58 Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa

advertisement
Ajik Azmijah; Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa Fabrisius Akibat …
Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa Fabrisius Akibat Infeksi
Virus Avibirna
Observation of Bursal Apoptotic Cells Due to Avibirna Virus Infection
Ajik Azmijah
Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surab aya
Abstract
The aim of this study is to prove the increasing amount of apoptotic cells in bursa Fabricius of
chicken infected by Avibirna virus. Fifty broiler chicken of 21 day old, devided randomly into 10
groups i.e 5 groups as control and the other 5 as treated groups. Each chick of five treated groups
inoculated by Tasik isolate of Avibirna virus through intraocular, intracloacal and oral routes.
Subsequently both control and treated groups were sacrificed at 2 nd, 4th, 6th, 8th and 10 th day after
infection. The bursae were taken and processed using S177101 Apopteg plus Peroxidase in situ
Apoptosis Detection Kit and put into histological examination. Apoptotic cells of bursa from treated
chicken which sacrificed on 4 th and 6 th day after infection increa se sharply and differ significantly with
those of control. This high amount of apoptotic cells thought to be induced by increasing number of T
lymphocytes in the acute phase of viral infection
Key words: bursa of Fabricius, avibirna virus, apoptotic cells .

Pendahuluan
Avibirna virus merupakan penyebab penyakit
viral pada unggas yang menyerang organ bursa
Fabrisius. Penyakit ini bersifat akut, sangat menular
dan immunosupresif. Penyakit ini merupakan masalah
bagi industri perunggasan sejak lama di seluruh
dunia, terutama karena adanya penurunan respon
imun terhadap vaksinasi dan peningkatan kepekaan
terhadap infeksi oportunistik, dan kegagalan vaksinasi
(Betch and Muller, 1991). Setelah muncul virus
Avibirna yang bersifat ganas sejak tahun 1986 di
berbagai Negara Eropa dan Asia (Nunoya et al; 1992)
termasuk di Indonesia, masalah jadi semakin
komplek. Wabah yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1991 menyebabkan kerugian ekonomi yang
sangat besar karena penyakit ini dapat menimbulkan
gejala klinik dan menyebabkan kematian sampai 60 %
pada ayam petelur dara terutama bila diikuti dengan
infeksi sekunder (Parede, 1993). Organ sasaran virus
avibirna adalah bursa Fabrisius pada perkembangan
maksimum. Bursa Fabrisius merupakan sumber dari
spesifik limfosit B pada unggas. Menurut van den
Berg et al (1991) dan Nunoya et al (1992), keparahan
penyakit berhubungan langsung dengan jumlah sel
peka yang ada di bursa Fabrisius, oleh karena itu
umur kepekaan paling tinggi adalah antara tiga
sampai enam minggu ketika bursa Fabrisius pada
perkembangan maksimum .
Tanimura and Sharma (1998 ) dan Jungmann et
al. (2001) menjelaskan bahwa setelah virus sampai di
bursa Fabrisius kemudian diikuti pengosongan limfosit bursa akibat nekrosis dan apoptosis . Menurut
Nieper et al. (1999), terdapat hubungan antara apoptosis dengan replikasi virus di sel bursa Fabrisius. Adapun selanjutnya menurut Tanimura and Sharma
(1998) pengosongan limfosit bursa Fabr isius ini dapat
permanen, akibatnya walaupun terjadi penyembuhan,
inang tetap mengalami imunosupresi. Masalah utama
pada infeksi virus Avibirna yang perlu mendapat
perhatian adalah imunosupresi yang timbul. Beberapa
hasil penelitian membuktikan bahwa kontribusi
terbesar terjadinya imunosupresi adalah pengosongan
sel limfoid pada bursa akibat infeksi yang berupa
apoptosis dan nekrosis.
Rautenschlein et al. (2002) mengungkapkan
bahwa untuk destruksi sel bursa dibutuhkan peran
limfosit T. Menurut Goldsby et al. (2000) limfosit T
sitotoksik dan sel NK dapat men imbulkan lisis pada
sel target melalui pengeluaran perforin dan granzime.
