jangka panjang dan modal sendiri.
Definisi-definisi mengenai struktur modal diatas menunjukkan bahwa utang
jangka pendek tidak termasuk ke dalam struktur modal perusahaan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah proporsi antara utang jangka
panjang dan modal sendiri. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal
yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga
memaksimumkan harga saham. Untuk itu, dalam penetapan struktur modal suatu
perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhinya.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Struktur Modal
Menurut Brigham and
Houston (2001:39), faktor- faktor
yang
berpengaruh dalam pengambilan keputusan struktur modal adalah sebagai berikut:
1.
Stabilitas Penjualan (sales stability)
Perusahaan dengan tingkat penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman/ hutang yang besar dengan risiko
menanggung biaya tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
penjualannya tidak stabil.
2.
Struktur Aktiva (asset structure)
Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan sebagai jaminan
peminjaman hutang/ kredit cenderung lebih banyak menggunakan hutang dalam
jumlah besar. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan
merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk
tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan.
3.
Leverage Operasi (operating leverage)
Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih
kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia
akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil.
4.
Tingkat Pertumbuhan (growth rate)
Jika hal lain-lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus
lebih banyak mengandalkan modal
eksternal.
Lebih
jauh
lagi,
biaya
pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada untuk
penerbitan surat hutang, yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak
mengandalkan hutang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh
dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung
mengurangi keinginannya untuk menggunakan hutang.
5.
Profitabilitas (profitability)
Perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian investasi tinggi cenderung
memiliki hutang dalam jumlah kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi
memungkinkan mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan
dengan dana yang dihasilkan secara internal.
6.
Pajak (taxes)
Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan,
dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak
yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, maka makin besar
manfaat penggunaan hutang.
7.
Pengendalian (control)
Pengendalian terhadap penggunaan
hutang dalam perusahaan perlu
dipertimbangkan, apabila menggunakan jumlah hutang yang sedikit, manajemen
menghadapi risiko pengambil-alihan oleh perusahaan lain dan jika terlalu banyak,
dihadapkan pada masalah kegagalan memenuhi kewajiban (default).
8.
Sikap Manajemen (management attitudes)
Sejumlah manajemen yang cenderung lebih konservatif daripada manajemen
lain, sehingga menggunakan jumlah hutang yang lebih kecil daripada rata-rata
perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih
cenderung menggunakan banyak hutang dalam usaha mengejar laba yang lebih
tinggi.
9.
Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Penilai Peringkat
Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang
tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan
penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur
keuangan.
10. Kondisi Pasar (market conditions)
Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang
dan pendek akan sangat mempengaruhi struktur modal optimal suatu perusahaan.
11. Kondisi Internal Perusahaan (the firm’s internal conditions)
Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang
ditargetkan. Bagi perusahaan baru, estimasi laba besar dimasa yang akan datang
belum mencerminkan harga saham. Penggunaan hutang sampai laba terrealisir
dan tercermin dalam harga saham, mengemisi, melunasi hutang dan kembali pada
target struktur modal.
12. Fleksibilitas Keuangan (financial flexibilty)
Dengan
keuangan,
mendorong
yang
jika
perusahaan
dilihat
dari
untuk
sudut
mempertahankan
pandang
fleksibilitas
operasional,
berarti
mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan menurut
Sartono (2001:73) adalah :
1.
Tingkat Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran kas
yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan hutang lebih besar daripada
perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil.
2.
Struktur Aktiva
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan hutang dalam jumlah besar, hal ini disebabkan karena dari
skala perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber dana
dibandingkan dengan perusahaan kecil
3.
Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana
untuk pembiayaan ekspansi.
4.
Skala Perusahaan
Perusahaan besar akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal
dibanding dengan perusahaan kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal menurut Brigham and
Houston (2006:6) yaitu :
1.
Risiko bisnis, atau tingkat risiko yang terkandung dalam operasi perusahaan
apabila ia tidak menggunakan hutang. Makin besar risiko bisnis perusahaan,
makin rendah hutang adalah optimal.
2.
Posisi pajak perusahaan, alasan utama menggunakan hutang adalah karena
biaya bunga dapat dikurangi dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan
biaya pajak sesungguhnya.
