peraturan bank indonesia nomor: 9/19/pbi/2007 tentang

advertisement
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 9/19/PBI/2007
TENTANG
PELAKSANAAN PRINSIP SYARIAH DALAM KEGIATAN
PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA SERTA
PELAYANAN JASA BANK SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa perbankan syariah harus senantiasa memenuhi prinsip
syariah
yang
terus
berkembang
sejalan
dengan
perkembangan transaksi-transaksi keuangan syariah;
b.
bahwa para pihak dalam industri perbankan syariah, antara
lain meliputi pemerintah, otoritas pengawas, pengurus bank,
Dewan Pengawas Syariah, nasabah bank, dan pihak-pihak
yang memiliki kepentingan terhadap perbankan syariah
harus memiliki penafsiran yang sama terhadap prinsip
syariah;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a
dan b dipandang perlu untuk mengatur
ketentuan tentang
pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana
dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank syariah dalam Peraturan Bank
Indonesia.
Mengingat .…
-2-
Mengingat :
1.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357).
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PELAKSANAAN PRINSIP SYARIAH DALAM KEGIATAN
PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA
SERTA PELAYANAN JASA BANK SYARIAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:
1.
Bank Syariah, yang selanjutnya disebut dengan Bank adalah Bank Umum
atau Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang…
-3-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan
kantor cabang bank asing yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
2.
Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 13 UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998.
3.
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat
dipersamakan dengan itu dalam :
a. transaksi investasi yang didasarkan antara lain atas Akad Mudharabah
dan/atau Musyarakah;
b. transaksi sewa yang didasarkan antara lain atas Akad Ijarah atau Akad
Ijarah
dengan opsi perpindahan hak milik (Ijarah Muntahiyah bit
Tamlik);
c. transaksi jual beli yang didasarkan antara lain atas Akad Murabahah,
Salam, dan Istishna;
d. transaksi pinjaman yang didasarkan antara lain atas Akad Qardh; dan
e. transaksi multijasa yang didasarkan antara lain atas Akad Ijarah atau
Kafalah.
4.
Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank dengan nasabah dan/atau
pihak lain yang memuat hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak
sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 2
(1) Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan
pelayanan jasa, Bank wajib memenuhi Prinsip Syariah.
(2) Pemenuhan …
-4(2) Pemenuhan
Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain
prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan
(maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar,
maysir, riba, dzalim, riswah, dan objek haram.
BAB II
PENGHIMPUNAN DANA, PENYALURAN DANA DAN
PELAYANAN JASA
Pasal 3
Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
dilakukan sebagai berikut :
a. dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain
Akad Wadi’ah dan Mudharabah;
b. dalam
kegiatan
mempergunakan
penyaluran
antara
lain
dana
Akad
berupa
Pembiayaan
Mudharabah,
dengan
Musyarakah,
Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bitamlik dan
Qardh; dan
c. dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad
Kafalah, Hawalah dan Sharf.
BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DENGAN NASABAH
Pasal 4
(1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
tertuang
dalam Akad antara Bank dengan nasabah, atau jika terjadi
sengketa…
-5-
sengketa antara Bank dengan nasabah, penyelesaian dilakukan melalui
musyawarah.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antara
lain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
SANKSI
Pasal 5
Bank yang tidak melaksanakan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
berupa:
a. teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan Bank;
c. penggantian pengurus; dan/atau
d. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu
maupun untuk Bank secara keseluruhan.
BAB V…
-6-
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 6
(1) Akad antara Bank dengan Nasabah yang mengacu pada Peraturan Bank
Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan belum jatuh tempo pada
saat Peraturan Bank Indonesia ini berlaku, tetap berpedoman pada
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005
tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
(2) Akad antara Bank dengan Nasabah yang mengacu pada Peraturan Bank
Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang jatuh tempo setelah
Peraturan Bank Indonesia ini berlaku dan akan diperpanjang, harus
disesuaikan dengan memenuhi prinsip syariah sesuai Peraturan Bank
Indonesia ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia ini diatur
dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Pasal 8…
-7-
Pasal 8
Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, maka Peraturan Bank
Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4563) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 17 Desember 2007
a.n.GUBERNUR BANK INDONESIA
MIRANDA S.GOELTOM
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 165
DPbS
-8-
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 9/19/PBI/2007
TENTANG
PELAKSANAAN PRINSIP SYARIAH DALAM KEGIATAN
PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA SERTA
PELAYANAN JASA BAGI BANK SYARIAH
UMUM
Perkembangan yang pesat di dunia bisnis dan keuangan telah mendorong
berkembangnya
inovasi
transaksi-transaksi
keuangan
syariah.
Untuk
mengantisipasi timbulnya risiko reputasi atas pesatnya perkembangan inovasi
transaksi keuangan syariah tersebut diperlukan kesesuaian dengan prinsip syariah
secara istiqomah sebagaimana difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Untuk
itu diperlukan adanya penyesuaian dan penyempurnaan pengaturan yang berlaku
terhadap pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah dalam rangka memelihara
kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah.
Dengan adanya ketentuan tentang
pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank
syariah, akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan
dimana pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat.
Selain itu,
adanya ketentuan ini dapat memberikan kejelasan
pelaksanaan
prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank syariah sehingga dapat membantu operasional bank syariah
menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk
bagi pengawas dan auditor bank syariah.
PASAL….
-2-
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan angka 4
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Prinsip Syariah yang wajib dipenuhi oleh Bank bersumber pada Fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan:
“ ‘Adl” adalah menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya, dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu
sesuai posisinya.
“Tawazun” adalah meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual,
aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial,
dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.
“Maslahah” adalah merupakan segala bentuk kebaikan yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual serta individual dan kolektif
serta harus memenuhi 3 (tiga) unsur yakni kepatuhan syariah (halal),
bermanfaat dan membawa kebaikan (thoyib) dalam semua aspek secara
keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan.
“Alamiyah” adalah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) tanpa membedakan suku, agama, ras
dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil
alamin).
“Gharar” adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
“Maysir”….
-3-
“Maysir” adalah transaksi yang bersifat spekulatif (untung-untungan) yang
tidak terkait langsung dengan produktifitas di sektor riil.
“Riba” adalah pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil)
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi
pinjam-meminjam yang mempersyaratkan
nasabah penerima fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena
berjalannya waktu (nasiah).
“Dzalim” adalah transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.
"Risywah" adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk
lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau
kemudahan dalam suatu transaksi.
Objek Haram adalah suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam syariah.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan :
Wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan
untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
Mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik
dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah
dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi
modal masing-masing.
Murabahah….
-4-
Murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan
barang ditambah dengan margin yang disepakati olah para pihak, dimana
penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
Salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan
syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
Istishna’ adalah transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa
antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa
dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang
disewakan.
Ijarah Muntahiyah bit Tamlik adalah transaksi sewa menyewa
antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek
sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa.
Qardh adalah transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan
kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Kafalah adalah transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua (makful ‘anhu/ashil).
Hawalah adalah transaksi pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang
kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.
Sharf adalah transaksi pertukaran antar mata uang berlainan jenis.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)….
-5-
Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain Peraturan Bank
Indonesia mengenai Mediasi Perbankan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4793
Download