LAPORAN ELEKTRONIKA DAYA BUCK CONVERTER Oleh : Rizal

advertisement
LAPORAN ELEKTRONIKA DAYA
BUCK CONVERTER
Oleh :
Rizal Akbar Fauzany
( 1404405010)
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Buck-Converter
Buck-converter adalah konverter penurun tegangan khusus yang menerapkan sistem
SMPS (Switching Mode Power Supply). Ia adalah konverter dengan efisiensi yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan power-supply penurun tegangan biasa (sistem
linier). Efisiensinya dapat mencapai lebih dari 90%. Prinsip kerja Buck-Converter
adalah dengan menggunakan switch yang bekerja secara terus-menerus (ON-OFF).
Adapun dikenal dengan istilah PWM (Pulse Width Modulation) dan Duty Cycle dalam
mengendalikan kecepatan (frekuensi) kerja switch tersebut Karena itu di dalam sebuah
rangkaian buck-converter selalu terdapat generator sinyal, transistor penguat, dioda,
kondensator dan induktor. Konsep dasar rangkaiannya dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1. Rangkaian Dasar Buck-Converter.
Induktor ditaruh di sirkit emitor jika yang digunakan adalah transistor bi-polar
(NPN). Jika yang digunakan adalah transistor FET/MOSFET (kanal N) maka induktor
ditaruh di sirkit source. Apabila basis T1 sedang mendapatkan denyut tegangan positif,
T1 akan menghantar sesaat meluluskan tegangan V+in ke emitornya yang terangkai
dengan induktor L1 dan katoda D1. Dengan demikian tegangan pada titik x (emitor T1)
sesaat nyaris sama dengan tegangan pada kolektor T1. Pada saat ini mengalirlah arus
melalui L1 mengisi muatan C1 dan mengaliri beban (load). Karena adanya arus yang
mengalir itu maka pada titik y (hanya sesaat) terdapat tegangan yang lebih kecil
daripada titik x. Pada waktu yang hanya sesaat ini tersimpanlah energi listrik di dalam
induktor. Manakala denyut tegangan pada basis T1 telah hilang (berganti menjadi nol
Volt) T1 tidak lagi menghantar, dengan demikian tegangan pada titik x menjadi nol
Volt. Namun karena adanya energi listrik yang tersimpan di induktor maka energi ini
lalu dilepaskan oleh induktor sehingga tegangan pada titik y kini menjadi lebih tinggi
daripada titik x yang telah menjadi nol Volt itu. Mengalirlah arus sehingga C1 tetap
terisi dan beban tetap teraliri arus meskipun T1 tidak lagi menghantar. Arus ini terus
mengalir ke ground dan menembus dioda D1, hingga kemudian berakhir di titik x.
Keadaan ini berlangsung sesaat, yaitu selama tidak adanya denyut tegangan pada basis
T1. Karena itu untaian L1, C1 dan D1 disebut juga sebagai untaian “fly-wheel”. Ketika
basis T1 kembali mendapatkan denyut tegangan positif, maka proses seperti yang telah
diterangkan di atas akan kembali berulang dari awal, begitulah seterusnya selama
generator sinyal tetap memberikan denyut-denyut tegangan kepada basis T1.
Umumnya buck-converter bekerja dalam “continuous-mode” di mana arus dari
induktor (ketika pelepasan energi) senantiasa diupayakan agar tidak mencapai nol
sebelum terjadinya proses penyimpanan energi selanjutnya. Untuk mencapai hal ini
maka biasanya nilai induktansi dibuat cukup besar bagi frekwensi yang dihasilkan oleh
generator sinyal.
Adapun level tegangan keluaran yang dihasilkan oleh buck-converter secara praktis.
Di dapat perhitungannya:
V+out = V+in (tON / T) ......................................(2.1)
Dimana :
V+out = Tegangan keluaran dalam Volt
V+in
= Tegangan masukan dalam Volt
tON
= Waktu munculnya denyut tegangan positif dalam detik/second
T
= periode waktu satu putaran dalam detik/second. Dengan kata lain
T adalah tON + tOFF di mana tOFF adalah waktu kosong denyut
dalam satu putaran.
