BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Fungsi Produksi Teori

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Fungsi Produksi
Teori produksi merupakan analisa mengenai bagaimana seharusnya
seorang pengusaha atau produsen, dalam teknologi tertentu memilih dan
mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan
sejumlah produksi tertentu dengan seefisien mungkin. Produksi adalah suatu
proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut menjadi
bertambah. Penentuan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam
proses produksi sangatlah penting agar proses produksi yang dilaksanakan dapat
efisien dan hasil produksi yang didapat menjadi optimal.
Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki
oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha
dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja
mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan
keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh
masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah
masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang
diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu
barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut (Sukirno, 2002).
Dalam proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input) yang juga
disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala
sesuatunya yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi
Universitas Sumatera Utara
menjadi keluaran (output). Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa
hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat
digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang
dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk
menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = f{K, L}
(2.1)
Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni
modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang
paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan
jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga
kerja (labor). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi
dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan
tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut:
Q = ALα K β
(2.2)
Di mana Q adalah output, L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan
barang modal. A, α (alpha) dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang
dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi
semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya
kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula
parameter β, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen
K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α dan β masing-masing merupakan
elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka terdapat
tambahan hasil yang konstan atas skala produksi; jika α + β > 1 terdapat tambahan
Universitas Sumatera Utara
hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika α + β < 1 maka artinya terdapat
tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi CobbDouglas (Salvatore, 2006).
Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat
dirumuskan bahwa faktor -faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal
merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya
mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti Industri
Kecil dan Menengah. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan
yang merupakan input dalam kegiatan produksi Industri Kecil dan Menengah
dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang
mungkin diperoleh.
2.2. Produksi dan Penawaran Total
Penawaran CPO di Sumatera Utara berasal dari produksi hasil perkebunan
rakyat yang ada di wilayah Sumatera Utara dan hasil produksi perkebunan kelapa
sawit negara. Dalam rangka penyederhanaan maka penawaran CPO Sumatera
Utara digabungkan. Jadi fungsi produksi dapat diformulasikan ke dalam rumus:
Q S = f (K,L)
(2.3)
dimana:
Q S = Penawaran (produksi CPO)
K = Kapital
L = Labor
Universitas Sumatera Utara
Persamaan tersebut berasal dari turunan dari fungsi keuntungan (profit
function) berikut:
Π = Pf ( K , L) − RK − WL
(2.4.A)
∂Π
= P. fk − R = 0
∂K
(2.4.B)
∂Π
= P. fl − W = 0
∂L
(2.4.C)
Oleh sebab itu permintaan K dan L pada laba maksimum masing-masing adalah:
K = K (P,W, R)
(2.5.A)
L = L (P,W, R)
(2.5.B)
Fungsi produksi di atas dapat berubah sesuai dengan fungsi permintaan
input K dan L, sehingga fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut:
Q = Q (P, W, R)
(2.6)
Total produksi didistribusikan untuk permintaan domestik dan permintaan
ekspor, sehingga total produksi (Q T ) sama dengan penawaran domestik (Q D )
ditambah dengan penawaran ekspor (Q E ), sehingga:
QT = QD + QE
Menurut
hukum
(2.7)
penawaran,
peningkatan
harga
jual
[P]
akan
meningkatkan produksi [Q], sebaliknya peningkatan tingkat bunga [R] dan biaya
tenaga kerja [W] akan menurunkan penawaran produksi [Q], oleh sebab itu fungsi
penawaran domestik dan penawaran ekspor masing-masing adalah:
Q D = Q D (P, W, R)
(2.7.A)
Q E = Q E (P, W, R)
(2.7.B)
Universitas Sumatera Utara
2.3. Ekspor
Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor
terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai
ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami
perubahan. Di lain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan
perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan
atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian
dunia.
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan
barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara
ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada
suatu tahun tertentu. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar
negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang
pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan
tingkat output yang lebih tinggi, lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan
pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2006).
Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor impor akan memperbesar kapasitas
konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke
sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial
untuk berbagai produk ekspor. Tanpa produk-produk tersebut, maka negaranegara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan
perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam
Universitas Sumatera Utara
menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan
sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa
ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau
keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat
membantu semua negara dalam menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang
mereka miliki (Todaro dan Smith, 2004).
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada
umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan
internasional yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang
didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja
secara ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisipasi kedalam
perdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun
(Todaro & Smith, 2004).
Dari definisi di atas dapat dilihat peranan ekspor, yaitu:
1. Pasar di seberang lautan memperluas pasar bagi barang-barang tertentu
sebagaimana ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat
tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya di seberang
lautan daripada hanya di pasar dalam negeri yang lebih sempit.
2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan akan
barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan
mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan
untuk menaikkan produktivitas.
3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri
tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak
Universitas Sumatera Utara
yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri
misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil
yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.
Selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar
negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara
langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri, dan secara tidak
langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk mempergunakan
faktor produksinya, misalnya modal, dan juga menggunakan metode-metode
produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di
pasar perdagangan internasional.
2.4. Karakteristik Ekspor
Ekspor memiliki ciri sebagai pemindahan barang dari negara satu dengan
negara lainnya. Menurut Hutauruk (2005), ekspor berarti: Membawa barang ke
dalam kapal laut atau kapal terbang unuk diangkut ke luar Indonesia, kecuali
perbuatan ini berhubungan dengan daya pengangkutan lanjutan. Pengertian ekspor
menurut Hutauruk (2005) adalah sepanjang mengenai daerah pabean Indonesia
yaitu mengeluarkan dari peredaran bebas. Sepanjang mengenai daerah pabean
Indonesia di luar daerah pabean, yaitu membawa barang ke dalam kapal laut atau
ke dalam kapal terbang untuk diangkut ke luar negeri. Yang termasuk ke dalam
komponen-komponen ekspor adalah:
1. Melaporkan barang untuk diekspor kepada pegawai pabean yang bersangkutan.
2. Menyerahkan barang kepada seorang pengusaha pengangkutan atau diangkat
keluar negeri.
Universitas Sumatera Utara
3. Memasukkan barang ke dalam alat pengangkutan atau memasangnya pada
sebuah alat pengangkutan yang langsung atau tidak langsung diberangkatkan
ke luar negeri, jikalau tidak dapat dianggap bahwa bauran itu dimaksudkan
untuk tinggal di dalam negeri.
4. Tidak membongkar barang di tempat yang telah ditentukan yang mungkin
diperpanjang dalam hal barang itu memuat dokumen-dokumen yang telah
diserahkan kepada pabean atau yang telah dibuat berdasarkan keterangan lisan
yang diangkat ke tempat tujuan yang lain di wilayah Indonesia. Pengertian
ekspor menurut Hutauruk di atas tampak bahwa ekspor itu ditentukan pada
kegiatan perdagangan luar negeri atau dengan perkataan lain adalah aktivitas
pengiriman barang ke luar negeri.
2.5. Keseimbangan Penawaran Total, Domestik dan Ekspor
Total produksi [Q] terdiri dari penawaran domestik [Q D ] dan penawaran
ekspor [Q E ] yaitu Q = Q D + Q E . Dari persamaan (2.7A) dan (2.7B) diketahui
bahwa penawaran domestik dan penawaran ekspor ditentukan harga domestik,
tingkat bunga pinjaman dan tingkat upah domestik. Keseimbangan parsial antara
penawaran total, penawaran domestik dan penawaran ekspor ditentukan oleh
keseimbangan nilai tukar dan harga ekspor, yaitu:
P = PE . E
(2.8)
dimana:
PE = Harga ekspor dalam bentuk mata uang luar negeri
E = Nilai tukar mata uang luar negeri per unit mata uang domestik
Universitas Sumatera Utara
Substitusi
purchasing
power
parity
ke
fungsi
penawaran
akan
menghasilkan penawaran ekspor, yaitu:
Q E = Q E (P E , E, R, W)
(2.9)
Peningkatan harga ekspor [P E ] dan depresiasi nilai tukar mata uang
domestik [E] akan meningkatkan harga domestik [P], sebaliknya peningkatan
produksi total [Q] akan menurunkan harga jual domestik [P].
