E. Etnografi dalam penelitian Hukum

advertisement
METODE ETNOGRAFI
Agustus 21, 2011ilham76Meninggalkan komentarGo to comments
Metode Etnografi
A. Pendahuluan
Dalam bangunan disilin hukum, ilmu-ilmu hukum bukan hanya ilmu hukum normatif tetapi juga
ilmu hukum empirik. Meuwissen, menjelaskan bahwa dalam pengembanan ilmu hukum salah satu
aspeknya adalah pengembanan hukum teoritikal.[1] Pengembanan hukum teoritikal adalah
kegiatan akal budi untuk memperoleh penguasaan intelektual atas hukum atau pemahaman
hukum secara ilmiah.[2] Pengembanan hukum secara teoritikal dibedakan atas 3 (tiga) hal yakni
ilmu-ilmu hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Ilmu-ilmu hukum merupakan ilmu yang paling
rendah abstraksinya. Ilmu-imu hukum terdiri atas ilmu hukum normatif dan ilmu hukum emprik.
Ilmu hukum normatif, disebut pula dengan istilah dogmatikal hukum (Rechtsdogmatiek) istilah
lainnya ilmu hukum praktikal atau ilmu hukum postif. Fokus kajiannya adalah pada hukum yang
berlaku das Solleh-Sein.[3] Ilmu hukum empiris mempelajari hukum sebagai perikelakuan atau
sikap tindak. Mempelajari hukum dengan pendekatan eksternal, yakni bearti titik tolaknya
mengamati berlakunya hukum di dalam masyarakat, fokus kajiannya adalah pada hukum yang
berlaku Das sein-Sollen. Ilmu tentang kenyataan terdiri dari: Sosiologi Hukum, Antropologi
Hukum, Psikologi Hukum, Perbandingan Hukum dan Sejarah Hukum.[4]
Dari pendapat tersebut, berarti Ilmu-ilmu hukum tidak hanya mempelajari hukum postif saja, ilmu
hukum mempelajari ilmu-ilmu diluar hukum dengan titik tolak hukum. Bahkan, sekarang ini
beberapa ahli hukum berpendapat bahawa hukum tidaklah bebas nilai, kosep teori muni tentang
hukum tidak dapat menjawab permasalahan hukum. Oleh karena itu, dalam perumusan suatu
norma hukum sebelum norma sah sebagai hukum postif, beberapa ahli hukum menilai perlu
dilakukan pengkajian hukum secara empiris baik dengan pendekatan sosiologis, atropologis atau
yang lainnya. Maka, metode penelitian diluar hukum mejadi penting untuk di pelajari. Berkaitan
dengan tulisan ini, penulis mencoba membahas metode penelitian yang digunakan dalam ilmu
antropologi, yang kemudian dianalisa terhadap beberapa contoh penelitian hukum. Penulis
menyimpulkan bahwa metode tersebut dapat digunakan dalam melakukan penelitian hukum
bahkan dapat meperoleh data yang dalam dan memberikan solusi yang nyata.