3.
Fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk menambah modal dengan
persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk.
4.
Konservatisme atau agresivitas manajemen, manajer yang agresif lebih
cenderung menggunakan hutang untuk meningkatkan laba.
2.1.5 Teori Struktur Modal
2.1.5.1 The Modigliani-Miller Model
Teori mengenai struktur modal bermula pada tahun 1958, ketika Profesor
Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya disebut MM)
mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis
yaitu “The Cost of capital, Corporation Finance, and The Theory of Invesment”.
MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur
modalnya (Brigham and Houston, 2001). MM berpendapat bahwa dalam
keadaan pasar sempurna maka penggunaan hutang adalah tidak relevan dengan
nilai perusahaan, tetapi dengan adanya pajak maka hutang akan menjadi relevan
(Hartono, 2003). Namun, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak
realistis, antara lain (Brigham and Houston, 2001):
1. Tidak ada biaya broker (pialang)
2. Tidak ada pajak
3. Tidak ada biaya kebangkrutan
4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama
dengan perseroan.
5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai peluang investasi perusahaan pada masa mendatang
6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
2.1.5.2 The Trade Off Model
Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan
merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang
dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut
(Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah
menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat
penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih
diperkenankan. Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih
besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Trade-off theory telah
mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan,
dan personal tax dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih struktur
modal tertentu (Suad Husnan, 2000). Kesimpulannya adalah penggunaan hutang
akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu.
Setelah titik tersebut, penggunaaan hutang justru menurunkan nilai perusahaan
(Hartono, 2003).
2.1.5.3 Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961,
sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun
1984. Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa
perusahaan akan menentukan hieraki sumber dana yang paling disukai. Secara
ringkas teori tersebut menyatakan bahwa (Suad Husnan, 2000):
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan).
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan
dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis.
3. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi
profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan
bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk
investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana
hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka perusahaan akan
mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.
4. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan
akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih dahulu yaitu dimulai
dengan
penerbitan
obligasi,
kemudian
diikuti
oleh
sekuritas
yang
berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih
belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
2.1.5.4 Agency Theory
Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan
perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan
bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan,
dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Jensen
dan Meckling (1976) dalam Weston dan Copeland (1996) menyatakan bahwa
masalah keagenan berhubungan dengan penggunaan ekuitas eksternal. Misalnya
sebuah perusahaan yang semula dimiliki seluruhnya oleh satu orang, maka semua
tindakannya hanya memperngaruhi posisinya sendiri. Jika pemilik yang juga
manajer perusahaan itu menjual sebagian dari sahamnya kepada orang lain, maka
akan timbul konflik kepentingan. Keuntungan sampingan yang dibayarkan kepada
pemilik-manajer yang semula sepenuhnya dinikmati sendiri, sekarang dibayar
sebagian kepada pemilik baru.
2.1.5.5 Signaling Theory
Isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang
prospek
perusahaan.
Peusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan
setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan
hutang yang melebihi target strkutur modal yang normal. Perusahaan dengan
prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya,
yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Pengumuman emisi
saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa
manajemen memandang prospek peusahaan tersebut suram. Apabila suatu
perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka
harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti
memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun
prospek perusahaan cerah (Brigham and Houston, 2001).
2.1.5.6 Asymetric Information Theory
Asymmetric information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham
and Houston (2001) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang
berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki
investor. Ketidaksamaan informasi ini terjadi karena pihak manajemen
mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal (Suad Husnan,
2000). Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham
saat ini sedang overvalue (terlalu mahal). Kalau hal ini yang diperkirakan terjadi,
maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru
(sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya).
Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru,
salah satu kemungkinanya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal
(sesuai dengan persepsi pihak manajemen). Sebagai akibatnya para pemodal akan
menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Oleh karena
itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham (Saidi, 2004).
2.2 Struktur Aktiva
2.2.1 Pengertian Struktur Aktiva
Struktur aktiva merupakan susunan penyajian aktiva dalam rasio tertentu
dari laporan keuangan yang nampak pada neraca sebelah debet. Struktur aktiva
dapat dipandang dari aspek operasional yang pada dasarnya menggolongkan
aktiva dalam perbandingan tertentu untuk keperluan operasi utama perusahaan.