Penanggulangan penyakit akibat virus avibirna di
Indonesia selama ini adalah dengan pemberian
vaksinasi teratur, terutama pada induk ayam bibit
komersial dengan tujuan anak ayam me mperoleh
kekebalan yang cukup. Namun demikian, sampai
sekarang belum ditemukan vaksin yang sesuai
dengan strain yang ad a (Dirjen Produksi Ternak,
58
Media Kedokteran Hewan
2002), oleh karena itu masih sering dilaporkan kasus
penyakit Gumboro di lapangan, terutama dampak
immunosupresinya sehingga menimbulkan kematian
yang tinggi akibat rentan terhadap penyakit lain .
Metode Penelitian
Sebagai hewan coba digunakan ayam broiler
umur 21 hari sebanyak 50 ekor. Anak ayam dipelihara
sampai umur 21 hari. Sebelum penginfeksian virus
pada hewan coba, dilakukan perbanyakan dan
pengganasan virus terlebih dahulu, pasase dua kali
pada ayam umur 14 hari.Pada pasase pertama 2 ekor
ayam umur 14 hari diinfeksi virus avibirna isolat
Tasik secara oral, tetes mata dan melalui kloaka
sebanyak 0,4 ml. Dua hari kemudian bursa dipanen .
Lima puluh ekor ayam secara random dibagi
menjadi sepuluh kelompok yang terdiri dari lima
kelompok kontrol dan lima kelompok perlakuan.
Masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor
ayam. Kelompok kontrol tanpa perlakuan seda ngkan
lima kelompok perlakuan diinokulasi dengan
avibirna virus isolat Tasik secara intraokuler, intra
kloakal dan per oral dengan dosis 1000 EID 50/ml.
Kemudian secara bertahap tiap tiap kelompok
dari kelompok perlaku an dan kelompok kontrol
(masing-masing lima ekor ayam) dikorbankan yaitu
pada 2, 4, 6, 8 dan 10 hari setelah inokulasi.Setelah
ayam dikorbankan, bursa Fabrisius diambil kemu dian dipersiapkan untuk pembuatan sediaaan histo patologi dengan menggunakan S77101 Apopteg plus
Peroxidase in situ Apoptosis Detection Kit.
Vol. 21, No. 2, Mei 2005
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan bursa
Fabrisius ayam secara mikro skopis dapat dinyatakan
bahwa, salah satu ciri sel bursa yang mengalami
apoptosis pada sediaan mikroskopis dengan pewarnaan menggunakan Kit Apopteg adalah adanya
warna coklat gelap pada inti (Gambar 1-3).
Hasil analisis statistik terhadap jumlah sel apoptosis pada sel bursa pada infeksi Avibirna virus, pada
hari kedua setelah infeksi belum terjadi peningkatan
sel apoptotik, kemudian meningkat pada hari ke
empat dan ke enam serta tampak mengalami
penurunan pada hari ke delapan dan kesepuluh.
Tabel 1. Hasil Analisis Statistik Jumlah Sel Bursa
yang Mengalami Apoptosis
Kombinasi
Rataan ± SD
Hari ke II~Kontrol
30,20 a ± 4,207
Hari ke II~Perlakuan
41,20 a ± 10,826
Hari ke IV~Kontrol
42,80 ab ± 5,357
Hari ke IV~Perlakuan
117,80 d ± 18,913
Hari ke VI~Kontrol
49,40 ab ± 1,949
Hari ke VI~Perlakuan
96,00 c ± 17,421
Hari ke VIII~Kontrol
49,20 ab ± 3,493
Hari ke VIII~Perlakuan
52,00 b ± 3,464
Hari ke X~Kontrol
45,20 ab ± 5,404
Hari ke X~Perlakuan
42,20 ab ± 11,432
a,b,c Superskrip yang berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01).
Gambar 1. Peningkatan apoptosis sel bursa pada kelo mpok perlakuan hari ke empat setelah infeksi virus
Gumboro (perbesaran 400X, pewarnaan dengan kit apopteg) .