B. Penelitian Lapangan (Field Research)
Menurut Kanneth D. Bailey istilah studi lapangan merupakan istilah yang sering digunakan
bersamaan dengan istilah studi etnografi (ethnographic study atau ethnography).[5] Lawrence
Neuman juga menjelasakan bahwa penelitian lapangan juga sering disebut etnografi atau
panelitian participant observation.[6] Akan tetapi, menurut Neuman etnografi hanyalah
merupakan perluasan dari penelitian lapangan. Etnografi mendefinisikan kembali bagaimana
penelitian lapangan harus dilakukan. [7] Menurut Roice Singleton, penelitian lapangan berasal
dari dua tradisi yang terkait yakni antropologi dan sosiologi, dimana etnografi merupakan studi
antropologi dan etnomethodologi merupakan studi sosiologi.[8] Etnografi memberikan jawaban
atas pertanyaan apakah budaya suatu kelompok individu, sedangkan etnomethodologi
memberikan jawaban atas bagaimanakah orang memahami kegiatan mereka sehari-hari sehingga
mereka dapat berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial.[9]
Menurut Neuman penelitian lapangan merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti mengamati
dan berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya
setempat.[10] Banyak mahasiswa senang dengan penelitian lapangan karena terlibat langsung
dalam pergaulan beberapa kelompok orang yang memiliki daya tarik khas. Tidak ada matematika
yang menakutkan atau statistik yang rumit, tidak ada hipotesis deduktif yang abstrak. Sebaliknya,
adanya interaksi sosial atau tatap muka langsung dengan “orang-orang yang nyata” dalam suatu
lingkungan tertentu.[11]
Dalam penelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati secara langsung
orang-orang yang sedang ditelitinya. Melalui interaksi selama beberapa bulan atau tahun
mempelajari tetang mereka, sejarah hidup mereka, kebiasaan mereka, harapan, ketakutan, dan
mimpi. Peneliti bertemu dengan orang atau komunitas baru, mengembangkan persahabatan, dan
menemukan dunia sosial baru, hal ini sering dianggap menyenangkan. Akan tetapi, penelitian
lapangan juga memakan waktu, menguras emosional, dan kadang-kadang secara fisik
berbahaya.[12]
Kapan sebaiknya kita menggunakan penelitian lapangan? Penelitian lapangan dilakukan ketika
pertanyaan penelitian mencakup belajar tentang, memahami, atau menggambarkan interaksi
sekelompok orang. Hal ini biasanya dilakukan jika pertanyaannya adalah: Bagaimana orang Y di
dunia sosial? atau Seperti apakah dunia sosial dari X? Hal ini dapat digunakan ketika metode lain
(misalnya, survei, eksperimen) dianggap tidak praktis. Douglas menyatakan bahwa sebagian dari
apa yang peneliti sosial benar-benar ingin belajar, dapat dipelajari hanya melalui keterlibatan
langsung seorang peneliti di lapangan.[13]
C. Etnografi
Etnografi
berasal
dari
budaya
anthropology.[14] Etno berarti
orang
atau
bangsa,
sedangkangraphy mengacu pada menggambarkan. Jadi etnografi berarti menggambarkan suatu
budaya dan cara lain memahami cara hidup dari sudut pandang asli.[15] Hal ini berarti, peneliti
yang menggunakan penelitian etnografi berusaha memahami budaya atau aspek-aspek budaya
melalui serangkaian pengamatan dan penafsiran prilaku manusia yang berinteraksi dengan
manusia lainnya. Etnografi secara modern diperkenalkan oleh Franz Boas dan Bronislaw
Malianowski, sebelumnya etnografi digunakan untuk memberikan kesaksian dari penjelajah,
misionaris, dan pencarian data pejabat kolonial.[16]
Etnografi mengasumsikan bahwa seorang peneliti dalam membuat kesimpulan, melampaui apa
yang dilihat atau dikatakan secara eksplisit dari apa yang dimaksud atau tersirat. Dengan kata
lain, pengamatan tidak dilakukan dipermukaan tetapi dilakukan dengan pengkajian yang
mendalam. Antropolog Clifford Geertz menyatakan bahwa bagian penting dari etnografi adalah
deskripsi yang kaya, penjelasan yang spesifik dan rinci (sebagai lawan dari ringkas, standar, dan
general).[17]Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil tersebut seorang peneliti harus dapat
hidup secara khusus dalam waktu yang lama di dalam suatu komunitas sosial.
Etnografi oleh Spradley dan McCurdy didefinisikan sebagai “Tugas menggambarkan kebudayaan
tertentu.” Sebagaimana telah dijelasakan di atas, Etnografi adalah metode utama yang digunakan
oleh antropolog budaya untuk mempelajari kebudayaan yang relatif primitif. Namun, metode
etnografi juga dapat digunakan dalam masyarakat yang kompleks seperti kelompok-kelompok
dalam masyarakat kota yang memiliki kelompok subkultur tersendiri. Sejumlah contoh lain dari
etnografi perkotaan sebagaimana dilakukan oleh Spradley dan McCurdy (1972), termasuk
etnografi dari sebuah toko perhiasan perkotaan, orang tua, pramugari maskapai penerbangan, dan
pemadam kebakaran.[18] Patton mengutip pendapat Agar, menegaskan bahwa metode etnografi
dalam antropologi medern digunakan untuk mempelajari masyarakat kontemporer dan masalahmasalah sosial, seperti kecanduan.[19]
Karena tujuan dari metode etnografi untuk menggambarkan budaya tertentu, etnografi pada
umumnya hanya memiliki beberapa hipotesis dan tidak ada kuesioner terstruktur.[20] Bahkan,
menurut Flood seorang peneliti yang menggunakan penelitian etnografi tidak wajib menyusun
kerangka teori terlebih dahulu. Peneliti tidak mengetahui dengan persis hasil dari sebuah
penelitian, peneliti dapat menampilkan pernyataan teoritis baru saat proses peneltian berlangsung.
