kompetensi instruktur pada balai latihan kerja (blk) dinas tenaga

advertisement
KOMPETENSI INSTRUKTUR PADA BALAI LATIHAN KERJA (BLK)
DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
ROSMAWATY
NIM : 100563201147
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
KOMPETENSI INSTRUKTUR PADA BALAI LATIHAN KERJA (BLK)
DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
Program Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ROSMAWATY
Abstrak
Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) dalam
mendorong terciptanya tenaga kerja yang mempunyai keahlian sangat dibutuhkan
dalam membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran. Tenaga kerja yang
terlatih sangat diperlukan terutama di era teknologi. Dalam rangka meningkatkan
kualitas tenaga kerja maka BLK berkewajiban memberikan pelatihan kepada para
pemuda. Fenomena yang terjadi dilapangan adalah peserta tidak mendapatkan materi
yang sesuai dengan kebutuhan. Kebanyakan dari materi hanyalah motivasi yang
diberikan dari instruktur. Pendidikan yang didapatkan dengan waktu yang singkat
tidak menjamin materi yang diajarkan dapat diserap dengan baik oleh peserta, karena
pelatihan diadakan 30 hari dengan waktu 240 jam dan dalam satu hari materi
diberikan 8 jam sekaligus ini membuat banyak peserta mengeluhkan tidak dapat
menyerap materi dengan baik. Tidak hanya itu fenomena yang jelas terjadi adalah
pemberi materi yang di siapkan dari instruktur terkadang tidak sesuai bidangnya
sehingga materi yang disampaikan kurang maksimal. Kemudian masih ada instruktur
yang mengajar belum memiliki sertifikat keahlian.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah mengetahui Kompetensi Instruktur
Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Kepulauan Riau. Dalam pembahasan skripsi ini menggunakan penelitian deskriptif
kualitatif. Informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Purposive
sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam bekerja belum ada
kesesuaian antara pendidikan instruktur dengan bidang pekerjaan. Beberapa bidang
bahkan diduduki oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar sekalipun. Hal ini tentu
saja membuat rendahnya tingkat kemampuan instruktur. Karena pekerjaan yang
dihadapi dilapangan tidak sesuai dengan yang ia dapatkan saat berada dibangku
formal. Sehingga kembali membutuhkan pelatihan secara khusus agar
ketidaksesuaian bidang kerja antara pendidikan dan bidang kerja dapat ditutupi
dengan mendapatkan pengetahuan lewat pelatihan yang diadakan untuk menunjang
kemampuan kerja instruktur. Namun kembali menjadi permasalan adalah pelatihan
tidak dapat diikuti oleh semua instruktur. Kemudian faktor yang juga ikut
mempengaruhi kompetensi kerja instruktur adalah faktor internal yaitu motif. Motif
juga merupakan salah satu faktor penghambat kompetensi instruktur. Para instruktur
merasa bahwa dalam setiap pekerjaan sebaiknya harus lebih dihargai dengan salah
satu contohnya adalah memberikan insentif. Namun kenyataannya belum ada insentif
yang diberikan kepada instruktur sehubungan dengan pelaksanaan setiap pekerjaan.
Kemudian masih ada instruktur yang belum mentaati peraturan kedinasan secara baik.
Kata Kunci : Kompetensi, Instruktur
1
I.
PENDAHULUAN
bidang kerja masing-masing. Namun
selama ini, calon tenaga kerja hanya
mengandalkan ijasah pendidikan
formal tanpa memiliki kemampuan
khusus, sehingga banyak calon
tenaga kerja yang tidak diterima oleh
lapangan kerja karena kurang
berkompeten.
Pembangunan
di
bidang
ketenagakerjaan merupakan salah
satu
tonggak
keberhasilan
pembangunan masyarakat umumnya
yang akan menciptakan masyarakat
yang adil, makmur, aman dan
sejahtera.
Jika
pelaksanaan
pembangunan
di
bidang
ketenagakerjaan
tidak
dapat
terlaksana dengan baik maka akan
menciptakan komunitas pengangguran di setiap aspek kehidupan.
Sumber daya manusia (SDM)
menjadi faktor penting dalam
menunjang keberhasilan pembangunan.
Kegiatan pengembangan SDM
akan memberikan sumbangan yang
besar pada peningkatan kualitas
SDM yang selanjutnya akan
mempengaruhi peningkatan produksi
dan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
penigkatan
pendapatan
individu sebagai pelaku ekonomi.
Peningkatan kualitas SDM
dilakukan melalui jalur diantaranya
pendidikan dan pelatihan serta
pengembangan keterampilan di
tempat kerja. Pelatihan merupakan
jalur penigkatan kualitas SDM yang
lebih menekankan ke pembentukan
dan pengembangan profesionalisme
Dalam era globalisasi, tenaga
kerja yang terampil dan mempunyai
keahlian merupakan suatu syarat
dapat bersaing memasuki dunia
kerja.
Sehubungan
dengan
permintaan dunia kerja terhadap
tenaga kerja yang terampil dan
mempunyai kualitas tenaga kerja
yang tinggi maka peningkatan
kualitas SDM khususnya tenaga
kerja dilakukan melalui berbagai
jalur diantaranya melalui pendidikan,
pelatihan
dan
pengembangan
ditempat kerja.
Selanjutnya sasaran yang ingin
dicapai dari pengembangan bidang
pelatihan tenaga kerja adalah
meningkatkan kualitas tenaga kerja
didaerah ini yang akan mampu
menciptakan
dan
mendukung
perluasan
lapangan
pekerjaan,
penanggulangan
pengangguran
melalui pelatihan kerja yang
dilakukan
bersama
dengan
pemerintah dan masyarakat sehingga
sumbangannya
terhadap
pertumbuhan ekonomi semakin
dominan.
Semakin banyaknya tenaga
kerja
yang
belum
mendapat
pekerjaan dari tahun ke tahun. Hal
tersebut karena lapangan kerja saat
ini tidak hanya melihat calon tenaga
kerja
yang
memiliki
ijasah
pendidikan formal, tetapi juga
keterampilan
yang
merupakan
persyaratan lain yang dibutuhkan
oleh lapangan kerja sesuai dengan
2
atau kompetensi. Akibat tidak
tersedianya Balai Latihan Kerja
(BLK) untuk kota Tanjungpinang
ini,maka dalam penyelenggaraan
pelatihan kerja pemerintah kota
Tanjungpinang secara kelembagaan
dibawah naungan Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Kepulauan Riau yang memiliki tugas
pada bidang sosial diprioritaskan
untuk peningkatan kualitas SDM dan
aparat
bidang
kesejahteraan
kemandirian,
peningkatan
profesionalisme pembinaan potensi
dan sumber kesejahteraan sosial,
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan penanganan masalah
kesejahteraan
sosial,
serta
peningkatan kepedulian sosial.
Unit Pelaksana Teknis Dinas
Balai Latihan Kerja (UPTD BLK)
dalam mendorong terciptanya tenaga
kerja yang mempunyai keahlian
sangat dibutuhkan dalam membantu
pemerintah
mengurangi
angka
pengangguran. Tenaga kerja yang
terlatih sangat diperlukan terutama di
era teknologi. Dalam rangka
meningkatkan kualitas tenaga kerja
maka
BLK
berkewajiban
memberikan pelatihan kepada para
pemuda. Pelatihan kerja adalah
upaya untuk menjembatani lulusan
pendidikan dengan dunia kerja.
Pelatihan
dimaksudkan
untuk
peningkatan tenaga kerja serta
perluasan lapangan usaha. Melalui
program-program pelatihan kerja ini,
siswa atau peserta yang dilatih suatu
saat
dapat
diharapkan
dapat
mengembangkan
diri
sehingga
mampu memasuki dunia kerja yang
memang
membutuhkan
tenaga
terampil dan siap kerja.
Kompetensi
Kerja
adalah
spesifikasi dari sikap, pengetahuan,
dan keterampilan atau keahlian serta
penerapannya secara efektif dalam
pekerjaan sesuai dengan standar
kerja yang dipersyaratkan. Sertifikasi
Kompetensi adalah proses pemberian
sertifikat
kompetensi
yanag
dilakukan secara sistematis dan
obyektif melalui Uji Kompetensi
yang mengacu pada
Standar
Kompetensi Kerja baik yang bersifat
Nasional,
Khusus
maupun
Internasional.
Dengan memiliki Sertifikat
Kompetensi maka seseorang akan
mendapatkan
bukti
pengakuan
tertulis atas kompetensi kerja yang
dikuasainya. Sertifikasi Profesi dapat
dilaksanakan oleh LSP (Lembaga
Sertifikasi Profesi) yang telah
dilisensi
oleh BNSP
(Badan
Nasional Sertifikasi Profesi). Untuk
memperoleh sertifikat kompetensi
instruktur. Harus melalui uji
kompetensi yang diselenggarakan
oleh BNSP melalui LSP selama 3
hari yang didanai oleh pemerintah
pusat. Khusus untuk instruktur harus
mengikuti diklat dasar terlebih
dahulu
sebelum
mendapatkan
sertifikat
kompetensi
ini.
Kompetensi berdasarkan unit-unit
tertentu. Namun pelaksanaannya
tidak dapat dipastikan waktunya
karena tergantung anggaran pusat.
3
Untuk
memiliki
sertifikat
kompetensi
ini
tidak
hanya
diperuntukkan bagi pegawai negeri
sipil
ataupun
instruktur
di
lingkungan pemerintahan. Tetapi
juga bisa diikuti oleh masyarakat
umum
namun
pembiayaan
dibebankan kepada dirinya atau
secara mandiri.
Fenomena saat ini adalah tidak
semua instruktur memiliki sertifikat
kompetensi, hal ini tentu saja akan
berdampak pada proses pelatihan
karena menurut aturan setiap
instruktur harus memiliki sertifikat
kompetensi. Gejala permasalahan
yang terjadi dilapangan adalah
peserta tidak mendapatkan materi
yang sesuai dengan kebutuhan.
Kebanyakan dari materi hanyalah
motivasi yang diberikan dari
instruktur.
Pendidikan
yang
didapatkan dengan waktu yang
singkat tidak menjamin materi yang
diajarkan dapat diserap dengan baik
oleh peserta, karena pelatihan
diadakan 30 hari dengan waktu 240
jam dan dalam satu hari materi
diberikan 8 jam sekaligus ini
membuat
banyak
peserta
mengeluhkan tidak dapat menyerap
materi dengan baik. Tidak hanya itu
fenomena yang jelas terjadi adalah
pemberi materi yang di siapkan dari
instruktur terkadang tidak sesuai
bidangnya sehingga materi yang
disampaikan kurang maksimal.
Kemudian masih ada instruktur yang
mengajar belum memiliki sertifikat
keahlian. Maka peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul
“Kompetensi Instruktur Pada
Balai Latihan Kerja (Blk) Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Provinsi Kepulauan Riau.
II. LANDASAN TEORI
1. Kompetensi Kerja
Didalam
kompetensi
kerja
terdapat motif dan konsep diri yang
merujuk pada sikap dan nilai-nilai.
Berikut ini akan dijelaskan definisi
tentang motif, sikap, dan nilai
menurut pendapat ahli. Menurut
Sobirin (2007:167) mendefinisikan
nilai : “nilai adalah keyakinan yang
dipegang teguh seseorang atau
sekelompok
orang
mengenai
tindakan dan tujuan yang seharusnya
dijadikan landasan atau identitas
dalam organisasi.”
Definisi kompetensi menurut
Palan (2007:6) bahwa : “kompetensi
adalah karakteristik yang mendasari
perilaku
yang
menggambarkan
motif, karakteristik pribadi (ciri
khas), konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan dan keahlian yang
dibawa seseorang yang berkinerja
unggul
(superior
performance)
ditempat kerja.
Kemudian
Zastrow
(dalam
Hikmat, 2001:54) mengemukakan
bahwa : “Kompetensi (Competency)
merupakan
suatu
kemampuan
(ability)
dalam
memadukan
perasaan, pikiran dan segenap
tingkah
laku
yang
diterima
(Acceptable behavior), sehingga
mampu mengadaptasikan dirinya
4
dalam berbagai lingkungan yang
senantiasa berubah secara dinamis
dan mampu memenuhi kebutuhan
serta memecahkan masalah yang
dihadapi melalui langkah-langkah
yang tepat.”
Berdasarkan definisi di atas
dijelaskan secara tegas bahwa
kompetensi
berisi
seperangkat
pengetahuan, keterampilan, atau
keahlian dan sikap (kepribadian)
yang diperoleh dari kegiatan
pembelajaran baik formal di
lembaga-lembaga
pendidikan
maupun lembaga nonformal melalui
pengalaman kerja dan pelatihan,
karena melalui kegiatan tersebut
akan
diperoleh
pengetahuan,
terbentuk sikap dan dimilikinya
keterampilan tertentu yang sesuai
dengan bidang pekerjaannya. Hal ini
mendapat dukungan dari Katz dan
Rosenweigh
dalam
Thoha
(2008:222) bahwa: “Kompetensi
tergantung pada keterampilan dan
pengetahuan (ability depends upon
both skill and knowledge)” : dua
unsur yaitu pengetahuan dan
keterampilan
pencerminan
dari
kemampuan yang diperoleh dari
pendidikan formal dan nonformal
yang dapat menunjang peningkatan
kecakapan. Melalui pendidikan akan
membentuk
dan
menambah
pengetahuan
seseorang
untuk
mengerjakan sesuatu dengan lebih
cepat dan tepat.” Selanjutnya
kompetensi menurut Simanjuntak
(2005:10)
adalah
bahwa
:
“kompetensi
individu
adalah
kemampuan
dan
keterampilan
melakukan
kerja”
Kemudian
Simanjuntak (2005:15) menyatakan
bahwa : “Faktor-faktor yang
mempengaruhi kompetensi setiap
orang yaitu: Kemampuan dan
keterampilan yang terdiri dari:
kebugaran fisik dan kesehatan jiwa,
pendidikan, pelatihan, pengalaman
kerja. Motivasi, sikap, dan etos kerja
Sehingga
dapat
dijelaskan
bahwa pribadi atau instruktur yang
berkompeten
menggambarkan
potensi, persepsi dan kreativitas
seseorang yang senantiasa ingin
menyumbangkan kemampuan agar
bermanfaat bagi diri sendiri,
lingkungan maupun organisasinya.
