BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis Berkaitan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kerangka Teoretis
Berkaitan dengan konsep status dan peran dijelaskan bahwa pada dasarnya
seorang individu akan mampu memiliki beberapa peran sekaligus yang harus
dijalankan sehubungan dengan kedudukannya dimasyarakat. Ini menunjukkan
bahwa tiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola
pergaulan hidupnya.
Dan kombinasi dari peran-peran yang dimiliki seorang
individu merupakan sesuatu yang unik. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya (Soerjono Soekanto,
1990). Pentingnya peranan adalah karena ia mampu mengatur perilaku seseorang.
Peranan menyebabkan seseorang dalam batas-batas tertentu mampu meramalkan
perbuatan orang lain sehingga individu akan mampu menyesuaikan perilakunya
sendiri dengan perilaku orang-orang dalam kelompoknya (Ely Chinoy, 1961).
Peranan menurut Levinson dalam Soerjono Soekanto (1990) mencakup
tiga hal yaitu:
1.
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan masyarakat.
2.
Peranan adalah konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3.
Peranan dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Menurut Ashar Sunyoto Munandar (Sc Utami Munandar, 1985), peran
wanita dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe yaitu:
1.
Wanita yang melayani
5
Kegiatannya berpusat pada kegiatan melayani dalam arti yang luas,
terrmasuk disini mendidik, merawat, mengatur dan mengurus untuk
dinikmati oleh orang lain atau untuk dinikmati bersama-sama. Wanita
dalam hal ini menjadi sumber yang dapat membahagiakan orang lain.
2.
Wanita yang bekerja
Dalam peran ini, selain kegiatan melayani wanita juga bekerja atau
melakukan kegiatan yang memberikan penghasilan. Sebagai istri, wanita
melayani ditambah dengan ikut mencari penghasilan untuk menunjang
keperluan keluarga.
Dibanding wanita yang melayani, wanita bekerja
memiliki kesibukan yang lebih banyak.
3.
Wanita yang mandiri
Tipe wanita ini menekankan pada kemandiriannya sebagai wanita yang
bekerja, melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang yang dapat ia
putuskan sendiri penggunaannya.
Sebagai istri, wanita ini tidak
“memonopoli” pendidikan dan perawatan anak.
Perawatan dan
pendidikan anak serta pengaturan rumah tangga diatur bersama suami
dengan kesepakatan bersama. Ia melayani suami sebagaimana ia harapkan
suami melayaninya. Suami istri merupakan partner yang duduk sama
rendah, berdiri sama tinggi.
Peran sosial dalam konteks keberadaan wanita sesuai dengan teori di atas
adalah berkaitan dengan fungsi status atau kedudukan yang dimilikinya baik
didalam keluarga atau lingkungan domestik serta dalam pekerjaannya atau
lingkungan publik yang digelutinya. Harus diakui, bahwa pada dasarnya setiap
individu akan menyandang berbagai peran sosial. Ini sama dengan yang terjadi
dengan kaum wanita yang harus menjalankan berbagai peran tersebut dalam
waktu yang hampir bersamaan yaitu sebagai seorang istri bagi suami yang harus
mampu menjadi penyeimbang, kawan ataupun mitra dan partner, sebagai seorang
ibu yang harus mampu menjalankan fungsi afeksi atau kasih sayang sekaligus
perhatian bagi anak-anaknya, sebagai ibu rumah tangga yang harus menjalankan
aktivitas keseharian yang berkaitan dengan kelangsungan hidup rumah tangganya
sekaligus sebagai seorang pekerja apabila dia memiliki aktivitas lain diluar rumah
6
(publik) yang harus menjalankan tanggung jawab suatu pekerjaan yang
dibebankan padanya dan mungkin juga berkaitan dengan peran sosial yang
berkaitan dengan upaya pemuasan kebutuhan akan ruang-ruang pribadi didalam
dirinya.
Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan
budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu
(jenis kelamin tertentu) dan masyarakat tertentu. Peran gender berbeda antar
masyarakat atau bahkan antar kelompok didalam masyarakat tertentu dan sering
mengalami perubahan. Cth: Single Parent (ibu sebagai Kepala Rumah Tangga),
Istri bekerja vs Suami mengurus rumah.
Menurut Davis dan Newstrom (1996) peran diwujudkan dalam perilaku.