Gaya bergulir dalam melahirkan teori ini disebut Flood “organisational epistemologi”.[21]
Tujuan penelitian etnografi adalah untuk menggambarkan budaya atau subkultur dengan serinci
mungkin, termasuk bahasa, adat istiadat, nilai-nilai, upacara keagamaan, dan hukum.[22] Berarti
secara umum penelitian etnografi memiliki tujuan menemukan dan menggambarkan budaya suatu
masyarakat atau organisasi tertentu. Fokus penelitiannya adalah pola-pola yang tercermin dalam
sikap tidak dan prikelakuan masyarakat atau organisasi yang diteliti. Adapun yang dicari dalam
penelitian ini berarti bukan hal yang tampak, melainkan yang terkandung dalam hal yang nampak
tersebut.
Penelitian etnografi berfokus pada pertanyaan: “Apakah budaya sekelompok orang”, maka metode
utama ahli etnografi adalah observasi dalam tradisi antropologi.[23]Penelitian ini merupakan
penelitian lapangan yang dilakukan intensif di mana peneliti terbenam dalam budaya yang
diteliti.[24] Hal ini berarti peneliti masuk dalam budaya yang diteliti atau sering disebut dengan in
depth studies. Gagasan budaya merupakan inti etnografi. Asumsi penting penelitian etnografi
adalah bahwa setiap kelompok manusia secara bersama-sama untuk jangka waktu tertehtu akan
berkembang budaya. Budaya adalah kumpulan pola perilaku dan keyakinan yang merupakan
“standar untuk memutuskan apa yang ada, standar untuk menentukan apa yang dapat, standar
untuk menentukan bagaimana seseorang merasa tentang suatu hal, standar untuk memutuskan
apa yang harus dilakukan tentang suatu hal, dan standar untuk memutuskan bagaimana untuk
melakukan hal itu”.[25]
Umumnya penelitian etnografi mensyaratkan seorang peneliti yang berpengalaman, peneliti harus
dapat membenamkan dirinya dalam budaya masyarakat yang ia teliti. Bahkan, tujuan peneliti
dalam studi etnografi sebenarnya untuk bersosialisai dirinya sendiri ke dalam budaya yang ia
mencoba untuk dijelaskan. Peneliti mencoba untuk melupakan apa yang ia telah diajarkan oleh
budaya sendiri dan menjadi bagian dari budaya yang ia pelajari, bahkan hal ini menjadi masalah
ketika ia kembali kepada kebuadayaan semula.[26] Jelas, tidak semua orang umumnya dapat
sepenuhnya bersosilisasi. Oleh karena itu, didalam kenyataannya suku, masyarakat, atau
subkultur yang dipelajari dapat tidak menerima kehadiran peneliti (orang luar) dan tidak
diperbolehkan menjadi bagain kelompok tersebut secara penuh bahkan tidak diijinkan tinggal di
antara mereka.
Hal ini berarti seorang yang akan melakukan penelitian etnografi harus memiliki latar belakang
pengetahuan yang menunjang penelitiannya, mengetahui dengan jelas obyek yang akan diteliti
atau dipelajari. Peneliti juga harus mengetahi cara melakukan penelitian agar diperoleh hasil yang
sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Untuk mendapatkan data yang lengkap dan mendalam
tentang apa yang diteliti, peneliti harus terjun dalam kehidupan masyarakat yang diteliti, dan
sebagaimana telah di jelasakan diatas sering membutuhkan jangka waktu yang panjang.