Jadi, orang yang berkompeten adalah
orang yang dapat memberikan
sumbangan yang nyata dan berarti
bagi
lingkungan
sekitarnya.
Imaginatif dan inovatif dalam dalam
mendekati persoalan hidupnya serta
kepandaian (kreatif) dalam mencapai
tujuan hidupnya. Pada saat yang
bersamaan, orang yang seperti ini
akan selalu bertanggung jawab dan
responsive
dalam
hubunganya
dengan orang lain (kepemimpinan).
Instruktur seperti ini merupakan aset
organisasi, yang selalu berusaha
untuk meningkatkan diri dalam
organisasi dan akan menunjang
pencapaian produktivitas organisasi.
Menurut Bacal (2004:19) bahwa
”instruktur bekerja dengan sangat
baik ketika mereka : a) memiliki
sasaran yang jelas, b) percaya bahwa
mereka dapat mencapai sasaran-
5
sasaran tersebut, dan c) tahu apa
yang akan mereka terima bila
mereka mencapai sasaran tersebut.”
Selanjutnya
Koehn
(2004:31)
menyebutkan
”Pekerjaan
pada
awalnya memerlukan pelatihan
sifatnya harus intelektual, yang
menyangkut
pengetahuan
dan
sampai tahap tertentu kesarjanaan,
yang berbeda dari sekedar keahlian,
sebagaimana
terbadakan
dari
kecakapan semata; pekerjaan itu
dikerjakan sebagaian besar untuk
orang lain, dan bukan hanya demi
diri sendiri saja, dan imbalan uang
tidak diterima sebagai ukuran
keberhasilan.”
Kemudian Ratminto (2008:24)
menyebutkan “kompetensi petugas
pemberi harus ditetapkan dengan
tepat berdasarkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap, dan
perilaku yang dibutuhkan.” Suatu
organisasi yang baik harus memiliki
visi dan misi serta rencana strategis
untuk dilaksanakan dan merupakan
pedoman untuk setiap aktifitas suatu
organisasi. Dengan ditentukannya
misi dan visi berarti organisasi
menetapkan aturan dasar organisasi
dalam
melaksanakan
kegiatan.
Selain itu
untuk tercapainya
kesamaan persepsi diantara berbagai
tingkatan sebagai pelaku–pelaku
dalam kegiatan organisasi, perlu
adanya kejelasan tentang visi yang
harus dicapai organisasi.
Menurut Handoko (1995:168)
“Pengorganisasian merupakan suatu
proses untuk merancang struktur
formal,
mengelompokkan
dan
mengatur serta membagi tugas-tugas
atau pekerjaan diantara para anggota
organisasi, agar tujuan organisasi
dapat dicapai dengan efisien”.
Suatu organisasi pemerintah
bagian humas dan protokol Provinsi
Kepulauan Riau memiliki tugas
untuk yang berhubungan dengan
kesejahteraan masyarakat untuk itu
keberadaan orang-orang yang ada
serta aktifitas yang dikerjakan harus
memiliki nilai efektif dan efisien.
Pada dasarnya peningkatan
kemampuan seseorang instruktur
akan melahirkan seorang yang
profesional dibidangnya.
Demikian halnya faktor-faktor
penentu kemampuan kerja seseorang
menurut Handoko (2008:243) dapat
diukur dengan “Faktor pendidikan
formal,
faktor
latihan
dan
pengalaman kerja”. Merujuk pada
beberapa
pendapat
tersebut,
kemampuan meningkatkan prestasi
instruktur dapat dicapai melalui
proses tertentu untuk membantu
mencapai tujuan organisasi, sehingga
proses ini terkait dengan berbagai
tujuan organisasi.
Agar setiap perencanaan yang
dibuat lebih berdaya guna dan
berhasil guna baik untuk daerah
maupun untuk masyarakat secara
luas. Menurut Handoko (2008:23)
“Perencanaan (planning) adalah 1)
pemilihan atau penetapan tujuantujuan organisasi dan 2) penentuan
strategi, kebijaksanaan, proyek,
program, prosedur, metoda, sistem,
6
anggaran
dan
standar
yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan”.
Menurut Mangkunegara (2006:9)
mengatakan “Peningkatan kualitas
dapat dicapai melalui pengalaman,
pendidikan,
pelatihan,
dan
pengembangan”.
Kompetensi kerja (Task
Competency) sangat berpengaruh
terhadap
produktivitas
suatu
organisasi yang harus dimiliki dan
terus dikembangkan para anggota
dalam segala situasi yang menuntut
kemampuan untuk mernjalankan
tugas dengan sebaik-baiknya, agar
memperoleh hasil produksi yang
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan pendapat tersebut
bahwa kompetensi kerja instruktur
atau anggota organisasi merupakan
persoalan yang vital yang harus
dimilki oleh setiap instruktur atau
anggota organisasi, agar dengan
tingkat kompetensinya yang tinggi
tersebut dapat didayagunakan untuk
kemajuan organisasi dalam mencapai
tujuan
organisasi
yang telah
ditetapkan bersama.
Seseorang
akan
mampu
melakukan suatu tindakan apabila
memiliki
kemampuan
dan
keterampilan serta pengetahuan baik
itu melalui pendidikan formal
maupun
nonformal.
Hal
ini
mendapat dukungan dari Katz dan
Rsenweigh dalam Thoha (2008:222)
bahwa: “Kemampuan tergantung
pada keterampilan dan pengetahuan
(ability depends upon both skill and
knowledge): dua unsur yaitu
pengetahuan
dan
keterampilan
merupakan
pencerminan
dari
kemampuan yang diperoleh dari
pendidikan formal, informal dan non
formal yang dapat menunjang
peningkatan kecakapan. Melalui
pendidikan akan membentuk dan
menambah pengetahuan seseorang
untuk mengerjakan sesuatu dengan
lebih cepat dan tepat”.
Sebelum membahas lebih jauh
mengenai kemampuan instruktur,
ada baiknya terlebih dahulu dilihat,
makna dari administrasi. Menurut
Siagian
(2008:2)
Definisi
adminstrasi yaitu: “ Keseluruhan
proses kerjasama antara dua orang
atau lebih yang didasarkan atas
rasionalitas tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan”.
Sedangkan Administrasi Negara
menurut Gie (1998 : 13) berpendapat
bahwa “administrasi merupakan
segenap rangkaian kegiatan penataan
dan pengaturan terhadap pekerjaan
pokok
yang
dilakukan
oleh
sekelompok
orang
dalam
bekerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan”.
Lebih lanjut dikatakan oleh Nawawi
(1990 : 5) bahwa “ administrasi
adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan
sebagai
proses
pengendalian
usaha
kerjasama
sekelompok
manusia
untuk
mencapai tujuan bersama yang telah
ditetetapkan sebelumnya”.
Berdasarkan pendapat ahli di
atas tentang administrasi negara,
maka dapat disimpulkan bahwa
7
administrasi negara itu merupakan
rangkaian yang dilakukan secara
bersama satu orang atau lebih
aparatur negara dalam mencapai
tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya, dimana administrasi itu
terdiri dari tiga unsur pokok yaitu
dilakukan oleh sekelompok orang
lebih dari satu orang, berlangsung
dalam suatu jalinan kerjasama dan
dimaksudkan untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Maka
dari itu untuk mencapai segala tujuan
yang telah ditetapkan maka sebuah
organisasi
yang
menampung
sekelompok
orang
untuk
memperhatikan kompetensi para
pelaksana pekerjaan pada organisasi
tersebut.
Dengan
kompetensi
instruktur maka tujuan akan dapat
tercapai dengan lebih baik
2. Pelatihan
Pengertian pelatihan menurut
Andrew
F.Sikula
dalam
Mangkunegara,
(2000:43)
mendefinisikan pelatihan sebagai
berikut: “Training is a short term
educational
process
utilizing
systematic and organized procedure
by which non managerial personel
learn tecnical knoeledge ang skill for
a definite pyrpose”. Pelatihan adalah
sesuatu proses pendidikan jangka
pendek
dengan
menggunakan
prosedur yang sistematis dan
terorganisir, sehingga karyawan
operasional belajar pengetahuan
teknik pengerjaan dan keahlian
untuk tujuan tertentu. Begitu pula
dengan halnya Mathis (2002:5), yang
memberikan
definisi
mengenai
“Pelatihan adalah suatu proses
dimana
orang-orang
mencapai
kemampuan
tertentu
untuk
membantu
mencapai
tujuan
organisasi oleh karna itu, proses ini
terikat dengan berbagai tujuan
organisasi,
pelatihan
dapat
dipandang secara sempit ataupun
luas”.
Dengan demikian yang di
kemukakan oleh Ambar Teguh
Sulistiani dan Rosidah (2003:175),
yang memberikan definisi mengenai
Pelatihan adalah proses pendidikan
jangka pendek dengan menggunakan
prosedur sistematik pengubahan
perilaku para pegawai dalam satu
arah guna meningkatkan tujuantujuan organisasional. Sedangkan
menurut Bedjo Siswanto (2000:141)
mengemukakan bahwa Pelatihan
adalah manajemen pendidikan dan
pelatihan
secara
menyeluruh
mencakup fungsi yang terkandung di
dalamnya,
yakni
perencanaan,
pengaturan,
pengendalian
dan
penilaian kegiatan umum maupun
latihan keahlian, serta pendidikan
dan latihan khusus bagi para pegawai
pengaturannya meliputi kegiatan
formulasi, kebutuhan pemberian
servis yang memuaskan, bimbingan,
perijinan dan penyelaan. Faktorfaktor yang menunjang kearah
Efektivitas
Pelatihan
menurut
Veithzal Rivai (2004:240) antara
lain: 1. Materi atau isi pelatihan 2.
Metode
pelatihan
3.
Pelatih
(instruktur/trainer)
4.
Peserta
8
pelatihan 5. Sarana pelatihan 6.
Evaluasi pelatihan.
3. Instruktur
Trainer / Pelatih Pelatih dapat
berupa individu atau kelompok yang
memberikan beragam pelatihan
seperti yang diungkapkan oleh
Hasibuan, bahwa “Pelatih atau
instruktur yaitu seseorang atau tim
yang memberikan latihan/pendidikan
kepada
karyawan.
(Hasibuan,
2005:73).
Pelatih
sebagai
komunikator
dalam
kegiatan
pelatihan ini memiliki peranan dalam
memberikan pelatihan sebagaimana
yang diungkapkan oleh H. Malayu
S.P. Hasibuan, bahwa Pelatih
(trainer)
memberikan
peranan
penting
terhadap
kemajuan
kemampuan para karyawan yang
akan dikembangkan. (Hasibuan,
2005:73).
Analoui
(2004)
menyatakan bahwa trainers atau
educators
memegang
peranan
penting dalam perkembangan dan
perubahan organisasi, meraih tujuan
dan kompetensi serta pengetahuan
dan kemampuan yang dibutuhkan
peserta. Seorang trainer mempunyai
pengaruh terhadap peserta pelatihan.
Menurut Poon Teng Fat (2003)
trainer yang baik adalah trainer yang
dapat
menciptakan
suasana
pembelajaran kondusif sehingga
peserta termotivasi untuk menyerap
informasi yang disampaikan.
Analoui (2004) menguraikan
pula tentang daftar kemampuan yang
perlu dimiliki seorang trainer agar
pelatihan lebih efektif, yaitu (1)
pengetahuan yang upto-date dan
kemampuan tehnikal dan sosial (2)
Menguasai cara pembelajaran yang
sesuai (3) Dapat beradaptasi dengan
kebutuhan peserta dan lingkungan
budaya organisasi (4) Kepekaan atas
aspek diluar organisasi seperti politik
atau kondisi sosial ekonomi (5)
Perhatian atas kualitas dan kuantitas
materi yang akan ditransfer.
Masalah sumber daya manusia
sangat sulit dan kompleks karena
manusia
mempunyai
pikiran,
perasaan, harga diri, sifat dan latar
belakang, perilaku, keinginan dan
kebutuhan yang berbeda-beda, oleh
karena itu manajemen harus dapat
mengarahkan dan mempengaruhi
karyawan agar dapat bekerja secara
optimal sehingga tujuan perusahaan
dapat tercapai. Ketepatan metode
pelatihan berarti ketepatan cara
penyampaian yang digunakan selama
pelatihan itu berlangsung. Training
yang
tidak
terlepas
dari
pengembangan
kemampuan,
pengukuran tujuan yang jelas, dan
perubahan sikap dapat diterapkan
dengan beberapa pilihan metode
sesuai dengan lingkungan pelatihan
(Anwar Prabu , 2001).
III. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan
penelitian
jenis
Deskriptif.
Menurut
Sugiyono
(2012:6) mengatakan bahwa :
“Penelitian
deskriptif
adalah
penelitian yang dilakukan terhadap
9
variable mandiri
yaitu tanpa
membuat
perbandingan
atau
menggabungkan dengan variable
lain.” Alasan pemilihan penelitian
deskriptif karena bentuknya sangat
sedarhana dengan mudah di pahami
tanpa perlu memerlukan teknik
statiska yang kompleks. Dalam
penelitian ini dapat mengeksplorasi
dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena
dengan
jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel
yang berkenaan dengan masalah dan
yang diteliti. Pada suatu penelitian
deskriptif, tidak menggunakan dan
tidak melakukan pengujian hipotesis.