Keseimbangan antara penawaran total, domestik dan penawaran ekspor
adalah:
QT = QD + QE
Q T = Q D (P, W, R) + Q E (P E . E, W, R)
Q T = Q T (P , P E . E, W, R)
P = P (P E . E, W, R, Q T )
2.6. Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan
nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar
negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri
mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata
uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,2008).
Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar
nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat
menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai
riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar
Universitas Sumatera Utara
barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain
(Mankiw (2006).
Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan
dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan
pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca
pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi
autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca
pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya
mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi
penawaran dari valuta asing (Nopirin,1995).
Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan
menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama
bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar ngeri atau menjual
barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang
relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian
secara makro (Pohan,2008).
Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang
diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata
uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu
unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi
suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai
tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara
mengadakan transaksi dengan negara lain, dimana masing-masing negara
menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang
Universitas Sumatera Utara
harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara
lain.
Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga
dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang jika
diperlukan. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam
rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar
yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi
peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada
waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya
pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs
menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange
rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara
dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang
Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya
orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap
dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua
negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2006).
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang – barang
diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain. Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang
suatu negara terhdap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006).
Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga
Universitas Sumatera Utara
relatif yaitu harga-harga didalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar
negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
Q=S
P
P*
(2.10)
dimana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah
tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di
pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati
untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing
khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar
modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2.7. Tingkat Suku Bunga
2.7.1. Definisi Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga didefinisikan sebagai suku bunga yang dikenakan oleh
perbankan pada pinjaman dikurang suku bunga yang dibayarkan perbankan pada
deposito. Hal ini merupakan margin (selisih) antara biaya dalam memobilisasi
liabiliti (deposito-deposito pada perbankan) dan hasil penerimaan
pada aset
(pinjaman-pinjaman yang diberikan perbankan). Sudah tentu perbankan
melaksanakan pendekatan MR > MC untuk menjaga kesolvenan bank; berlaku
satu perhubungan positif suku bunga, semakin positif suku bunga, semakin besar
pembiayaan yang diberikan perbankan domestik (Hanson dan Rocha, 1986);
(Miller dan Hoose, 1993) dan (Siregar, 2004). Tingkat suku bunga berhubungan
dengan inflasi; ini kerana tingkat suku bunga merupakan tujuan hasil pengurangan
antara tingkat suku bunga deposito dan tingkat inflasi. Tingkat suku bunga
Universitas Sumatera Utara
(disesuaikan dengan perkiraan inflasi) mempengaruhi kemudahan masyarakat
kepada institusi-institusi keuangan (penyedia jasa keuangan) dan selanjutnya
membawa pengaruh signifikan pada tingkat deposito. Oleh sebab itu, tingkat suku
bunga yang semakin tinggi akan meningkatkan mobilisasi dana dalam masyarakat
(Fry, 1988); (Kidwell et al, 1997) dan (Mishkin, 2004).
2.7.2. Teori Suku Bunga
Menrurut pandangan Keynesian, salah satu kunci terpenting yang
menentukan efektifitas kebijaksanaan moneter adalah tingkat bunga. Kebijakan
moneter tidak berjalan apabila kenaikan likuiditas (yang diakibatkan oleh ekspansi
money supply) tidak menurunkan tingkat bunga atau penurunan likuiditas tidak
menaikkan tingkat bunga. Wealth effect dari kebijakan moneter yang
dikemukakan oleh Keynesian Modern juga bekerja melalui tingkat bunga (secara
tidak langsung) dimana semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah hargaharga surat berharga dan sebaliknya. Perubahan-perubahan kesejahteraan atau
wealth sendiri belum tentu mempunyai pengaruh berarti terhadap pengeluaran.