Etnografi pada hakikatnya bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik,[27] yaitu
aspek budaya baik spiritual maupun material. Uraian tersebut kemudian akan mengungkapkan
pandangan hidup dari sudut pandang penduduk setempat. Selain analisis data yang dilakukan
secara holistic -bukan parsial, ciri-ciri lainnya dari penelitian etnografi adalah: (a) sumber data
bersifat ilmiah, artinya peneliti harus memahami gejala empirik (kenyataan) dalam kehidupan
sehari-hari; (b) peneliti sendiri merupakan instrumen yang paling penting dalam pengumpulan
data; (c) bersifat menggabarkan (deskripsi), artinya, mencatat secara teliti fenomena budaya
yang dilihat, dibaca, lewat apa pun termasuk dokumen resmi, kemudian mengkombinasikan,
mengabstrakkan, dan menarik kesimpulan; (d) digunakan untuk memahami bentuk-bentuk
tertentu (shaping), atau studi kasus; (e) analisis bersifat induktif; (f) di lapangan, peneliti harus
berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya; (g) data dan informan harus berasal dari tangan
pertama; (h) kebenaran data harus dicek dengan dengan data lain (data lisan dicek dengan data
tulis); (i) orang yang dijadikan subyek penelitian disebut partisipan (buku termasuk partisipan
juga), konsultan, serta teman sejawat; (j) titik berat perhatian harus pada pandangan emik,
artinya, peneliti harus menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang
diteliti, dan bukan dari etik; (k) dapat menggunakan data kualitatif maupun kuantitatif, namun
sebagian besar menggunakan kualitatif. [28] Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dapat dipahami bahwa
etnografi merupakan model penelitian budaya yang khas.
John Lofland menggambarkan unsur-unsur kunci dalam strategi penelitian etnografi,
yakni:[29]Generic Propositions. Ahli etnografi pada akhirnya berkomitmen untuk membangun
proposisi umum mengenai pola-pola kehidupan sosial manusia. Beberapa pola-pola ini adalah
deskriptif (seperti frekuensi kejadian tertentu) dan penjelasan (seperti apa yang menyebabkan
beberapa jenis perilaku). Unfettered Inquiry. Peneliti lapangan menunjukkan bahwa pada dasarnya
memiliki pandangan bahwa segala sesuatu adalah permainan yang adil. Dan, Deep Familiarity.
Sedapat mungkin peneliti menempatkan diri pada posisi orang yang ingin dipahami.
Ada 2 (dua) pijakan teoritis yang memberikan penjelasan tentang model etnografi, yiatu interaksi
simbolik dan aliran fenomonologi.[30] Menurut Spradley dalam teori interaksi sibolik, budaya
dipandang sebagai sistem simbolik dimana makna tidak berada dalam benak manusia, tetapi
simbol dan makna itu terbagi dalam aktor sosial (di antara, bukan di dalam, dan mereka adalah
umum, tidak mempribadi).[31]
Budaya adalah lambang-lambang makna yang terbagi (bersama). Budaya juga merupakan
pengetahuan yang didapat seseorang untuk menginterpretasikan pengalaman pengalaman dan
menyimpulkan perilaku sosial. Teori ini mempunyai tiga premis, yaitu (1) tindakan manusia
terhadap sesuatu didasarkan atas makna yang berarti baginya, (2) makna sesuatu itu
diderivasikan dari atau lahir di antara mereka dan (3) makna tersebut digunakan dan dimodifikasi
melalui proses interpretasi yang digunakan manusia untuk menjelaskan sesuatu yang ditemui.[32]
Ketiga premis ini kemudian dikembangkan menjadi ide-ide dasar dari interaksi simbolik. Menurut
Poloma ide-ide dasar itu menyebutkan bahwa (a) masyarakat terdiri dari manusia yang
berinteraksi dan membentuk apa yang disebut organisasi atau struktur sosial (b) interaksi yang
berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan manusia lain ini bisa merupakan nonsimbolik bila mencakup stimulus respon yang sederhana, ataupun simbolik mencakup “penafsiran
tindakan”; (c) obyek itu sendiri tidak memiliki makna intrinsik, makna lain merupakan produk
interaksi simbolik, artinya dunia obyek “diciptakan, disetujui, ditransformir, dan dikesampingkan”