Dalam kaitannya dengan penelitian
yang dimaksud untuk mendapatkan
informasi yang seluas-luasnya adalah
untuk mengungkapkan berbagai
fenomena-fenomena yang berkaitan
dengan masalah penelitian yaitu
Kompetensi Instruktur Pada Balai
Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Kepulauan Riau.
mengetahui dari masalah penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan
teknik
purposive
sampling,
Purposive sampling merupakan
teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan khusus sehingga layak
dijadikan sampel. karena peneliti
akan memilih subjek yang memiliki
pengetahuan dan informasi tentang
fenomena yang tengah diteliti
Informan
menurut
Arikunto
(2006:145) informan adalah orang
yang akan memberikan informasi.
Informan dalam peneltian ini adalah
orang-orang
yang
mengetahui
tentang kompetensi instruktur di
lapangan, 1 orang instruktur bubut
logam, 1 orang instruktur teknik
pendingin, 1 orang instruktur listrik,
1 orang instruktur otomotif, dan 1
orang instruktur las. Dan key
informan dalam penelitian adalah 1
orang Kepala UPTD Balai Latihan
Kerja
4. Sumber dan Jenis Data
a. Data primer
Data primer merupakan data
yang masih mentah yang masih perlu
diolah serta harus dianalisa. Data
premier ini adalah data yang harus
diolah secara langsung dari informan
dan lokasi penelitian. Data yang
dimaksud merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari hasil
tanggapan informan yakni data hasil
wawancara baik dengan informan,
mengenai Kompetensi Instruktur
Pada Balai Latihan Kerja (BLK)
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini
adalah Balai Latihan Kerja Provinsi
Kepulauan Riau, mengingat Balai
latihan kerja sering melakukan
pelatihan bagi masyarakat, dan
pemuda
untuk
meningkatkan
kemadirian para peserta.
3. Informan
Adapun
informan
dalam
penelitian ini disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian yang dianggap
10
Dinas
Tenaga
Kerja
Dan
Transmigrasi Provinsi Kepulauan
Riau.
Kompetensi Instruktur Pada Balai
Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Kepulauan Riau yang meliputi
pengetahuan instruktur, keterampilan
instruktur, konsep diri dan nilai-nilai
yang ada pada diri instruktur,
karekteristik diri instruktur, dan
motif kelima hal tersebut merupakan
karekteristik yang mempengaruhi
kompetensi kerja seorang instruktur.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data
pendukung yang melengkapai data
premier, yang diperoleh dari
dokumen-dokumen atau laporan
tertulis. Data sekunder adalah data
baku yang sudah tersedia baik di
perpustakaan
maupun
likasi
penelitian, Data yang ingin diambil
adalah, gambaran umum, Visi Misi,
Tugas Pokok dan Fungsi, Struktur
Organisasi, absensi, data instruktur
dan semua dokumen yang dapat
menunjang penelitian ini berkaitan
dengan Kompetensi Instruktur Pada
Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Provinsi Kepulauan Riau.
b. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai
teknik dan alat pengumpulan data
secara langsung terhadap informan
guna memperoleh informasi yang
mendukung masalah
penelitian
dengan berpedoman pada daftardaftar pertanyaan dengan sistem
yang berguna untuk memberikan
arahan dan pedoman bagi peneliti
dalam melakukan tanya jawab secara
langsung. Teknik wawancara adalah
wawancara tidak terstruktur menurut
Moleong
(2011:191),
dimana
pertanyaan biasanya tidak disusun
terlebih dahulu, disesuaikan dengan
keadaan dan ciri informan.
5. Teknik dan Alat Pengambilan
Data
Untuk mendapat data yang
dibutuhkan, maka dalam penelitian
ini digunakan teknik pengambilan
data, yaitu :
a. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan
secara langsung di lapangan terhadap
gejala-gejala yang tampak pada
objek penelitian di Balai Latihan
Kerja Provinsi Kepulauan Riau
dengan menggunakan daftar cheklis
yang merupakan daftar pengecek
yang berisi gejala-gejala tertentu
yang akan diteliti yang berhubungan
dengan faktor yang mempengaruhi
c. Studi dokumentasi
Menurut Arikunto (2006:158)
“Dalam melaksanakan dokumentasi
peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen,
peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya”. Adapun dokumentasi
dalam hal ini dapat dilakukan dengan
mengumpulkan dokumen-dokumen
11
yang
berhubungan
dengan
penelitian, membuat catatan-catatan
yang ditemui dilapangan serta
mengambil beberapa gambar yang
berhubungan dengan kompetensi
instruktur. Alat yang digunakan
dalam metode ini yaitu catatan
harian serta kamera yang digunakan
untuk mengambil gambar.
Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja
Dan
Transmigrasi
Provinsi
Kepulauan Riau dan akan
diklasifikasi kedalam sub-sub
pembahasan.
IV. PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan
Sebelum membahas tentang
“Kompetensi Instruktur Pada Balai
Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Kepulauan Riau”, hendaklah kita
dapat
melihat
bagaimana
karakteristik dari informan yang
menjadi atau yang membantu
penelitian ini dengan hasil sebenarbenarnya.
Dari
beberapa
karakteristik informan yag dapat kita
lihat disini adalah dari segi jenis
kelamin, tingkat pendidikan, masa
kerja
dan
jabatan.
Adapun
karakteristik
informan
adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Dari karakteristik informan
berdasarkan jenis kelamin dapat kita
lihat melalui penjelasan tabel
dibawah ini:
Tabel IV. 1
Karakteristik Informan
Berdasarkan Jenis Kelamin
G. Analisa Data
Teknik analisa data dalam
penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif.
Menurut
Jenice
McDurry (Moleong, 2011 : 248)
tahapan analisis data kualitatif
adalah :
1. Membaca atau mempelajari
data, menandai kata-kata
kunci dan gagasan yang ada
dalam data.
2. Mempelajari kata-kata kunci
itu, berupaya menemukan
tema-tema yang berasal dari
data
3. Menuliskan model yang
ditemukan
4. Koding yang telah dilakukan
Dari
definisi
tersebut
dapatlah dipahami bahwa ada
yang mengemukakan proses, ada
pula yang menjelaskan tentang
komponen-komponen yang perlu
ada dalam sesuatu analisis data.
Dalam
penyajian
secara
kualitatif,
peneliti
akan
menguraikan fakta-fakta yang
menggambarkan
kondisi
kongkrit tentang Kompetensi
Instruktur Pada Balai Latihan
No
Jenis
kelamin
Frekwensi
(Orang)
Persent
ase
(%)
Laki-laki
4
80
Perempuan
Jumlah
1
5
20
100
1.
2.
Sumber data: Hasil Penelitian Wawancara, 2015
Dari yang berjenis kelamin lakilaki yang tampak pada pemapaparan
12
tabel berjumlah 4 orang atau apabila
jumlah ini dipersenkan maka
hasilnya
adalah
80
persen,
sedangkan informan yang berjenis
kelamin perempuan hanya 1 orang
atau apabila jumlah ini dipersenkan
maka hasilnya adalah 20 persen,
maka apabila keseluruhan informan
disatukan antara jenis kelamin lakilaki
dan
perempuan
akan
mendapatkan hasil 100 persen atau
dijumlahkan akan mendapatkan hasil
keseluruhan jumlah informan yaitu 5
orang. Pegawai laki-laki maupun
perempuan memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing dalam
pelaksanaan pekerjaannya. Pegawai
laki-laki dianggap lebih sigap lincah
ataupun hanya sedikit hambatan
dalam bekerja, namun pegawai
perempuan dinilai lebih cermat dan
teliti dalam bekerja. Dari kedua
perbedaan ini diharapkan dapat
membantu
untuk
menjawab
penelitian ini dengan memberikan
jawaban tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi
kemampuan
instruktur di Balai Latihan Kerja.
Dari Tabel IV.2 dapat diketahui
bahwa seluruh secara keseluruhan
memiliki umur yang di atas 30 tahun
dan diharapkan dengan pengalaman
dalam bekerjanya bisa menjawab
seluruh pertanyaan yang diajukan
mengenai faktor yang mempengaruhi
kemampuan instruktur. Dengan
melihat data tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan
tingkat umur seluruh informan masih
dalam keadaan produktif sehingga
dapat memberikan keterangan yang
berguna dalam penelitian ini
berkaitan
dengan
kompetensi
pegawai, sehingga informasi yang
diberikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kualitas
tenaga kerja dapat ditentukan dengan
melihat tingkat usia yang produktif.
3. Tingkat Pendidikan
Dari karakteristik informan
berdasarkan tingkat pendidikan dapat
kita lihat melalui penjelasan tabel
dibawah ini:
Tabel IV. 3
Karakteristik Informan
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
2. Umur
Dari karakteristik informan
berdasarkan umur dapat kita lihat
melalui penjelasan tabel dibawah ini:
No.
1.
2.
Tabel IV.2
Karakteristik Informan Berdasarkan
Umur
No.
1.
2.
3.
Umur
21 Tahun s/d
30 Tahun
31 Tahun
s/d 40 Tahun
> 40 Tahun
Jumlah
Frekwensi
(Orang)
Persentase
(%)
0
0
2
40
3
5
60
100
Tingkat
Pendidikan
Frekwensi
(Orang)
Persentase
(%)
Strata-1
Stra Strata2
4
80
1
20
Jumlah
5
100
Sumber data: Hasil Penelitian Wawancara, 2015
Tabel IV.3 menjelaskan bahwa
informan yang memiliki pendidikan
Strata-1 berjumlah 4 orang atau
sekitar 80 persen dan yang memiliki
pendidikan Strata-2 berjumlah 1
orang juga yang aman jika
dipersenkan menjadi 20 persen.
Sumber data: Hasil penelitian wawancara, 2015
13
Dengan
data
tersebut
yang
menunjukkan
bahwa
seluruh
informan berpendidikan sarjana
sehingga sangat berkompeten dengan
tingkat pendidikan yang tinggi.
Dengan pendidikan yang tinggi para
pegawai akan lebih mampu untuk
memahami setiap tugas yang
diberikan sesuai dengan peraturan
yang
telah
ditetapkan.
Serta
diharapkan
dapat
memahami
wawancara yang diajukan mengenai
permasalahan dalam penelitian ini.
Tingkat pendidikan yang tinggi
mendukung hasil wawancara yang
akan peneliti lakukan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang
akan semakin tinggi pemahaman
mereka dalam menghadapi sesuatu
hal, dalam hal ini yang berkaitan
dengan kompetensi kerja pegawai.
Seperti yang didapatkan dari
hasil penelitian ini para informan
mampu menjawab penelitian dengan
menganalisa
terlebih
dahulu
mengenai kompetensi pegawai yang
ditanyakan dan dihubungkan dengan
fenomena yang terjadi sehingga
jawaban yang didapatkan dianggap
sudah baik karena dalam menjawab
pertanyaan mengenai kompetensi
pegawai
tersebut
informan
menganalisa terlebih dahulu tentang
apa yang telah dilaksanakan.
1. Pengetahuan
Yaitu Pengetahuan merujuk
pada informasi dan hasil pekerjaan.
kemampuan
atau
ilmu
yang
didapatkan oleh seorang instruktur
yang diperoleh melalui bangku
pendidikan yang pernah dijalaninya
baik itu formal maupun informal
kemudian ditunjang dengan diklatdiklat pengembangan perencanaan
dan pembangunan instruktur yang
ada pada organisasi, hal ini dapat
dilihat dari inikator:
a. Pendidikan Formal, yaitu
kemampuan dan pengetahuan
seorang instruktur yang diperoleh
melalui tamatan pendidikan yang
dimiliki.
Instruktur dalam melaksanakan
tugasnya harus sesuai dengan tugas
dan fungsi yang ditetapkan Balai
Latihan Kerja. Kemudian tugas
tersebut harus terlaksana dengan baik
Adapun tugas-tugas yang telah
diberikan harus dilaksanakan sesuai
dengan tanggung jawab masingmasing instruktur. Instruktur dalam
melaksanakan tugas harus didukung
oleh kemampuan kerjanya sesuai
dengan pengetahuan yang didapat
dari keahlian serta pendidikan yang
ada pada instruktur tersebut. Untuk
itu diperoleh jawaban dari salah
seorang instruktur WAL yang
menyebutkan bahwa masih ada
instruktur yang bekerja tidak sesuai
dengan pendidikan formal yang
diperolehnya. Biasanya instruktur
yang ada disini bekerja dengan
pengalaman
saja.
Kembali
ditegaskan oleh Pernyataan yang
disampaikan oleh salah seorang
instruktur SI
yang mengatakan
bahwa :
“sekarang jarang sekali instruktur
ditempatkan
sesuai
dengan
14
pendidikannya, karena instruktur
juga kerap kali mendapatkan
pelatihan-pelatihan
yang
akan
menambah pengetahuannya pada
bidang yang ditempatinya, jarang
ditemukan instruktur bekerja sesuai
dengan
pendidikan
yang
diperolehnya”
Dari
hasil
wawancara
yang
dilakukan maka diketahui instruktur
yang ada masih belum sesuai antara
pendidikan yang didapatnya secara
formal dengan bidang tugas yang
diberikan. Hal di atas dapat ditutupi
dengan pelatihan-pelatihan yang
diberikan dari instansi terhadap
instruktur-instruktur sesuai dengan
tugas yang diberikan dan tempat
yang dia duduki ini untuk menambah
pengetahuan instruktur. Karena tidak
semua instruktur berada pada posisi
yang sesuai dengan pendidikan yang
diperolehnya. Kesesuaian pekerjaan yang erat antara pendidikan dan
pekerjaan di bidang penelitian dan
bidang tertentu di pemerintahan
untuk beberapa bidang pekerjaan
memang diperlukan, tapi untuk
kebanyakan bidang yang lain,
apalagi bila aspek manajerialnya
tinggi,
persyaratan
kesesuaian
pendidikan dan bidang kerja
seringkali
diabaikan.