2.2
Sinyal PWM (Pulse width modulation)
PWM atau pulse width modulation adalah salah satu cara untuk mendapatkan
tegangan yang memiliki kondisi terbuka penuh (ON) atau tertutup penuh (OFF). Cara
paling sederhana untuk mendapatkan sinyal PWM adalah dengan metode interseksi,
yang membutuhkan gelombang gergaji atau gelombang segitiga dan komparator.
Frekuensi gelombang gergaji akan sama dengan frekuensi PWM. Komparator
digunakan sebagai penghasil gelombang kotak dengan membandingkan masukannya.
Metode pembangkitan PWM dengan membandingkan gelombang segitiga
dan tegangan DC dapat dilihat pada gambar 2.7 di mana saat masukan sinyal segitiga
masih lebih rendah dari sinyal DC pembandingnya maka keluaran komparator akan
rendah/LOW. Dan ketika sinyal segitiga telah lebih tinggi dari sinyal DC maka
keluaran komparator akan tinggi/HIGH. Maka dengan mengubah nilai tegangan DCnya akan mempengaruhi perbandingan panjang gelombang tinggi terhadap periodenya
atau yang disebut dengan duty cycle (D).
Gambar 2.3 Pembangkitan PWM secara analog
Teknik pembangkitan gelombang PWM lainnya adalah secara digital.
Pembangkitan ini biasanya dilakukan menggunakan mikrokontroler dengan metode
time proportioning. Metode ini memanfaatkan fitur counter yang terdapat pada
mikrokontroler yang akan bertambah secara periodis yang terhubung langsung dengan
clock/pendetak rangkaian mikrokontroler. Counter akan tereset pada akhir setiap
periode dari PWM. Ketika nilai counter lebih dari nilai referensinya, keluaran PWM
berubah dari kondisi HIGH ke LOW (atau sebaliknya sesuai dengan pengaturan).
Metode pembangkitan dengan mikrokontroler ditunjukkan pada gambar 2.8.
Pertambahan nilai dari counter (TCNTn) pada gambar 2.8 mirip dengan
metode gelombang gigi gergaji. Hanya saja penggunaan counter adalah versi diskret
dari metode interseksi. Tingkat ketelitian pada PWM digital sangat dipengaruhi oleh
resolusi counter. Semakin tinggi nilai resolusinya maka akan diperoleh hasil yang lebih
baik.
Gambar 2.4 Pembangkitan PWM dengan counter mikrokontroler
Salah satu pemanfaatan PWM adalah untuk switching. Pada pengendalian
daya dengan frekuensi tinggi penggunaan saklar menggunakan komponen
semikonduktor wajib digunakan, hal ini dikarenakan saklar mekanik tidak mampu
digunakan untuk frekuensi tinggi.
Kondisi on dan off pada PWM digunakan sebagai kontrol saklar elektronis
semikonduktor yang berpengaruh pada kontrol tegangan dan arus yang mengalir
melalui beban.
2.4
IC 555
IC timer NE 555 adalah sirkuit terpadu (chip) yang digunakan dalam berbagai
pembangkit timer, pulsa dan aplikasi osilator. Rangkaian paling umum dari IC NE 555
adalah sebagai pembangkit clock/frekuensi atau jika outputnya dihubungkan ke LED
akan menghasilkan LED yg berkedip / Flash seperti pada rangkaian sederhana berikut
:
Gambar 2.5 IC 555
Fungsi dari IC555 bermacam-macam karena dapat menghasilkan sinyal
pendetak/sinyal kotak. Berikut ini fungsi dari pin atau kaki IC NE555:
1.
Ground, Merupakan titik 0V komponen yang dihubungkan dengan ground
rangkaian atau ground supply. Pin ini ditunjukkan oleh titik (notch) yang
terdapat pada badan komponen.
2.
Trigger, Merupakan salah satu input komparator bagian bawah yang akan
dibandingkan dengan input lain pada komparator tersebut yang telah
direferensikan nilainya sebesar 1/3 tegangan supply (Vs). Jika input trigger
berubah dari HIGH ke LOW dan besarnya kurang dari 1/3 Vs maka komparator
bagian bawah ini akan mengaktifkan flip-flop sehingga akan dihasilkan output
IC 555 dalam kondisi HIGH. Pin trigger ini mempunyai impedansi yang sangat
besar, yaitu > 2MΩ
3.