lewat interaksi simbolik; (d) bahkan manusia sendiri tidak mengenal obyek eksternal, mereka
dapat melihat dirinya sebagai obyek, pandangan hidup terhadap dirinya ini lahir saat proses
interaksi simbolik (e) tindakan manusia itu merupakan tindakan interpretatif yang dibuat oleh
manusia itu sendiri, dan (f) tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotaanggota kelompok, dan menjadi tindakan bersama.[33]
Penelitian etnografi dengan landasan pemikiran fenomenologi menurut Michael H. Agar dan
Giddens adalah inti dari proses mediasi kerangka pemaknaan. Hakekat dari suatu mediasi tertentu
akan bergantung dari hakekat tradisi dimana terjadi kontak selama penelitian lapangan.[34]
LeCompte dan Schensul menjelaskan langkah-langkah umum yang dapat diterapkan dalam
penelitian etnografi: (1) Temukan informan yang tepat dan layak dalam kelompok yang dikaji; (2)
Definsikan permasalahan, isu, atau fenomena yang akan dieksplorasi; (3) Teliti bagaimana
masingmasing individu menafsirkan situasi dan makna yang diberikan bagi mereka; (4) Uraikan
apa yang dilakukan orang-orang dan bagaimana mereka mengomunikasikannya; (5)
Dokumentasikan proses etnografi; (6) Pantau implementasi proses tersebut; (7) Sediakan
informasi yang membantu menjelaskan hasi riset.[35]
D. Kelebihan dan kelemahan Etnografi
Berdasarkan penjelasan pada sub bagian diatas, dapat ditarik kesimpulan kelebihan dan
kelemahan penelitian etnografi, yakni:
1.
Kelebihan
Salah satu aspek yang paling berharga yang dihasilkan dari penelitian etnografi adalah
kedalamannya. Karena peneliti berada untuk waktu yang lama, peneliti melihat apa yang
dilakukan orang serta apa yang mereka katakan. Peneliti dapat memperoleh pemahaman yang
mendalam tentang orang-orang, organisasi, dan konteks yang lebih luas.[36] Peneliti lapangan
mengembangkan keakraban yang intim dengan dilema, frustrasi, rutinitas, hubungan, dan risiko
yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kekuatan yang mendalam dari etnografi
adalah yang paling “mendalam” atau “intensif”. Dari pengetahuan tentang apa yang terjadi di
lapangan dapat memberikan informasi penting untuk perumusan asumsi penelitian.[37] Secara
singkat keuntungan pengunaan penelitian etnografi dijelaskan di bawah ini, sebagai beriku:
–
Mengasilkan pemahaman yang mendalam. Karena yang dicari dalam penelitian ini bukan hal
yang tampak, melainkan yang terkandung dalam hal yang nampak tersebut
–
Mendapatkan atau memperoleh data dari sumber utama yang berarti memiliki tingkat falidasi
yang tinggi.
–
Mengasilkan deskripsi yang kaya, penjelasan yang spesifik dan rinci.
–
Peneliti berinteraksi langsung dengan masyarakat sosial yang akan diteliti.
–
Membatu kemapuan beinteraksi karena menutu kemampuan bersosialisai dalam budaya
yang ia coba untuk dijelaskan.
2.
Kelemahan
Salah satu kelemahan utama penelitian etnografi adalah bahwa dibutuhkan lebih lama daripada
bentuk penelitian lainnya. Tidak hanya membutuhkan waktu lama untuk melakukan kerja
lapangan, tetapi juga memakan waktu lama untuk menganalisis materi yang diperoleh dari
penelitian. Bagi kebanyakan orang, ini berarti tambahan waktu.[38] Kelemahan lain dari penelitian
etnografi adalah bahwa lingkup penelitiannya tidak luas. Etnografi sebuah studi biasanya hanya
satu organisasi budaya. Bahkan keterbatasan ini adalah kritik umum dari penelitian etnografi,
penelitian ini hanya mengarah ke pengetahuan yang mendalam konteks dan situasi
tertentu.[39]Secara singkat kelemahan pengunaan penelitian etnografi dijelaskan di bawah ini,
sebagai beriku:
–
Menutu seorang peneliti yang memiliki latar belakang pengetahuan yang kuat, mengetahui
dengan jelas subyek yang akan diteliti atau dipelajari.
–
Perspektif pengkajian kemungkinan dipengaruhi oleh kecenderungan budaya peneliti.
–
Membutuhkan jangka waktu yang panjang untuk mengumpulkan data dan mengelola data.
–
Pengaruh budaya yang diteliti dapat mepengaruhi psikologis peneliti, ketika peneliti
kembali kebudaya asalnya.