Setelah
bekerja, unsur pelatihan sangat
berperan dalam pengembangan karir
seseorang.
Perkembangan ilmu dan
teknologi yang amat pesat membuat
globalisasi menjadi suatu hal yang
tidak
terelakkan.
Sedangkan
globalisasi mendatangkan dampak
yang amat serius bagi masyarakatbangsa
yang
tidak
siap
menghadapinya.
Sebab,
akibat
globalisasi,
persaingan
untuk
memperoleh kehidupan yang lebih
baik akan semakin tajam dan bahkan
boleh jadi menjadi kejam. Hal
tersebut dikarenakan pada masa lalu,
terutama karena masih mungkinnya
dilakukan proteksi oleh pemerintah
setempat,
persaingan
untuk
memperoleh kehidupan yang lebih
baik relatif terbatas pada ruang
tertentu, misalnya dalam satu desa,
daerah atau paling tinggi dalam satu
negara.
Di
era
globalisasi,
persaingan harus berlangsung antar
masyarakat
dunia,
sehingga
masyarakat-bangsa yang tidak siap
menghadapi
persaingan
yang
demikian akan terpinggirkan. Untuk
dapat eksis dalam masyarakat dunia
yang mengglobal, setiap warga
masyarakat-bangsa
harus
siap
bersaing, Meskipun begitu, kesiapan
saja tidak mempunyai arti banyak,
jika tidak didukung oleh kualitas
sumberdaya manusia yang memadai.
Sehubungan dengan itu, penyiapan
kualitas sumberdaya manusia yang
memadai adalah tanggung jawab
pendidikan. Sedangkan pendidikan
itu sendiri dapat diselenggarakan
jalur pendidikan formal (sekolah)
dan jalur pendidikan nonformal dan
informal
Peneliti kembali menanyakan
kepada informan selanjutnya dan
dapat dianalisa dari hasil wawancara
15
yang telah peneliti lakukan dengan
informan AS yaitu ia mengatakan
bahwa :
“Kalau dilihat sekarang ini memang
jarang sekali ditemui instruktur yang
bekerja memang sesuai dengan
pengetahuan yang didapatkannya
dari pendidikan formal. Sekarang ini
sesuai dengan kebutuhan saja serta
pengalaman”.
Ditinjau
dari
perspektif
teoritis, bnyak ilmuwan sosial
berpendapat
bahwa pendidikan
adalah sebuah koridor penting
untuk
meningkatkan
status
ekomoni seseorang,
pendidikan
meningkatkan pendapatan dengan
meningkatkan keterampilan
dan
produktivitas.
ketidaksesuaian
pendidikan
dengan
pekerjaan
memiliki efek yang relevan pada
efisiensi investasi publik dan
swasta
di bidang
pendidikan
dengan mempengaruhi upah serta
pada hasil pasar tenaga kerja
lainnya seperti ketidakpuasan kerja
dan perputaran tenaga kerja.
Jawaban yang tidak jauh berbeda
diperoleh
peneliti
ketika
mewawancarai informan RTP dari
hasil wawancaranya dapat dianalisa
Balai Latihan Kerja ini hanya
bekerja dengan pengalaman saja,
melihat dan belajar sendiri, jarang
yang memang benar-benar pernah
mendapatkan
ilmunya
sejak
dibangku
formal.
Untuk
mendapatkan imformasi yang lebih
jelas tentang adanya kesesuian antara
pendidikan
dan
pekerjaannya,
ditanyakan pula secara langsung
pada RTP, maka jawaban yang
diperoleh sebagai berikut :
“Dalam bekerja semua instruktur
dituntut untuk bertanggungjawab
terhadap
pekerjaannya.
Sama
halnya dengan di Balai Latihan
Kerja ini memang tidak banyak yang
sesuai
antara
bidang
dan
pendidikannya, tetapi itu tidaklah
menjadi alasan. Mereka bisa
belajar, melihat atau bertanya.
Memang ada kesulitan yang akan
dihadapi awalnya karena bekerja
dilapangan kadang tidak sesuai
dengan teori yang pernah kita
dapatkan saat sekolah dulu. Hanya
saja apabila kita bekerja sesuai
dengan pendidikan yang pernah
didapatkan tentunya kita sudah tau
dasar-dasarnya tidak belajar dari
awal lagi. Inilah juga yang dapat
menimbulkan
masalah,
karena
kurangnya
pengetahuan,
kemampuan instruktur pun akan
menurun terhadap suatu hal.”
Senada
dengan
yang
disampaikan
oleh
informan
sebelumnya RR mengatakan bahwa
di Balai Latihan Kerja masih ada
instruktur yang diletakkan tidak
sesuai dengan pendidikan yang
didapatkannya selama iya dibangku
formal,
sebagian
instruktur
mengatakan tidak ada dampaknya
namun sebagian lagi mengatakan
bahwa kesesuai antara bidang kerja
dan pendidikan adalah salah satu hal
yang
penting
untuk
seorang
instruktur.
Berdasarkan
hasil
wawancara dengan semua informan,
diperkuat pula dengan pernyataan
key
informan,
adapun
hasil
16
wawancara yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
“memang saya akui sangat sulit
menempatkan seorang instruktur
dengan pendidikannya, namun ini
bukan kewenangan kantor melainkan
kewenangan BKD, jadi memang
banyak instruktur yang
harus
belajar kembali, karena tidak pernah
ia pelajari sebelumnya”
Mangkuprawira (2003:135)
berpendapat bahwa pelatihan bagi
pegawai adalah sebuah proses
mengajarkan
pengetahuan
dan
keahlian tertentu serta sikap agar
pegawai semakin trampil dan
mampu
dalam
melaksanakan
tanggung jawabnya dengan semakin
baik sesuai dengan standar. Definisi
lebih lanjut menurut Mangkuprawira
yaitu memberikan perbedaan pada
pengertian pelatihan dan pendidikan.
Pelatihan
lebihmerujuk
pada
pengembangan keterampilam dalam
bekerja yang dapat digunakan
dengan
segera,
sedangkan
pendidikan
memberikan
pengetahuan tentang subyek tertentu,
tetapi
sifatnya
lebih
umum,
terstruktur untuk jangka waktu yang
jauh lebih panjang
Maka dapat dianalisa bahwa
dari hasil observasi di lapangan yaitu
instruktur kesuaian antara bidang
pekerjaan dan pendidikan belum
berjalan baik. Beberapa bidang
bahkan diduduki oleh orang-orang
yang tidak memiliki dasar formal
sekalipun. Sesuai dengan data
keinstrukturan yang ada di Balai
Latihan Kerja yang kebanyakan
adalah tamatan pendidikan S1 tetapi
orang-orang tersebut tidak diletakan
sesuai dengan pendidikan yang
didapatnya di bangku formal. Hal ini
tentu saja membuat rendahnya
tingkat
kemampuan
instruktur.
Karena pekerjaan yang dihadapi
dilapangan tidak sesuai dengan yang
ia dapatkan saat berada dibangku
formal.
Sehingga
kembali
membutuhkan
pelatihan
secara
khusus agar ketidaksesuaian bidang
kerja antara pendidikan dan bidang
kerja
dapat
ditutupi
dengan
mendapatkan pengetahuan lewat
pelatihan yang diadakan untuk
menunjang
kemampuan
kerja
instruktur.
b. Pendidikan Informal, yaitu
suatu
bentuk
kegiatan
pengembangan instruktur untuk
memahami pengetahuan tekhnis
yang diberikan melalui diklat dan
pelatihan instruktur.
Suatu
bentuk
kegiatan
pengembangan instruktur untuk
memahami pengetahuan tekhnis
yang diberikan dalam melaksanakan
pekerjaan yang telah diberikan
bertujuan untuk meningkatkan kerja
instruktur
dalam
menjalankan
tugasnya sebagai abdi masyarakat.
Untuk mendapatkan keterangan yang
kongkrit
tentang
kemampuan
instruktur
sehubungan
dengan
pelatihan yang didapatkan adalah
Apakah instruktur pernah mengikuti
pelatihan yang berhubungan dengan
pekerjaan yang diberikan. Maka
17
jawaban yang diperoleh WAL
sebagai berikut
”pelatihan memang sering
diadakan dan jika memang
memungkinkan
beberapa
instruktur
didisposisikan
untuk mengikutinya, agar
menambah pengetahuan dan
dapat berbagi pengetahuan
kepada yang lain”
Kemudian disampaikan hal
senada dengan informan SI yang
mengatakan
“Pelatihan pasti ada. Tetapi
jarang sekali sesuai dengan
bidang pekerjaan yang benar
diduduki oleh instruktur.
Kadang
pelatihan
atau
sosialisasi yang diberikan
hanya bersifat umum. Tidak
pernah diadakan pelatihan
khusus”
Berdasarkan jawaban yang
telah diperoleh dari informan di atas
menunjukkan
bahwa
pelatihan
memang sering diadakan pada
instansi pemerintah. Begitu juga
untuk Balai Latihan Kerja kadang
beberapa instrukturnya didisposiskan
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.
Hanya saja terkadang pelatihan yang
diberikan jauh dari bidang yang
mereka tempati. Pelatihan biasanya
bersifat umum saja. Seperti yang
diungkapkan oleh salah seorang
instruktur AS yang mengatakan
bahwa Tugas dan fungsi para
instruktur sebenarnya sangat khusus
dan juga membutuhkan pelatihanpelatihan khusus untuk menunjang
kemampuan.
Kembali Dijelaskan pula
jawaban dari salah seorang instruktur
RTP
mengatakan
tentang
permasalahan tersebut dan dapat
dianalisa bahwa :
“Sebenarnya pelatihan itu
sudah sering namun tidak
merata,
biasanya
yang
mengikuti pelatihan orang
itu-itu saja. Dan yang dipilih
tidak berdasarkan kebutuhan
sehingga
kalau
ada
instruktur yang menghadiri
pelatihan sampai disitu saja
jarang bisa diaplikasikan
langsung ke pelaksanaan
pekerjaannya”.
Manfaat pelatihan sudah pasti
sangat berpengaruh besar terhadap
perusahaan itu sendiri dan juga
instruktur pada khususnya. Untuk
Balai
Latihan
Kerja
yang
mempunyai
orientasi
jangka
panjang,
sangat
memerlukan
pelatihan untuk instrukturnya yang
dilakukan secara kontinyu dan
terprogram sesuai dengan kebutuhan
masing-masing divisi atau pun tim
kerja
di
dalam
divisi
dan
management. Perusahaan berharap
dengan pelatihan yang dilakukan
dapat meningkatkan efisiensi dan
perkembangan usaha, sedangkan
untuk instruktur akan membuat
sumber daya yang meningkatkan
keterampilan, keahlian, inovasi dan
kinerja yang tinggi dalam bekerja.
Kemudian Informan RR menjelaskan
kembali, berikut petikan wawancara
yang dilakukan :
“kalau saya lihat selama ini
Instruktur kami sering sekali
18
mengikuti pelatihan, namun
memang
tidak
merata,
biasanya yang ikut itu-itu
saja. Dan pada saat selesai
pelatihan
mereka
tidak
kembali menyampaikan ilmu
yang mereka dapatkan. Maka
dari itu saya rasa harusnya
merata dan bergantian”
Dari hasil observasi yang
dilakukan maka dapat dilihat bahwa
pelatihan sudah ada di adakan hal ini
dapat dilihat dari beberapa undangan
serta surat tugas yang diberikan oleh
instruktur untuk mengikuti pelatihan.
Instruktur yang ditunjuk untuk
mengikuti
pelatihan
biasanya
disesuaikan dengan bidang kerjanya
agar tepat sasaran, namun dari
beberapa instruktur juga mengatakan
selama ini yang biasa ikut pelatihan
adalah orangnya itu-itu saja.
Dari hasil penelitian dan
didukung oleh pernyataan key
informan dapat disimpulkan bahwa
instruktur pelatihan sudah pernah
dilakukan hanya
saja
sangat
disayangkan bahwa tidak semua
instruktur dapat merasakan hal
tersebut. Padahal pelatihan sangatlah
penting untuk Balai Latihan Kerja,
dilihat dari data keinstrukturan
bahwa dengan umur instruktur yang
rata-rata masih produktif akan lebih
baik jika diberikan pelatihanpelatihan
guna
menunjang
kemampuan kerja instruktur pada
Balai Latihan Kerja.. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Pelatihan Kerja Nasional Di Daerah
memaparkan bahwa kelembagaan
pelatihan kerja selain dikelola oleh
instruktur pelatihan kerja dan
tenaga pengelola pelatihan yang
kompeten
juga
mengimplementasikan manajemen
tata kelola lembaga pelatihan
kerja, atau telah diakreditasi oleh
Lembaga
Akreditasi Lembaga
Pelatihan Kerja (LALPK).
2. Keterampilan
Yaitu Keterampilan/keahlian
merujuk
kepada
kemampuan
seseorang
instruktur
untuk
melakukan suatu kegiatan.
a. Instruktur memiliki
kemampuan di bidangnya
Dalam melakukan pelatihan
kerja oleh Balai Latihan Kerja
banyak hal yang harus disiapkan agar
tujuan dari setiap program yang
dilaksanaka
dapat
tercapai.
Pembinaan tenaga kerja sebagai
komponen penting dalam proses
pelatihan perlu dilakukan terus
menerus oleh berbagai pihak yang
terkait dalam menjalankan fungsi
pembinaan.