Menurut Riyanto (2001), mengemukakan bahwa :
“Struktur aktiva adalah perimbangan atau perbandingan antara aktiva lancar
dengan aktiva tetap.”
Struktur aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar
adalah aktiva yang habis dalam satu kali berputar dalam proses produksi, dan
proses perputarannya adalah dalam jangka waktu yang pendek (umumnya kurang
dari satu tahun). Sedangkan aktiva tetap adalah aktiva yang tahan lama yang
secara berangsur-angsur habis turut serta dalam proses produksi (Riyanto, 2001).
Bagi para kreditur, kepemilikan aktiva pada perusahaan memperlihatkan
komposisi, bahwa aktiva merupakan jaminan pengembalian hutangnya.
Kepemilikan aktiva tersebut juga dapat memelihara nilai likuidasi perusahaan.
Sehingga, proporsi aktiva yang lebih besar akan mendorong pemberi pinjaman
untuk memberikan pinjaman, dengan demikian perusahaan akan mempunyai
tingkat leverage yang lebih tinggi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan struktur
aktiva yang fleksibel cenderung menggunakan leverage lebih besar daripada
perusahaan yang struktur aktivanya tidak fleksibel. Oleh karena itu, pemilihan
jenis aktiva oleh suatu perusahaan akan mempengaruhi pemilihan struktur modal
perusahaan tersebut.
2.3 Profitabilitas
2.3.1 Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam
periode tertentu (Riyanto 2001:35). Dimana masing-masing pengukuran
profitabilitas dihubungkan dengan penjualan, total aktiva, dan modal sendiri.
Secara keseluruhan ketiga pengukuran itu memungkinkan seorang penganalisa
untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungan dengan volume penjualan,
jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan, didalam akuntansi
digunakan prosedur penentuan laba atau rugi periodik dengan didasarkan pada
pengaruh transaksi-transaksi yang sesungguhnya terjadi mengakibatkan timbulnya
pendapatan dan biaya-biaya sebagai elemen yang membentuk laba atau rugi
dalam suatu periode. Menurut Sugiono dan Untung (2008:70), mengemukakan
bahwa :
“Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengukur efektifitas manajemen
yang mencerminkan pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan
perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara
keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal.”
Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2007:59), bahwa :
“Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba
dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan laba
dalam hubungannya dengan investasi.”
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rasio
profitabilitas adalah rasio yang menggambarkan tentang kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba (keuntungan).
Rasio profitabilitas terdiri dua jenis rasio, yaitu rasio yang menunjukkan
laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan
hubungannya dengan investasi (Syamsuddin 2000:63). Jika ditinjau berdasarkan
hubungan antara laba dengan penjualan, rasio profitabilitas dapat dibedakan atas :
a. Gross Profit Margin
Rasio ini merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga pokok
penjualan bersih atau rasio antara penjualan kotor dengan penjualan bersih.
b. Operating Profit Margin
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan.
c. Net Profit Margin
Margin laba bersih (net profit margin) merupakan keuntungan penjualan
setelah dikurangi seluruh biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini menunjukkan
perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan.
Berdasarkan hubungan antara laba dengan investasi, rasio profitabilitas
dapat dibedakan atas :
a. Return on Investment
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total
investasi.
b. Return on Equity
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan modal
sendiri atau ekuitas pemilik.
c. Return on Assets
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba usaha dengan total asset. Rasio
ini digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memperoleh
keuntungan dengan menggunakan aset yang dimiliki.
Jika dihubungkan dengan struktur modal, rasio profitabilitas berasosiasi
dengan struktur modal. Struktur modal perusahaan merupakan komposisi hutang
dengan ekuitas. Biasanya dana yang diperoleh melalui pinjaman yaitu dalam
bentuk hutang mempunyai biaya modal dalam bentuk bunga, sementara dana
yang diperoleh dari ekuitas mempunyai biaya modal dalam bentuk dividen.
Dilihat dari sisi biayanya, biasanya suatu perusahaan akan memilih sumber dana
yang memiliki biaya yang paling rendah di antara sumber dana yang tersedia.