59
Ajik Azmijah; Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa Fabrisius Akibat …
Gambar 2. Sel apoptotik pada kelompok perlakuan hari ke sepuluh setelah infeksi virus Gumboro
(perbesaran 400X, pewarnaan dengan ki t apopteg).
Gambar 3. Apoptosis sel bursa pada kel kontrol (perbesaran 400X, pewarnaan dengan kit apopteg)

Kontribusi terbesar terjadinya imunosupresi
pada infeksi Avibirna Virus adalah adanya pengo songan sel limfoid pada bursa Fabrisius akibat infeksi
yang berupa apoptosis dan nekrosis. Apoptosis
merupakan kematian sel terprogram melalui mekanisme genetik yang dapat terjadi secara fisiologis
maupun patologis. Aktivitas enzim telomerase
diketahui sangat berperan pada proses apoptosis
fisiologis, sedangkan apoptosis patologis terjadi
karena terdapat gangguan keseimbangan system
genetik yang dipicu oleh faktor lingkungan, misal
Infeksi virus (Thomson, 1995 ). Menurut Reed (2000)
proses apoptosis melibatkan beberapa protease sistein
yang disebut caspase (cyst ein Aspartyl-Spesifik
Protease). Caspase yang terlibat dalam proses apop tosis antara lain caspase 2, 8, 9, 10 yang tergolong
caspase inisiator, caspase 3, 6, 7 yang tergolong
caspase eksekutor. Penelitian yang di lakukan oleh
Routenschlein et al (2002) mengungkapkan bahwa
untuk penghancuran sel bursa dibutuhkan peran sel
limfosit. Perlakuan tinektomi pada infeksi avibirna
virus menghilangkan respon inflamasi yang diinduksi virus secara signifikan mengurangi keja dian
apoptosis sel bursa Fabrisius dibandingkan dengan
ayam yang memiliki sel T utuh. Hal ini memberikan
pemahaman bahwa pada infeksi avibirna virus,
limfosit T berperan besar pada proses apoptosis.
60
Media Kedokteran Hewan
Hasil statistik terhadap jumlah sel apoptotik sel
bursa pada infeksi avibirna virus pada penelitian ini
menunjukkan bahwa hari ke 4 dan ke 6 paling tinggi
dan berbeda sangat nyata dengan hari ke 2,8 dan 10.
Hari ke 2 belum terjadi peningkatan sel apoptotik,
kemudian meningkat pada hari ke 4 dan ke 6 dan
tampak mengalami penurunan pada hari ke 8 dan 10 .
Sel apoptotik pada bursa juga terjadi pada kontrol,
hal in dapat dijelaskan bahwa apoptosis dapat terjadi
baik patologik maupun fisiologik. Gambaran ini
sesuai dengan pernyataan Rautenschlein et al, 2002,
bahwa pada fase akut, yaitu sekitar lima hari setelah
infeksi terjadi peningkatan jumlah sel limfosit T yang
berperan sangat besar pada mekanisme apoptosis
melalui pengaktifan caspase oleh granzim. Limfosit T
sitotoksik dan sel NK dapat menimbulkan lisis pada
sel target melalui pengeluaran perforin dan granzime.
Perforin merupakan enzim yang mampu membentuk
celah pada membrane sel target sehingga kemudian
granzim dapat menerobos masuk untuk melisis sel
trsebut (Abbas et al., 2000) setelah masuk sitoplasma
target,granzim dapat langsung mengaktifkan caspase
inisiator seperti caspase 10, kemudian terjadi aktivasi
kaskade caspase yang selanjutnya memicu apoptosis.
Menurut Jungmann et al. (2001) peningkatan
proporsi jumlah sel apoptosis pada infeksi avibirna
virus ini, dapat dihubungkan dengan replikasi virus.
Sel apoptosis banyak ditemukan didaerah sekitar sel
sel yang mengekspresikan antigen, ini mengindikasikan bahwa factor penginduksi apoptosis mungkin
dikeluarkan oleh sel sel yang mereplikasi virus.