Upaya
untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja
dilakukan
dengan
mengadakan
pelatihan kerja yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan
kompetensi, produktivitas, disiplin,
sikap, dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan kepakaran tertentu
sesuai dengan pekerjaan. Salah satu
komponen
penting
dalam
peningkatan kualitas tenaga kerja
19
adalah instruktur yang bertugas
melaksanakan kegiatan pelatihan dan
pembelajaran serta pengembangan
pelatihan. Seperti hasil wawancara
dengan beberapa informan WAL
yang mengatakan:
“dalam pelaksaan pelatihan
kerja oleh Balai Latihan
Kerja bahwa narasumber
yang menjadi instruktur
sudah
sangat
berkompeten dibidangnya”
Kemudian ditambahkan pula dengan
informan SI yang mengatakan :
“Tidak
hanya
itu
ditambahkan pula bahwa
instruktur yang dipilih adalah
orang-orang yang memiliki
pengalaman”
Dalam setiap kegiatan yang
dilakukan oleh
Balai latihan
kerja dalam memberikan pelatihan
sudah mempersiapkan sesuatunya
dengan baik termasuk dalam
pemilihan instruktur. Dapat diketahui
bahwa selama ini untuk memilih
instruktur dibutuhkan waktu yang
panjang. Butuh waktu yang lama
untuk menentukan instruktur yang
tepat dalam setiap bidangnya. Karena
poin penting dari pelatihan adalah
adanya instruktur yang berkualitas.
Jabatan instruktur termasuk
dalam rumpun jabatan pendidikan
lainnya yang bertugas melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan
penelitian,
peningkatan
atau
pengembangan konsep, teori, dan
metode operasional, di bidang
pendidikan dan pengajaran umum,
serta pendidikan dan pelatihan yang
tidak
berhubungan
dengan
pengajaran
sekolah
formal,
memberikan saran tentang metode
dan bantuan pengajaran, menelaah
serta memeriksa hasil kerja yang
telah dicapai oleh instruktur dalam
penerapan kurikulum, memberikan
pelatihan penggunaan teknologi
tinggi.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat
pesat dan hal tersebut berakibat
meningkatnya tuntutan pasar kerja
global,
termasuk
Kota
Tanjungpinang
menghadapi
tantangan untuk menyediakan tenaga
kerja yang kompeten, profesional
dan produktif untuk menghadapi
tantangan tersebut dapat dilakukan
melalui pendidikan, pelatihan kerja
dan pengembangan di tempat kerja.
Dalam penyelenggaraan pelatihan
kerja di Kota Tanjungpinang yang
dilakukan
oleh
Balai
latihan
kerjaKota Tanjungpinang diperlukan
tersedianya Sumber Daya pelatihan
yang meliputi program pelatihan,
Instruktur, Fasilitas, Sistem, Metode
serta pembiayaan dari lima unsur
tersebut Instruktur mempunyai peran
yang sangat menentukan dalam
keberhasilan suatu pelatihan.
Namun kondisi instruktur
saat ini sebagian besar belum
menjalankan
fungsinya
secara
profesional
dengan
memiliki
sertifikat kompetensi , hal ini
disebabkan
mekanisme
untuk
mencapainya masih belum jelas dan
dimiliki instruktur secara benar.
20
Seperti yang diungkapkan oleh AS
yang mengatakan :
“saya tidak tahu persis
apakah
mereka
berpengalaman atau tidak,
professional atau tidak,
namun selama ini saya rasa
instruktur yang
didatangkan cukup baik”
Profesi
seorang
instruktur
merupakan tuntutan yang tidak boleh
dihindari,
karena
keberadaan
lembaga pelatihan yang mempunyai
standar kompetensi keterampilan
Instruktur
merupakan
jaminan
kualitas
keterampilan
yang
dihasilkan pada siswanya, dan harus
mampu mempunyai daya saing
tinggi dalam proses pelatihan yang
selama ini mengacu pada program
konvensional yang belum biasa
memenuhi kebutuhan industri.
Dari hasil wawancara dengan
seluruh informan yaitu RTP, dan RR
maka dapat diketahui bahwa
Instruktur pendidikan dan pelatihan
yang disiapkan oleh Balai latihan
kerjaKota Tanjungpinang memiliki
pengalaman yang baik, baik itu
dalam pemberian materi pelatihan
maupuan dalam dunia ketenaga
kerjaann.
Key informan memberikan
penjelasan terhadap hal tersebut, ia
mengatakan :
“ Untuk saat ini instruktur
yang dipilih sudah sesuai namun
memang diakui oleh beberapa
instruktur
untuk
mendapatkan
instruktur yang pas
dalam pelatihan agar dapat
mencapai sasaran”
Dari hasil observasi maka
dapat dianalisa bahwa Selama ini
instruktur yang
digunakan
adalah orang yang sudah sering
diikutsertakan seperti guru, dosen,
bahkan
pengusaha,
yang
menyulitkan adalah tidak ada
kualifikasi
khusus
dalam
menentukan
instruktur
semua
diserahkan kepada pihak Dinas
sehingga
dinas
yang
bertanggungjawab mencari instruktur
yang dianggap dapat memberikan
ilmunya kepada para tenaga kerja
agar tepat sasaran.
b. Mampu bekerja sesuai dengan
aturan yang berlaku
Lembaga
pelatihan
pemerintah (UPT Pelatihan Kerja)
merupakan penggerak terdepan
didalam
menjalankan programprogram kegiatan pelatihan untuk
melatih tenaga kerja yang kompeten
dan produktif sehingga mampu
mengurangi angka pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia khususnya
didaerah-daerah
seperti
Kota
Tanjungpinang.
Pengembangan
kompetensi merupakan salah satu
kunci untuk meningkatkan daya
saing dan produktivitas tenaga kerja
dan lembaga pelatihan harus menjadi
penguat
kompetensi
dan
pengembangan produk–tivitas tenaga
kerja. Lembaga Pelatihan yang ada
mau tidak mau harus bersinergi
dengan Lembaga Pendidikan dalam
rangka link and match untuk
mengembangkan kurikulum berbasis
21
kompetensi yang disesuaikan dengan
kebutuhan dunia usaha dan pasar
kerja. Selama ini banyak kesempatan
atau lowongan kerja yang tersedia
tidak dapat diisi oleh lulusan
pendidikan dan pencari kerja dan ini
dikarenakan
ketidaksesuaian
kompetensi dan keahlian angkatan
kerja dengan pasar kerja. Instruktur
menjadi salah satu hal yang paling
berperan dalam hal ini. Para
instruktur harus mampu bekerja
sesuai dengan aturan agar dapat
mendukung tercapainya tujuan dari
balai latihan kerja ini. Wawancara
ditujukan kepada informan WAL
berkenaan dengan kesediaan untuk
menjalankan
pekerjaan
dengan
peraturan yang telah ditentukan, ia
mengatakan :
“dalam bekerja memang
sudah ada aturannya, dan
kami
semua
memang
diharapkan
mampu
menunjukkan hal positif bagi
peserta paling tidak untuk
disiplin kerja, datang dengan
tepat waktu”
Jawaban diperoleh oleh informan
berinisial SI ia mengatakan bahwa :
“saya rasa ada yang masih
kurang
memperhatikan
aturan seperti jam kerja,
kemudian tata cara saat
mengajar, namun kalau
dilihat secara umum saya
rasa sudah cukup baik dan
semua mampu untuk bekerja
sesuai aturan, lagipun kami
kan selalu diawasi”
Dari dua informan di atas dan dari
hasil observasi yang dilakukan
bahwa memang benar ditemukan
masih ada pegawai yang tidak
memakai atribut lengkap serta datang
dan pulang kantor sesuai dengan
peraturan yang telah ditentukan.
Untuk kembali memperoleh jawaban
tentang mampu bekerja sesuai
dengan aturan maka wawancara
kembali dilakukan kepada AS :
“disini kan tidak selalu ada
pelatihan biasanya kalau
tidak ada pelatihan baru
sedikit santai kalau tidak
semua harus mematuhi dan
memberikan teladan bagi
peserta
contoh
kecilnya
adalah disiplin”
Senada dengan yang disampaikan
di atas, Informan RR menambahkan :
“dalam
disiplin
waktu
beberapa dari kami memang
kurang
bersedia
dalam
menjalankan sesuai dengan
aturan yang sudah ada.
Mungkin karena kami berada
di UPT kurang diawasi jadi
beberapa pegawai bersikap
sesuka hati tanpa melihat
peraturan yang ada”
Dari jawaban informan di
atas dan dari hasil observasi yang
dilakukan bahwa memang benar
didapati bahwa bersedianya pegawai
dalam
menjalankan
pekerjaan
dengan peraturan yang telah
ditentukan, apalagi dalam disiplin
waktu pegawai lebih senang melihat
keadaan
dilapangan
daripada
menjalankan peraturan yang ada
seperti jika siang sudah sepi maka
pegawai
biasanya
dapat
meninggalkan kantor. Padahal hal ini
tidak boleh dilakukan karena sudah
ada peraturan yang ditentukan jam
22
berapa pegawai harus masuk dan
pegawai boleh pulang walaupun ada
atau tidak pelatihan. Begitu juga
dengan berpakaian masih ada
pegawai yang kurang menaati
peraturan.
Dengan
berperannya
Instruktur latihan kerja dalam
menentukan pentingnya keberadaan
UPT
Pelatihan
Kerja
yang
mempunyai
program-program
pelatihan mengacu kepada Standart
Kompetensi Kerja Nasional maka
keberadaan UPT-PK dapat berperan
untuk menghasilkan Tenaga Kerja
terampil dan kompeten baik untuk
penempatan di dalam Negeri maupun
luar Negeri, sehingga peranan
Instruktur Pelatihan Kerja sangat
penting untuk menentukan programprogram
pelatihan
berbasis
kompetensi.
ini
instruktur
melaksanakan
pekerjaan yang diberikan.
Pelatihan merupakan salah
satu
kunci
untuk
membawa
seseorang atau suatu organisasi
menjadi lebih baik dan efektif dalam
mencapai tujuannya. Evaluasi yang
dilakukan pada setiap program
adalah evaluasi terhadap aspek-aspek
yang menunjukkan respon selama
pelatihan berlangsung. Evaluasi
peserta merupakan suatu cara untuk
mengetahui
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
melalui Pretest dan Post Test. Bagi
peserta training, evaluasi training
dapat memberikan feedback berupa
seberapa signifikannya training
tersebut mempunyai impact bagi
pekerjaannya,
perubahan
bagi
dirinya, kecocokan program dan
manfaat-manfaat lainnya.
Evaluasi istruktur pelatihan
adalah untuk memberikan feedback
tentang apakah peserta puas dengan
isi program training, kedalaman
meteri training, caranya mengajar,
caranya mendelivery ilmunya dan
sebagainya. Adapun jawaban yang
diperoleh dari semua informan
sebagai berikut WAL mengatakan
bahwa
”seluruh instruktur dalam
melaksanakan
pekerjaan
sudah baik hanya saja
memang ada beberapa dari
instruktur
yang
dalam
melaksanakan pekerjaannya
masih belum mampu bekerja
dengan baik”
3. Konsep diri dan nilai-nilai
Yaitu Konsep diri dan nilainilai merujuk pada sikap, nilai-nilai,
dan citra diri seseorang. Hal ini dapat
dilihat dari :
a.
Sikap
instruktur
dalam
melaksanakan
pekerjaannya
seperti
bersungguh-sungguh
dalam
merasakan
pekerjaan
dengan penuh tanggungjawabnya.
Melaksanakan
pekerjaan,
yaitu kecakapan yang dimiliki oleh
seorang instruktur dan juga ditunjang
dengan kreatif pada diri instruktur
dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Pertanyaan yang berikan kepada
informan adalah bagaimana selama
23
Jawaban senada didapatkan
peneliti dari seorang instruktur SI
yang mengatakan bahwa masih ada
beberapa instruktur saja yang belum
mampu melaksanakan tugasnya
dengan baik. Tapi sebagian besar
mereka
dalam
melaksanakan
pekerjaan sudah baik. Karena
pekerjaan yang dibebankan adalah
tanggungjawab.
Kinerja oraganisasi pada
dasarnya merupakan tanggung jawab
setiap individu yang bekerja dalam
organisasi, sehingga dapat dikatakan
kinerja
organiasasi
merupakan
cerminan dari kinerja individu,
dimana kinerja individu dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
seperti
pengetahuan,
keterampilan,
kemampuan, motivasi dan peran.
Pada umumnya, instruktur bekerja
dalam kelompok atau tim. Lima
tanggung jawab utama yang harus
dipenuhi oleh individu dalam
organisasi untuk mencapai kinerja
yang
diinginkan
antara
lain
memberikan komitmen terhadap
pencapaian tujuan, meminta umpan
balik (feedback) atas kinerja yang
telah ia
lakukan, melakukan
komunikasi secara terbuka dan
teratur
dengan
pimpinannya,
mendapatkan data kinerja dan
membagi data itu kepada pihak lain
menyiapkan diri untuk dilakukan
evaluasi atas kinerja yang telah ia
capai.
Tanggung
jawab
yang
diberikan atasan kepada bawahan
arus ada umpan balik, pemimpin
harus bisa memberikan arahan dan
bimbingan terkait dengan hasil
kinerja seorang pewawai/instruktur
yang telah diselesaikan. Hal ini
dilakukan agar instruktur/instruktur
dapat mengetahui kesalahan (bila
ada) agar kesalahan tersebut tidak
terulang kembali dalam penyelesaian
tugas-tugas berikutnya.