Tetapi jika suatu ekspansi kebijakan moneter (peningkatan jumlah uang beredar)
disertai oleh wealth effect maka tingkat bunga dipastikan turun.
Tetapi kaum Monetaris tidak memandang bahwa tingkat suku bunga suratsurat berharga ini sebagai jalur utama proses transmisi antara perubahan money
supply dan spending. Kaum monetaris mengatakan jika tingkat bunga tidak
mengalami perubahan sama sekali, dan menujukkan suatu kebijiakan moneter
yang sangat kuat sebab dianggap seluruh perubahan likuiditas itu dibelanjakan
secara langsung kepada barang-barang dan jasa.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu Milton Friedman berpendapat bahwa suatu kebijakan
moneter yang ekspansif (menaikkan jumlah uang beredar) akan menaikkan tingkat
bunga, dan sebaliknya kebijakan moneter yang kontraktif (mengurangi jumlah
uang beredar) akan menurunkan tingkat bunga. Dalam hal ini Friedman
menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan money suply maka pertama-tama
akan menurunkan tingkat bunga, jika kenaikan likuiditas itu dibelanjakan untuk
assets keuanganl. Tetapi penurunan tingkat suku bunga itu hanya pada awalnya
saja dan selanjutnya apabila GNP merespon money supply (yang seharusnya
terjadi menurut kaum monetaris), maka permintaan akan uang (money demand)
untuk keperluan transaksi juga akan meningkat dan kemudian akan menaikkan
tingkat bunga (Iswara dan Nopirin, 1986)
Namun demikian sebagian kaum monetaris dan keynesian sepakat bahwa,
kebijakan moneter yang ekspansif (menambah jumlah uang beredar) akan
menurunkan tingkat bunga. Masalahnya adalah berapa lama jangka waktu awal
tersebut.
Tingkat
bunga
akan
naik
melampui
tingkat
ekuilibriumnya
(keseimbangan) semula, apabila real spending itu sangat sensitive terhadap
penurunan tingkat bunga dan inlationary expectation itu sangat luas berdasarkan
atas kenaikan money sipply. Dengan demikian, tingkat bunga itu bisa naik atau
bisa juga turun pada beberapa waktu setelah adanya suatu kebijakn moneter yang
ekspansif.
Sementara dalam teori kuantitas uang, kaum klasik berpendapat bahwa
tingkat bunga merupakan hasil interaksi antar tabungan (S) dan Investasi (I).
Namuin menurut pandangan Keynes bahwa tingkat bunga merupakan suatu
Universitas Sumatera Utara
fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan
permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang).
2.8. Peneliti Terdahulu
Mulyana (2003) meneliti tentang penetapan harga tandan buah segar
kelapa sawit di Sumatera Selatan dari perspektif pasar monopoli bilateral.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi harga tandan buah segar (TBS)
kelapa sawit yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam rentang harga hasil
pendekatan pasar monopoli bilateral, dalam pengertian apakah telah memberikan
perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan kekuatan
tawar menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada harga monopsonis, atau
malah mengarah pada harga monopoli. Tiga pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR)
menjadi sampel untuk dikaji kondisi dan datanya (1998-2002) dalam penelitian
ini, yaitu PIR Transmigrasi manajemen swasta dan BUMN, dan PIR-KUK. Alat
analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan tunggal
permintaan dan penawaran TBS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga TBS
ketetapan Pemerintah Daerah telah melindungi petani plasma dari kemungkinan
penerapan harga pasar monopsoni yang dapat terjadi tanpa intervensi kebijakan
tersebut. Namun tingkat harga TBS tersebut dalam perspektif pasar monopoli
bilateral, di mana KUD merepresentasikan petani sebagai monopolis, masih
cenderung lebih dekat ke harga monopsonis. Hal ini juga mencerminkan lebih
kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani, dan posisi harga TBS
sebagai turunan harga CPO dunia. Diperlukan komitmen dan upaya yang lebih
Universitas Sumatera Utara
serius oleh kedua pihak untuk meningkatkan kerjasama kemitraan dalam rangka
mendapatkan harga TBS yang lebih adil.
Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak kelapa sawit
Indonesia ke India dengan menggunakan model ECM dimana variabelnya terdiri
dari harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/USD). Hasil
analisis regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan
pendekatan ECM mengindikasikan permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari
Indonesia ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang
diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari Faktor Error Correction
Model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit oleh India
sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak
kelapa sawit dunia dengan variabel sebesar 2,74, Indeks produksi dengan
elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan
permintaan ekspor ke India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan
diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak
ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar
14.83%.
Abidin (2008) meneliti tentang analisis eksport Crude Palm Oil (CPO)
Indonesia. Variabel yang digunakan adalah harga CPO dunia, harga CPO variabel,
harga minyak kelapa dan nilai tukar rupiah. Metode analisis yang digunakan
adalah metode 2SLS (Two Stage Least Square). Berdasarkan hasil analisis
membuktikan bahwa harga CPO domestik, harga CPO dunia, nilai tukar dan
harga minyak kelapa secara simultan berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak
Universitas Sumatera Utara
sawit (CPO) Indonesia, sedangkan nilai tukar rupiah secara parsial tidak
berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia.
Wulantoro (2009) meneliti tentang kebijakan dan pertumbuhan ekspor
minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Variabel yang digunakan
adalah nilai tukar rupiah terhadap USD, harga ekspor minyak sawit Indonesia,
harga pesaing Malaysia, dan produksi minyak sawit. Metode analisis yang
digunakan
adalah
pengujian
koefisien
regresi
yaitu
autokorelasi
dan
multikolinearitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap
USD tidak signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara
Belanda. Dan harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, dan
produksi minyak sawit signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia
ke Negara Belanda.
Hafizah (2009), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran CPO Indonesia dan menganalisis pengaruh perubahan faktor-faktor
tersebut terhadap tingkat penawaran CPO Indonesia. Metode yang digunakan
adalah metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berdasarkan persamaan jangka pendek dapat diketahui bahwa variabel
produksi CPO 1 tahun sebelumnya, luas areal perkebunan kelapa sawit, luas areal
perkebunan kelapa sawit 1 tahun sebelumnya, harga solar, dan harga solar 2 tahun
sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel penawaran
CPO Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Sedangkan variabel harga variabel dan
nilai tukar berpengaruh tidak signifikan. Berdasarkan nilai dugaan parameter pada
model estimasi
diketahui ternyata respon semua variabel bebasnya terhadap
penawaran CPO Indonesia adalah variabel karena nilai mutlak dugaan
Universitas Sumatera Utara
parameternya kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penawaran CPO
Indonesia kurang
responsif terhadap perubahan yang terjadi pada variabel -
variabel bebasnya, sehingga apabila terjadi perubahan pada variabel -variabel
tersebut tidak akan menimbulkan gejolak yang besar terhadap tingkat penawaran
CPO.
Wardani (2008), meneliti tentang dampak kebijakan perdagangan di sektor
industri CPO terhadap keseimbangan pasar minyak goreng sawit dalam negeri.