–
Peneliti yang tidak memiliki kemapuan sosialisai, terdapat kemungkinan penolakan, dari
masyarakat yang akan diteliti.
E. Etnografi dalam penelitian Hukum
Penelitian hukum dapat pula dilakukan dengan metode etnografi, hal tepenting titik tolaknya tetap
mengakaji tentang hukum. Terdapat beberapa hal pentingnya penelitian hukum menggunakan
metode etnografi yakni:[40]
1. Untuk dapat menemukan bagaimana hukum berkerja dan terajut dalam hidup keseharian penegak
hukum.
2. Untuk mengetahui bagaimana warga masyarakat bergaul dengan hukum, memberimakna dan
interpretasi terhadap hukum atau lembaga tertentu.
3. Untuk mengenatahui spirit dari peraturan perundang-undangan, kepentingan dan relasi kuasa
yang tarik menarik yang menjadi latar belakang proses perumusannya.
Selain itu, menurut Flood, antropologi hukum menggambarkan dua hal penting. Pertama, hukum
bukanlah suatu yang dipaksakan dari atas, terutama dari negara. Kedua, para atropologi meneliti
dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan penelitian konvensional para ahli hukum. Para
antropolog merasa penting untuk berjumpa dengan orang-orang dan menggali pengalaman
kehidupan keseharian mereka yang menjadi subyek penelitian.[41]
Penelitian enografi sebagaimana dijelasakan diatas dapat dilakukan terhadap suatu budaya
bersifat etnik atau mempelajari subkultur dari suatu masyarakat moderen. Dalam bidang hukum
penelitian enografi yang mempelajari suatu budaya tertentu dapat dilakukan untuk meneliti
hukum adat masyarakat tertentu, misanya mekanisme penyelesaian sengketa adat dalam
masyarakat Minangkabau atau Tanah Batak. Untuk, penelitian subkultur dapat dicontohkan di
bawah ini, sebagai berikut:
–
Penelitian yang dilakukan oleh John Flood seorang ahli hukum yang melakukan penelitian
hukum pada bidang kepengacaraan. Dalam melakukan penelitian ia berperan sebagai pengacara
magaang dalam suatu kantor, sehingga mendapatkan keleluasaan untuk memahahami dunia
kepengacaraan. Salah satu bagian penting penelitian Flood adalah meneliti tentang bagaimana
asisten pengacara dan advokat berinteraksi. Mereka berasal dari latar belakang, kelas dan tingkat
pendidikan yang berbeda. Flood tertarik bagaimana fungsi kepengacaraan dan pengacara
mempengaruhi sistem hukum yang berlaku di Inggris.[42]
–
Penelitian etnografi dapat juga dilakukan untuk memberikan jawaban atas perbedaan
pengguna atau pemakai narkotika dengan pengedar atau bandar. Pemakai narkoba seringkali
dianggap korban, sehingga pola penangannya berbeda (sanksi hukumannya rehabilitasi). Seorang
peneliti, untuk medapatkan jawaban apakah apakah pengguna atau pemakai adalah korban,
penelitian etnografi sangatlah membatu. Penelitian etnografi dapat meperoleh pemahaman yang
mendalam tentang pengguna narkotika dengan cara mengembangkan keakraban, memahami
rutinitas mereka bahkan psikologi para pengguna narkotika.
[1] Meuwissen, Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum,
diterjemahkan oleh B. Arif Sidharta, (Bandung, PT. Refika Aditama, 208), hlm. Vii.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. viii
[4] Ibid.
[5] Kanneth D. Bailey, Methods of Social Research, (New York: A Division of Macmillan Publishing
Co. Inc, 1982), hlm. 254
[6] W. Lawrence Neuman, Social Research Methods (Qualitative and Quantitative Approaches), Ed.
5th., (Boston: Allyn and Bacon, 2003), hlm. 363.
[7] Ibid., hlm. 366, Neuman menjelaskan terdapat dua extensions dari penelitian lapangan yakni
ethnography dan etnomethodologi.
[8] Roice Singleton ed.all, Approaches to Social Research, (New York: Oxford University Press,
1988), hlm. 308,
[9] Michael Quinn Patton, Qualitative Evalution And Research Methods, (London: Sage Publication:
1990), hkm. 88.