Peran adalah bagian yang dimainkan individu pada setiap keadaan dan cara
tingkah lakunya untuk menyelaraskan diri dengan keadaan. Wanita bekerja
menghadapi situasi rumit yang menempatkan posisi mereka di antara kepentingan
keluarga dan kebutuhan untuk bekerja.
Muncul sebuah pandangan bahwa wanita ideal adalah superwoman atau
supermom yang sebaiknya memiliki kapasitas yang dapat mengisi bidang
domestik dengan sempurna dan bidang publik tanpa cacat. Dalam perjuangan
menuju keseimbangan kerja dan keluarga inilah maka bermunculan berbagai
konflik dan masalah yang harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya jika ingin
tetap menjalani kedua peran tersebut.
Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk
uang atau barang, mengeluarkan energi dan mempunyai banyak kegiatan diluar
rumah, kegiatan dimana memungkinkan mereka memperoleh penghasilan bagi
keluarganya sebenarnya bukanlah gejala yang baru dalam masyarakat kita
(Ihromi, 2000). Dalam pengertian ini termasuk istri sendiri atau bersama suami
berusaha untuk memperoleh penghasilan, dengan demikian wanita yang bekerja
dapat dianggap berperan ganda.
Secara universal, disesuaikan dengan keadaan sosial budaya yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia selama ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga tugas
utama wanita dalam rumah tangga yaitu (Hubeis, 2010: 83):
7
1.
Peran Reproduktif (Domestik)
a. Peran reproduktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk
melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya
insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan seperti menyiapkan
makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja,
memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik
anak.
b. Kegiatan reporduktif sangat penting dalam melestarikan kehidupan
keluarga, tetapi jarang dipertimbangkan sebagai bentuk pekerjaan
yang kongkret.
c. Dalam masyarakat miskin, sebagian besar pekerjaan reproduktif
dilakukan wanita secara manual (menggunakan tangan).
d. Kegiatan reproduktif, pada umumnya memerlukan waktu yang lama,
bersifat rutin, cenderung sama dari hari ke hari, dan hampir selalu
merupakan tanggung jawab wanita dan anak wanita.
e. Pekerjaan reproduktif yang dilakukan di dalam rumah tangga tidak
diperhitungkan sebagai pekerjaan produktif (karena tidak dibayarunpaid work).
2.
Peran Produktif
a. Pekerjaan produktif menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang
dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan (petani, nelayan,
konsultasi, jasa, pengusaha dan wirausaha).
b. Pembakian kerja dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan
jelas perihal kebedaan tanggungjawab antara lelaki dan wanita.
Sebagai contoh, untuk kegiatan di bidang pertanian maka kegiatan
membajak atau bekerja dengan menggunakan bantuan peralatan mesin
merupakan tanggungjawab lelaki, sedangkan pekerjaan menanami
menyiangi, memerah susu dan pekerjaan lainnya yang dianggap
ringan merupakan pekerjaan wanita.
c. Jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan produktif terkait pada
pekerjaan yang dapat diperhitungkan melalui sistem perhitungan
nasional (GNP ataupun Statistik Sosial Ekonomi).
8
d. Pekerjaan produktif dapat dilakukan oleh gender lelaki maupun
gender wanita dan diimbali (dibayar) dengan uang (tunai) atau natura.
3.
Peran Masyarakat (Sosial)
a. Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik
b. Kegiatan jasa masyarakat banyak bersifat relawan dan biasanya
dilakukan
oleh
wanita.
Misalnya,
membantu
pelaksanaan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan (Posyandu, Karang
Balita), pelaksanaan 10 tugas pokok PKK, menyiapkan makanan
untuk acara kemasyarakatan, rapat-rapat dan lain-lain. Lelaki kurang
banyak terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan relawan seperti ini.
c. Peran politik di masyarakat adalah peran yang terkait dengan status
atau kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa atau tingkat
yang lebih tinggi. Sebagian besar kegiatan yang terkait dengan politik
umumnya dilakukan oleh lelaki.
Menurut Kamarovsky dalam Ismail dan Mahbar (1996) memperlihatkan
ada dua penilaian yang bertentangan tentang wanita. Dari satu pandangan wanita
dilihat sebagai anggota dalam sat u kategori berdasarkan peranannya yang
tradisional. Penilaian ini memperlihatkan status paling asas bagi wanita yaitu
menjadi istri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Pandangan yang lebih
liberal menyatakan wanita sebagai kumpulan orang yang mempunyai potensi
untuk melakukan pencapaian individu.