Berdasarkan
hasil
wawancara dengan informan maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam melaksanakan pekerjaan
sebenarnya seluruh instruktur sudah
mampu melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Hanya saja memang
masih ada instruktur-instruktur yang
dalam melaksanakan pekerjaannya
belum mampu melaksanakan dengan
baik. Biasanya instruktur-instruktur
tersebut selalu mangkir dalam
pekerjaannya. Ini sejalan dengan
pernyataan informan berikutnya.
Dijelaskan pula dengan jawaban dari
instruktur AS dan dapat dianalisa
bahwa
”disetiap bagian pasti ada
instruktur
yang
dalam
melaksanakan pekerjaannya
belum dapat dikatakan
baik. Kadang pula ada
beberapa dari instruktur
yang
mangkir
dari
pekerjaan. Seperti dalam
bagian meliput kegiatan,
pasti yang turun kelapangan
hanya itu-itu saja padahal
dalam setiap bidang tidak
mungkin hanya diisi 1 orang.
Diisi
beberapa
orang
dianggap
dalam
melaksanakan
pekerjaan
24
akan meringankan dan akan
membantu”
Bicara dalam melaksanakan
pekerjaan, pasti jawabnya sudah
baik. memang semua sudah bekerja
sesuai tugas pokok dan fungsi yang
telah diberikan, tetapi 1 atau 2 orang
masih ditemukan belum dapat
melaksanakan dengan baik pekerjaan
mereka. Tetapi secara keseluruhan
semua
sudah
cukup
baik.
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan informan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa seluruh instruktur
sudah dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik. Walaupun masih ada
beberapa instruktur yang mangkir
dalam pekerjaan. Tetapi menurut
kedua informan di atas tampak tidak
ada permasalahan khusus berkaitan
dalam kemampuan instruktur dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Menjadi instruktur, memang
tidaklah mudah. Banyak pekerjaan
yang harus diselesaikan dengan
aturan-aturan yang mengikat. Semua
kepentingan itu pada akhirnya juga
bertumpu dan berguna bagi para
instruktur. Permasalahannya, banyak
instruktur yang sering mengeluh dan
tidak mau belajar. Belajar untuk
menyadari secara sungguh-sungguh,
bahwa semuannya penting, terlebih
demi
kemajuan
dirinya
dan
kemajuan tempat ia bekerja. Jika
seorang instruktur
mau belajar
secara menyeluruh dalam proses
karyanya, biasanya jarang ditemukan
instruktur yang susah beradaptasi
dalam lingkup kerjanya. Wawancara
kembali dilakukan kepada AS yang
mengatakan bahwa:
“kalau yang saya lihat masih
ada instruktur yang tidak
dapat
bertanggungjawab
atas pekerjaannya, hal ini
bisa dilihat setiap pekerjaan
yang dilakukan tidak pernah
beres”
Instruktur pada dasarnya
dihadirkan
untuk
memenuhi
kebutuhan masyarakat. Instruktur
dituntut untuk dapat melayani
masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Instruktur harus mampu bekerja
dengan
sungguh-sungguh
dan
menjadikan
pekerjaan
sebagai
sebuah tanggungjawab bukan hanya
menjalankan
suatu
kewajiban,
seperti yang diungkapkan oleh RTP
dan
RR
yang
mengatakan:
kebanyakan instruktur apalagi yang
sudah jadi instruktur banyak yang
bekerja sudah tidak produktif lagi,
bermalas-malasan dan kurang rasa
tanggungjawab.
Apalagi
jika
pimpinan tidak ada mereka memilih
untuk mencari kegiatan sendiri
daripada
harus
menyelesaikan
pekerjaan.
Sejalan
dengan
permasalahan
di
atas
maka
ditanyakan juga secara langsung
kepada key informan dengan
penjelasan yang diperoleh yaitu :
“semua
sudah
mampu
melaksanakan
pekerjaan
dengan
baik.
Setiap
instruktur memang sangat
dituntut
untuk
mampu
melaksanakan
tugasnya
dengan baik tidak dibagian
25
kami saja, bahkan disetiap
bagian. Karena jika dalam
melakukan
pekerjaan
instruktur sudah baik maka
akan dapat diukur sejauh
mana tingkat kemampuan
instruktur tersebut.”
Balai
latihan
kerja
menyadari bahwa instruktur adalah
asset yang harus dijaga dan
dikembangkan, bukan sebagai orang
yang hanya bekerja, selalu membuat
rencana yang terarah terhadap
perkembangan dan kesejahteraan
instruktur, setiap instruktur memiliki
beban kerja masing-masing tugas
dari pimpinan untuk mengingatkan
kemudian mengawasi agar pekerjaan
mereka selalu tepat pada sasaran.
Dari hasil observasi juga ditemukan
bahwa masih ada instruktur yang
belum dapat bertanggungjawab atas
pekerjaan. Meninggalkan pekerjaan
dengan alasan pribadi. Kemudian
tidak dapat memanfaatkan waktu
dengan baik sehingga masih ada
pekerjaan yang bertumpuk dan tidak
dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.
Dengan adanya jawaban
informan di atas dan diperkuat oleh
pernyataan key informan maka dapat
disimpulkan bahwa instruktur sudah
mampu melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Dan berusaha untuk
melaksanakan pekerjaannya dengan
baik pula. Karena kemampuan
instruktur juga dapat dilihat dari
bagaimana seorang instruktur dapat
melaksanakan pekerjaan yang telah
diberikan kepadanya dengan baik.
Seperti
halnya
suatu
komitmen, seseorang yang memiliki
amanah untuk melakukan pekerjaan
tertentu biasanya bersikap hati-hati.
Termasuk kalau sedang bekerjasama
dengan mitra kerja lainnya. Setiap
kesalahan walau sekecil apapun
harus bisa dipertanggung jawabkan.
Konteksnya dalam meraih mutu
kerja, efektifitas dan efisiensi kerja.
Semakin
bertanggung
jawab
dibarengi dengan semakin kuatnya
komimen maka semakin berhasil
seseorang
melaksanakan
pekerjaannya sesuai harapan. Untuk
itu maka pimpinan seharusnya
mampu mengkondisikan agar setiap
instruktur bersikap .tanggung jawab.
Sistem imbalan/penghargaan dan
hukuman kaitannya dengan tanggung
jawab sangat penting diterapkan.
Suatu ketika tanggung jawab itu
sendiri sudah merupakan bagian dari
kebutuhan tiap individu organisasi
atau sudah terinternalisasi.
4. Karakteristik pribadi
Yaitu Karakteristik pribadi
merujuk pada karakteristik fisik dan
konsistensi tanggapan terhadap
situasi dan informasi.
a. Instruktur cepat tanggap dalam
menghadapi perubahan yang ada
saat melaksanakan pekerjaan
seperti adanya peraturan baru.
Mengatasi
permasalahan
yang timbul merupakan kemampuan
seorang
instruktur
dalam
menyelesaikan masalah yang timbul
atau didapat pada saat menjalani
26
pekerjaan dan ditunjang dengan
penggunaan alat-alat kantor. Agar
mendapatkan informasi yang jelas
tentang
kemampuan
instruktur
sehubungan dengan kemampuan
instruktur
dalam
mengatasi
permasalahan yang timbul maka
peneliti menanyakan kembali dengan
beberapa informan. Pertanyaan
dijawab oleh informan pertama
WAL diperoleh jawaban bahwa ”
”setiap organisasi memiliki
permasalahan berbeda-beda.
Mulai dari atasan dengan
bawahan, teman sekantor,
bahkan dalam menggunakan
peralatan kantor. Hal ini
tentu biasa dan harus
dimaklumi.
Dan
dari
pengamatan setiap instruktur
disini sudah dapat mengatasi
setiap permasalahan yang
ada. Jadi memang tidak ada
kendala yang berarti”
Ditambahkan pula dengan
jawaban yang diperoleh dari seorang
instruktur SI yang menjelaskan
bahwa permasalahan yang biasa
timbul itu berbeda-beda setiap
instruktur. Tapi memang dapat
dilihat tidak ada masalah yang
berarti semua instruktur dapat
menjalankan fungsinya masingmasing jadi memang di rasa dalam
menghadapi permasalahan semua
instruktur sudah dapat melakukan
perannya dengan baik sehingga tidak
menimbulkan permasalahan dengan
instruktur lainnya.
Masalah di tempat kerja
adalah sesuatu dalam kehidupan dan
selalu tak terelakkan. Memahami
masalah di tempat kerja sangat
penting
dalam
upaya
untuk
menyelesaikannya. Lingkungan yang
tidak menyenangkan di tempat kerja
adalah penyebab utama stres bagi
instruktur suasana yang nyaman di
tempat kerja. Salah satu masalah
pertama yang sering terjadi di tempat
kerja biasanya dengan orang yang
gagal untuk memberikan kinerja
yang diharapkan, dan mungkin juga
berulang kali. Hal ini bisa menjadi
masalah besar, karena jika satu orang
tidak mencapai target, maka akan
mempengaruhi juga anggota tim lain.
Masalah besar lain di tempat kerja
berkaitan dengan tanggung jawab
dan kewenangan yang berhubungan
dalam mengambil keputusan.
Setiap pegawai dituntut untuk
sadar terhadap setiap perkembangan
yang ada. Kemampuan untuk
menerima perkembangan teknologi
dan pengetahuan merupakan suatu
hal yang akan menjadi tolak ukur
pelaksanaan kerja yang dilakukan.
Apakah para pegawai mampu
menghadapi setiap perubahan atau
tidak mau melakukan perubahan.
Namun kenyataan yang dapat
dilihat adalah tidak semua pegawai
mampu mengikuti perkembangan
teknologi. Ada pegawai yang tidak
dapat mengoperasikan komputer dan
memilih bekerja secara manual
dengan
cara
lama.Wawancara
kembali dilakukan kepada AS dan
RTP
yang
selanjutnya
yang
mengatakan bahwa semua sudah
dilakukan dengan baik tidak hanya
27
juga bisa timbul saat seorang
instruktur
melaksanakan
tugasnya
yaitu
dengan
peralatan kantor yang tidak
bisa dan tidak paham untuk
mereka operasionalkan. Hal
tersebut termasuk menjadi
sebuah
kendala
yang
dihadapi seorang instruktur
dalam bekerja”
pekerjaan
tetapi
juga
dalam
mengatasi permasalahan instruktur
sudah dapat mengahadapinya dengan
baik Kemampuan instruktur tidak
hanya dilihat dari bagaiman seorang
instruktur dalam melaksanakan
pekerjaannya tetapi juga dilihat
bagaimana
seorang
instruktur
mampu mengahadapi persoalan yang
timbul saat ia melaksanakan
pekerjaannya. Masalah yang timbul
pun beragam mulai dari atasan,
lingkunagn kerja, teman sejawat atau
dalam
menggunakan
peralatan
kantor.
Seseorang
ketika
memutuskan diri untuk bekerja atau
bergabung dalam suatu kelompok
bisa disebabkan karena terdorong
untuk memenuhi salah satu atau
beberapa
kebutuhan
tersebut.
Misalnya ada orang yang bekerja
hanya karena ingin dapat banyak
teman, atau ingin menjadi pemimpin
dan mengatur orang lain atau ingin
menunjukkan
kemampuan/prestasinya.
Persoalannya, dalam perjalanan
karier atau kehidupannya dalam
bekerja, ternyata tidak semuanya
berjalan dengan mulus. Banyak
hambatan dan rintangan muncul
yang
berpotensi
menyebabkan
timbulnya masalah yang serius
dalam kantor.
Wawancara
kembali
dilakukan kepada instruktur RR
berikut ini, ia mengatakan bahwa :
“persoalan tidak hanya
datang dari perseorangan
Dari hasil wawancara yang
dilakukan maka dapat dianalisa
bahwa instruktur sudah dapat
mengatasi permasalahan yang timbul
dalam pelaksanaan pekerjaanya.
Permasalahan yang datang tentu saja
beragam. Untuk memperkuat data
maka diberikan wawancara kepada
key informan dengan pertanyaan
yang diajukan sama dengan beberapa
informan di atas, Adapun jawaban
yang diberikan sebagai berikut:
“tidak ada permasalahan
berarti yang timbul. Setiap
ada permasalahan instruktur
sudah mampu mengatasinya
dengan baik selama ini. Jika
permasalahan timbul dengan
perorangan biasanya mereka
menyelesaikan dengan cukup
bijak. Kalau permasalahan
timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan
seperti dalam penggunaan
kantor ini dapat di atasi
dengan saling membantu.
Jadi sejauh ini tidak ada
masalah yang berarti”.
Dari hasil observasi yang
dilakukan maka dapat dilihat bahwa
masih ada instruktur yang belum
dapat menguasai pekerjaan yang
diberikan, belum mahir dalam
28
menggunakan peralatan kantor.
Namun hal tersebut tidak menjadi
permasalahan
karena
antara
instruktur sudah dapat saling
membantu.
Berdasarkan
hasil
wawancara dilapangan. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa selama ini
instruktur pada Balai Latihan Kerja
dalam mengatasi permasalahan yang
timbul sudah berjalan dengan baik.
Hal ini ditunjukan dari instruktur
dapat menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi dan saling membantu
jika instruktur yang lain menghadi
permasalahan. Jadi kemampuan
instruktur
dalam
mengatasi
permasalahan yang timbul sudah
berjalan baik. Permasalahan pada
setiap organisasi sangat biasa
ditemui.
Kesimpulan yang didapat
adalah pada Balai Latihan Kerja
yang rata-rata usia instruktur masih
terbilang muda, hampir sebagian
besar instruktur berumur dibawah 50
tahun. Hal ini tentu saja banyak hal
yang akan memicu permasalahan.