2.4 Pertumbuhan Penjualan
2.4.1 Pengertian Pertumbuhan Penjualan
Menurut Meyulinda dan Yusfarita (2010) tingkat pertumbuhan penjualan
yaitu tingkat perubahan penjualan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi
pertumbuhannya suatu perusahaan akan lebih banyak mengandalkan modal
eksternal. Pertumbuhan penjualan suatu produk sangat tergantung dari daur hidup
produk. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan tingkat pertumbuhan penjualan
merupakan perubahan atau pertumbuhan penjualan per tahun.
Perusahaan yang memiliki keuntungan yang meningkat, memiliki jumlah
laba ditahan yang lebih besar. Peningkatan laba perusahaan meningkatkan jumlah
modal sendiri yang berasal dari laba ditahan. Penjualan yang relatif stabil dan
selalu meningkat pada sebuah perusahaan, memberikan kemudahan dari
perusahaan tersebut untuk memperoleh aliran dana ekstern atau hutang untuk
meningkatkan operasionalnya. Menurut Brigham and Houston (2001:39)
perusahaan dengan tingkat penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2.5 Ukuran Perusahaan
2.5.1 Pengertian Ukuran Perusahaan
Ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan (Saidi, 2004:50).
Dalam beberapa penelitian disebutkan ukuran perusahaan memiliki pengaruh
terhadap besaran struktur modal perusahaan. Perusahaan yang besar, pasti juga
akan membutuhkan dana yang besar pula. Disamping itu perusahaan besar juga
memiliki asset yang besar. Semakin besar asset yang dimiliki oleh perusahaan
mempengaruhi kepercayaan kreditur untuk memberikan kredit kepada perusahaan
tersebut. Semakin memiliki kemudahan untuk mendapatkan hutang. Pengukuran
besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari besarnya total asset yang dimiliki
perusahaan tersebut. Sebuah perusahaan besar memiliki total asset yang besar.
Dalam setiap operasional sebuah perusahaan, perusahaan yang besar memiliki
banyak kebutuhan dana yang perlu dialirkan untuk menunjang operasionalnya.
Semakin besar perusahaan, semakin besar dana ekstern yang dibutuhkan.
Sebaliknya, semakin kecil perusahaan semakin sedikit dana ekstern yang
dibutuhkan perusahaan.
2.6 Risiko Bisnis
2.6.1 Pengertian Risiko Bisnis
Risiko bisnis adalah ketidakpastian yang melekat dalam proyeksi tingkat
pengembalian aktiva masa depan. Menurut Yuningsih (2002) risiko bisnis adalah:
“Risiko bisnis (business risk) adalah deviasi standar atau penyimpanan dari
rasio earning before interest and tax (EBIT) dibagi dengan asset.”
Berdasarkan pengertian risiko menurut Brigham and Houston (2006:178),
risiko didefinisikan sebagai peluang atau kemungkinan terjadinya beberapa
peristiwa yang tidak menguntungkan. Risiko bisnis adalah ketidakpastian yang
dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Pengukuran terhadap
risiko bisnis dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien variasi dari
keuntungan atau laba.
2.7 Hubungan Struktur Aktiva dengan Struktur Modal
Struktur aktiva berhubungan dengan jumlah aktiva yang dapat dijadikan
agunan. Perusahaan dengan struktur aktiva yang tinggi cenderung menggunakan
hutang yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang struktur aktivanya
rendah, karena dengan aktiva tetap yang tinggi, perusahaan dapat dengan mudah
menjaminkan aktiva tersebut untuk mendapatkan hutang. Dengan demikian
perusahaan dengan struktur aktiva yang tinggi cenderung struktur modalnya
tinggi.
Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap, yang jumlahnya besar terutama
yang menghasilkan produk yang dibutuhkan konsumen dengan cukup
meyakinkan, akan banyak menggunakan hutang jangka panjang (Weston dan
Copeland 1997:36). Sedangkan menurut Agus Sartono (2005:248) perusahaan
yang memiliki asset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam
jumlah yang lebih besar, karena dengan jumlah asset tetap yang besar akan mudah
asset tersebut untuk dijadikan jaminan untuk mendapat dana dari sumber hutang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan (pengaruh) struktur aktiva
terhadap struktur modal yaitu bilamana perusahaan mempunyai struktur aktiva
tetap dalam jumlah besar akan cenderung mempunyai jumlah hutang yang besar.