Dalam penelitian ini dikaji faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ekspor CPO
dan keseimbangan pasar minyak goreng sawit di Indonesia dan menganalisis
keterkaitan antara keduanya serta bagaimana dampak pajak ekspor di sektor
industri CPO terhadap keseimbangan pasar dan harga minyak goreng sawit dalam
negeri. Untuk tujuan tersebut, beberapa variabel yang diteliti adalah ekspor CPO,
produksi CPO, luas areal kelapa sawit, harga ekspor CPO, harga CPO domestik,
pendapatan nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, pajak ekspor CPO,
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, harga dan produksi minyak goreng
sawit dalam negeri, permintaan minyak goreng sawit dalam negeri, upah tenaga
kerja di sektor industri, dummy krisis ekonomi, harga minyak goreng kelapa,
impor minyak goreng sawit serta harga impor minyak goreng sawit. Hasil analisis
memberikan kesimpulan bahwa model keterkaitan ekspor CPO dan pengaruh
pajak ekspor CPO terhadap keseimbangan pasar minyak goreng sawit dalam
negeri menghasilkan lima persamaan struktural dan tiga persamaan identitas.
Penawaran ekspor CPO Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil ekspor
CPO, nilai tukar riil, pajak ekspor CPO, produksi CPO domestik dan populasi
Indonesia. Sedangkan lag ekspor CPO Indonesia tidak berpengaruh nyata
Universitas Sumatera Utara
terhadap ekspor CPO Indonesia. Penawaran minyak goreng sawit Indonesia
berasal dari minyak goreng sawit yang diimpor dan minyak goreng sawit produksi
Indonesia. Impor minyak goreng sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh
harga riil impor minyak goreng sawit, permintaan minyak goreng domestik dan
pendapatan nasional Indonesia, sedangkan nilai tukar riil dan lag impor minyak
goreng tidak berpengaruh nyata. Produksi minyak goreng sawit Indonesia
dipengaruhi secara nyata oleh luas areal kelapa sawit, produksi CPO domestik,
dummy krisis ekonomi Indonesia dan lag produksi minyak goreng sawit.
Sedangkan harga riil minyak goreng sawit domestik dan upah riil tenaga kerja
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi minyak goreng sawit Indonesia.
Prahastuti
(2000)
meneliti
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, ekspor CPO, produksi
minyak goreng sawit, konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit, harga
CPO domestik, harga ekspor CPO dan harga minyak goreng sawit. Selain itu juga
bertujuan untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara pasar CPO dan minyak
goreng sawit di Indonesia. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan luas areal
kelapa sawit di Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, harga pupuk,
harga ekspor CPO dengan arah positif. Sebaliknya tingkat suku bunga
berpengaruh negatif terhadap luas areal kelapa sawit di Indonesia. Produksi CPO
Indonesia dipengaruhi harga CPO domestik dan luas areal kelapa sawit. Ekspor
CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, produksi CPO dan nilai
tukar Rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak
goreng sawit dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai tukar Rupiah terhadap dollar
Amerika, harga CPO domestik dan penawaran CPO domestik. Produksi minyak
Universitas Sumatera Utara
goreng sawit di Indonesia dipengaruhi penawaran CPO domestik dengan arah
positif.Pembentukan harga CPO domestik dipengaruhi fluktuasi nilai tukar
Rupiah terhadap dollar Amerika dengan arah positif. Harga ekspor CPO
dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia CPO dan produksi CPO Indonesia. Harga
minyak goreng sawit dipengaruhi oleh fluktuasi harga CPO domestik. Keterkaitan
antara harga CPO domestik dengan harga minyak goreng sawit di tingkat
perdangan besar maupun ecerannya menunjukkan keterkaitan yang erat antara
kedua pasar. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga CPO domestik akan
mempengaruhi harga minyak goreng sawit di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarakan kerangka konseptual
yang digunakan dalam peneltian ini sebagai berikut
Total produksi
[QT]
Penawaran
Domestik
[QD]
Penawaran
Ekspor
[QE]
Nilai Tukar
[K]
Harga Jual
Ekspor [PE]
Harga Jual
Domestik
[PD]
Upah Riil
[WR]
Bunga Pinjaman
[R]
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Globalisasi Penawaran dan Produksi
Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara
2.10. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis yang akan
dibuktikan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga
pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Terdapat pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs
terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara.
3. Terdapat pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap
harga jual domestik CPO Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Download