Baik permasalahan yang timbul dari
organisasi, sampai dari internal
instruktur. Tetapi hal ini dapat di
atasi karena pada Balai latihan kerja
bekerja sama dan saling terbuka saat
menghadi
permasalahan
yang
timbul. Hal ini mencerminkan
baiknya
kemampuan
instruktur
dalam menyelesaikan suatu masalah
yang timbul.
5. Motif.
Motif merupakan emosi,
hasrat, kebutuhan psikologis, atau
dorongan-dorongan
lain
yang
memicu tindakan. Selain itu dalam
melakukan suatu pekerjaan atau
perbuatan yang bersifat sadar,
seseorang selalu didorong oleh
maksud atau motif tertentu, baik
yang obyektif maupun subyektif.
Motif
atau
dorongan
dalam
melakukan sesuatu pekerjaan itu
sangat besar pengaruhnya terhadap
moral kerja dan hasil kerja.
Seseorang
bersedia
melakukan
sesuatu pekerjaan bilamana motif
yang mendorongnya cukup kuat
yang pada dasarnya tidak mendapat
saingan atau tantangan dari motif
lain yang berlawanan. Demikian pula
sebaliknya orang lain yang tidak
didorong oleh motif yang kuat akan
meninggalkan
atau
sekurangkurangnya tidak bergairah dalam
melakukan sesuatu pekerjaan.
Semua faktor yang telah
disebutkan di atas pada dasarnya
merupakan bentuk-bentuk motif
yang
mendorong
seseorang
melakukan pekerjaannya secara
bersunguh-sungguh.
Dalam
hubungan itu dapat dibedakan dua
jenis motif yakni Motif intrinsik,
yakni dorongan yang terdapat dalam
pekerjaan yang dilakukan. Misalnya
: bekerja karena pekerjaan itu sesuai
dengan bakat dan minat, dapat
diselesaikan dengan baik karena
memiliki
pengetahuan
dan
ketrampilan
dalam
menyelesaikannya dan lain-lain.
Motif ekstrinsik, yakni dorongan
yang berasal dari luar pekerjaan yang
29
sedang dilakukan. Misalnya : bekerja
karena upah atau gaji yang tinggi
mempertahankan kedudukan yang
baik,
merasa
mulia
karena
pengabdian dan sebagainya. Hal ini
dapat dilihat dari indikator :
a. Adanya insentif dalam setiap
pelaksanaan
pekerjaan
yang
selesai dengan baik dan tepat
waktu
Insentif yang diberikan kepada
instruktur agar dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya memenuhi
kepentingan
pribadi
maupun
organisasi.
Insentif
dalam
melaksanakan pekerjaan merupakan
salah
satu
upaya
untuk
meningkatkan kinerja instruktur
dalam bekerja dan merupakan
bentuk apresiasi terhadap apa yang
dilakukan dalam
pekerjaannya.
Dalam
menjalankan
kebijakan,
insentif yang diberikan kepada para
implementor merupakan salah satu
upaya yang dilakukan agar para
implementor
atau
pelaksana
kebijakan
dapat
menjalankan
kebijakan dengan sebaik-baiknya
dengan imbalan insentif yang sesuai
dengan pekerjannya. Dalam hal ini
diajukan
pertanyaan
mengenai
insentif kepada informan WAL
dalam wawancara sebagai berikut :
“untuk insentif tidak ada,
hanya saja kalau uang-uang
transport
sesekali
ada
misalnya ada kegiatan di
luar kantor, tapi kalau untuk
individu instruktur tidak
ada”
Sudah selayaknya PNS
sebagai aparatur penyelenggara
negara tidak memandang upah
seperti tenaga kerja/instruktur di
sektor swasta, tenaga kerja sektor
swasta membutuhkan insentif (atau
semacam bonus) karena hasil
kerjanya
berpengaruh
terhadap
jumlah produksi dan jumlah
penjualan barang yang dipasarkan,
hasil akhirnya adalah meningkatkan
laba perusahaan, ada hubungan
kausalitas yang erat antara kualitas
kerja dengan jumlah produksi dan
jumlah penjualan. Insentif akan
diperoleh bilamana jumlah produksi
atau jumlah penjualan melebihi
target. Kalau memenuhi target saja
maka tidak ada insentif, apalagi
kalau target tidak dipenuhi, bisa jadi
kemungkinan
tunjangan
akan
ditiadakan.
Di luar penilaian subyketif
dan obyektif seorang PNS yang
diukur untuk kenaikan pangkat,
target seorang PNS diukur cukup
dengan menggunakan etika. tugas
seorang PNS itu sudah jelas secara
jabatan struktural ataupun jabatan
fungsionalnya. Apa yang menjadi
seharusnya tersebut adalah takaran
seorang
PNS
itu
berhasil
menjalankan tugasnya, artinya kalau
memang
sudah
berhasil
menyelesaikan pekerjaannya dengan
sukses maka itulah yang benar.
Jawaban yang hampir sama juga
disampaikan oleh informan SI dalam
wawancara sebagai berikut:
30
“saya rasa tidak ada ya,
untuk
insentif
khusus
instruktur gak ada saya rasa,
kecuali kalau ada kegiatan
saja baru ada”
Pentingnya pemberian insentif
kepada instruktur merupakan salah
satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kerja instruktur agar
pekerjaan yang dilakukan dapat
mencapai hasil yang maksimal.
dibutuhkan juga peran dari instruktur
mampu menjalankan pekerjaan dan
setiap program dengan baik agar
tujuan dari instansi ini dapat
tercapai. Namun, hal ini tidak
terlepas pula dari upaya agar
instruktur termotivasi untuk bekerja
lebih baik yang mana salah satunya
adalah dengan memberikan insentif
kepada instruktur agar dapat bekerja
dengan baik dan semaksimal
mungkin.
Pemeliharaan
(maintenance)
instruktur
harus
mendapat perhatian yang sungguhsungguh dari pimpinan. Jika
pemeliharaan instruktur kurang
diperhatikan, semangat kerja, sikap
dan loyalitas instruktur akan
menurun.
Absensi
meningkat,
disiplin akan menurun, sehingga
pengadaan,
pengembangan,
kompensasi, dan pengintegrasian
yang telah dilakukan dengan baik
dan biaya yang besar kurang berarti
untuk menunjang tercapainya tujuan
perusahaan.
Untuk selanjutnya pertanyaan
kembali
dilontarkan
kepada
informan AS yang mengatakan
bahwa:
“untuk insentif khusus ya tidak
ada, kecuali honor mengajar”
Kompensasi atau imbalan jasa
sebenaranya mempunya arti yang
lebih luas dari upah atau gaji.
Kompensasi atau imbalan jas
sebenarnya mempunyai arti yang
lebih luas dari upah atau gaji.
Kompensasi justru mencakup upah
atau gaji, tunjangan-tunjangan baik
berupa uang, maupun natura,
fasilitas atau kemudahan dan hakhak istimewa lainnya seperti
tunjangan
representasi
untuk
eksekutif, rumah dinas, cuti khusus,
keanggotaan dalam klub khusus dan
lain-lain.
Menurut
Alex
S.
Nitisemito (1991 : 149) Pengertian
kompensasi adalah balas jasa yang
diberikan oleh perusahaan kepada
pegawainya yang dapat dinilai
dengan uang dan mempunyai
kecenderungan diberikan secara
tetap.
Namun jika dilihat dari Balai
Latihan Kerja tidak ada insentif yang
pasti
dan terencana. Insentif
diberikan jika ada kegiatan. Insentif
adalah upah yang diberikan misalnya
ketika terlibat dalam panitia dan
kegiatan
lainnya.
Adapun
pengupahan
insentif
adalah
memberikan gaji atau upah yang
berbeda namun ditentukan karena
perbedaan prestasi kerja. Perbedaan
upah tersebut merupakan tambahan
upah (bonus) karena adanya
kelebihan
presatasi
yang
membedakan dengan orang lain.
Pengupahan ini dimaksudkan untuk
31
meningkatkan
motivasi
kerja
instruktur yang juga akan berdampak
pada produktivitas instruktur. dan
mempertahankan instruktur yang
berprestasi, untuk tetap berada dalam
organisasi.
Insentif merupakan salah-satu
teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah sikap para
pelaksana
kebijakan
dengan
memanipulasi
insentif.
Pada
dasarnya orang bergerak berdasarkan
kepentingan dirinya sendiri, maka
memanipulasi insentif oleh para
pembuat kebijakan mempengaruhi
tindakan para pelaksana kebijakan.
Dengan cara menambah keuntungan
atau biaya tertentu mungkin akan
menjadi faktor pendorong yang
membuat
para
pelaksana
menjalankan perintah dengan baik.
Hal ini dilakukan sebagai upaya
memenuhi kepentingan pribadi atau
organisasi
Selanjutnya pernyataan informan
RTP dalam wawancara sebagai
berikut :
“insentif tidak ada, kalau
ada kegiatan lah baru ada,
kalau hanya ngawas atau
turun ke lapangan saya rasa
nggak ada lah”
Prestasi
para
pegawai,
terutama ditimbulkan oleh dua hal
yaitu kemampuan dan daya dorong.
Kemampuan seseorang ditetitukan
oleh kualifikasi yang dimilikinya,
seperti pendidikan, pengalaman dan
sifat-sifat pribadi, sedangkan daya
dorong dipengaruhi oleh sesuatu
dalam diii seseorang dan hal-hal
diluar dirinya. Daya dorong yang ada
dalana diri seseorang, sering disebut
motif. Daya dorong diluar diri
seseorang
ditimbulkan
oleh
pemimpin dan faktor-faktor lain
yang
turut
mempengaruhinya.
Pemimpin harus dapat memilih
sarana atau alat yang sesuai untuk
meningkatkan
semangat
kerja
kaiyawan tanpa membawa pengarah
negatif terhadap organisasi atau
perusahaan yang dipimpinnya.
Insentif merupakan imbalan
yang diberikan pada pegawai karena
mencapai prestasi yang diharapkan
oleh perusahaan, pemberian insentif
dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas dan mempertahankan
pegawai yang berprestasi. Oleh
sebab itu insentif sebagi bagian dari
keuntungan,
terutama
sekali
diberikan pada pekerja yang bekerja
secara baik atau yang berprestasi.
Jadi dapat dikatakan bahwa insentif
merupakan suatu bentuk perangsang
yang diberikan kepada karywan agar
dapat bekerja dengan kemampuan
yang optimal dan mengarahkan
pegawai
pada
perilaku
yang
diinginkan perusahaan dalam rangka
untuk mencapai tujuan. Pemberian
insentif sangat tergantung pada
kebijaksanaan
perusahaan
dan
prestasi yang dicapai masing-masing
pegawai.
Dari uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa insentif
adalah sebagai suatu dorongan yang
sengaja diberikan kepada pegawai
dengan tujuan untuk membangun,
32
memelihara,
dan
memperkuat
harapan-harapan pegawai agar dalam
diri mereka timbul semangat yang
lebih
besar
berprestasi
bagi
organisasi.
Pertanyaan kembali disampaikan
informan kunci (Key Informan)
dalam wawancara yang menjawab
sebagai berikut :
“intensif yang diberikan
kepada instruktur secara
khusus tidak ada, hanya
kalau mengadakan kegiatan
yang berhubungan dengan
kebijakan ini maka kita akan
mengeluarkan uang kegiatan
sebagaimana mestinya”
Dalam
pelaksanaan
kebijakan pentingnya pemberian
insentif merupakan salah satu upaya
agak instruktur dapat bekerja dengan
baik serta dapat memlaksanakan
kebijakan agar dapat berjalan sesuai
dengan tujuannya. Berdasarkan
jawaban yang diberikan oleh
informan dan informan kunci di atas
dapat diketahui bahwa tidak adanya
insentif yang diberikan kepada
instruktur
dalam
menjalankan
kebijakan tersebut. Hal senada juga
disampaikan oleh informan lainnya
dalam wawancara bahwa tidak
adanya insentif yang diberikan
kepada instruktur dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut.
Dari hasil
obserasi yang dilakukan juga
diketahui bahwa insentif yang
diberikan
kepada
instruktur
sehubungan dengan pelaksanaan
kebijakan tidak ada, hal ini dapat
diketahui dari pernyataan informan
yang mengatakan bahwa tidak
adanya insentif yang diberikan
sehubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan di Balai Latihan Kerja
Provinsi Kepulauan Riau.
b. Adanya kepatuhan terhadap
aturan yang berlaku seperti
disiplin waktu dan berpakaian
Menurut Hasibuan (2005: 193194) Kedisiplinan merupakan fungsi
operatif MSDM yang terpenting
karena semakin baik disiplin
pegawai, semakin tinggi prestasi
kerja yang dapat dicapainya. Tanda
disiplin pegawai baik, sulit bagi
organisasi perusahaan mencapai
hasil yang optimal. Disiplin yang
baik mencerminkan besarnya rasa
tanggung jawab seseorang terhadap
tugastugas
yang
diberikan
kepadanya. Hal ini mendorong
gairah kerja, semangat kerja, dan
terwujudnya tujuan perusahaan,
pegawai, dan masyarakat. Oleh
karena itu, setiap manajer selalu
berusaha agar para bawahannya
mempunyai disiplin yang baik.
Seorang manajer dikatakan efekif
dalam kepemimpinannya, jika para
bawahannya berdisiplin baik. Untuk
memelihara
dan
meningkatkan
kedisiplinan yang baik adalah hal
yang sulit, karena banyak faktor
yang mempengaruhinya.
Disiplin dalam bekerja dalam
pelaksanaan
tugas
sangat
mempengarui hasil kerja instruktur.
Dengan
adanya
kedisiplinan
instruktur yang tinggi dalam bekerja
maka akan memberikan dampak baik
33
pada upaya peningkatan kinerja
pagawai.