[10] Lawrence Neuman, Op. Cit., hlm 363.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Lawrence Neuman., Op. Cit.; dijelasakan pula dalam Earl babbie, The Practice of Social
Research, (Internasional Thomson Publishing, 1998), hlm. 282.
[15] Ibid.
[16] Roice Singleton ed.all, Op. Cit. Boas, melakukan penelitian tentang Indian Amerika,
sedangkan Malinowski, pulau-pulau Pasifik.
[17] Lawrence Neuman, Op. Cit. hlm 367.
[18] Kanneth D. Bailey, Op. Cit. hlm. 255.
[19] Michael Quinn Patton., Op. Cit. hlm. 68.
[20] Kanneth D. Bailey, Op. Cit.
[21] Sulistyowati Irianto dan Lim Sing Meij, “Praktek Penegakan Hukum:Arena Penelitian
Sosiolegal yang Kaya” dalam Metode Penelitian Hukum, Editor Sulistyowati Irianto dan Shidarta,
(Jakarta: Yayasan Obor dan JHMP-FHUI, 2009), hlm. 198.
[22] Kanneth D. Bailey, Op. Cit.
[23] Michael Quinn Patton., Op. Cit. hlm. 67.
[24] Ibid.
[25] Ibid. hlm. 68.
[26] Kanneth D. Bailey, Op. Cit.
[27] Earl babbie, Op. Cit., hlm. 282.
[28] Parlindungan Pardede, Penelitian Lintas Budaya, (28 September 2010) terdapat disitu
<http://fkip.uki.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=78:penelitianlintasbudaya& catid=41:artikel&Itemid=55>
[29] Earl babbie, Op. Cit.
[30] Bambang Mudjiyanto, “Metode Etnografi dalam Penelitian Komunikasi”, Komunikasi Massa,
(Volume 5 Nomor 1, 2009): 81
[31] Model Analisis Etnografi dalam Penelitian Kualitatif, (28 September 2010) terdapat disitus
<http://divanusantara.wordpress.com/2008 / 12 / 05 / model – analisis – etnografi – dalam –
penelitian kualitatif>
[32] Ibid.
[33] Ibid.
[34] Bambang Mudjiyanto, Op. Cit.
[35] Ibid.
[36] Michael
D.
Mayers,
“Investigating
Information
Systems
With
Ethnographic
Research”,Comminication of ISA, (Volume 2, Article 23), hlm. 5.
[37] Ibid.
[38] Ibid., hlm 6.
[39] Ibid.
[40] Sulistyowati Irianto dan Lim Sing Meij, Op. Cit., hlm. 191-192.
[41] Ibid., hlm. 196
[42] Ibid., hlm. 194-197.
Referensi
Babbie, Earl The Practice of Social Research. Internasional Thomson Publishing, 1998.
Bailey, Kanneth D. Methods of Social Research. New York: A Division of Macmillan Publishing Co.
Inc, 1982.
Irianto, Sulistyowati dan Lim Sing Meij, “Praktek Penegakan Hukum:Arena Penelitian Sosiolegal
yang Kaya” dalam Metode Penelitian Hukum, Ed. Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Jakarta:
Yayasan Obor dan JHMP-FHUI, 2009.
Mayers,
Michael
D.
“Investigating
Information
Systems
With
Ethnographic
Research”, Comminication of ISA, Volume 2, Article 23.
Model Analisis Etnografi dalam Penelitian Kualitatif, (28 September 2010) terdapat disitus
<http://divanusantara.wordpress.com/2008 / 12 / 05 / model – analisis – etnografi – dalam –
penelitian kualitatif>
Mudjiyanto, Bambang “Metode Etnografi dalam Penelitian Komunikasi”, Komunikasi Massa. Volume
5 Nomor 1, 2009)
Neuman, W. Lawrence Social Research Methods (Qualitative and Quantitative Approaches).
Boston: Allyn and Bacon, 2003.
Pardede, Parlindungan Penelitian Lintas Budaya, (28 September 2010) terdapat disitu
<http://fkip.uki.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=78:penelitianlintasbudaya& catid=41:artikel&Itemid=55>
Patton, Michael. Qualitative Evalution And Research Methods, London: Sage Publication: 1990.
Singleton, Roice ed.all, Approaches to Social Research. New York: Oxford University Press, 1988.
Download