Menurut Nieper et al (1999), sebagian besar sel
sel apoptotik dalam bursa Fabrisius mengandung
antigen virus empat hari setelah penginfeksian.
Interferon yang terbentuk setelah infeksi virus ini di pertimbangkan sebagai satu dari beberapa penyebab
kemungkinan terjadinya apoptosis. Infeksi virus merupakan penyebab paling umum terjadinya pem bentukan interferon. DsRNA diketahui sebagai perangsang
kuat interferon yang mungkin menghambat sintesis
protein dan juga merangsang apoptosis. Apoptosis
dirangsang oleh interf eron alpha berhubungan
dengan aktivasi beberapa caspase, seperti aktivasi
caspase 3. Aktivasi caspase ini merupakan peristiwa
penting dalam penginduksian kaskade caspase oleh
interferon alpha (Thyrell and Erickson, 2002 ).
Kesimpulan
Pada infeksi Avibirna virus pada penyakit
gumboro terjadi peningkatan jumlah sel apoptosis.
Peningkatan jumlah sel apoptosis tersebut terjadi
pada hari keempat dan keenam setelah inokulasi
virus dan terlihat berbeda sangat nyata.
61
Vol. 21, No. 2, Mei 2005
Daftar Pustaka
Abbas, K.A., A.H. Lichtman and J.S. Pober. 2000.
Celluler and Mollecular Immunology 4 th
ed.W.B. Saunders Company A Harcourt Health
Sciences Company Philadelphia London New
York St Louis Sydney Toronto. www.yahoo.com
Becht, H. and H. Muller. 1991. Infectious Bursal Disease
dependent Immuno Deficiency syndrome in
chicken Bhering institute Mitteillingen 89: 217 -225
Direktorat Jenderal Produksi Ternak. 2002. Keterpaduan Kebijakan Pembangunan Sektor Peternakan dan Perikanan. Seminar Nasional Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga .
Goldsby, A.R., T.J. Kindt and B.A.Osborne .2000.Kuby
Immunology.W.H. Feeman and Company New
York .www.google.com.
Jungmann, A., H. Nieper and H. Mueller. 2001.
Apoptosis is Induce by Infectious Bursal Disease
Virus Replication in Productively Infected Ce lls
as well as in Antigen–Negative Cells in Their
Vicinity.Journal of General Virology. 2: 11071115. www.google.com.
Nieper, H., J.P.Teifke, A. Jungmann, C.V. Lhor and H.
Mueller. 1999. Infected and Apoptotic Cell in
The IBDV Infected Bursa of Fabricius, Studied
by Double Labelling techniques. Avian Pathol.
28: 279-285.www.google.com
Nunoya, T., Y. Otaki, M. Tajima, M. Hiraga and T.
Sato. 1992. Occurrence of Acut in Infectious
Bursal Disease with High Mortality in Japan and
Patogenicity of Field Isolates in SPF Chickens
.Avian Disease. 36: 597-609.www.google.com.
Parede, L. 1993. Laporan Proyek Hasil Penelitian
Virus dan Penyakit Gumboro Kerjasama Balivet
dan P4N Badan Litbang Pertanian.
Rautenschlein, S., H.Y. Yeh, M.K. Njenga and J.M.
Sharma. 2002. Role of Intra bursal T Cells in
IBDV Infection: Tcell Promotwe Viral Clearance
But Delay
Reed, C.J. 2000. Mechanism of Apoptosis. Am. J. of
Pathology. 157(5): 1415-1430.www. google.com.
Tanimura, N.and J.M. Sharma. 1998. In Situ
Apoptosis in Chickens Infected wi th Infectious
Bursal Disease Virus. J. of Compar. Pathol. 118:
15-27.www.google.com.
Thyrell, L and S. Erickson. 2002. Mechanism of
Interferon-Alpha Induced Apoptosis in Malignant
Cell (Abst) 21(8): 1251-1262.www. google.com
Van den Berg, T.P., M. and G. Meulemans. 1991.
Acute Infectious Bursal Disease in Poultry: Isolation and Characterization of a Highly Viru lent
Strain. Avian Pathol. 20: 133-134. www.google.com
Download