Pertanyaan
mengenai
kedisiplinan dalam bekerja dalam
dijawab oleh instruktur WAL
sebagai berikut :
“kalau masalah disiplin
saya rasa sudah cukup baik
ya, instruktur sudah bekerja
sesuai dengan tugasnya
masing-masing, hanya saja
yang masih terlihat masalah
waktu,
walaupun
tidak
semuanya tapi masih ada
instruktur
yang
tidak
menepati waktu masuk dan
pulang kerja” (Wawancara,
Rabu 18 Juni 2014)
Jawaban yang sama juga dapat
diketahui dari informan SI yang
dalam wawancara mengemukakan
bahwa :
“masih ada juga instruktur
yang tidak disiplin, tapi tidak
semuanya, ada lah hanya
beberapa” (Wawancara, Rabu
18 Juni 2014)
Pentingnya
disiplin
kerja
instruktur dalam pelaksanaan tugas
sangatlah penting diperhatikan oleh
setiap instansi dalam hal ini Balai
Latihan Kerja yang mana dengan
adanya disiplin instruktur dalam
bekerja akan memberkan dampak
yang baik bagi Balai Latihan Kerja
sendiri dan juga bagi peningkatan
kinerja instruktur. Dari jawaban
kedua informan di atas dapat
diketahui bahwa pada Balai Latihan
Kerja saat ini masih terdapat
instruktur yang tidak disiplin dalam
bekerja, hal ini diketahui dari
instruktur tidak tepat waktu dalam
hal masuk dan pulang kerja yang
mana dalam pelaksanaan kerja
disiplin
waktu
perlu
untuk
diperhatikan
agar
memberikan
dampak baik terhadap kinerja
instruktur tersebut.
Dengan adanya disiplin
instruktur terhadap waktu masuk dan
pulang kerja maka akan dapat
memberikan pengaruh terhadap
kinerja instruktur yang mana jika
instruktur
datang
tepat
pada
waktunya maka pekerjaan akan
dapat dikerjakan lebih cepat.
Jawaban sama yang diungkap
instruktur lainnya sebagai AS dalam
wawancara yang mana dapat dilihat
dari :
“masih ada juga instruktur
yang tidak disiplin dalam
bekerja akan tetapi tidak
semua instruktur”
Berdasarkan pernyataan tersebut
makin menguatkan bahwa instruktur
masih ada yang tidak disiplin dalam
bekerja yang mana hal ini nantinya
akan berdampak terhadap kinerja
instruktur yang mana dengan adanya
disiplin instruktur maka pekerjaan
akan dapat diselesaikan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan
yang nantinya akan memberikan
dampak baik terhadap peningkatan
kinerja instruktur. Dari hasil
observasi yang dilakukan maka
ditemukan bahwa masih ada
instruktur yang tidak disiplin seperti
pada saat jam masuk atau jam
pulang. Masih ada instruktur yang
datang siang dan pulang lebih awal
hal ini tentu saja membuat
34
masyarakat
mengeluh
karena
diharapkan saat dalam waktu kerja
instruktur harusnya berada di kantor.
Untuk mendapatkan jawaban yang
lebih baik lagi pertanyaan kembali
ditanyakan kepada selaku informan
kunci yang menyatakan bahwa:
“saya rasa sudah baik ya,
kalau pun ada yang tidak
disiplin itu saya rasa tidak
semuanya ya”
Dari jawaban seluruh informan
dan observasi yang dilakukan dapat
diketahui bahwa masih adanya
instruktur dalam menjalan tugasnya
yang tidak disiplin, hal ini perlu
menjadi perhatian bagi instruktur
untuk disiplin dalam bekerja yang
nantinya akan memberikan dampak
terhadap kinerja instruktur pada
Balai Latihan Kerja. Pada awalnya
mungkin disiplin itu penting karena
suatu pemaksaan namun karena
adanya pembiasaan dan proses
latihan yang terus-menerus maka
disiplin dilakukan atas kesadaran
dalam diri sendiiri dan diraskan
sebagai kebutuhan dan kebiasaan.
Diharapkan untuk dikemudian hari,
disiplin ini meningkat menjadi
kebiasaan berfikir baik, positif
bermakna dan memandang jauh
kedepan disiplin bukan hanya soal
mengikuti dan mentaati peraturan,
melainkan sudah meningkat menjadi
kebiasaan berfikir baik, positif
bermakna dan memandang jauh
kedepan disiplin bukan hanya soal
mengikuti dan mentaati peraturan,
melainkan sudah meningkat menjadi
disiplin berfikir yang mengatur dan
mempengaruhi
seluruh
aspek
kehidupannya. Disiplin yang disertai
ancaman sanksi atau hukuman
sangat
penting
karena
dapat
memberikan dorongan kekuatan
untuk mentaati dan mematuhinya
tanpa
ancaman,
sanksi
atau
hukuman, dorongan ketaatan dan
kepatuhan dapat menjdai lemah serta
motivasi untuk mengikuti aturan
yang berlaku menjadi kurang.
Wawancara kembali dilakukan
kepada RTP tentang Adanya
kepatuhan terhadap aturan yang
berlaku seperti disiplin waktu dan
berpakaian,
berikut
petikan
wawancara yang dilakukan :
“masih ada beberapa dari kami
yang tidak patuh terhadap aturan.
Apalagi
disiplin waktu datang
sering terlambat dan pulang ingin
yang paling cepat.
Namun
selama ini tidak ada yang menegur”
Diungkapkan kembali dengan
RR yang mengatakan :
“biasanya yang tidak patuh
terhadap
aturan
adalah
instruktur yang sudah tua.
Susah mau ditegur. Makanya
yang punya kuasa sebenarnya
adalah pimpinan”
Disiplin
kelompok
akan
tercapai jika disiplin diri telah
tumbuh dalam diri pegawai. Artinya
kelompok
akan
menghasilkan
pekerjaan yang optimal jika masingmasing anggota kelompok akan
memberikan andil sesuai hak dan
tanggung jawabnya. Selain itu
disiplin kelompok juga memberikan
andil bagi pengembangan disiplin
diri bagi pengembangan disiplin diri.
35
Misalnya, jika budaya atau iklim
dalam organisasi tersebut merupakan
disiplin kerja yang tinggi, maka mau
tidak
mau
pegawai
akan
membiasakan dirinya mengikuti
irama kerja pegawai lainnya.
Pegawai
dibiasakan
bertindak
dengan cara berdisiplin. Kebiasaan
bertindak disiplin ini merupakan
awal terbentuknya kesadaran. Kaitan
antara disiplin diri dan disiplin
kelompok seperti dua sisi dari satu
mata uang. Kedua mata uang,
keduanya saling melengkapi dan
manunjang,
dan
bersifat
komplementer. Disiplin diri tidak
dapat dikembangkan secara optimal
tanpa dukungan disiplin kelompok,
sebaliknya disiplin kelompok tidak
dapat ditegakan tanpa adanya
dukungan disiplin pribadi.
V. KESIMPULAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada bab
sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada Komptensi
instruktur Pada Balai Latihan Kerja
(BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Provinsi Kepulauan
Riau belum berjalan baik, hal ini
dapat dilihat sebagai berikut :
1.
2.
Pada
dimensi
pengetahuan
diketahui bahwa Dari hasil
wawancara yang dilakukan
maka diketahui instruktur yang
ada masih belum sesuai antara
pendidikan yang didapatnya
36
secara formal dengan bidang
tugas yang diberikan. Hal di atas
dapat ditutupi dengan pelatihanpelatihan yang diberikan dari
instansi terhadap instrukturinstruktur sesuai dengan tugas
yang diberikan dan tempat yang
dia duduki ini untuk menambah
pengetahuan instruktur. Karena
tidak semua instruktur berada
pada posisi yang sesuai dengan
pendidikan yang diperolehnya.
instruktur
pelatihan
sudah
pernah dilakukan hanya saja
sangat disayangkan bahwa tidak
semua
instruktur
dapat
merasakan hal tersebut. Padahal
pelatihan sangatlah penting
untuk Balai Latihan Kerja,
dilihat dari data keinstrukturan
bahwa dengan umur instruktur
yang rata-rata masih produktif
akan lebih baik jika diberikan
pelatihan-pelatihan
guna
menunjang kemampuan kerja
instruktur pada Balai Latihan
Kerja
Pada dimensi keterampilan
diketahui bahwa Namun kondisi
instruktur saat ini sebagian besar
belum menjalankan fungsinya
secara
profesional
dengan
memiliki sertifikat kompetensi.
Sertifikasi kompetensi kerja
adalah
proses
pemberian
sertifikat
kompetensi
yang
dilakukan secara sistematis
dan
objektif
melalui
uji
kompetensi
sesuai
Standar
Kompetensi Kerja Nasional
3.
4.
5.
Indonesia, Standar Internasional
dan/atau
Standar
Khusus.
Sertifikat kompetensi kerja
adalah bukti tertulis yang
diterbitkan
oleh lembaga
sertifikasi profesi terakreditasi
yang
menerangkan
bahwa
seseorang telah menguasai
kompetensi
kerja
tertentu
sesuai dengan SKKNI.
Pada dimensi konsep diri dan
nilai-nilai diketahui bahwa
sebenarnya seluruh instruktur
sudah mampu melaksanakan
pekerjaannya
dengan baik.
Hanya saja memang masih ada
instruktur-instruktur yang dalam
melaksanakan
pekerjaannya
belum mampu melaksanakan
dengan
baik.
Biasanya
instruktur-instruktur
tersebut
selalu
mangkir
dalam
pekerjaannya
Pada
dimensi
karekteristik
pribadi diketahui bahwa masih
ada instruktur yang belum dapat
menguasai
pekerjaan
yang
diberikan, belum mahir dalam
menggunakan peralatan kantor.
Namun hal tersebut tidak
menjadi permasalahan karena
antara instruktur sudah dapat
saling membantu. Berdasarkan
hasil wawancara dilapangan
Pada dimensi motif diketahui
bahwa Balai Latihan Kerja tidak
ada insentif yang pasti dan
terencana. Insentif diberikan jika
ada kegiatan. Insentif adalah
upah yang diberikan misalnya
ketika terlibat dalam panitia dan
kegiatan lainnya, instruktur
masih ada yang tidak disiplin
dalam bekerja yang mana hal ini
nantinya
akan
berdampak
terhadap kinerja instruktur
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya kajian ulang
penempatan
istruktur.
Penempatan instruktur juga
seharusnya di dasari oleh
pertimbangan
pendidikan
formal yang didapatkan
sehingga terdapat kesesuaian
antara bidang kerja dan
pendidikan
2. Instruktur harus diberikan
pelatihan
secara
merata
sesuai dengan kebutuhan
tugas pokok dan fungsinya
masing-masing
untuk
mendukung
pelaksanaan
kerjanya
saat
sedang
memberikan
pelatihan
kepada para peserta.
3. Lakukan pengawasan agar
semua dapat berjalan sesuai
dengan
aturannya.
Pengawasa baik dari kepala
Balai Latihan Kerja maupun
dari Balai Latihan Kerja
(BLK) Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Provinsi
Kepulauan Riau.
37
Bandung: Humaniora Utama
Press (HUP).
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Koehn, Daryl. 2004. Landasan
Etika Profesi.
Yogyakarta,
Kanisius.
As'ad, M, 2003, Psikologi Industri :
Seri Sumber Daya Manusia,.
Yogyakarta: Liberty.
Malayu S.P Hasibuan. 1996,
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Bacal, Robert. 2004. How to Manage
Performance (24 Poin Penting
Untuk Meningkatkan Kinerja).
Jakarta, Gramedia.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2006.
Perencanaan
dan
Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Bandung: PT Refika
Aditama.
Bambang,
Swasto.
2003.
Perkembangan Sumber Daya
Manusia.
Malang:
Bayu
Media.
Moenir,
2002.
Manajemen
Pelayanan
Umum
Indonesia.Bumi Aksara
Gibson, Vancevich, Donell, 1998.
Organisasi dan Manajemen,
Edisi Keempat,. Erlangga,
Jakarta.
Moleong , 2005. Metodologi
Kualitatif
Edisi
Revisi.
Bandung:
PT
Remaja
Rosdakarya
Hadari Nawawi. 2001. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Bumi
Aksara. Jakarta
_____________. 2005. Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk
Bisnis
Yang
Kompetitif,
Cetakan Ke-4, Gajah Mada
Univercity Press, Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu. 1999. Teori
Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta.
R.
Handoko, T Hani, 2008, Manajemen
Edisi 2, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.
Palan , 2007. Competency
Management. PPM Indonesia :
Jakarta
Ratminto
dan
Atik.
2008.
Manajemen
Pelayanan.
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Hikmat, R. Harry. 2001. Strategi
Pemberdayaan
Masyarakat.
38
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok
Pemerintahan.
PT
Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Zainun, Buchari. 1996. Manajemen
dan Motivasi. Jakarta: Balai
Pustaka.
Robbins, Stephen P. 2006. Prilaku
Organisasi.
Jakarta:
PT
Indeks, Kelompok Gramedia.
Simamora,
Henry.
2006.
Manajemen Sumber Daya
Manusia
Edisi
III.
Yogyakarta, STIE YKPN.
Sobirin. 2007. Budaya Organisasi
(Pengertian,
Makna
dan
Aplikasinya Dalam Kehidupan
Organisasi). Yogyakarta. UPP,
STIM, YKPN
Sudarmanto. 2009.
Kinerja dan
Pengembangan
Kompetensi
SDM. Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: CV.
Alfabeta.
Thoha, Miftah. 2008. Perilaku
Organisasi : Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Widjaja,
1995.
Administrasi
Keinstrukturan. Jakarta. Raja
Graļ¬ndo Persada.
Wijaya Tunggal. 1993. Manajemen
Suatu Pengantar. Jakarta :
Rineka Cipta
39
Download