Klik Disini - Kantor Kementerian Agama Pasaman Barat

advertisement
PERANAN
UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN DALAM PENCEGAHAN
TERJADINYA
KORBAN KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT)
OLEH : Drs. H. Marjanis, M.Pd
( KANKEMENAG KAB.PASAMAN BARAT)
DISAMPAIKAN PADA SOSIALISASI FASILITASI
UPAYA
PERLINDUNGAN
PEREMPUAN
TERHADAP TINDAK KEKERASAN S
SIMP.AMPEK...........AGUSTUS 2015
Pengertian Perkawinan
 Menurut UU No.1 tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanaan Yang Maha Esa
 Menurut Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, SH., Perkawinan adalah
hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu.
 Menurut Prof. R. Subekti, SH., Perkawinan ialah pertalian yang sah
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang
lama.
 Menurut Paul Scholten, perkawinan adalah hubungan abadi
antara dua orang yang berlainan kelamin yang diakui negara.
Syarat perkawinan menurut UU No1/1974
 Adanya persetujuan kedua calon mempelai.
 Adanya ijin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang
c tahun.
belum berusia 21
 Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia calon
mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun.
 Antar calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan darah atau keluarga yang tidak boleh kawin
 Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
 Bagi suami isteri yang telah bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan
mereka tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya
 Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
janda
Orang-orang
Perkawinan
Yang
Dapat
Mencegah
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas
dan ke bawah dari salah seorang calon mempelai.
Saudara dari salah seorang calon mempelai.
Wali nikah dari salah seorang calon mempelai.
Wali dari salah seorang calon mempelai.
Pengampu dari salah seorang calon mempelai.
Pihak-pihak yang berkepentingan
Suami atau istri dari salah seorang calon mempelai
Pejabat yang ditunjuk
Pencegahan Perkawinan
 Calon mempelai pria belum mencapai usia 19 tahun dan calon
mempelai wanita belum mencapai usia 16 tahun (vide pasal 7 ayat 1)
 Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita
berhubungan darah atau keluarga yang tidak boleh kawin.
 Calon mempelai masih terikat perkawinan dengan pihak lain
 Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita satu sama
lain telah bercerai untuk kedua kalinya, sedangkan agamanya dan
kepercayaanya melarang kawin untuk ketiga kalinya.
 Perkawinan yang akan dilangsungkan tidak memenuhi prosedur (tata
cara) yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pihak-pihak Yang Dapat Mengajukan Pembatalan
Perkawinan, Menurut Pasal 21 UUP yaitu:
Para keluarga dalam garis keturunan ke atas dari suami atau
istri
Suami atau istri
Pejabat yang berwenag hanya selama perkawinan belum
diputuskan
Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat 2 pasal 6 UU ini dan setia
orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung
terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah
perkawinan itu putus.
Perjanjian Perkawinan
Berkenaan dengan perjanjian perkawinan dalam pasal 29 UUP
ditegaskan sebagai berikut:
 Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak
atas persetujuan bersama dapt mengadakan perjanjian tertulis yang
disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah sama isinya
belaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut
 Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batasbatas hukum, agama dan kesusilaan.
 Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
 Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat
dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk
merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
Kewajiban suami dan isteri
Suami wajib melindungi istrinya dan mem berikan
segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampunnya.
Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaikbaiknya.
Jika suami atau istri melalikan kewajibannya masingmasing dapat mengajukkan kepada Pengadilan
Harta Benda dalam Perkawinan (Pasal 35
s/d 37)
Berkenaan dengan harta benda dalam perkawinan
menurut pasal 35 UUP, bahwa :
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama ;
Harta benda dari masing-masing suami dan istri dan
harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai
hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukkan lain.
Putusnya Perkawinan
Menurut pasal 38 UUP, perkawinan dapat putus
karena:
Kematian
Perceraian
Atas keputusan Pengadilan
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut pasal
41
 Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan
kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, pengadilan memberi
keputusannya.
 Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu,
bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi
kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa
ibu ikut memikul biaya tersebut
 Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Kedudukan Anak
Anak yang sah ialah anak yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 42).
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dalam keluarga ibunya. Kedudukan anak tersebut
selanjutnya akan diatur dalam peraturan pmerintah
(Pasal 43).
Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang
dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat
membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan
anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
Perwalian
Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.
Perwalian itu mengenai pribadi anak yang
bersangkutan maupun harta bendanya (Pasal 50).
Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang
menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia
meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan
dihadapan dua orang saksi.
Keabsahan Perkawinan
Suatu perkawinan adalah sah apabila
dilakukan dengan memenuhi semua
syarat dan hukum-hukum agamanya
dan kepercayannya itu.
Definisi KDRT
Seperti tertulis pada Pasal 1 UU PKDRT, KDRT adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Jadi perlu dipahami
bahwa KDRT tidak hanya selalu masalah kekerasan fisik yang
mengakibatkan luka fisik, tapi juga di dalamnya kekerasan
seksual, kekerasan psikologi dan penelantaran
Lingkup dan Bentuk-bentuk KDRT
Siapa sajakah yang masuk dalam lingkup rumah tangga dalam
pemahaman mengenai KDRT. Tidak hanya keluarga inti
(suami, istri, dan anak) namun juga termasuk orang-orang
yang mempunyai hubungan keluarga dengan keluarga inti
karena hubungan darah, perkawinan (mertua, menantu, ipar,
dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian, tidak
terkecuali orang setiap yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga bersangkutan, karena
dalam UU ini orang yang bekerja membantu rumah tangga
dipandang sebagai anggota keluarga.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004
TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Pasal 5 UU PKDRT menjelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah
tangganya,
dengan
cara,
(a) kekerasan fisik (perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit,
atau
luka
berat).
(b) Kekerasan psikis (perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang).
(c) Kekerasan Seksual (pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
ataupun dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu).
(d) Penelantaran rumah tangga (perbuatan yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang
untuk bekerja yang layak di dalam atau luar rumah sehingga korban
Download