Menurut Hubeis (2010) dari segi peran, pemilahan yang akan terjadi dapat
berbentuk :
a. Peran tradisi, menempatkan wanita dalam fungsi reproduksi (mengurus
rumah tangga, melahirkan dan mengurus anak, serta mengayomi suami).
Hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian kerja sangat jelas, yaitu
wanita di rumah dan lelaki di luar rumah.
b. Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain.
Pembagian
tugas
mengikuti
aspirasi
gender,
tetapi
eksistensi
mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung
jawab wanita.
9
c. Dwiperan, memposisikan wanita dalam kehidupan dua dunia, peran
domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran
atau sebaliknya pemicu keresahan atau bahkan menimbulkan konflik
terbuka atau terpendam.
d. Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian wanita untuk kegiatan di
luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk
menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan.
Jika tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi
untuk mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana
kehidupan keluarga.
e. Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan wanita untuk mandiri dalam
kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari
dominasi pria yang belum terlalu peduli pada kepentingan wanita mungkin
akan meningkatkan populasinya.
Berikut ini diagram prospek peran wanita dalam era global:
Peran Domestik =
PD (Pekerjaan
Produktif Tidak
Langsung
Alternatif Peran
Variasi Peran
PD
PD > PP
PP
PD= PP
PD + PP
PD < PP
Perempuan
Peran Publik = PP
(Pekerjaan
Produktif
Langsung)
Gambar 2.1.1 Prospek Peran Wanita dalam Era Global
Sumber : Hubeis (2010)
Sampai kini, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap
pekerjaan domestik sebagai kewajiban wanita. Pada saat bersamaan, anggapan ini
diikuti tuntutan keterlibatan aktif wanita di ranah publik. Sayangnya anggapan ini
juga diikuti dengan kekeliruan mempersepsi keterlibatan wanita di ranah publik
sebagai
refleksi
partisipasi
pembangunan.
Keruwetan identifikasi
peran
termunculkan oleh keharusan mempertahanlan kelanggengan dan keharmonisan
10
keluarga sebagai indikator kesuksesan di tingkat mikro dan partisipasi aktif
wanita dalam pembangunan sebagai keberhasilan di tingkat makro.
Dalam keadaan normal tanggung jawab wanita terhadap keluarga
merupakan prioritas sedangkan kaum laki-laki bertanggung jawab terhadap
pencarian nafkah. Wanita yang terlibat dalam pekerjaan profesional perlu
mencurahkan sebahagian besar waktu dan tenaga untuk kepentingan pekerjaan.
Sementara itu disisi lain wanita juga harus memperhitungkan pekerjaan rumah
sebagai tanggung jawab di dalam keluarga. Oleh karena wanita yang bekerja
terpaksa menghadapi dua peranan. Meraka akan sering mengalami kesulitan
bahkan menghadapi tekanan untuk melaksanakan kedua tanggung jawab ini
dengan sempurna.
Profesi wanita di luar rumah menuntut mereka untuk mencari peran
pengganti (subtitute agent) dalam menyelesaikan pekerjaan domestik. Berbagai
alternatif muncul sebagai bentuk solusi dalam menghadapi peran ganda yang
dihadapi wanita yang berprofesi diluar rumah. Wanita modern dengan
penghasilan cukup dapat membeli beraneka peralatan seperti mesin cuci pakaian,
mesin cuci piring, vacum cleaner hingga jasa pembantu Rumah tangga, laundry,
hingga tukang kebun. Wanita modern mengharapkan rumah yang bersih dan
tertata rapi, makanan yang terjaga dan terpelihara kualitasnya, anak-anak sehat
secara fisik dan emosional (Hartman, 1982).
Peningkatan nilai wanita bekerja mempengaruhi pola pembagian kerja
antara suami dan istri. Jika suami berpenghasilan lebih rendah cenderung
memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pekerjaan rumah atau
domestik (Noor Aina, 1996). Pembagian peran antara suami dan istri diranah
domestik merupakan wujud pemahaman bahwa istri dapat menyumbang terhadap
ekonomi keluarga dan suami dapat membantu mengurus rumah tangga.
Konsep Peran Gender
Berkaitan dengan peran gender, perlu diingat kembali istilah-istilah kegiatan
produktif, reproduktif dan kemasyarakatan yang digunakan dalam analisis gender
terutama Model Moser dan Harvard:
11
1. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat
dalam rangka mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi
karena kegiatan ini menghasilkan uang secara langsung atau barang yang
dapat dinilai setara uang. Contoh kegiatan ini adalah bekerja menjadi guru,
pedagang, petani, pengrajin dan sebagainya.
2. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan
pemeliharaan dan pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya
manusia dan biasanya dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak
menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersamaan
dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa
referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi adalah
pemeliharaan dan pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas
domestik, dan reproduksi tenaga kerja untuk saat ini dan masa yang akan
datang (misalnya masak, bersih-bersih rumah).
3. Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik dan sosial budaya
yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan
dengan bidang politik, sosial dan kemasyarakatan dan mencakup
penyediaan dan pemeliharaan sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang
seperti air bersih/irigasi, sekolah dan pendidikan, kegiatan pemerintah lokal
dan lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan uang dan bisa juga tidak
menghasilkan uang.
Tabel 2.1.1 Peran Gender menurut Talcott Parson.
Aspek
Pendidikan
Model A: Pemisahan Peran
Total antara Laki-laki dan
Perempuan
Pendidikan spesifik gender,
kualifikasi professional tinggi
hanya penting untuk laki-laki
Profesi
Tempat kerja professional
bukan tempat utama
perempuan, karir dan
professional tinggi tidak
penting untuk perempuan
Pekerjaan di Rumah
Pemeliharaan rumah dan
Model B: Peleburan Total
Peran antara Laki-laki dan
Perempuan
Sekolah bersama, kualitas
kelas yang sama untuk lakilaki dan perempuan, dan
kualitas pendidikan yang
sama untuk laki-laki dan
perempuan
Karir adalah sama pentingnya
untuk laki-laki dan
perempuan, oleh karena itu
kesetaraan kesempatan untuk
berkarir professional bagi
laki-laki dan perempuan
sangat diperlukan.
Semua pekerjaan di rumah
12
pengasuhan anak merupakan
harus dikerjakan oleh lakifungsi utama perempuan,
laki dan perempuan, dengan
partisipasi laki-laki pada
demikian ada kontribusi yang
fungsi ini hanya sebagian saja. setara antara suami dan istri.
Pengambilan Keputusan
Hanya bila ada konflik, maka
Laki-laki tidak dapat
laki-lakilah yang terakhir
mendominasi perempuan,
menangani, misalnya memilih
harus ada kesetaraan.
tempat tinggal, memilih
sekolah nak, dan keputusan
untuk membeli.
Pengasuhan Anak dan
Perempuan menangani
Laki-laki dan perempuan
Pendidikan
sebagian besar fungsi untuk
berkontribusi secara setara
mendidik anak dan
dalam fungsi ini.
merawatnya tiap hari.
Sumber: diterjemahkan dari Talcott Parsons: Family Socialization and Interaction Process, New
York 1955
Parson mengembangkan suatu model “keluarga inti (nuclear family) pada
Tahun 1955 yang memang menjadi tipe keluarga yang dominan pada saat itu
dengan tradisi peran gender yang masih sangat tradisional (http://www.artetv.com, Karambolage, August 2004). Parson meyakini bahwa peran feminin
adalah peran expressive, sedangkan peran maskulin adalah peran instrumental.
Parson juga percaya bahwa aktivitas expressive dari perempuan memenuhi
fungsi-fungsi 'internal', sebagai contoh menguatkan jalinan hubungan antar
anggota keluarga. Sedangkan laki-laki di lain pihak menunjukkan pemenuhan
fungsi-fungsi 'external' dari keluarga dengan menyediakan kebutuhan keuangan
keluarga.
Model Parsons digunakan untuk mengilustrasikan posisi ekstrim dari peran
gender dengan menggunakan Model A yang menggambarkan pemisahan peran
gender antara laki-laki dan perempuan secara total, dan Model B menjelaskan
peleburan pembatas peran gender secara sempurna antara laki-laki dan perempuan
(Brockhaus: Enzyklopadie der Psychologie 2001).
Dalam kenyataan di
masyarakat, posisi ekstrim (seperti Model A atau Model B) sangat jarang ditemui.
Kenyataan yang ada adalah diantara dua kutub di atas, yaitu campuran antara
Model A dan B. Model yang sangat nyata di masyararakat adalah adanya „double
burden‟ pada perempuan yang mempunyai peran ganda sebagai pekerja dan
sekaligus sebagai ibu rumahtangga. Bagaimanapun, peran gender bagi setiap
pasangan suami istri tidak baku atau kaku, pasti ada negosiasi di waktu yang
diperlukan seiring dengan perkembangan tahapan keluarga.