Output, pin ini disambungkan ke beban yang akan diberi pulsa dari keluaran IC
ini. IC555 bisa mengeluarkan arus 100mA pada outputnya bahkan 200mA pada
LM555.
4.
Reset, adalah pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan
berpengaruh untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate
transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya
pin ini langsung dihubungkan ke Vcc agar tidak terjadi reset latch, yang akan
langsung berpengaruh mengulang kerja IC555 dari keadaan low state.
5.
Control Voltage, Merupakan salah satu input komparator bagian atas dimana
input lain dari komparator adalah pin Threshold pada IC 555. Pin ini digunakan
untuk mengatur tegangan ambang (threshold) yang telah diatur secara default
sebesar 2/3 tegangan supply (Vs). Biasanya pin ini jarang digunakan dan saat
tidak digunakan pin ini dihubungkan pada titik ground rangkaian melalui
sebuah kapasitor 0,01uF yang berguna untuk mengurangi gangguan noise
(desah).
6.
Threshold, pin ini terhubung ke input positif upper comparator(komparator A)
yang akan me-reset RS flip-flop ketika tegangan pada kapasitor mulai
melebihi 2/3 Vcc.
7.
Discharge, pin ini terhubung ke open collector transistor Q1 yang emitternya
terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp
node yang sesuai ke ground pada timing tertentu.
8.
VCC, pin ini untuk menerima supply DC voltage (most positive) yang
diberikan. Biasanya akan bekerja optimal jika diberi 5 –15V(maksimum).
supply arusnya dapat dilihat di datasheet, yaitu sekitar 10 -15mA.
2.4.2
Cara Kerja IC 555
Gambar 2.6 Rangkaian pada IC 555
Rangkaian timer menggunakan IC 555 pada gambar diatas terdiri dari bagian
pemberi triger, penentu waktu hidup matinya timer dan bagian beban (relay) atau
inteface ke perangkat yang dikontrol. Fungsi dan prinsip kerja dari bagian timer
menggunakan IC 555 pada gambar diatas adalah sebagai berikut. Bagian pemberi
triger, adalah konfigurasi antara R100K dengan saklar S1 yang berfungsi untuk
memberikan triger ke IC 555 sebagai tanda proses timing dimulai. Bagian penentu
waktu timing, merupakan konfigurasi antara VR 1MOhm dan kapasitor 10 uF yang
berfungsi untuk menentukan waktu atau lamanya timer akan ON atau OF. Dimana
lamanya waktu ON atau OFF nya timer ditentukan oleh waktu proses pengisian
kapasitor C 10 uF yang ditentukan oleh nilai kapasitansi kapasitor 10 uF dan nilai
resistansi VR 1 MOhm tersebut. Bagian beban, adalah relay yang berfungsi untuk
menghubungkan antara relay dengan perangkat yang dikontrol. Relay ini juga
berfungsi sebagai isolator antara kelistrikan timer dengan kelistrikan perangkat yang
dikontrol Timer dengan IC 555 ini. Pada relay dipasang dioda yang diparalel secara
reverse bias, dioda ini berfungsi untuk menyerap tegangan induksi dari induktor relay
pada saat dihidupkan dan dimatikan sehingga tidak mempengaruhi sistem kelistrikan
rangkaian timer menggunakan IC 555.
Dalam aplikasi rangkaiannya, IC timer 555 mempunyai 3 mode operasi dasar, yaitu :
1. Monostable
Output rangkaian monostable hanya berupa satu pulsa (HIGH) saja, yaitu saat
input sinyal yang diumpankan pada pin trigger berubah dari kondisi HIGH ke
LOW. Rangkaian monostable juga biasa disebut dengan rangkaian one-shoot.
2. Astable
Output rangkaian astable berupa gelombang kotak yang berosilasi pada
frekuensi dan periode tertentu, tergantung dari komponen RC yang digunakan.
3. Bistable
Output rangkaian bistable mempunyai 2 kondisi output yang dipengaruhi oleh
input pada pin trigger dan reset. Atau dapat dikatakan, output rangkaian bistable
serupa dengan output rangkaian astable yang dioperasikan secara manual tanpa
menggunakan komponen RC sebagai pengatur pewaktuan (timing).
Download