2.8 Hubungan Profitabilitas dengan Struktur Modal
Brigham and Houston (2007) mengatakan bahwa perusahaan dengan
tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif
kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk
membiayai sebagian besar kebutuhan dana dengan dana yang dihasilkan secara
internal. Pecking order theory menyebutkan bahwa perusahaan menyukai internal
financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan).
Implikasi dari Pecking Order Theory menyebutkan bahwa perusahaan yang
profitable menggunakan hutang dalam jumlah kecil, hal ini bukan karena
perusahaan tersebut punya target debt ratio rendah dalam hal ini tidak ada target
DER, tapi karena mereka perlu external financing yang relatif sedikit. Pecking
Order Theory menyarankan bahwa manajer lebih senang menggunakan
pembiayaan yang pertama yaitu laba ditahan, lalu hutang dan yang terakhir
penjualan saham baru. Dengan demikian profitabilitas diprediksikan berpengaruh
secara negatif terhadap penentuan struktur modal perusahaan.
2.9 Hubungan Pertumbuhan Penjualan dengan Struktur Modal
Perusahaan yang mempunyai laju pertumbuhan cepat seringkali lebih
banyak
mengandalkan
modal
eksternal
dalam
kegiatan
operasionalnya.
Perusahaan yang mempunyai laju tingkat pertumbuhan tinggi mempunyai banyak
kesempatan investasi dan seringkali kesempatan investasi tersebut tidak cukup
dibiayai hanya dengan menggunakan modal sendiri. Jadi perusahaan yang
pertumbuhannya cepat seringkali menggunakan utang lebih banyak dibandingkan
penggunaan modal sendiri. Apabila dalam komposisi struktur modal penggunaan
utang lebih banyak daripada penggunaan modal sendiri, maka rasio struktur
modal akan semakin besar. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pertumbuhan
maka rasio struktur modal menjadi semakin besar, sehingga tingkat pertumbuhan
berpengaruh positif terhadap struktur modal.
2.10 Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Struktur Modal
Perusahaan kecil akan cenderung memiliki biaya modal sendiri dan biaya
utang jangka pendek yang lebih tinggi daripada perusahaan besar. Maka
perusahaan kecil akan cenderung menyukai utang jangka pendek dari pada utang
jangka panjang karena biayanya lebih rendah. Demikian juga dengan perusahaan
besar akan cenderung memiliki sumber pendanaan yang kuat, sehingga lebih
cenderung untuk memilih utang jangka panjang. Semakin besar ukuran suatu
perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal asing juga semakin besar.
Hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula
untuk menunjang operasionalnya, dan salah satu alternatif pemenuhannya adalah
dengan modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi (Abdul Halim, 2007).
Dengan demikian ukuran perusahaan akan memiliki pengaruh terhadap DER.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kartini & Tulus Arianto (2008)
menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan
positif terhadap DER.
2.11 Hubungan Risiko Bisnis dengan Struktur Modal
Perusahaan yang mempunyai risiko bisnis relatif kecil, cenderung
menggunakan hutang dengan jumlah yang besar dalam operasinya, dibanding
dengan perusahaan yang risiko bisnisnya besar, sehingga perusahaan dengan
risiko bisnis kecil struktur modalnya cenderung tinggi. Perusahaan yang
mempunyai risiko tinggi karena harus membayar biaya bunga yang tinggi atas
hutang, sedang di sisi lain terdapat ketidakpastian dalam pengembalian asset.
Untuk menghindari kebangkrutan perusahaan maka sebaiknya penggunaan hutang
dikurangi.
Menurut Brigham and Houston (2006:3) dan Lukas Setia Atmaja
(2008:273) perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat
menggunakan hutang yang besar. Dengan demikian dapat dikatakan hubungan
(pengaruh) risiko bisnis terhadap struktur modal yaitu bila perusahaan mempunyai
risiko bisnis yang besar akan cenderung mempunyai hutang yang lebih kecil.
Download