13
Aplikasi peran gender dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat
mempengaruhi semua perilaku manusia, seperti pemilihan pekerjaan, pemilihan
rumah, pemilihan bidang pendidikan, bahkan pemilihan pasangan dan cara
mendidik anak. Oleh karena itu sosialisasi peran gender yang tidak bias gender
harus dilakukan di dalam keluarga sejak usia dini. Sesuai dengan pendapat Schulz
bahwa proses individu belajar dan menerima suatu peran yang disebut sosialisasi
ini akan berjalan dengan baik apabila didorong dengan cara memotivasi perilaku
yang diinginkan sesuai dengan tujuan atau kurang mendorong atau bahkan
melarang perilaku yang tidak diinginkan (Einführung in die Soziologie, Vienna
1989).
Peran gender mempunyai sejarah debat yang panjang antara nature atau
nurture. Terdapat kritik terhadap aliran Biologi. Teori awam tantang gender
mengasumsikan bahwa identitas gender adalah suatu yang kodrati. Sebagai
contoh, sering dinyatakan dalam masyarakat Barat bahwa perempuan secara
alamiah lebih cocok untuk mengasuh anak. Ide adanya perbedaan peran gender
karena perbedaan biologi membawa kontroversi di kalangan masyarakat ilmiah.
Pada abad ke-19, Antropologi menggunakan penjelasan yang sederhana tentang
kehidupan imajinatif dari masyarakat Paleolithic hunter-gatherer untuk
menjelaskan evolusioner tentang perbedaan gender. Sebagai contoh, karena
adanya kebutuhan untuk merawat anak-anaknya, maka para perempuan
mempunyai keterbatasan dalam berburu.
Dengan adanya pengaruh kinerja para feminist selama Tahun 1980an,
khususnya di Bidang Sosiologi dan Anthropologi Budaya, seperti Simone de
Beauvoir dan Michel Foucault yang merefleksikan jenis kelamin, maka ide gender
tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Seseorang dapat lahir dengan jenis
kelamin laki-laki namun mempunyai sifat gender feminin. Simon Baron-Cohen,
seorang profesor Psikologi dan Psikiatri dari Cambridge University, berargumen
bahwa otak perempuan lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk empati,
sedangkan otak laki-laki lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk
pengertian dan membangun sistem. Pada saat ini, tren yang terjadi di masyarakat
Barat adalah berbagi antara laki-laki dan perempuan pekerjaan yang serupa,
14
tanggung jawab yang menunjukkan bahwa jenis kelamin pada saat lahir tidak
secara langsung menentukan kemampuan talentanya.
Perubahan global dan trend industrialisasi telah menyebabkan transformasi
pada institusi sosial, komunitas dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang
akhirnya juga memberikan tekanan-tekanan, baik secara sosial, ekonomi maupun
psikologi pada tingkatan individu, keluarga dan masyarakat. Perkembangan
ekonomi dan teknologi juga membawa pengaruh pada pergeseran nilai-nilai
individu dan keluarga baik yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hidup, nilai-nilai
keluarga maupun nilai-nilai kebersamaan termasuk pergeseran peran gender
antara laki-laki dan perempuan.
Pergeseran nilai-nilai individu tercermin dari kesadaran bahwa peran dan
tanggung jawab laki-laki dan perempuan adalah sama (equal) meskipun secara
biologis mempunyai perbedaan. Pergeseran nilai-nilai individu juga tercermin dari
persamaan tingkatan nilai antara anak laki-laki dan anak perempuan. Artinya nilai
anak laki-laki tidak lebih tinggi dari anak perempuan, dan sebaliknya. Pergeseran
nilai-nilai atau norma masyarakat tercermin dari adanya kemitraan laki-laki dan
perempuan dalam pembangunan, dan bahwa laki-laki (suami) tidak satu-satunya
aktor yang bertanggung jawab pada pekerjaan publik (mencari uang), namun
sudah menjadi tanggung jawab bersama dengan perempuan (istri). Pergeseran
nilai
keluarga tercermin dari meningkatnya
kemitraan gender
(gender
relations/parternship) dalam menjalankan fungsi ekonomi keluarga yang
ditunjukkan dengan saling dukungan dalam generating income keluarga.
15
2.2 Kerangka Berfikir
Alternative Peran
Peran Domestik (PD) =
Pekerjaan Produktif
tidak langsung
Peran Public (PP) =
Pekerjaan Produktif
langsung
Subtitute Agent
Peran Produktif
(PD + PP) = Dwi Peran
Variasi Peran
KARAKTERISTIK :
Sosial dan Ekonomi
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Penghasilan
 Status Sosial
 dll
(PD) = Tradisi
(PP) = Kontemporer
WANITA
Peran Reproduktif
Pola
pembagian
Peran
(istri,suami,
bersama)
Peran Sosial
(PD > PP) = Transisi
(PD = PP) = Dwi peran
Formal
In formal
(PD < PP) = Egaliterian
Gambar 2.2.1: Kerangka Pikir Pola Pembagian Peran Dalam Keluarga
16
2.3
Kajian terdahulu
Hasil penelitian Sri Murni Soenarno pada tahun 2006 yang berjudul
“Peran Perempuan dalam kegiatan perikanan tangkap laut (kasus keluarga nelayan
kecil di Kab.Subang, JawaBarat)”. Adapun hasil penelitian yang didapat adalah
bahwa perempuan nelayan di Kab.Subang terlibat dalam kegiatan reproduktif,
produktif serta sosial kemasyarakatan. Perempuan nelayan memiliki akses dan
kontrol terhadap kegiatan reproduktif dan produktif serta sosial kemasyarakatan
yang tidak bersifat politik. Kemudian perempuan neleyan jarang dilibatkan dalam
kegiatan penyuluhan, termasuk penyuluhan terkait dengan pelestarian alam.
Penelitian yang dilakukan oleh Harjoni (2008) mengenai “Perempuan
yang bekerja dalam perspektif islam”. Menurut Harjoni status perempuan dalam
kehidupan sosial dalam banyak hal masih mengalami diskriminasi. Kondisi ini
terkait erat dengan masih kuatnnya nilai-nilai ketidakpercayaan terhadap
perempuan dimana perempuan kurang memperoleh akses terhadap pendidikan,
pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Keadaan ini menciptakan
permaslahan tersendiri dalam upaya pemberdayaan perempuan dimana diharapkan
perempuan memiliki peranan yang lebih kuat dalam proses pembangunan.
Kurangnya keikutsertaan perempuan dalam memberikan kontribusi terhadap
program pembangunan menyebabkan kesenjangan yang ada terus terjadi.
Kajian yang dilakukan oleh Adhi Kusumastuti (2006) yang berjudul
“Fasilitasi Tempat Penitipan Anak di Sentra Industri Batik sebagai Upaya
Peningkatan Produktif Kerja Bagi Pekerja Perempuan”. Menurut Adhi
Kusumastuti bahwa keputusan seorang perempuan untuk bekerja didorong oleh
bermacam-macam faktor antara lain faktor ekonomi dan keinginan akan eksistensi
diri. Tentunya pekerja perempuan harus menerima konsekuensi yang cukup berat.
Perannya sebagai pekerja sekaligus istri dan ibu mengharuskannya untuk
menentukan win-win solution. Lokasi industri batik yang tersentralisasi tentunya
memberikan
keuntungan
tersendiri,
karena
paguyuban
tersebut
dapat
menyediakan tempat penitipan anak secara kolektif dan sangat menguntungkan
banyak pihak seperti perusahaan, orang tua, anak, dan para pengelola serta
pengasuh.
17
Penelitian Hubeis (2010) “Pengenalan nilai diri dan nilai masyarakat:
Perspektif Gender”. Hubies mengklasifikasikan peran gender terdiri dari : 1).
Peran Reproduktif, 2). Peran Produktif dan 3). Peran Sosial. Menurutnya peran
gender teridentifikasi oleh kegiatan atau pekerjaan yang dipandang tepat untuk
tiap orang menurut perbedaan jenis kelamin.
Yesi ( 2009) “peranan sistem sokongan/ bantuan formal dan tidak formal
bagi pemberdayaan wanita dalam dunia usaha”. Dari hasil kajian disampaikan
bahwa Sokongan merupakan sistem bantuan untuk mensupport dan memajukan
usaha bagi wanita. Terdiri dari Sokongan Formal dan Sokongan Informal.
Selanjutnya, Yesi (2010) “Penglibatan kaum wanita dalam aktiviti keusahawanan
di Pekanbaru”. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan wanita
terlibat dalam dunia usaha, permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta
faktor-faktor yang mempengaruhu keberhasilan wanita dalam dunia usaha.
18
Download